Oleh:
Pembimbing:
dr. Suprapti, SpPD, K-GH
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Judul
Efusi Pleura Bilateral ec Pleuritis Tuberkulosa
Oleh:
Nyayu Firda, S.Ked
Nia Githa Sarry, S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “Efusi Pleura Bilateral ec Pleuritis Tuberkulosa”. Laporan kasus
ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian pada Kepaniteraan Klinik Senior
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Suprapti, Sp.PD,
K-GH selaku pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini, serta kepada semua
pihak yang telah membantu hingga tulisan ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan tulisan ini
dapat memberi ilmu dan manfaat bagi yang membacanya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Oleh karena keadaannya yang dapat mengancam jiwa, dan penanganannya
yang segera pada beberapa kasus, kami mengangkat kasus efusi pleura dalam
laporan kasus ini. Agar kami dapat mempelajari bagaimana diagnosis dan
penatalaksanaan kasus yang umumnya merupakan keadaan akut dari penyakit
paru.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1 IDENTIFIKASI
• Nama : N. SM
• Umur : 24 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Suka Maju, Sako, Palembang
• Status : Belum Menikah
• Pekerjaan : Mahasiswi
• Agama : Islam
• MRS : 17 April 2019
II.2 ANAMNESA
Keluhan utama
Sesak napas yang bertambah hebat sejak ± 1 hari SMRS.
3
berkurang ada, pasien merasa berat badan menurun, badan terasa lemas ada, mual
dan muntah tidak ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien meminum obat
paracetamol untuk menurunkan demamnya dan tidak memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan.
± 1 minggu SMRS demam masih ada tidak terlalu tinggi, nyeri kepala
tidak ada, keringat malam ada, batuk semakin sering dan disertai dahak berwarna
putih, konsistensi kental, dan sebanyak kurang lebih sebanyak 1 ½ sendok teh,
darah tidak ada. Batuk tidak di cetuskan oleh debu dan cuaca. Sesak ada, sesak
tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktifitas, maupun emosi. Pasien semakin sesak
ketika terbaring ke arah sebelah kiri. Suara mengi tidak ada. Nyeri dada ada kanan
dan kiri tetapi nyeri tidak menjalar ke lengan kiri dan punggung belakang, dada
terasa berdebar-debar tidak ada. Nafsu makan masih berkurang dan berat badan
semakin menurun, badan lemas ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien
hanya mengonsumsi obat batuk yang beli sendiri di apotik dan tidak
memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
± 1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak napas semakin memberat, terus
menerus, sesak tidak dipengaruhi aktifitas, cuaca, dan emosi. Pasien lebih sesak
bila terbaring kesebelah kiri. Terbangun malam hari karena sesak tidak ada. Tidur
menggunakan 1 bantal. Sesak saat beraktivitas ringan seperti jalan 50-100 m atau
menaiki tangga tidak ada. Suara mengi tidak ada, nyeri dada ada kanan dan kiri
tetapi nyeri tidak menjalar ke lengan kiri dan punggung belakang. Pasien juga
mengeluh batuk semakin sering. Batuk berdahak berwarna putih, kental, kurang
lebih sebanyak 1 sendok makan, dan darah tidak ada. Batuk tidak di cetuskan oleh
debu dan cuaca. Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Nafsu makan
berkurang ada dan berat badan menurun. Sebelum demam pasien mengatakan
berat badannya 45 kg dan saat ini berkurang menjadi 39 kg. Pasien menyangkal
keluhan batuk lama pada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Pasien kemudian
datang ke IGD RSMH untuk berobat dan setelah dilakukan pemeriksaan pasien di
rawat inap untuk tatalaksana lebih lanjut.
4
a. Riwayat sakit TBC disangkal
b. Riwayat asma disangkal
c. Riwayat darah tinggi disangkal
d. Riwayat penyakit jantung disangkal
e. Riwayat penyakit kencing manis disangkal
f. Riwayat alergi disangkal
5
Keadaan spesifik
Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam kusam, tidak mudah dicabut, alopesia
(-), distribusi merata.
Mata
Edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-),sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor ukuran 3 mm/3 mm, refleks cahaya (+/+).
Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, deformitas (-), septum deviasi (-), kavum nasi
lapang, sekret (-), epistaksis (-)
Mulut
Mukosa bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-),
lidah berselaput (-), lidah kotor (-),lidah kering(-), atrofi papil (-),
Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-),sekret (-), nyeri tekan
mastoid (-)
Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), struma
nodusa (-), bruit (-).
Thoraks
Inspeksi : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru-paru
I : Statis,dinamis, simetris kanan = kiri
P : Stemfremitus paru kanan menurun setinggi ICS 5, kiri pada ICS 6
P : Redup pada paru kanan setinggi ICS 5, kiri pada ICS 6
A: Vesikuler (+) menurun pada paru kanan setinggi ICS 5, kiri setinggi ICS 6,
wheezing (-), ronkhi (-)
6
Jantung
I : Iktus kordis tidak terlihat.
P : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
P : Batas jantung sulit dinilai
A : BJ I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)
Perut
I : Datar dan tidak ada pembesaran,venektasi (-)
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit
normal.
P : timpani
A: bising usus (+) normal
Alat kelamin
Tidak diperiksa
Extremitas atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat,
clubbing finger (-).
Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema pretibial(-/-),
jaringan parut (-), pigmentasi normal, clubbing finger (-), turgor kembali cepat.
7
II. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Punksi pleura (17 April 2019)
Parameter
Analisis cairan pleura Hasil pemeriksaan Rujukan
1. Makroskopi
Volume 10 mL
Warna Kekuningan Transudat : kekuningan
Eksudat : kuning/merah
Kejernihan Agak keruh Transudat : jernih
Eksudat : keruh
Bau Tidak berbau Transudat : tidak berbau
Eksudat :berbau
Berat jenis 1.005 Transudat : <1.016
Eksudat :> 1.016
Bekuan negatif Transudat : negatif
Eksudat :positif
pH 8.0 Transudat : 7.4-7.6
Eksudat : <7.3
II. Mikroskopi
Jumlah leukosit 447.0 sel/ul Transudat : <500
Eksudat :>500
Hitung jenis sel Hasil menyusul
PMN sel 0% Transudat : lebih sedikit
Eksudat :lebih banyak
MN sel 100% Transudat : lebih banyak
Eksudat : lebih sedikit
Sel blast Hasil menyusul
III. Kimia
Rivalta positif Transudat : negatif
Eksudat : positif
8
Protein 3.3 g/dL Transudat : <2.5
Eksudat > 3
LDH 471 U/L Transudat : <200
Eksudat : > 200
Glukosa 66.0 mg/dL Transudat : = kadar di
serum
Eksudat :< kadar di
serum
Kesan : hipoalbuminemia
9
Rontgen Thorax PA (17/04/2019)
Foto Thorax PA
Kondisi foto baik
Simetris kanan dan kiri
Trakhea di tengah
Tulang-tulang : baik
Sela iga tidak melebar
CTR sulit dinilai
Sudut kostofrenikus kanan dan
kiri tumpul
Parenkim paru :
Tampak infiltrat di kedua lapang
paru
perselubungan homogen pada kedua
basal paru
Kesan : efusi pleura bilateral
Rontgen Thorax (25/04/2019)
Foto Thorax PA
Kondisi foto baik
Simetris kanan dan kiri
Trakhea di tengah
Tulang-tulang : baik
Sela iga tidak melebar
CTR < 50 %
Sudut kostofrenikus kanan dan
kiri tumpul
Parenkim paru :
Tampak infiltrat pada kedua lapang
paru
perselubungan homogen pada kedua
basal paru
Kesan : efusi pleura bilateral
10
EKG (17 April 2019)
Kesan :
o Sinus Rythm
o Axis normal
o HR : 96x/mnt
o PR interval 0,12 detik
o QRS interval 0,06 detik
Kesan : sinus normal
II.7 PENATALAKSANAAN
Non-Farmakologi
Istirahat
Diet NB TKTP
Edukasi
11
Aspirasi cairan pleura
Farmakologi
IVFD RL gtt XX/menit
Azitromycin 1x500mg PO
Ceftriaxone 1x1gr IV
II.9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Follow up
17 April 2019
S Sesak napas, batuk
Keadaan umum
• Kesadaran: compos mentis
• Tekanan darah : 110/70 mmHg
O • Nadi : 98x/menit
• RR : 33x/menit
• Temperatur : 36,9ºC
12
Kepala: konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
Leher : JVP (5-2) CM H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Jantung :
I : Iktus kordis tidak terlihat.
P : Iktus kordis tidak teraba
P: Batas jantung sulit dinilai
A: BJ I dan II regular, normal, murmur (-) , gallop (-)
Paru
I : Statis,dinamis simetris kanan dan kiri.
P : Stemfremitus kanan < kiri.
P : redup pada kedua lapang paru
A: Vesikuler (+) menurun pada paru kanan, wheezing (-), ronkhi (+/+)
basah kasar pada kedua lapang paru
Perut : datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
bising usus (+) normal
Ekstremitas : edema pretibial -/-
Efusi pleura bilateral e.c pleuropneumonia
A
DD/ Tb, Massa pada paru
Non- farmakologis
Istirahat,
Diet NB TKTP
Edukasi
P Aspirasi Cairan Pleura
Farmakologis
IVFD RL gtt XX/menit
4FDC 1x3 tab
18 April 2019
S Sesak napas, batuk
13
Keadaan umum
• Kesadaran: compos mentis
• Tekanan darah : 110/70 mmHg
• Nadi : 86x/menit
• RR : 24x/menit
• Temperatur : 36,7ºC
14
Farmakologis
IVFD RL gtt XX/menit
4FDC 1x3 tab
24 April 2019
S Sesak napas, batuk
Keadaan umum
• Kesadaran: compos mentis
• Tekanan darah : 110/70 mmHg
• Nadi : 86x/menit
• RR : 24x/menit
• Temperatur : 36,7ºC
15
Efusi pleura bilateral e.c pleuropneumonia
A
DD/ Tb, Massa pada paru
Non- farmakologis
Istirahat,
Diet NB TKTP
Edukasi
Rontgen thoraks ulang
P Kultur Mo dan resistensi
Gene expert sputum
Farmakologis
IVFD RL gtt XX/menit
4FDC 1x3 tab
27 April 2019
S Sesak napas, batuk
Keadaan umum
• Kesadaran: compos mentis
• Tekanan darah : 110/80 mmHg
O
• Nadi : 90x/menit
• RR : 22x/menit
• Temperatur : 36,8ºC
16
Kepala: konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
Leher : JVP (5-2) CM H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Jantung :
I : Iktus kordis tidak terlihat.
P : Iktus kordis tidak teraba
P: Batas jantung sulit dinilai
A: BJ I dan II regular, normal, murmur (-) , gallop (-)
Paru
I : Statis,dinamis simetris kanan dan kiri.
P : Stemfremitus kanan < kiri.
P : redup pada kedua lapang paru
A: Vesikuler (+) menurun pada paru kanan, wheezing (-), ronkhi (+/+)
basah kasar pada kedua lapang paru
Perut : datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
bising usus (+) normal
Ekstremitas : edema pretibial -/-
Efusi pleura bilateral e.c pleuropneumonia
A
DD/ Tb, Massa pada paru
Non- farmakologis
Istirahat,
Diet NB TKTP
Edukasi
Farmakologis
IVFD RL gtt XX/menit
P
4FDC 1x3 tab
17
28 April 2019
S Sesak napas, batuk
Keadaan umum
• Kesadaran: compos mentis
• Tekanan darah : 110/80 mmHg
• Nadi : 86x/menit
• RR : 22x/menit
• Temperatur : 36,5ºC
18
Farmakologis
IVFD RL gtt XX/menit
4FDC 1x3 tab
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
19
3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak
kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh
sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh
selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang
membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma.
Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastis.2
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua
pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan
antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri
dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm).
Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya
dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-
serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A.
Brankialis serta pembuluh getah bening.3
Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan
tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan
pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas
pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah
normal cairan pleura adalah 10-20 cc.1-3
20
Gambar 1. Gambaran Anatomi Pleura 2
21
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
Transudat dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Biasanya hal ini terdapat pada:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura3-4
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat.6
22
3.2.2. Etiologi
1. Berdasarkan Jenis Cairan
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan,
pleura. Efusi pleura berupa:
a. Eksudat, disebabkan oleh :
1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-
6000/cc.
2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun
anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan
lain-lain).
3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,
Kriptococcus, dll. Karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap fungi.
4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,
dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.
Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari
jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas
tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada
hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis
ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada
pleuritik.
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-
paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi
bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar.
23
b. Transudat, disebabkan oleh :
1) Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis.
2) Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah.
3) Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura.
4) Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis.
5) Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.
c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin
karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh
permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah
tersebut berasal dari trauma dinding dada.
24
- nyeri dada dan sesak
- pernafasan dangkal
- tidur miring ke sisi yang sakit.
25
oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan
efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah.
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang serous
santokrom dan bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai
komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau
melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan
ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau kolumna
vertebralis (menimbulkan penyakit Pott). Dapat juga secara hematogen
dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang biasanya serous,
kadang-kadang bisa juga hemoragik. Jumlah lekosit antara 500-2.000 per
cc. Mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian
sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis,
tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein. Pada
dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma.
3.2.5. Diagnostik
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan
pemeriksaan fisik saja. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan tindakan
torakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan juga biopsy pleura.
26
Gambar 2. Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura
2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada
penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah
paru di sela iga IX garis aksilaris posterioar dengan memakai jarum
Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik
mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus
yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
27
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru menggembang terlalu cepat.
Untuk diagnostic caiaran pleura dilakukan pemeriksaan:
1) Warna cairan. Bila kuning kehijauan dan agak perulen, ini menunjukan
adanya empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukan adanya abses
karena amoeba.
2) Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Diperiksakan juga pada cairan pleura:
A. Kadar pH dan glukosa
B. Kadar amylase.
3) Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostic penyakit.
a) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
b) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum.
c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark
paru.biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
f) Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.
4) Bakteriologi
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
pneumokokus, E, coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
3. Biopsi pleura
Pemeriksaan histology menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus
pleuritis tuberkolosa dan tumor pleura.
28
4. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis
Dalam hal ini dianjurkan asppirasi dan analisisnya diulang kembali sampai
diagnosis menjadi jelas.
3.2.6. Tatalaksana
1. Pengobatan kausal
Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan
menggunakan OAT dapat menyebabkan cairan efusi diserap kembali, tapi untuk
menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis.
Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat
diberikan kortikosteroid secara sistemik (Prednison 1 mg/kg BB selama 2 minggu
kemudian dosis diturunkan secara perlahan).
Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan
efusi dapat diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan
thoraxosentesis.
Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan
sensitivitas bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg.
Terapi lain yang lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi
keluar dari rongga pleura dengan efektif.
2. Thorakosentesis
- Pungsi pleura - Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis
aksila posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16.
- Pungsi percobaan/diagnostik
Yaitu dengan menusuk dari luar dengan suatu spuit kecil steril 10 atau 20
ml serta mengambil sedikit cairan pleura (jika ada) untuk dilihat secara fisik
(warna cairan) dan untuk pemeriksaan biokimia (uji Rivalta, kadar kolesterol,
LDH, pH, glukosa, dan amilase), pemeriksaan mikrobiologi umum dan terhadap
M. tuberculosis serta pemeriksaan sitologi.
29
3. Water Sealed Drainage
Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi
maligna.
Indikasi WSD pada empyema :
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
c. Terjadinva piopneumothoraxs
4. Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan
menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium,
parfum, talk) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan sangat
banyak dan selalu terakumulasi kembali.
3.3. Tuberkulosis
3.3.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya
mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau jaringan tubuh,
misalnya pada lymph node, pleura dan area osteoartikular. Biasanya pada bagian
tengah granuloma tuberkel mengalami nekrosis perkijuan.
3.3.2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global Emergency”. Dalam laporan WHO
2013, pada tahun 2012 terdapat 8,6 juta kasus TB dimana 1,1 juta orang (13%)
adalah pasien TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di
wilayah Afrika. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang
menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia. Meskipun
30
kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka
kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi. Diperkirakan
terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah kematian karena TB
mencapai 410.000 kasus termasuk diantaranya adalah 160.000 orang wanita
dengan HIV positif. Separuh dari orang dengan dengan HIV positif yang
meninggal karena TB pada tahun 2012 adalah wanita.Peningkatan angka insidensi
TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan tren penurunan
(turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga berhasil diturunkan
45% bila dibandingkan tahun 1990. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia
yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).
31
3.3.3. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0.3-0.6 µm.Beberapa
golongan kuman Mycobacterium tuberculosis complex adalah: 1. M.
tuberculosae, 2. Varian Asian, 3. Varian African I, 4. Varian African II, 5. M.
bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical) adalah : 1. M.
kansasi, 2. M. avium, 3. M. intra cellular, 4. M. scrofulaceum, 5. M. malmacerse,
6. M. xenopi. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.6,7
32
3.3.4. Klasifikasi
Klasifikasi Tuberkulosis menurut Pedoman Nasional Penganggulangan TB
(2014)8.
Pasien Tuberkulosis juga diklasifikasikan menurut: Lokasi anatomi
dari penyakit, Riwayat pengobatan sebelumnya, Hasil pemeriksaan uji
kepekaan obat dan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik.
A. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang terjadi pada parenkim
(jaringan) paru Milier Tuberkulosis dianggap sebagai Tuberkulosis paru
karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis Tuberkulosis dirongga
dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran
radiologis yang mendukung Tuberkulosis pada paru, dinyatakan sebagai
Tuberkulosis ekstra paru. Pasien yang menderita Tuberkulosis Paru dan
sekaligus juga menderita Tuberkulosis ekstra paru, diklasifikasikan
sebagai pasien Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis ekstra paru: Adalah Tuberkulosis yang terjadi pada organ
selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit,
sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis Tuberkulosis ekstra paru dapat
ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis
Tuberkulosis ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan
Mycobacterium tuberculosis.
Pasien Tuberkulosis ekstra paru yang menderita Tuberkulosis pada
beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien Tuberkulosis ekstra paru pada
organ menunjukkan gambaran Tuberkulosis yang terberat.
B. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
(1) Pasien baru Tuberkulosis: adalah pasien yang belum pernah
mendapatkan pengobatan Tuberkulosis sebelumnya atau sudah pernah
menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (dari 28 dosis).
(2) Pasien yang pernah diobati Tuberkulosis: adalah pasien yang
sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (dari 28
dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
33
pengobatan Tuberkulosis terakhir, yaitu:
(3) Pasien kambuh: adalah pasien Tuberkulosis yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis Tuberkulosis
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena
benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
(4) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien tuberculosis
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
(5) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah
putus berobat /default).
(6) Lain-lain: adalah pasien Tuberkulosis yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif.
Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
34
Foto thorak abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART, atau
Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
(2) Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan:
35
Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB
(3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB tanpa ada
bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.
3.3.5. Patogenesis
a. Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara selama 1-2 jam tergantung, pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana
lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas
atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 μ.
Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.4,6
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional =
36
kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:6
Sembuh sama sekali tanpa meniggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemonia yang luasnya >5
mm dan ± 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histioit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan benyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.6
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman,
virulensi-nya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi:6
37
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
Sarang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran.
Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan
jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi
lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan
terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berbanding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar,
sehingga menjdi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas
adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-
nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang
terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.
Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat:
a) Meluas kembali dan menimbukan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini
masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga
masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus
jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan
terdahulu. Bisa juga menjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema
bila ruptur ke pleura; b) Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi
tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif
kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah
kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma; c)
Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai k6vitas
yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.6
38
spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya
diberi pengobatan yang sempurna juga.6
Batuk atau batuk darah banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.6
Pada penyakit ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru. Sedangkan nyeri dada jarang ditemukan.
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik
napas.6
39
Tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit kepala, dan
keringat malam. Gejala malaise ini semakin lama semakin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.6
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama
pada kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga
bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam
paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Tempat kelainan lesi TB
paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya
infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara
napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyering. Tetapi bila infiltrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikular melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau
timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.6
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan
menarik isi mediastinum atau pleura lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih
hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah
jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan
selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti
terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-
tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia,
sianosis, gallop, murmur, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali,
asites, dan edema.6
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit
terlihat tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.6
40
3.3.7. Diagnosis
3.3.7.1. Gejala Klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala respiratorik
Batuk ≥ 2 minggu
batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis
pada saat medical checkup. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar5.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan5.
b. Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
3.3.7.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
41
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior ,
serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum5.
42
akan terlihat kuman berwarna merah dan latar belakang berwarna biru. Pada
pemeriksaan ini dibutuhkan sedikitnya 5.000 batang kuman per ml sputum5.
43
suhu 35-37oC. Pada M. tuberculosis koloni yang timbul dari permukaan berwarna
kuning susu atau cream. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga
tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu
Lowenstein Jensen, Kudoh, dan Ogawa6,10.
44
Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas
penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah
non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik,
kalsifikasi, kavitas, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua6.
• Lesi minimal, yaitu luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah
yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter
dapat berada di mana saja, tidak harus berada di dalam daerah tersebut di atas.
Tidak dijumpai adanya lubang (kavitas).
• Lesi sedang, yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi
luas satu paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm.
Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma
menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi luas
satu lobus.
Lesi luas, yaitu luas sarang-sarang yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih
daripada klasifikasi kedua di atas, atau bila ada ada lubang-lubang, maka diameter
keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm.
a) Darah
Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan kurang spesifik sehingga jarang
diperhatikan. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah
leukosit yng sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit
45
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.
Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain
didapatkan juga anemia ringan dengan gambran normokrom normositer, gama
globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun.6,9
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan
uji PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM
(Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir
ini dicelupkan ke dalam serum pasien. antibodi spesifik anti LA, dalam serum
akan terdeteksi sebagai perubaham warna pada sisir yang intensitasnya sesuai
dengan jumlah antibodi6.
Pemeriksaan Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta
cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis
cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. Pemeriksaan
histopatologi jaringan Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi
paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB),
biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ
46
lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH
=biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti
infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau
jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan6.
e) Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux
yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative)
intrakutan. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, BCG, dan
47
Mycobacteria lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat.
Pada penularan dengan kuman patogen baik virulen ataupun tidak, tubuh manusia
akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi selular pada
permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam
perannya akan menekankan antibodi selular. Bila pembentukan antibodi selular
sudah cukup, misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan
jumlah kuman yang sangat besar atau pada keadaan di mana pembentukan
antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan
mudah terjadi penyakit sesudah penularan.6
48
hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin); 5) pemberian
kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi lainnya; 6) usia tua,
malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.6
49
Gambar 1. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pad pasien dewasa (tanpa
kecurigaan/ bukti: hasil tes HIV (+) atau terduga TB Resisten Obat) 5
50
3.3.9. Tatalaksana
Tahapan pengobatan TB5
Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman
yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian
kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien
baru, harus diberikan selama 2 bulan. pada umumnya dengan pengobatan
secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat
menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk
membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh sehingga pasien
dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
51
Tabel 1. OAT Lini Pertama5
* Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau pasien
dengan berat badan <50 kg dianjurkan penurunan dosis menjadi 10
mg/kg/BB/hari.
Kategori 1: 2 (HRZE)/4(HR)3
Kategori 2: 2(HRZE)S/5(HR)3E3
52
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2,disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket kombipak
adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid
danEtambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek
samping padapengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.
53
Tabel 4. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3 5
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang): pasien kambuh, pasien gagal pada pengobatan
dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya, dan pasien yang diobati kembali
setelah putus berobat (lost to follow-up).
54
Tabel 6. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 5
Catatan:
55
Penderita TB kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
56
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif
merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.
Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang
dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien
harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila
tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan
ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif,
pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.
57
Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan
OAT kategori 2):
• Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil
pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan sampai
seluruh dosis pengobatan selesai diberikan
58
Rujukan TB MDR, berikan penjelasan, pengetahuan dan selalu dipantau
kepatuhannya terhadap upaya PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi).
59
pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan
sebelumnya.
60
terdekat dengan kediaman pasien atau PMO datang berkunjung ke rumah pasien.
Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat diberikan secara rawat jalan.5
Beberapa pasien dapat saja mengalami efek samping yang merugikan atau
berat. Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting untuk
memantau kondisi klinis pasien selama masa pengobatan sehingga efek samping
berat dapat segera diketahui dan ditatalaksana secara tepat. Pemeriksaan
laboratorium secara rutin tidak diperlukan. Petugas kesehatan dapat memantau
terjadinya efek samping dengan cara mengajarkan kepada pasien unuk mengenal
keluhan dan gejala umum efek samping serta menganjurkan mereka segera
melaporkan kondisinya kepada petugas kesehatan. Selain daripada hal tersebut,
petugas kesehatan harus selalu melakukan pemeriksaan dan aktif menanyakan
keluhan pasien pada saat mereka datang ke fasyankes untuk mengambil obat. Efek
samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan harus dicatat
pada kartu pengobatannya.5
Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan (Tabel
8) sebaiknya tetap melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara
mengatasinya atau pengobatan tambahan untuk menghilangkan keluhannya.
Apabia pasien mengalami efek samping berat (Tabel 9), pengobatan harus
dihentikan sementara dan pasien dirujuk kepada dokter atau fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan guna penatalaksanaan lebih lanjut. Pasien yang mengalami efek
samping berat sebaiknya dirawat di rumah sakit.5
61
Tabel 8. Efek samping berat OAT 5
Apabila pasien mengeluh gatal tanpa rash dan tidak ada penyebab lain, dianjurkan
untuk memberikan pengobatan simtomatis dengan antihistamin serta pelembab
kulit. Pengobatan TB tetap dapat dilanjutkan dengan pengawasan ketat. Apabila
kemudian terjadi rash, semua OAT harus dihentikan dan segera rujuk kepada
dokter atau fasyankes rujukan. Mengingat perlunya melanjutkan pengobatan TB
hingga selesai, di fasyankes rujukan dapat dilakukan upaya mengetahui OAT
mana yang menyebabkan terjadinya reaksi dikulit dengan cara ”Drug
Challengin”:
• Setelah reaksi dapat diatasi, OAT diberikan kembali secara bertahap satu
persatu dimulai dengan OAT yang kecil kemungkinannya dapat menimbulkan
reaksi (H atau R) pada dosis rendah misal 50 mg Isoniazid.
62
• Dosis OAT tersebut ditingkatkan secara bertahap dalam waktu 3 hari. Apabila
tidak timbul reaksi, prosedur ini dilakukan kembali dengan menambahkan 1
macam OAT lagi.
• Jika muncul reaksi setelah pemberian OAT tertentu, menunjukkan bahwa OAT
yang diberikan tersebut adalah penyebab terjadinya reaksi pada kulit tersebut.
• Apabila telah diketahui OAT penyebab reaksi dikulit tersebut, pengobatan
dapat dilanjutkan tanpa OAT penyebab tersebut.
OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah : H, R dan
Z. Sebagai tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa ada bukti
gangguan fungsi hati. Penting untuk memastikan kemungkinan adanya faktor
penyebab lain sebelum menyatakan gangguan fungsi hati yang terjadi disebabkan
oleh karena paduan OAT.5
tergantung dari:5
• Apakah pasien sedang dalam pengobatan tahap awal atau tahap lanjutan
• Berat ringannya gangguan fungsi hati
• Berat ringannya TB
• Kemampuan fasyankes untuk menatalaksana efek samping obat
Langkah-langkah tindak lanjut adalah sebagai berikut, sesuai kondisi:5
63
b. TB berat dan dipandang menghentikan pengobatan akan merugikan pasien,
dapat diberikan paduan pengobatan non hepatatotoksik terdiri dari S, E dan
salah satu OAT dari golongan fluorokuinolon.
c. Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil pemeriksaan fungsi hati
kembali normal dan keluhan (mual, sakit perut dsb.) telah hilang sebelum
memulai pengobatan kembali.
d. Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati, dianjurkan untuk
menunggu sampai 2 minggu setelah ikterus atau mual dan lemas serta
pemeriksaan palpasi hati sudah tidak teraba sebelum memulai kembali
pengobatan.
e. Jika keluhan dan gejala tidak hilang serta ada gangguan fungsi hati berat,
paduan pengobatan non hepatotoksik terdiri dari: S, E dan salah satu golongan
kuinolon dapat diberikan (atau dilanjutkan) sampai 18-24 bulan.
f. Setelah gangguan fungsi hati teratasi, paduan pengobatan OAT semula dapat
dimulai kembali satu persatu. Jika kemudian keluhan dan gejala gangguan
fungsi hati kembali muncul atau hasil pemeriksaan fungsi hati kembali tidak
normal, OAT yang ditambahkan terakhir harus dihentikan. Beberapa anjuran
untuk memulai pengobatan dengan Rifampisin. Setelah 3-7 hari, Isoniazid
dapat ditambahkan. Pada pasien yang pernah mengalami ikterus akan tetapi
dapat menerima kembali pengobatan dengan H dan R, sangat dianjurkan untuk
menghindari penggunaan Pirazinamid.
g. Paduan pengganti tergantung OAT apa yang telah menimbulkan gangguan
fungsi hati. Apabila R sebagai penyebab, dianjurkan pemberian: 2HES/10HE.
Apabila H sebagai penyebab, dapat diberikan : 6-9 RZE. Apabila Z dihentikan
sebelum pasien menyelesaikan pengobatan tahap awal, total lama pengobatan
dengan H dan R dapat diberikan sampai 9 bulan. Apabila H maupun R tidak
dapat diberikan, paduan pengobatan OAT non hepatotoksik terdiri dari : S, E
dan salah satu dari golongan kuinolon harus dilanjutkan sampai 18-24 bulan.
h. Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap
awal dengan H,R,Z,E (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat
diatasi, berikan kembali pengobatan yang sama namun Z digantikan dengan S
64
untuk menyelesaikan 2 bulan tahap awal diikuti dengan pemberian H dan R
selama 6 bulan tahap lanjutan.
i. Apabila gangguan fungsi hati dan ikterus terjadi pada saat pengobatan tahap
lanjutan (paduan Kategori 1), setelah gangguan fungsi hati dapat diatasi,
mulailah kembali pemberian H dan R selama 4 bulan lengkap tahap lanjutan.
BAB IV
ANALISIS KASUS
65
tidak ada. Pasien merasa nafsu makan yang menurun, mual dan muntah tidak ada.
BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien tidak berobat ke fasilitas kesehatan dan
hanya membeli obat sendiri. Demam yang tinggi disertai batuk tidak berdahak
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan terinfeksi saluran pernapasan.
Gangguan pada saluran cerna dapat disingkirkan karena manifestasi mual dan
muntah tidak ada serta BAB biasa. Gangguan pada jantung dapat disingkirkan
dari anamnesis tidak adanya nyeri dada, maupun dada yang terasa berdebar-debar.
Gangguan pada ginjal dapat disingkirkan karena tidak adanya keluhan BAK.
Lebih kurang 2 minggu SMRS, pasien pasien mengatakan demam masih
ada suhu tidak terlalu tinggi, nyeri kepala tidak ada. Batuk (+) semakin sering
berdahak warna putih, kental, sebanyak ¼ sendok teh, pilek tidak ada, sesak tidak
ada. Saat batuk pasien mengatakan nyeri dada, nyeri tidak menjalar ke lengan kiri
dan punggung belakang, dada terasa berdebar-debar tidak ada. Nafsu makan
semakin berkurang ada, pasien merasa berat badan menurun, badan terasa lemas
ada, mual dan muntah tidak ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien
meminum obat paracetamol untuk menurunkan demamnya dan tidak
memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Demam disertai batuk berdahak
bewarna putih kental memperkuat terjadinya infeksi pada saluran pernapasan.
Demam tidak terlalu tinggi disini karna pasien memakan obat penurun panas
sendiri. Nyeri dada yang tidak menjalar ke lengan kiri dan punggung belakang
menandakan nyeri dada bukan berasal dari jantung. Nyeri dada dapat dikarenakan
adanya reaksi pleura. Parenkim paru tidak sensitif terhadap rangsang sakit, hanya
pleura parietalis yang sensitif terhadap rasa sakit baik rangsangan langsung dan
tidak langsung. Nyeri pleuritik adalah salah satu dari dua jenis nyeri dada; nyeri
dada yang lain adalah nyeri sentral (central pain, visceral pain). Nyeri pleuritik
intensitasnya bertambah jika batuk atau bernapas dalam. Pada pasien ini, nyeri
pleuritik (+) karna intensitas nyeri bertambah saat batuk. Nyeri pleuritik pada
pasien ini dapat berkaitan dengan penyakit yang menimbulkan inflamasi pada
pleura parietalis, seperti infeksi (pneumonia, empiema, tuberkulosis) dan kanker
(kanker, limfoma).
66
Lebih kurang 1 minggu SMRS demam tidak ada, ± 1 minggu SMRS
demam masih (+) tidak terlalu tinggi, nyeri kepala (-), keringat malam (+), batuk
semakin sering dan disertai dahak berwarna putih, konsistensi kental, dan
sebanyak kurang lebih sebanyak 1 ½ sendok teh, darah tidak ada. Sesak ada, sesak
tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktifitas, maupun emosi. Pasien semakin sesak
ketika terbaring ke arah sebelah kiri. Suara mengi tidak ada. Nyeri dada ada kanan
dan kiri tetapi nyeri tidak menjalar ke lengan kiri dan punggung belakang, dada
terasa berdebar-debar tidak ada. Nafsu makan masih berkurang dan berat badan
semakin menurun, badan lemas ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien
hanya mengonsumsi obat batuk yang beli sendiri di apotik dan tidak
memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Diagnosa tuberkulosis dan kegansan
dapat dicurigai pada pasien ini karna batuknya sudah lebih dari 2 minggu, batuk
awalnya kering lalu menjadi berdahak, ada keringat malam, demam yang hilang
timbul dan sesak nafas.
Lebih kurang 1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak napas semakin hebat,
terus menerus, sesak tidak dipengaruhi aktifitas, cuaca, dan emosi. Pasien lebih
sesak bila terbaring kesebelah kiri. Terbangun malam hari karena sesak (-). Suara
mengi (-), sakit dada ada(+), sakit tidak menjalar. Os juga mengeluh batuk
semakin sering. Batuk berdahak. Dahak berwarna putih, kental, kurang lebih
sebanyak 1 sendok makan, dan darah (-). Demam (-), mual (-), muntah (-). Napsu
makan berkurang (+) dan berat badan berkurang (+). Sebelum demam pasien
mengatakan berat badannya 45 kg dan saat ini berkurang menjadi 39 kg. Pasien
kemudian datang ke IGD RSMH untuk tatalaksana lebih lanjut. Pasien mengalami
batuk lebih dari 2 minggu, badan lemas, keringat di malam hari tanpa aktivitas,
penurunan nafsu makan, sesak. Keluhan tersebut seringkali muncul pada
penderita penyakit infeksi paru kronis seperti tuberkulosis dan juga keganasan.
Sesak yang semakin hebat dapat dipikirkan kemungkinan telah terjadi efusi pleura
pada pasien ini.
Riwayat sakit darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis tidak ada,
riwayat penyakit dengan keluhan yang sama yaitu batuk darah dalam keluarga
67
juga disangkal oleh pasien. Hal ini menandakan penyakit pasien yang sekarang
tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan penyakit sebelumnya.
68
lanjut dapat dilakukan pemeriksaan sitologi cairan pleura dan CT Scan thoraks
untuk menyingkirkan diagnosis kegansan.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini terdiri dari tatalaksana non
farmakologi dan farmakologi. Pasien diedukasi mengenai penyakitnya,
pengobatan yang akan dijalani, serta cara memutus rantai penularan. Pada pasien
TB ekstra paru, diberikan OAT kombinasi dosis tetap kategori 1 yaitu
2(HRZE)/4(HR)3. Dengan berat badan sebesar 39 kg, maka pasien ini diberikan 3
tablet 4 KDT pada tahap intensif dan 3 tablet 2 KDT pada tahap lanjutan. Untuk
pasien TB ekstra paru, pemantauan kondisi klinis merupakan cara menilai
kemajuan hasil pengobatan. Sebagaimana pada pasien TB BTA negatif, perbaikan
kondisi klinis antara lain peningkatan berat badan pasien merupakan indikator
yang bermanfaat. Dengan tingkat kepatuhan yang baik dalam menjalani
pengobatan ini, maka prognosis pasien ini akan menjadi baik.
69
DAFTAR PUSTAKA
70
12. Yataco, J.C. dan Dweik RA. 2005. Pleural effusions : Evaluation and
Management. Cleveland clinic journal of medicine. 72(10)
13. Porcel, J. M. dan Light RW. 2006. Diagnostic Approach to Pleural
Effusion in Adults. American family physician. 73(7)
14. Porcel, Jose M. 2018. Biomarkers in The Diagnosis of Pleural Diseases: A
2018 Update. Ther Adv Respir Dis (12): 1-11
15. Setiaputri, Irmawanty. 2016. Peran Serologi Penanda Tumor pada Kanker
Paru. RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu. PPT slide 28-30
16.
71