Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dinding abdomen dibentuk oleh empat lipatan embriologis yang terpisah:
cephalic, caudal, right lateral fold dan left lateral fold. Masing-masing lipatan terdiri
atas lapisan somatik dan splanknik yang akan berkembang ke arah tengah anterior
rongga coelomic, bergabung dan membentuk umbilical ring besar yang dikelilingi
oleh dua arteri umbilikalis, vena, yolk sac (saluran omphalomesentrik). Struktur-
struktur ini ditutupi oleh bagian terluar amnion dan seluruhnya akan membentuk
korda umbilikalis. Antara minggu kelima dan kesepuluh perkembangan janin, saluran
usus mengalami pertumbuhan yang cepat di luar rongga perut yaitu pada bagian
proksimal dari korda umbilikalis. Ketika perkembangan selesai, usus secara bertahap
kembali dalam rongga perut. Kontraksi dari umbilical ring melengkapi proses
pembentukan dinding perut.1
Malformasi umbilikal telah tergambarkan dalam patung dan seni sejak zaman
kuno, tetapi dasar perkembangan untuk kelainan ini tidak dikenali sampai akhir abad
kesembilan belas. Buku teks bedah, seperti yang ditulis oleh von Bergmann pada
tahun 1904, dengan jelas menggambarkan embriologi yang bertanggung jawab untuk
bertahannya saluran vitellointestinal sebagai fistula, sinus, atau kista. Gejala tersering
yaitu drainase fecal (“congenital umbilical anus”) dan prolaps usus.2
Gastroschisis dan omphalocele merupakan dua kelainan kongenital pada
abdomen yang paling umum ditemukan. Kedua kondisi ini dapat didiagnosis dengan
ultrasonografi prenatal dan mudah dibedakan dari lokasi defek serta ada tidaknya
kantung di sekitar usus yang keluar. Risiko kelainan jantung atau genetik terkait pada
bayi dengan omphalocele mendekati 50% tetapi jauh lebih rendah pada neonatus
dengan gastroschisis. Gastroschisis terjadi pada 1 dari 4000 kelahiran hidup
Mayoritas kehamilan yang dipersulit oleh gastroskisis didiagnosis secara sonografi
pada usia kehamilan 20 minggu, sementara insiden omphalocele yang terlihat pada
2

ultrasonografi pada minggu ke-14 sampai 18 adalah sebesar 1 banding 1100. Akibat
kematian spontan janin intrauterin dan terminasi kehamilan, insidensi kelahiran lahir
hidup sekitar 1 dalam 4000 kelahiran.3
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Dinding Abdomen


2.1.1. Turunan Lapisan Germinativum
Saluran cerna adalah sistem organ utama yang berasal dari lapisan
germinativum endoderm. Lapisan germinativum ini melapisi permukaan ventral
mudigah dan membentuk atap yolk sac. Namun, seiring dengan perkembangan
dan pertumbuhan vesikel otak, diskus embrional mulai menonjol ke dalam
rongga amnion. Pemanjangan tabung saraf kini menyebabkan mudigah
melengkung menjadi posisi janin sewaktu regio (lipatan) kepala dan ekor
bergerak ke ventral (Gambar 1). Secara bersamaan, dua lipatan dinding tubuh
lateral terbentuk dan juga bergerak ke ventral mendekati dinding tubuh ventral
(Gambar 2). Seiring dengan kepala dan ekor serta dua lipatan lateral bergerak
ke ventral, mereka menarik turun amnion bersama mereka sedemikian rupa
sehingga mudigah terletak di dalam rongga amnion (Gambar 1 dan 2). Dinding
tubuh ventral menutup sepenuhnya kecuali di regio umbilikalis tempat tangkai
penghubung dan duktus yolk sac tetap melekat (Gambar 1 dan 3). Kegagalan
lipatan tubuh lateral menutup dinding tubuh mengakibatkan defek dinding
tubuh ventral.4
Akibat pertumbuhan sefalokaudal dan penutupan lipatan dinding tubuh
lateral, semakin banyak bagian lapisan germinativum endoderm yang masuk ke
dalam tubuh mudigah untuk membentuk tabung usus. Tabung membelah
menjadi tiga regio: usus depan, usus tengah, dan usus belakang (Gambar 1C).
Usus tengah berhubungan dengan yolk sac melalui suatu tangkai lebar, duktus
vitelinus (yolk sac) (Gambar 1D). Duktus ini mula-mula lebar, tetapi dengan
pertumbuhan mudigah selanjutnya, duktus ini menyempit dan memanjang
(Gambar 1D dan 2B).
Di ujung sefaliknya, usus depan sementara diikat oleh suatu membran
4

ektoderm-endoderm yang disebut membrana orofaringealis (Gambar 1A,C).


Membran ini memisahkan stomadeum, rongga mulut primitif yang berasal dari
ektoderm, dari faring, suatu bagian usus depan yang berasal dari endoderm. Di
minggu keempat, membrana orofaringealis ruptur, membuat suatu hubungan
langsung antara rongga mulut dan usus primitif (Gambar 1D). Usus belakang
juga berakhir sementara di membran ektoderm-endoderm, membrana kloakalis
(Gambar 1C). Membran ini memisahkan bagian atas kanalis analis, yang
berasal dari endoderm, dari bagian bawah, yang disebut proktodeum, yang
dibentuk oleh invaginasi lubang yang dilapisi oleh ektoderm. Membran
terpecah di minggu ketujuh untuk membuat lubang untuk anus.

Gambar 1. Potongan sagital mudigah melalui garis tengah pada berbagai tahap
perkembangan untuk menunjukkan lipatan sefalokaudal dan efeknya terhadap posisi rongga
yang dilapisi endoderm. A. 17 hari. B. 22 hari. C. 24 hari. D. 28 hari. Panah, lipatan kepala
dan ekor.4
5

Gambar 2. Potongan melintang melalui mudigah pada berbagai tahapan perkembangan


untuk menunjukkan efek pelipatan lateral terhadap rongga yang dilapisi endoderm. A.
Pelipatan dimulai. B. Potongan transversal melalui usus tengah untuk menunjukkan
hubungan antara usus dan yolk sac. C. Potongan tepat di bawah usus tengah untuk
menunjukkan dinding abdomen ventral yang tertutup dan usus yang tergantung di dinding
abdomen dorsal melalui mesenteriumnya. Panah, lipatan lateral.4

Hasil penting lainnya dari pertumbuhan sefalokaudal dan pelipatan lateral


adalah masuknya sebagian alantois ke dalam tubuh mudigah, tempat alantois ini
membentuk kloaka (Gambar 3A). Bagian distal alantois tetap berada di dalam
tangkai penghubung. Pada minggu kelima, duktus yolk sac, alantois, dan
pembuluh darah umbilikus terbatas di regio umbilikus (Gambar 3).
Peranan yolk sac masih belum jelas. Dapat berfungsi sebagai organ
pemberi nutrisi selama tahap-tahap awal perkembangan sebelum terbentuknya
pembuluh darah. Yolk sac juga berperan dalam pembentukan beberapa sel-sel
darah pertama, walaupun peranan ini bersifat sangat sementara. Salah satu
fungsi utamanya adalah menyediakan sel-sel germinativum yang terletak di
dinding posteriornya dan kemudian bermigrasi ke gonad untuk membentuk
telur dan sperma.

Oleh sebab itu, lapisan germinativum endoderm mula-mula membentuk


6

epitel yang melapisi usus primitif dan bagian intraembrional alantois dan
duktus vitelinus (Gambar 3A). Selama perkembangan selanjutnya, endoderm
membentuk:

 Epitel yang melapisi saluran napas;



 Parenkim tiroid, paratiroid, hati dan pankreas;
 
Stroma retikular tonsil dan timus;

 Epitel yang melapisi kandung kemih dan uretra; dan
 Epitel yang melapisi kavitas timpanika dan tuba auditiva.

Gambar 3. Potongan sagital melalui mudigah yang menunjukkan turunan lapisan


germinativum endoderm. A. Kantong faring, epitel yang melapisi tunas paru dan trakea, hati,
kandung empedu, dan pankreas. B. Kandung kemih berasal dari kloaka, dan pada tahap
perkembangan ini, memiliki hubungan langsung dengan alantois.4

2.1.2. Tabung Diatas Tabung


Selama minggu ketiga dan keempat, lapisan atas (ektoderm) diskus
7

embrional trilaminar membentuk lempeng saraf yang menggulung ke atas


membentuk tabung untuk membentuk otak dan korda spinalis melalui proses
yang disebut neurulasi. Hampir secara bersamaan, lapisan ventral (endoderm)
menggulung ke bawah membentuk tabung usus, sedemikian rupa sehingga
mudigah terdiri dari sebuah tabung di atas sebuah tabung: tabung saraf di
bagian dorsal dan tabung usus di bagian ventral (Gambar 4). Lapisan tengah
(mesoderm) menyatukan kedua tabung bersama dan komponen lempeng lateral
lapisan mesoderm ini juga memisah menjadi lapisan viseral (splanknik) dan
parietal (somatik). Lapisan viseral menggulung ke ventral dan secara erat
terhubung dengan tabung usus; lapisan parietal, bersama dengan ektoderm di
atasnya, membentuk lipatan dinding tubuh lateral (satu di setiap sisi mudigah),
yang bergerak ke ventral dan bertemu di garis tengah untuk menutup dinding
tubuh ventral (Gambar 4). Ruang antara lapisan viseral dan parietal mesoderm
lempeng lateral adalah rongga tubuh primitif, yang pada tahap awal ini
merupakan rongga yang kontinu, karena belum terbagi-bagi menjadi regio
perikardium, pleura dan abdominopelvis.
8

Gambar 4. Potongan transversal melalui mudigah di berbagai tahap penutupan tabung usus
dan dinding tubuh ventral. A. Di sekitar hari ke-19, celah interselular tampak di mesoderm
lempeng lateral. B. Pada hari ke-20, lempeng lateral terbagi menjadi lapisan mesoderm
somatik dan viseral yang melapisi rongga tubuh primitif (rongga intraembrional). C. Pada
hari ke-21, rongga tubuh primitif (rongga intraembrional) masih terhubung dengan rongga
ekstraembrional. D. Pada hari ke-24, lipatan dinding tubuh lateral, yang terdiri dari lapisan
parietal mesoderm lempeng lateral dan ektoderm di atasnya saling mendekat di garis tengah.
E. Di akhir minggu keempat, lapisan mesoderm viseral berlanjut dengan lapisan parietal
sebagai membran berlapis ganda, mesenterium dorsal. Mesenterium dorsal membentang dari
batas kaudal usus depan ke akhir usus belakang.4

2.1.3. Pembentukan Rongga Tubuh


Pada akhir minggu ketiga, mesoderm intraembrional berdiferensiasi
menjadi mesoderm paraksial, yang membentuk somitomer dan somit yang
berperan penting dalam pembentukan tengkorak dan vertebra; mesoderm
intermediet, yang ikut membentuk sistem urogenital; dan mesoderm lempeng
9

lateral, yang terlibat dalam pembentukan rongga tubuh (Gambar 4). Segera
sesudah mesoderm terbentuk sebagai lapisan mesoderm padat, muncul celah di
mesoderm lempeng lateral yang menyatu untuk membelah lapisan padat
menjadi dua (Gambar 4B): (1) lapisan parietal (somatik) yang berdekatan
dengan ektoderm permukaan dan berlanjut dengan lapisan mesoderm parietal
ekstraembrional yang melapisi amnion. Bersama, lapisan parietal (somatik)
mesoderm lempeng lateral dan ektoderm di atasnya, disebut somatopleura; (2)
lapisan viseral (splanknik) yang berdekatan dengan endoderm yang membentuk
tabung usus dan berlanjut dengan lapisan viseral mesoderm ekstraembrional
yang melapisi yolk sac (Gambar 4B). Bersama, lapisan viseral (splanknik)
mesoderm lempeng lateral dan endoderm di bawahnya disebut splanknopleura.
Ruang yang terbentuk di antara kedua lapisan mesoderm lempeng lateral
membentuk rongga tubuh primitif. Selama minggu keempat, sisi-sisi mudigah
mulai tumbuh di bagian ventral membentuk dua lipatan dinding tubuh lateral
(Gambar 4B,C). Kedua lipatan ini terdiri dari lapisan parietal mesoderm
lempeng lateral, ektoderm yang terletak di atas, dan sel-sel dari somit yang
berdekatan yang bermigrasi ke dalam lapisan mesoderm melewati perbatasan
somitik lateral. Seiring dengan lipatan-lipatan ini berkembang, lapisan
endoderm juga melipat ke ventral dan menutup untuk membentuk tabung usus
(Gambar 4D,E). Pada akhir minggu keempat, lipatan dinding tubuh lateral
bertemu di garis tengah dan menyatu untuk menutup dinding tubuh ventral
(Gambar 4C,D,E). Penutupan ini dibantu oleh pertumbuhan regio (lipatan)
kepala dan ekor yang menyebabkan mudigah melengkung menjadi posisi janin
(Gambar 5). Penutupan dinding tubuh ventral terjadi sempurna kecuali di regio
tangkai penghubung (bakal korda umbilikalis). Secara serupa, penutupan
tabung usus terjadi sempurna kecuali di saluran dari regio usus tengah ke yolk
sac yang disebut duktus vitelinus (yolk sac) (Gambar 5D). Duktus ini masuk ke
dalam korda umbilikalis (tali pusat), dan menjadi sangat sempit, kemudian
mengalami degenerasi bersama yolk sac antara bulan kedua dan ketiga
10

kehamilan. (Perhatikan bahwa selama proses perkembangan rongga tubuh dan


tabung usus, lapisan parietal dan viseral mesoderm lempeng lateral berlanjut
sambungan tabung usus dengan dinding tubuh posterior [Gambar 7D,E]).

Gambar 5. Potongan midsagital pada mudigah di berbagai tahapan perkembangan yang


menunjukkan pelipatan sefalokaudal dan efeknya terhadap posisi jantung, septum
transversum, yolk sac, dan amnion. Perhatikan bahwa, seiring dengan berlanjutnya pelipatan,
lubang tabung usus ke yolk sac menyempit hingga membentuk suatu saluran yang pipih,
duktus vitelinus (yolk sac), antara usus tengah dan yolk sac. D. Secara bersamaan, amnion
tertarik ke ventral hingga rongga amnion hampir mengelilingi mudigah. A. 17 hari. B. 22
hari. C. 24 hari. D.28 hari. Panah: lipatan kepala dan ekor.4
11

2.1.4. Membran Serosa


Beberapa sel lapisan parietal mesoderm lempeng lateral yang melapisi
dinding tubuh rongga mudigah primitif menjadi mesotelial dan membentuk
lapisan parietal membran serosa yang melapisi bagian luar rongga peritoneum,
pleura, dan perikardium. Dengan cara yang serupa, beberapa sel lapisan viseral
mesoderm lempeng lateral membentuk lapisan viseral membran serosa yang
menutupi organ-organ abdomen, paru dan jantung (Gambar 4E). Lapisan
viseral dan parietal berlanjut dengan satu sama lain sebagai mesenterium dorsal
(Gambar 4E), yang menggantung tabung usus dari dinding tubuh posterior ke
dalam rongga peritoneum. Mesenterium dorsal membentang secara kontinu dari
batas kaudal usus depan ke akhir usus belakang. Mesenterium ventral hanya
terdapat dari bagian kaudal usus depan hingga bagian atas duodenum dan
berasal dari penipisan mesoderm septum transversum, blok mesoderm yang
membentuk jaringan ikat di dalam hati dan tendon sentral diafragma (Gambar
5D). Mesenterium ini adalah lapisan ganda peritoneum yang memberikan jalan
bagi pembuluh darah, saraf, dan limfatik ke organ.

2.1.5. Amnion Dan Tali Pusat


Garis refleksi berbentuk oval antara amnion dan ektoderm embrional (taut
amnio-ektodermal) adalah cincin umbilikus primitif. Pada minggu kelima
perkembangan, struktur berikut ini melewati cincin tersebut (Gambar 6A,C):
(1) tangkai penghubung, yang berisi alantois dan pembuluh darah umbilikus,
yang mengandung dua arteri dan satu vena; (2) yolk sac (duktus vitelinus),
bersama dengan pembuluh darah vitelinus; dan (3) kanalis yang
menghubungkan rongga intraembrional dengan rongga ekstraembrional
(Gambar 6C). Yolk sac menempati sebuah ruang di dalam rongga korion, yaitu
ruang di antara amnion dan lempeng korion (Gambar 6B).
12

Gambar 6. A. Mudigah berusia 5 minggu yang menunjukkan struktur-struktur yang


melewati cincin umbilikus primitif. B. Tali pusat primitif pada mudigah berusia 10 minggu.
C. Potongan transversal melalui struktur setinggi cincin umbilikus. D. Potongan transversal
melalui tali pusat primitif yang menunjukkan lengkung usus yang menonjol di dalam tali
pusat.4

Selama perkembangan selanjutnya, rongga amnion cepat membesar


dengan mengorbankan rongga korion, dan amnion mulai menyelubungi tangkai
penghubung dan yolk sac, menyatukan keduanya dan membentuk tali pusat
(korda umbilikalis) primitif (Gambar 6D). Di distal, tali pusat mengandung
tangkai yolk sac dan pembuluh darah umbilikus. Di bagian proksimal, tali pusat
mengandung sebagian lengkung usus dan sisa alantois (Gambar 6B,D). Yolk
sac, yang terdapat di dalam rongga korion, terhubung dengan tali pusat melalui
13

tangkainya. Di akhir bulan ketiga, amnion telah meluas sedemikian rupa


sehingga berkontak dengan korion, melenyapkan rongga korion. Yolk sac
kemudian biasanya mengecil dan perlahanlahan lenyap.
Rongga abdomen untuk sementara menjadi terlalu kecil bagi lengkung
usus yang berkembang cepat, dan sebagian usus terdorong ke dalam ruang
ekstraembrional di tali pusat. Lengkung usus yang menonjol ini membentuk
hernia umbilikalis fisiologis. Sekitar akhir bulan ketiga, lengkung usus tertarik
ke dalam tubuh mudigah, dan rongga di dalam tali pusat menjadi lenyap. Saat
alantois dan duktus vitelinus serta pembuluh darahnya juga lenyap, yang tersisa
di dalam tali pusat adalah pembuluh darah umbilikus yang dikelilingi oleh
Wharton's Jelly. Jaringan ini, yang kaya akan proteoglikan, berfungsi sebagai
lapisan pelindung bagi pembuluh darah. Dinding arteri mengandung serabut
otot dan mengandung banyak serabut elastis, yang berperan menyebabkan
konstriksi dan kontraksi cepat pembuluh darah umbilikus sesudah tali pusat ini
diikat.

2.2. Kelainan Umbilikus


2.2.1. Acquired
a) Granuloma Umbilkus
Setelah pemisahan korda umbilikalis, dapat terjadi pembentukan massa
kecil yang berupa jaringan granulasi pada bagian pangkal korda. Granuloma
ini terdiri dari jaringan granulasi sejati dengan fibroblas dan kapiler yang
berlimpah; ukuran granuloma berkisar dari 1 mm - 1 cm dengan permukaan
yang seringkali berbentuk pedunkulus. Granuloma umbilikal dapat diobati
dengan kauterisasi dan pengaplikasian satu atau lebih perak nitrat sampai
daerah terepitelisasi. Sebagai alternatif, granuloma dapat dieksisi dan
diberikan perak nitrat atau bahan hemostatik yang dapat diserap. Jika massa
tidak berespon terhadap kauterisasi, harus dicurigai bahwa massa berupa polip
14

umbilikus atau saluran sinus. Perawatan harus dilakukan dengan aplikasi


perak nitrat karena dapat terjadi luka bakar dan cedera kulit pada daerah
tersebut.2

b) Infeksi Umbilikus
Meskipun kejadian omphalitis telah berkurang secara signifikan, infeksi
pada umbilikus masih terjadi dengan morbiditas dan mortalitas yang
mengkhawatirkan, terutama di negara-negara yang belum berkembang.
Penerapan pemakaian aseptik kuat, cuci tangan, dan perawatan tali pusat (baik
perawatan dry cord atau antimikroba topikal) telah mengurangi insidensi
infeksi umbilikal kurang dari 1% pada bayi baru lahir yang dirawat di rumah
sakit. Sebelum penerapan tersebut, angka kematian untuk omphalitis adalah
65%. Patogen utama yang terlibat dalam infeksi ini adalah Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pyogenes. Saat ini, bakteri gram negatif memainkan
peran penting dalam patogenesis infeksi pusar. Infeksi yang parah seringkali
bersifat polimikroba. Omphalitis dapat bermanifestasi sebagai discharge pusar
yang bersifat purulen atau selulitis periumbilikal. Persalinan di rumah, berat
badan lahir rendah, penggunaan kateter pusar, dan persalinan septik
merupakan faktor risiko dalam terjadinya infeksi tersebut. Pada kasus yang
jarang, infeksi tetanus dapat terjadi. Terapi antibiotik intravena efektif dalam
memberantas sebagian besar infeksi. Omphalitis adalah masalah umum di
negara-negara berkembang, di mana ia menyumbang lebih dari seperempat
kasus pada pasien neonatus di rumah sakit.
Selulitis dapat berkembang menjadi fasciitis, dan perkembangan seperti
itu mungkin halus. Tanda-tanda dari necrotizing fasciitis termasuk distensi
abdomen, takikardia, purpura, bulla, demam, hipotermia, leukositosis, dan
perkembangan selulitis walaupun telah diberikan terapi antibiotik. Kultur
bakteriologis menunjukkan flora polimikroba. Fasciitis nekrotikans dan
gangren umbilical membutuhkan wide surgical debridement segera untuk
15

kelangsungan hidup pasien. Eksisi harus segera dilakukan setelah diagnosis


tegak; semua kulit, lemak, dan fasia yang terinfeksi harus dieksisi kembali
menjadi otot dinding perut yang sehat.
Eksisi jaringan preperitoneal termasuk pembuluh darah umbilikus dan
urachal remnant sangat penting untuk pemberantasan infeksi karena jaringan
ini mengandung bakteri invasif dan dapat memberikan rute untuk penyebaran
infeksi progresif yang terlihat setelah debridemen bedah yang kurang luas.
Patch prostetik mungkin diperlukan untuk penutupan defek secara temporer,
tetapi penutupan fasia dan rekonstruksi pusar dapat meninggalkan penampilan
yang lebih dapat diterima. Terapi oksigen hiperbarik telah dianjurkan sebagai
terapi ajuvan, tetapi terapi ini belum terbukti memiliki manfaat yang
signifikan. Jumlah persentase kematian yang dilaporkan secara keseluruhan
terkait dengan fasciitis nekrotikans adalah 81%.2

2.2.2. Kongenital
A. Omphalocele
a) Insidensi
Insiden omphalocele yang terjadi pada minggu ke-14-18 adalah
setinggi 1 dalam 1100, tetapi insiden saat lahir turun menjadi 1 dalam 4000-
6000. Berbeda dengan gastroskisis, insiden dan prevalensi omphalocele tetap
stabil di Amerika Serikat. Dengan demikian, ada kematian “tersembunyi”
yang cukup besar untuk janin dengan omphalocele yang dihasilkan dari
kehilangan spontan janin atau terminasi. Satu ulasan mencatat bahwa
permintaan untuk penghentian kehamilan dalam kasus omphalocele setinggi
83%. Omphalocele sering berhubungan dengan sindrom khusus seperti
ekstrofi kloaka (fisura vesikointestinal), konstelasi anomali Beckwith-
Wiedemann (makroglossia, makrosomia, hipoglikemia, dan visceromegali dan
omphalokel), ectopia cordis, omphalocele epigastrik, hernia diafragma garis
tengah anterior, dan anomali kardiak). Terdapat 60% hingga 70% insiden
16

anomali yang terkait dengan omphalocele, terutama jantung (20% -40%


kasus) dan beberapa kelainan kromosom. Anomali kromosom lebih banyak
terjadi pada anak-anak dengan defek yang lebih kecil. Omphalocele dikaitkan
dengan prematuritas (10% -50% kasus) dan intrauterine growth restriction
(20% kasus).2-3

b) Etiologi
Kecacatan berawal ketika bagian tabung usus (usus tengah) yang
normalnya mengalami herniasi ke dalam korda umbilikalis selama minggu
keenam hingga minggu kesepuluh (herniasi umbilikus fisiologis) gagal
kembali ke dalam rongga abdomen. Akibatnya, lengkung usus, dan visera
lainnya, termasuk hati, dapat mengalami herniasi melalui defek. Karena korda
umbilikalis dilapisi oleh refleksi amnion, kecacatan ini tertutup oleh lapisan
epitel ini.4

Gambar 7. Omfalokel A. Gambar menunjukkan lengkung usus yang berherniasi di dalam


korda umbilikalis yang telah gagal kembali ke dalam rongga abdomen. Usus dilapisi oleh
amnion karena membran ini normalnya berefleksi pada korda umbilikalis. B. Bayi dengan
omfalokel. Kecacatan ini terkait dengan malformasi mayor dan abnormalitas kromosom
lainnya

c) Gambaran Klinis
17

Omphalocele adalah defek besar (> 4 cm) yang ditutupi oleh membran
amnion yang mengandung midgut dan organ perut lainnya termasuk hati dan
seringkali limpa, gonad. Pada omphalocele, hati dan usus dapat mengalami
herniasi. Kantung selalu ada, dan tali pusar menyisip ke dalam kantung.
Selain itu, hal ini merupakan defek garis tengah tubuh. (B) Pada gastroschisis,
hati tidak pernah mengalami herniasi dan kantung tidak ada. Lokasi cacat
fasia berada di sebelah kanan umbilikus, dan tali pusar melekat pada
umbilikus. Selain usus besar dan kecil, gaster kadang-kadang juga bisa
mengalami herniasi.3

Gambar 8. Perbedaan Omphalocele (A) dan Gastroschisis (B)

d) Diagnosis

Peningkatan AFP serum ibu juga terjadi pada banyak kehamilan yang
dipersulit oleh omphalocele, meskipun tidak umum seperti pada gastroschisis.
Diagnosis omphalocele dapat dibuat dengan USG dua dimensi pada saat
evaluasi normal minggu ke 18. Deteksi awal trimester pertama dimungkinkan
jika USG tiga dimensi digunakan. Evaluasi USG sangat berguna untuk
mendeteksi anomali terkait pada bayi. Hal ini penting karena omphalocele
yang terisolasi memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih dari 90%, tetapi
apabila yang memiliki cacat lain (seperti jantung) jauh lebih kecil
18

kemungkinannya untuk bertahan hidup. Skrining kehamilan pada bayi dengan


omphalocele memerlukan evaluasi rinci abnormalitas jantung (14 –47%
kejadian anomali) dan sistem saraf pusat (3–33% anomali) karena defek berat
dapat menyebabkan diskusi tentang terminasi kehamilan.3

e) Perinatal
Secara intuitif, mungkin tampak tepat untuk melakukan persalinan
pasien dengan kondisi ini dengan operasi caesar untuk menghindari cedera
pada usus atau merobek kantong omphalocele, dan beberapa laporan
mengklaim manfaat untuk operasi caesar. Namun ada juga laporan dua pasien
dengan gastroschisis yang ususnya terluka selama persalinan sesar. Literatur
kebidanan yang lebih baru tidak menemukan manfaat dari operasi sesar.
Beberapa laporan bahkan tidak menunjukkan manfaat dengan rujukan ibu
untuk persalinan di pusat bedah pediatrik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
cara persalinan adalah keputusan yang harus dibuat oleh dokter kandungan
berdasarkan indikasi kebidanan, bukan karna adanya defek pada dinding
abdomen.2
f) Tatalaksana
a. Penatalaksanaan Awal
Meskipun usus dalam omphalocele dilindungi oleh kantung, operasi
masih sangat dibutuhkan untuk meningkatkan peluang penutupan primer.
Tabung nasogastrik (NG) harus dipasang lebih awal untuk mendekompresi
usus. Pemeriksaan rektal membantu untuk evakuasi meconium. Pemeliharaan
suhu tubuh sangat penting. Dukungan ventilator dan oksigen tambahan harus
diberikan sesuai kebutuhan. Karena sering diikuti oleh kelainan jantung,
evaluasi kardiologi dan ekokardiografi dilakukan, meskipun hasilnya tidak
akan menunda perbaikan. Cairan intravena disediakan sesuai dengan
maintenance rate paling baik melalui ekstremitas atas. Jika tidak dilakukan
saat lahir, 1 mg vitamin K harus diberikan, serta antibiotik profilaksis.
19

Nilai dari primary closure masih diperdebatkan. Beberapa percaya


bahwa penutupan bertahap sangat berhasil sehingga lebih baik untuk
menghindari kemungkinan komplikasi dari peningkatan tekanan perut, yang
meliputi gangguan pernapasan, penurunan aliran balik vena dengan penurunan
produksi urin dan curah jantung, gangguan pasokan darah ke usus, dan terkait
dengan asidosis berkaitan dengan tertekuknya pembuluh darah hati saat hati
berkurang. Perawatan awal nonoperatif (mengoleskan kantung dengan
antiseptik) masih bermanfaat ketika penutupan operatif tidak memungkinkan.2
b. Penatalaksanaan Pembedahan
1) Primary Closure
Pilihan pengobatan pada bayi dengan omphalocele tergantung pada
ukuran defek, usia kehamilan bayi, dan adanya anomali terkait. Defek yang
berdiameter kurang dari 1,5 cm disebut sebagai hernia tali pusat dan
diperbaiki segera setelah lahir jika tidak ada anomali terkait utama. Defek
yang lebih besar tetapi masih mudah ditutup karena memiliki kerugian
minimal terkait domain perut juga dapat ditutup pada periode neonatal.
Penutupan primer terdiri dari eksisi kantung dan penutupan fasia dan kulit di
atas isi perut. Ketika berhadapan dengan omphalocele yang lebih besar atau
berukuran sedang, kehati-hatian harus diambil ketika mengeluarkan bagian
dari kantung yang menutupi hati, karena vena hepatika mungkin terletak tepat
di bawah antarmuka epitel atau kantung di garis tengah dan dapat terluka.
Bagian dalam kantung seringkali melekat pada hati, dan perdarahan yang
signifikan dapat terjadi akibat robekan pada kapsul Glisson. Oleh karena itu,
biasanya pilihan yang terbaik adalah meninggalkan bagian kantung itu di hati
dan tidak berusaha mengeluarkannya.3

2) Staged Closure
20

Staged closure pada periode neonatal melibatkan penggunaan berbagai


teknik. Ini dapat digolongkan ke dalam metode yang memanfaatkan kantung
amnion dengan inversi serial dan kantung di mana kantung dikeluarkan dan
diganti dengan kasa dan kemudian ditutup seiring waktu. Inversi amnion
memungkinkan reduksi kantung secara bertahap diikuti oleh ekskresi kantung
dan penutupan primer atau mesh. Dengan metode ini, kantung omphalocele
dikeluarkan dan lembaran silastik dijahit ke rektus fasia. Atau, silo dapat
dijahit dengan ketebalan penuh dari dinding perut. 3
3) Scarification Treatment
Teknik nonoperatif memiliki kesamaan penggunaan agen yang
memungkinkan eschar berkembang di atas kantong amnion yang utuh. Eschar
ini melambangkan epitel dari waktu ke waktu, meninggalkan hernia ventral
yang kemungkinan akan membutuhkan perbaikan di kemudian hari.
Pendekatan ini digunakan ketika ahli bedah menganggap defek terlalu besar
untuk memungkinkan perbaikan primer yang aman, atau jika neonatus
memiliki masalah jantung atau pernapasan yang signifikan.3

B. Gastroschizis
a) Definisi
Gastroschisis (gaster-perut + schisis-fisura) merupakan defek
kongenital dinding anterior abdomen yang berada di sebelah kanan
umbilikus, dimana otot rektus intak dan normal. Ukuran defek bervariasi dari
2-4 cm, umumnya lebih kecil dari defek pada omphalocele. Gaster, usus
halus dan kolon dapat ditemukan berada di luar rongga abdomen. Jarang
ditemukan hepar, testis maupun ovarium yang herniasi. Tidak ditemukan
kantong yang menutupi organ yang herniasi. Gastroschisis pertama kali
dilaporkan oleh Calde pada tahun 1733 dan tindakan pembedahan pertama
dilakukan oleh Fear pada tahun 1878.5
b) Insidensi
21

Gastroschisis terjadi pada 1: 2.500-10.000 kelahiran. Insiden


gastroschisis di dunia meningkat dalam 30 tahun terakhir. Gastroschisis
umumnya terjadi pada ibu usia muda. Ibu yang merokok, menggunakan obat-
obat terlarang, dan terekspos lingkungan yang toksin dikaitkan dengan resiko
terjadi gastroschisis. Lebih sering terjadi pada laki-laki.6-8
c) Embriologi
Pembentukan dinding abdomen terjadi pada minggu keempat masa
gestasi dimana embrio berkembang dan membentuk lipatan ke arah
kraniokaudal dan mediolateral. Lipatan abdomen bagian lateral akan bertemu
di bagian midline anterior dan mengelilingi yolk sac, yang pada akhirnya
menyebabkan yolk sac mengerut masuk ke yolk stalk yang kemudian
berkembang menjadi umbilikal cord. Pada masa gestasi minggu keenam,
pertumbuhan usus yang cepat menyebabkan herniasi usus kedalam umbilikal
cord. Elongasi dan rotasi usus terjadi selama lebih dari empat minggu. Pada
minggu kesepuluh, usus masuk kembali ke rongga abdomen dan duodenum
pars satu, dua, dan tiga, kolon asendens dan desendens terfiksasi dalam
retroperitoneal.
Etiologi gastroschisis masih belum dimengerti sepenuhnya. Banyak
teori yang bermunculan antara lain kegagalan mesoderm untuk membentuk
dinding abdomen bagian anterior, kegagalan usus herniasi melalui umbilikal
stalk dan tejadi ruptur dinding abdomen akibat meningkatnya volume,
kegagalan lipatan bagian lateral untuk menyatu di bagian midline akan
meninggalkan defek di sebelah kanan umbilikus. Saat ini, teori lipatan tubuh
ventral, yang menunjukkan kegagalan migrasi lipatan lateral (lebih sering di
sisi kanan), paling banyak diterima.3
d) Gambaran Klinis
Gastroschisis merupakan defek dinding abdomen di sebelah kanan
umbilikus, dengan diameter kurang dari 4 cm. Tidak ada kantong yang
menutupi organ yang herniasi. Pada saat lahir, usus yang herniasi masih
22

tampak normal, tapi 20 menit setelah lahir usus yang keluar akan tampak
udem dan banyak eksudat fibrin sehingga loop usus sulit dilihat dengan jelas.
Bayi dengan gastroschisis biasanya lahir prematur dan mempunyai masalah
respirasi. Tidak seperti bayi yang lahir dengan omphalocele, anomali terkait
biasanya tidak terlihat dengan gastroschisis kecuali 10% insiden atresia usus.3

Gambar 9. Perbedaan karakteristik Gastroschizis dan Omphalocele3

e) Diagnosis
Sebagian besar kehamilan yang dipersulit dengan gastroschisis
didiagnosis secara sonografi pada usia kehamilan 20 minggu. Ultrasonografi
rutin sering menunjukkan kelainan yang dikonfirmasi pada tingkat yang lebih
tinggi US.Seringkali ultrasonografi dilakukan karena tingginya nilai α-
fetoprotein (AFP) serum ibu, yang secara universal meningkat dengan adanya
gastroschisis. Deteksi bowel loops mengambang bebas dalam cairan ketuban
dan defek pada dinding perut di sebelah kanan tali pusat normal merupakan
diagnostik dari gastroschisis. Intrauterine Growth Restriction (IUGR) telah
dicatat dalam sejumlah besar janin ini. Beberapa janin dengan gastroschisis
tidak didiagnosis sebelum lahir dan ditemukan pada saat persalinan, yang
dapat mengakibatkan tantangan dalam manajemen neonatal. Neonatus ini
harus ditransfer ke pusat dengan kemampuan untuk merawat gastroschisis.
Untungnya kejadian gastroschisis yang sebelumnya tidak diketahui saat
23

melahirkan menjadi langka dengan perawatan prenatal yang ditingkatkan.


Data mengenai outcome gastroschisis pada bayi inborn dibandingkan bayi
outborn tidak menunjukkan hasil yang lebih buruk pada kedua kelompok.3
f) Persalinan
Bayi gastroschisis dilahirkan lebih awal untuk meminimalkan
kerusakan usus akibat terpapar cairan amnion. Cara persalinan yang optimal
untuk bayi-bayi dengan gastroschisis telah menjadi perdebatan selama
bertahun-tahun. Pendukung persalinan caesar berpendapat bahwa proses
persalinan pervaginam akan menyebabkan cedera pada usus yang terpapar.
Kepustakaan mengemukakan bahwa baik persalinan pervaginam maupun
seksio keduanya aman. Penelitian metaanalisis terbaru dari Segel dkk tidak
berhasil menunjukan perbedaan outcome dari persalinan pervaginam atau
persalinan seksio.
Persalinan lebih awal janin dengan gastroschisis dianjurkan untuk
membatasi paparan usus terhadap cairan amnion dalam upaya untuk
mengurangi peel yaitu radang pada permukaan usus. Motilitas yang buruk
dari usus diperkirakan berhubungan dengan paparan dari cairan amnion dan
perubahan komposisi matriks seluler dan ekstra seluler dinding usus.
Interleukin-6, interleukin-8 dan ferritin meningkat pada cairan amnion bayi
dengan gastroschisis saat dibandingkan dengan kontrol. Cytokine cairan
amnion dan mediator proinflamasi lainnya telah menunjukan kerusakan dari
plexus nervus myentericus dan sel-sel interstisial dari Cajal pada binatang
percobaan gastroschisis. Kerusakan pada sel-sel pacemaker dan plexus–plexus
nerve mungkin turut berkontribusi dalam dismotilitas dan malabsorbsi yang
didapatkan pada pasien-pasien dengan gastroschisis. Edema usus dan
pembentukan peel meningkat yang bermakna jika defek gastroschisis
menekan aliran venous dari usus yang herniasi. Persalinan dini mungkin
menurunkan efek ini. Berat badan lahir rendah tampaknya mempengaruhi
outcome, bayi-bayi kurang dari 2 kilogram akan meningkatkan waktu full
24

enteral feeding, meningkatkan lama hari pemakaian ventilator dan


peningkatan lamanya nutrisi parenteral dibandingkan dengan bayi-bayi yang
lebih dari 2 kilogram.
Beberapa penulis menyarankan persalinan prematur yang selektif
berdasarkan tampilan distensi dan penebalan usus pada temuan ultrasonografi
prenatal. Adanya usus bayi yang dilatasi telah menunjukan luaran yang buruk,
termasuk gawat janin dan kematian pada beberapa penelitian tapi tidak pada
penelitian lainnya. Satu faktor yang digunakan yaitu dilatasi usus, untuk
memprediksi luaran namun memiliki keterbatasan yaitu definisi umum
tentang “dilatasi” dimana nilainya berkisar antara 7-25 mm yang
dipertimbangkan abnormal. Waktu dari ultrasonografi serta pengukuran usus
juga terbatas standarisasinya. Adanya atresia usus juga berhubungan dengan
memburuknya luaran menurut beberapa penulis. Diantara mereka yang
menyarankan persalinan lebih awal ada yang berpendapat bahwa persalinan
dilakukan secara seksio secara rutin. Beberapa berupaya menginduksi
persalinan pada usia gestasi 36-37 minggu. Para ahli menemukan bahwa
persalinan dapat berhasil diinduksi pada kehamilan-kehamilan dengan
gastroshisis pada sebagian besar kasus, kemungkinan karena tendensi yang
mengikutinya untuk lahir prematur. Kebanyakan penulis menganjurkan
persalinan pada pertengahan trimester ketiga dengan mempersiapkan akses
secepat mungkin kepada ahli bedah anak dan neonatus.6-9

g) Pembedahan
a. Penatalaksanaan Awal
Penanganan pertama pada bayi baru lahir dengan gastroschisis
meliputi resusitasi cairan, NGT dekompresi, mencegah hipotermia. Pada
gastroschisis perlu diperhatikan keadaan usus untuk memastikan aliran darah
tidak tertekan oleh puntiran mesenterium atau jepitan defek dinding abdomen.
25

Jika ukuran defek dinding abdomen menyebabkan gangguan 6 vaskularisasi


maka defek harus segera diperlebar. Pemberian antibiotik spektrum luas,
biasanya digunakan kombinasi Ampisilin 100mg/kg/hari dan Gentamisin
7,5mg/kg/hari. Resusitasi cairan berdasarkan hemodinamik, urin output,
perfusi jaringan dan koreksi asidosis metabolik (jika ada). Semua bayi dengan
kelainan defek dinding abdomen harus diperiksa dengan teliti kelainan
penyerta lainnya. Neonatus dengan gastroschisis akan kehilangan air
evaporasi secara nyata dari rongga abdomen yang terbuka dan usus yang
terpapar. Akses intravena yang memadai harus diberikan dan resusitasi cairan
harus dimulai sejak awal kelahiran. Pemberian cairan pada bayi dengan
gastroschisis sekitar 175ml/kgbb/hari. Sedangkan pada bayi prematur
pemberian cairan 90-125ml/kgbb/hari. Pemasangan NGT penting untuk
mencegah distensi lambung dan intestinal. Usus yang herniasi harus
dibungkus dalam kasa yang dibasahi saline hangat, dan ditempatkan di tengah
dari abdomen. Usus harus dibungkus dalam kantung kedap air untuk
mengurangi kehilangan evaporasi dan menjaga hemostasis suhu. Walaupun
gastroschisis seringnya merupakan kelainan yang tersendiri tapi pemeriksaan
bayi yang seksama harus dilakukan untuk menyingkirkan kelainan bawaan
yang mungkin menyertai. Sebagai tambahan pemeriksaan intestinal yang
cermat dilakukan untuk mencari bukti adanya atresia intestinal, nekrosis
maupun perforasi.10,11

b. Penatalaksanaan Pembedahan
1) Primary Closure
Tujuan utama pembedahan pada gastroschisis adalah mengembalikan
visera ke rongga abdomen dan meminimalkan resiko kerusakan organ karena
trauma langsung atau karena peningkatan tekanan intra abdomen. Pilihannya
mencakup pemasangan silo, reduksi serial, dan penundaan penutupan dinding
abdomen, reduksi primer dengan penutupan secara operatif dan reduksi primer
26

atau reduksi tertunda dengan penutupan umbilical cord. Sebagai tambahan


waktu dan lokasi dari intervensi bedah masih kontroversial, bervariasi dari
repair segera di ruang persalinan, reduksi dan penutupan di neonatus intensive
care unit sampai penutupan bedah di ruang operasi. Pada semua kasus,
inspeksi usus untuk mencari jeratan obstruksi, perforasi, atau atresia harus
dilakukan. Jeratan yang melintang loop usus harus dilepaskan sebelum
pemasangan silo atau penutupan abdomen primer untuk menghindari
terjadinya obstruksi usus. Hipomotilitas usus hampir didapatkan pada semua
pasien gastroschisis, oleh karena itu akses vena sentral harus dipasang sejak
awal.
Menurut sejarah, penutupan primer gastroschisis dianjurkan disemua
kasus. Metode ini dilakukan pada kondisi dimana seluruh visera yang herniasi
memungkinkan untuk di 7 reduksi. Metode ini dilakukan di kamar operasi,
namun akhir-akhir ini beberapa penulis menganjurkan penutupan primer di
ruangan tanpa anestesi umum. Banyak metode yang digunakan pada keadaan
dimana penutupan primer fasia tidak dapat dilakukan. Ada yang menggunakan
umbilikus sebagai allograft, penggunaan prostetik mesh nonabsorben atau
material bioprostetik. Pilihan prostetik termasuk mesh non-absorben atau
material bioprostetik seperti dura atau submukosa usus halus babi. Setelah
penutupan fasia selesai, flap kulit dapat dimobilisasi untuk melapisi penutupan
dinding abdomen. Selain itu dapat ditinggalkan defek kulit dan diharapkan
penyembuhan secara sekunder. Kebanyakan ahli bedah akan membuang
umbilikus saat dilakukan repair gastroschisis. Namun, pada beberapa kasus
tetap dipertahankan untuk memberikan hasil kosmetik yang baik. Pilihan
lainnya pada beberapa kasus adalah mengurangi usus dan menempatkan
sebuah lapisan silastik di bawah dinding abdomen untuk mencegah eviserasi.
Teknik ini berguna pada bayi-bayi di saat dokter bedah mempertimbangkan
tentang perburukan dari fungsi paru dengan dilakukannya penutupan fasia dan
kulit. Lembaran silastik ini di lepaskan pada 4- 5 hari, dan dinding abdomen
27

dan kulit ditutup.


Peningkatan tekanan intraabdomen diukur melalui tekanan intravesika
menggunakan kateter. Tekanan intravesika lebih dari 10-15 mmHg
menunjukkan adanya peningkatan tekanan intraabdomen dan berkaitan
dengan menurunnya perfusi ginjal dan usus. Tekanan intravesika diatas 20
mmHg mengakibatkan gagal ginjal dan iskemik usus. Pada gastroschisis yang
disertai dengan atresia intestinal, penatalaksanaan reseksi dan anastomosis
dapat dilakukan pada saat penutupan defek dinding abdomen. Jika tindakan
anastomosis tidak memungkinkan, tindakan repair pada atresia intestinal dapat
dilakukan 4-6 minggu kemudian setelah penutupan defek. Beberapa ahli
bedah memilih untuk membuat stoma pada kasus dengan atresia, khususnya
pada kasus atresia distal. Jika perforasi terjadi, segmen yang perforasi dapat
direseksi dengan anastomosis primer jika inflamasi usus minimal.
Alternatifnya, jika stoma dibuat dan penutupan primer dilakukan dengan
penutupan dari stoma dapat dilakukan nantinya. Pada kasus dimana perforasi
telah terjadi dan penutupan primer tidak mungkin dilakukan, silo dapat
dipasang dan area perforasi dieksteriorisasi melalui sebuah lubang dari silo.
Setelah usus telah tereduksi, stoma sebenarnya dapat dibuat pada saat
penutupan dinding abdomen. Tidak terdapat konsensus dari literatur tentang
manajemen optimal dari masalah komplikasi ini.
Pada defek yang besar, banyak metode yang dapat digunakan. Tahun
1950an oleh Kearns dan Clarke membuat “cutis graft” terdiri dari dermis dan
fasia rektus anterior. Bilateral flap dari otot, fasia dan kulit ke arah midline
untuk penutupan fasia. Teknik yang paling terkini adalah menggunakan tissue
exspander yang diletakkan di cavitas abdomen untuk mereduksi disproporsi
abdominal viseral. Tissue expander dibiarkan sampai dengan penutupan fasia
dapat dilakukan. Beberapa ahli bedah memilih untuk menggunakan patch
untuk menutup kulit, tetapi berbagai pengalaman mengemukakan bahwa
bahan non reabsorben seperti marlex, polypropylene mesh dan gor tex
28

menunjukan angka tinggi terjadinya infeksi termasuk saat mesh


dilepaskan.10,11
2) Staged Closure
Konsep reduksi bertahap pertama kali dikemukakan pada tahun 1967
dimana Teflon menggunakan selembar silastic yang digunakan seperti
sekarang yang dikenal dengan silo. Penggunaan silo pertama kali oleh
Shermeta tahun 1970-an tapi gagal menarik perhatian hingga tahun 1995. Silo
telah digunakan untuk reduksi bertahap sejak awal tahun 1990. Metode ini
untuk menghindari anestesi umum dan pembedahan pada awal-awal kelahiran
dan dapat mengontrol reduksi dari visera. Reduksi bertahap meminimalkan
resiko peningkatan tekanan intraabdomen. Kidd dkk tahun 2003 dalam
penelitiannya membandingkan staged closure dengan primary closure pada
gastroschisis melaporkan terjadinya komplikasi (NEC, sepsis dan persiapan
operasi) yang rendah pada pasien yang menggunakan staged closure. Namun,
mortalitas dan waktu dimulainya pemberian makan tidak menunjukkan
perbedaan. Masalah yang timbul dengan staged closure yaitu defek abdomen
akan bertambah besar karena peregangan, hal ini akan menyulitkan pada saat
penutupan defek sehingga memerlukan prostetik tambahan. Penelitian
Lansdale dkk mengamati bahwa penggunaan silo yang lebih dari 4 hari, akan
menyulitkan penutupan defek dan ada resiko untuk menyisakan defek pada
fasia. Lebih dari 2 dekade terakhir, penggunaan rutin dari pemasangan silo
dengan penutupan bertahap dari dinding abdomen telah meningkat, dengan
teori untuk menghindari tekanan tinggi intraabdomen akan menghindari
kerusakan iskemik dari organ visera dan menyebabkan ekstubasi menjadi
lebih cepat. Mula-mula, penutupan bertahap berupa penempatan usus ke
dalam silo yang terbuat dari lembar silastic yang dijahitkan bersama ke
dinding abdomen. Belakangan dikenalkan silo yang dibuat dengan pegas
sirkular yang dapat ditempatkan pada bagian fasia yang terbuka, tanpa perlu
dijahit dengan anestesi umum, memungkinkan untuk pemasangan silo di
29

ruang persalinan atau di ruangan pada unit neonatal. Pada kasus yang sama,
usus direduksi sekali atau dua kali sehari ke dalam rongga abdomen dimana
silo akan memendek dengan ligasi yang berkelanjutan. Saat isi eviserasi telah
seluruhnya tereduksi, penutupan definitif dapat dilakukan. Proses ini biasanya
berlangsung antara 1 hingga 14 hari, tergantung dari kondisi usus dan
bayinya.10,11

2.3 Hernia Umbilikal


a) Definisi
Hernia umbilikalis adalah kelainan yang umum terjadi pada anak-anak
dan sering dievaluasi dan dirawat oleh spesialis anak dan bedah umum. Tidak
seperti hernia lainnya pada masa kanak-kanak, cacat fasia terjadi saat lahir
namun dapat sembuh tanpa perlu operasi. Pemahaman tentang embriologi,
anatomi, kejadian, riwayat alamiah, dan komplikasi penting bagi ahli bedah
mana pun untuk menangani hernia umbilical pada anak-anak.2
b) Insidensi
Insiden hernia umbilikalis pada populasi umum bervariasi sesuai
dengan usia, ras, usia kehamilan, dan penyakit yang menyertai. Di Amerika
Serikat, hernia umbilikalis terdapat pada 15-25% bayi baru lahir atau sekitar
800.000 anak per tahun. Studi menunjukkan insiden hernia umbilikalis yang
lebih tinggi pada populasi Afrika-Amerika, dengan insidensi dari lahir hingga
1 tahun sebesar 25–58%, sedangkan pada anak Kaukasia dengan kelompok
usia yang sama memiliki insiden 2–20%. Bayi prematur dan berat badan lahir
rendah memiliki insidensi yang lebih tinggi daripada bayi cukup bulan. Bayi
dengan kondisi lain, seperti sindrom Beckwith-Wiedemann, sindrom Hurler,
berbagai kondisi trisomi (trisomi 13, 18, dan 21), dan hipotiroidisme bawaan,
juga memiliki insiden yang meningkat.3
c) Anatomi
30

Setelah lahir, penutupan cincin umbilikus adalah hasil dari interaksi


kompleks pelipatan dinding tubuh lateral dalam arah medial, penggabungan
otot rectus abdominis ke linea alba, dan kontraksi lubang umbilikal yang
dibantu oleh serat elastis dari arteri umbilikal. Proliferasi berserat dari pelat
jaringan ikat lateral di sekitarnya dan tekanan mekanis akibat ketegangan otot
yang berulang juga dapat membantu dengan penutupan alami. Kegagalan
proses penutupan ini menyebabkan hernia umbilikalis. Kantung hernia adalah
peritoneum dan biasanya sangat melekat pada dermis kulit umbilikalis.
Sebuah lapisan fasia (Richet fascia) yang berasal dari fasia transversalis
mendukung pangkal umbilikus. Peritoneum membentuk permukaan bawah
cincin umbilikalis yang utuh, dan kulit menutupi umbilikus setelah tali pusat
terpisah. Ketika fasia pendukung dari defek umbilikal lemah atau tidak ada,
direct hernia terjadi. Hernia umbilikal pada anak-anak dikelilingi oleh fasia
cincin umbilikal yang kuat, dimana peritoneal sac yang melekal pada kulit di
atasnya menonjol. Cincin umbilikal terus menutup dari waktu ke waktu dan
defek fasia umbilikalis menguat, yang menjelaskan resolusi spontan defek ini
pada sebagian besar anak.3

d) Gambaran Klinis
31

Gambar 10. Hernia Umbilikalis

Diameter cacat fasia yang sebenarnya dapat berkisar dari beberapa


milimeter hingga 5 cm atau lebih. Luasnya proteksi kulit tidak selalu
mengindikasikan ukuran cacat fasia. Seringkali, cacat kecil dapat
menyebabkan tonjolan besar seperti belalai yang besar. Dengan demikian,
penting untuk meraba defek fasia yang sebenarnya dengan mengurangi hernia
untuk menilai apakah pengobatan operatif atau nonoperatif sesuai. Hernia
umbilikalis dengan diameter cincin kecil (<1 cm) lebih cenderung menutup
secara spontan dan menutup lebih cepat dibandingkan diameter cincin besar
(> 1,5 cm). Diameter defek umbilikal adalah prognostik penting, sedangkan
panjang tonjolan tidak.3
Beberapa hernia umbilikalis yang ada pada usia 5 tahun akan menutup
secara spontan tanpa operasi. Hubungan antara hernia umbilikalis yang
menjadi gejala di kemudian hari dalam hidup dan defek umbilikal masa
kanak-kanak tidak diketahui. Bagian yang menonjol dari hernia umumnya
tetap tidak berubah sementara cincin fasia menutup sampai terlalu kecil untuk
memasukkan segala isinya ke dalam kantung hernia. Hernia cenderung
menghilang dengan tiba-tiba. Inkarserasi usus atau omentum, strangulasi,
perforasi, eviserasi, dan rasa sakit adalah kejadian langka dalam perjalanan
penyakit alamiah hernia umbilikalis pada anak-anak.2

e) Tatalaksana
Selama bertahun-tahun, telah diketahui bahwa hernia umbilikalis akan
menutup secara spontan. Sangat aman untuk mengobservasi hernia hingga
usia 4-5 tahun untuk memungkinkan penutupan terjadi. Balutan tekanan dan
perangkat lain untuk menjaga hernia berkurang tidak disarankan dan tidak
meningkatkan proses penutupan. Sebaliknya mereka dapat menyebabkan
iritasi dan kerusakan kulit. Sejumlah penelitian telah menunjukkan tingkat
32

resolusi spontan> 90% dari hernia pada usia 1 tahun. Satu studi menemukan
bahwa 50% dari hernia yang masih ada pada usia 4-5 tahun akan menutup
pada usia 11 tahun. Studi lain menunjukkan bahwa hernia dengan defek fasia
lebih besar dari 1,5 cm tidak mungkin menutup pada usia 6 tahun, sedangkan
seri lain menyimpulkan bahwa bahkan defek besar dapat secara spontan
diselesaikan tanpa operasi. Bahaya utama yang terkait dengan pengamatan
adalah kemungkinan dari inkarserasi atau strangulasi. Penelitian telah
menunjukkan komplikasi ini cukup langka, dengan insidensi kurang dari 1%.
Pasien dengan cacat fasia kecil (diameter 0,5-1,5 cm) tampak lebih rentan
terhadap inkarserasi. 3
Meskipun perbaikan hernia umbilical masa kanak-kanak telah
dianjurkan untuk mencegah komplikasi inkarserasi pada orang dewasa,
hubungan antara kedua peristiwa tersebut tidak jelas. Kejadian langka seperti
inkarserasi yang membutuhkan reduksi, strangulasi, perforasi, dan eviserasi
merupakan indikasi mutlak untuk operasi. Dengan tidak adanya indikasi
absolut ini, penampilan adalah indikasi relatif untuk perbaikan operasi di
negara maju. Bayi dengan hernia proboscoid yang besar dimana cincin
umbilikalnya tidak menyempit selama observasi serial dapat dipertimbangkan
untuk diperbaiki dalam 2 tahun pertama kehidupan. Hernia umbilikalis tipikal
harus diamati setidaknya sampai usia 2 tahun. Jika tidak ada perbaikan dalam
ukuran cincin fasia umbilikalis, pertimbangkan perbaikan. Banyak bukti yang
mendukung keputusan untuk menunda perbaikan sampai nanti di masa kanak-
kanak. Defek besar (> 1,5 cm) yang bertahan melewati usia 5 tahun harus
diperbaiki. Pedoman berbasis bukti masih kurang, dan keputusan dapat
disesuaikan berdasarkan pertimbangan seperti riwayat keluarga, keinginan
orang tua, dan praktik lokal. Kemunculan hernia kerap kali mendorong
keluarga untuk mendesak agar hernia diperbaiki. Di negara yang kurang
berkembang, mungkin tepat untuk secara aktif melakukan observasi pada
33

hernia umbilikalis, dengan operasi dilakukan pada mereka yang mengalami


komplikasi seperti inkarserasi.3

Gambar 11. Teknik bedah perbaikan hernia umbilikalis3

Perbaikan hernia umbilikalis dilakukan sebagai prosedur rawat jalan


dengan pasien di bawah anestesi umum. Anestesi lokal dapat diinfiltrasi ke
dalam luka sebelum atau setelah prosedur, tetapi infiltrasi paraumbilik
menghindari distorsi jaringan oleh anestesi. Pemberian anestesi lokal sebelum
sayatan sesuai dengan prinsip analgesia preemptif. Teknik bedah untuk
perbaikan hernia umbilikalis. Sayatan kulit infraumbilikal dibuat. Kantung
hernia dibuka, meninggalkan sebagian kantung yang menempel pada kulit
umbilikal untuk memudahkan umbiloplasti berikutnya. Kantung pusar telah
sepenuhnya dibagi dan dikeluarkan menjadi fasia yang kuat. Defek fasia
ditutup secara transversal dengan jahitan sederhana yang tidak dapat diserap.
34

Kantung pusar yang tersisa, yang melekat pada kulit umbilikalis, disatukan ke
fasia dengan jahitan terputus yang dapat diserap. Sayatan kulit ditutup dengan
jahitan subkutikuler.3

f) Komplikasi
Hernia umbilikal yang tidak dikoreksi dapat menjadi gejala kapan saja
dalam kehidupan. Ruptur dan eviserasi jarang terjadi tetapi bisa terjadi.
Inkarserasi jarang terjadi, tetapi usus kecil paling sering terkena bila hal
tersebut terjadi. Kondisi yang meningkatkan tekanan intraabdomen
meningkatkan kemungkinan komplikasi. Perbaikan hernia umbilikalis pada
pasien dengan asites berbahaya. Hernia umbilikalis juga dapat menjadi gejala
selama kehamilan, dan jika penahanan terjadi, pembedahan diperlukan. Isi
yang tidak biasa dari hernia umbilikalis termasuk fibroid rahim dan elemen
endometrium.2

BAB III

KESIMPULAN

1. Hernia umbilikalis adalah kelainan yang umum terjadi pada anak-anak dan sering
dievaluasi dan dirawat oleh spesialis anak dan bedah umum. Setelah lahir,
penutupan cincin umbilikus adalah hasil dari interaksi kompleks pelipatan
dinding tubuh lateral dalam arah medial, penggabungan otot rectus abdominis ke
linea alba, dan kontraksi lubang umbilikal yang dibantu oleh serat elastis dari
arteri umbilikal. Proliferasi berserat dari pelat jaringan ikat lateral di sekitarnya
35

dan tekanan mekanis akibat ketegangan otot yang berulang juga dapat membantu
dengan penutupan alami. Kegagalan proses penutupan ini menyebabkan hernia
umbilikalis.
2. Gastroschisis (gaster-perut + schisis-fisura) merupakan defek kongenital dinding
anterior abdomen yang berada di sebelah kanan umbilikus. Gaster, usus halus
dan kolon dapat ditemukan berada di luar rongga abdomen. Tidak ditemukan
kantong yang menutupi organ yang herniasi. Banyak teori yang bermunculan
berkaitan dengan etiologi gastroschizis antara lain kegagalan mesoderm untuk
membentuk dinding abdomen bagian anterior, kegagalan usus herniasi melalui
umbilikal stalk dan tejadi ruptur dinding abdomen akibat meningkatnya volume,
kegagalan lipatan bagian lateral untuk menyatu di bagian midline akan
meninggalkan defek di sebelah kanan umbilikus. Saat ini, teori lipatan tubuh
ventral, yang menunjukkan kegagalan migrasi lipatan lateral (lebih sering di sisi
kanan), paling banyak diterima.
3. Omphalecel terjadi ketika bagian tabung usus (usus tengah) yang normalnya
mengalami herniasi ke dalam korda umbilikalis selama minggu keenam hingga
minggu kesepuluh (herniasi umbilikus fisiologis) gagal kembali ke dalam
rongga abdomen.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, F. C., Andersen, D. K., Biliar, T. R., Matthews, J. B., & Pollock, R.
E. (2010). Schwartz’s Principles of Surgery (Tenth). Mc Graw Hill Education.
2. Coran, A. G., Adzick, N. S., Krummel, T. M., Laberge, J.-M., Shamberger, R.
C., & Caldamone, A. A. (2012). Pediatric Surgery (Seventh).
3. Holcomb, G. W., & Murphy, J. P. (2010). Ashcraft’s Pediatric Surgery (Fifth).
Saunders Elsevier.
4. Sadler, T. . (2012). Langman’s Medical Embriology (twelfth). Wolters Kluwer.
5. Polina Frolov, Jasem Alali, Michael D. Klein. Clinical risk factors for
36

gastroschisis and omphalocele in humans:a review of the literature. 26, s.l. :


Pediatric Surgery International, 2010.
6. Holland AJA, Walker K, Badawi N. Gastroschisis : an Update. Pediatr Surg Int.
26; 2010: 871-6.
7. Schwartz, Duane S. Duke and Marshall Z. Omphalocele and Gastroschisis.
Michael Hollwarts Prem Puri. Pediatric Surgery: Diagnosis and Management.
Berlin Heidelberg : Springer-Verlag, 2009: 161-70.
8. Steven W. Bruch, Jacob C. Langer. Omphalocele and Gastroschisis. Prem Puri.
Newborn Surgery, 2nd edition. London : Arnold, 2003.
9. Klein, MD. Congenital Defects of the Abdominal Wall. [pengar. buku] James A.
O'Neil Jr, Eric W. Fonkalsrud, Arnold G. Coran Jay L. Grosfeld. Pediatric
Surgery, 6th edition. Philadelphia : Mosby Elsevier, 2006, Vol. 1: 1157-67.
10. Nick lansdale, Rrichard hill, Sobbia gull-zamir et al. s.l. Staged reduction of
gastroschisis using preformed silos: practicalities and problems. Journal of
Pediatric Surgery, 2009.
11. Houben CH, Patel S. Gastroschisis Closure : a Technique for Improved Cosmetic
Repair. Pediatr Surg Int. 24; 2008: 1057-60

Anda mungkin juga menyukai