Anda di halaman 1dari 90

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Nn.AX, usia 22 tahun, mahasiswa, dibawa ke Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar
dengan keluhan sering menangis sendiri. Sekitar 2 bulan yang lalu, Nn.AX mulai sulit
tidur. Ia tidak bisa tidur sebelum pukul 1 dini hari, bangun pukul 3 pagi, dan kemudian
tidak bisa tidur kembali. Ia juga kehilangan nafsu makan, hilang minat, tidak berenergi,
jarang berbicara, dan tampak murung sepanjang hari.Sekitar 2 minggu yang lalu, Nn.AX
mulai sering menangis, mengurung diri di dalam kamar dan tidak lagi kuliah. Nn.AX
mengatakan bahwa ia tidak berguna dan tidak akan menjadi wanita yang sukses.
Terkadang Nn.AX mengatakan ingin mati saja. Sebelum keluhan pertama muncul Nn.AX
mengatakan kepada kakaknya bahwa ia kecewa terhadap temannya yang mendapat
beasiswa ke luar negri tanpa memberitahunya. Nn.AX memiliki satu kakak perempuan
dan satu adik laki-laki. Nn.AX merasa bahwa ibunya lebih menyayangi kakaknya dan
sering membandingkan dirinya dengan kakaknya. Apabila Nn.AX meraih prestasi
akademik, ibunya tidak pernah memujinya. Sejak remaja, Nn.AX sering merasa hampa
dan sengaja membuat dirinya terluka untuk memperoleh perhatian ibunya. Tidak ada
riwayat gembira atau bersemangat berlebihan, banyak bicara dan beraktivitas pada
Nn.AX

Hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal.

Hasil pemeriksaan psikiatrikus:


Selama proses wawancara Nn.AX nampak murung, tidak banyak bergerak, menjawab
dengan pelan, satu suku kata, menggunakan pakaian bewarna abu-abu dan tidak
menggunakan riasan. Terdapat mood yang sedih dengan afek yang sesuai. Terdapat juga
perasaan tidak berguna, rendah diri, dan keinginan untuk mati. Nn.AX menyangkal

1
adanya suara-suara bisikan yang tidak bisa di dengar oleh orang lain. Hasil pemeriksaan
menggunakan Hamilton Depression Rating Scale menunjukkan skor 51. 5

2.2 Klarifikasi Istilah


1 Sulit Tidur
(Insomnia) tidak dapat tidur atau keadaan terjaga yang abnormal
2 Kehilangan nafsu makan
Menurunnya atau hilangnya rasa ingin makan (Anorexia)
3 Hilang minat
Suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat kesenangan dari
melakukan kegiatan yang dulu menyenangkan atau membuatnya
bahagia. Anhedonia sering dijumpai pada pasien depresi berat dan
schizophrenia. (Anhendonia)
4 Tidak berenergi
Tidak ada kemampuan melakukan kerja
5 Mood
Keadaan emosional atau keadaan pikiran seseorang
6 Afek
Emosi yang diekspresikan oleh pasien sehingga penilaiannya
objektif dan dapat di amati oleh pemeriksa
7 Hamilton Depression Rating Scale
Merupakan tes yang mengukur tingkat keberatan dari gejala
depresi pada individu

2
2.3 Identifikasi Masalah

Kenyataan Kesesuaian Konsen

Nn.AX, usia 22 tahun, mahasiswa, dibawa


ke Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar Masalah 
dengan keluhan sering menangis sendiri.

Sekitar 2 buan yang lalu, Nn.AX mulai sulit


tidur. Ia tidak bisa tidur sebelum pukul 1
dini hari, bangun pukul 3 pagi, dan
kemudian tidak bisa tidur kembali. Ia juga Masalah 
kehilangan nafsu makan, hilang minat, tidak
berenergi, jarang berbicara, dan tampak
murung sepanjang hari

Sekitar 2 minggu yang lalu, Nn.AX mulai


sering menangis, mengurung diri di dalam
kamar dan tidak lagi kuliah. Nn.AX 
mengatakan bahwa ia tidak berguna dan Masalah
tidak akan menjadi wanita yang sukses.
Terkadang Nn.AX mengatakan ingin mati
saja.

Sebelum keluhan pertama muncul Nn.AX Masalah 


mengatakan kepada kakaknya bahwa ia
kecewa terhadap temannya yang mendapat

3
beasiswa ke luar negri tanpa
memberitahunya

Nn.AX memiliki satu kakak perempuan dan


satu adik laki-laki. Nn.AX merasa bahwa
ibunya lebih menyayangi kakaknya dan
sering membandingkan dirinya dengan Riwayat
kakaknya. Apabila Nn.AX meraih prestasi
akademik, ibunya tidak pernah memujinya.
Sejak remaja, Nn.AX sering merasa hampa
dan sengaja membuat dirinya terluka untuk
memperoleh perhatian ibunya.

Tidak ada riwayat gembira atau


bersemangat berlebihan, banyak bicara dan Masalah 
beraktivitas pada Nn.AX

Hasil pemeriksaan psikiatrikus:


Selama proses wawancara Nn.AX nampak
murung, tidak banyak bergerak, menjawab
dengan pelan, satu suku kata, menggunakan
pakaian bewarna abu-abu dan tidak
menggunakan riasan. Terdapat mood yang
Penunjang
sedih dengan afek yang sesuai. Terdapat
Diagnosis
juga perasaan tidak berguna, rendah diri,
dan keinginan untuk mati. Nn.AX
menyangkal adanya suara-suara bisikan
yang tidak bisa di dengar oleh orang lain.
Hasil pemeriksaan menggunakan Hamilton
Depression Rating Scale menunjukkan skor
51.

4
2.4.1.1 Analisis Masalah

1. Nn.AX, usia 22 tahun, mahasiswa, dibawa ke Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar
dengan keluhan sering menangis sendiri.
e. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin dan pekerjaan dengan keluhan
utama?

Gangguan depresif berat adalah suat gangguan yang sering, dengan


prevalensi seumur hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan setinggi 25
persen pada wanita. Prevalensi gangguan depresif pada wanita dua kali lebih
besar dibandingkan laki-laki. Alasan perbedaan ini yang telah di hipotesiskan
antara lain perbedaan hormonal, pengaruh kelahiran anak, stressor psikososial
yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, serta model perilaku
ketergantungan yang dipelajari. Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi
berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara 20
dan 50 tahun. Penelitian terkini menunjukkan bahwa insiden gangguan depresif
berat meningkat pada dewasa muda usia kurang dari 20 tahun. Ini mungkin
berkaitan dengan penyalahgunaan alkohol dan obat pada kelompok usia ini.
Menurut bukti ilmiah kumulatif, hormon estogen mempunyai peran dalam
mengatur sistem neurotransmitter. Estrogen mempengaruhi serotonin,
asetilkolin dan katekolamin yang dimana berperan dalam regulasi mood dan
afek.
Pada tahun 2009, American College Health Association-National College
Health Assesment (ACHA-NCHA) melakukan penelitian terhadap mahasiswa/i
dan mendapatkan ± 30% mahasiswa/i mengalami gangguan depresi (National
Institute of Mental Health, 2010). Selain penelitian diatas, penelitian lain yang
melibatkan 1,455 mahasiswa/i juga melaporkan bahwa gejala-gejala depresi
muncul ketika memasuki awal tahun perkuliahan, 4 penyebab utama tersebut

5
adalah masalah akademik,ekonomi, kesendirian, dan kesulitan dalam
bersosialisasi (Furr, et al,2001).
Pada penelitian pada mahasiswa/i pada suatu universitas di
Boston,dilaporkan bahwa 14% dari 701 mahasiswa/i menunjukkan gejala-
gejala signifikan dari depresi, dan sebagian dari mereka berpotensi untuk
mengalami gangguan depresi mayor (USA TODAY, 2001).

f. Berapa lama frekuensi sering menangis dianggap normal?


Levanya afif
Wanita bisa menangis 30-60 kali dalam setahun dan untuk pria 6-17 kali
setahun. Frekuensi orang yang depresi punya stressor jadi lebih sering
menangis.

g. Bagaimana fisiologi menangis?


Terdapat 3 macam tipe dasar air mata :
1. Air mata basal : pada mata yang sehat, kornea selalu dipertahankan tetap
basah dan menghambat masuknya debu. Beberapa kandungan didalamnya juga
melawan infeksi bakteri sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.

2. Air mata refleks : yang disebabkan karena adanya iritasi oleh benda asing,
atau karena adanya suatu bahan iritasi seperti uap bawang putih. Air mata ini
berusaha mengeluarkan iritan yang telah kontak dengan mata.

3. Air mata tangisan (air mata psikis) : yang disebabkan karena stres emosional
yang kuat, depresi atau nyeri fisik. Bukan hanya emosi yang bersifat negatif,
seseorang juga menangis saat dalam keadaan sangat bahagia

Cara timbulnya air mata psikis berbeda dengan air mata jenis lain. Terdapat
sistem yang disebut sistem limbik yang terlibat dalam produksinya. Khususnya
organ yang disebut hipotalamus. Cabang parasimpatis dari sistem otonom

6
mengatur kelenjar lakrimasi (air mata) melalui neurotransmiter asetilkolin
melalui reseptor nikotinik dan muskarinik. Ketika kedua reseptor ini teraktivasi
maka kelenjar air mata akan menghasilkan air mata. Sistem saraf kita akan
beralih ke modus stres ketika tubuh kita merasakan ancaman. Pada saat itu
proses menangis adalah ditangguhkan. Hanya ketika seseorang mulai untuk
bersantai bahwa kegiatan menangis terjadi. Fisiologis, sistem saraf
parasimpatik bertanggung jawab untuk relaksasi. Menangis atau mengeluarkan
airmata, adalah sebuah aktivitas parasimpatik.

2. Sekitar 2 buan yang lalu, Nn.AX mulai sulit tidur. Ia tidak bisa tidur sebelum pukul 1 dini
hari, bangun pukul 3 pagi, dan kemudian tidak bisa tidur kembali. Ia juga kehilangan
nafsu makan, hilang minat, tidak berenergi, jarang berbicara, dan tampak murung
sepanjang hari
e. Bagaimana Neuroanatomi yang terganggu terkait kasus Nn.AX?

- Terkait dengan area-area di otak yang sirkuitnya abnormal.

Terdapat empat area di otak yang meregulasi emosi normal:


korteks prefrontal, cingulata anterior, hippocampus dan amygdala. Pada
daerah ini terdapat sirkuit abnormal neurotransmitter. Korteks prefrontal
merupakan struktur yang memegang presentasi tujuan dan respon yang

7
tepat untuk mecapai tujuan ini. Terdapat spesialisasi hemispherical pada
fungs korteks prefrontal. Area kiri dari korteks prefrontal lebih terlibat
dalam perilaku yang goal oriented atau appetite (nafsu), area sebelah
kanan korteks prefrontal terlibat dalam perlaku yang menghindar dan
inhibisi dari appetive pursuit (pengejaran nafsu).

Koreks cingulate anterior juga berperan sebagai tempat integrasi


input perhatian dan emosional. Aktivasi ACC memudahkan pengendalian
emosional, terutama ketika pencapaian tujuan telah digagalkan atau
ketika masalah baru telah ditemukan.

Hippocampus juga mempunyai peran dalam menimbulkan rasa


takut, sekaligus sebagai penghambat dalam regulasi aktivitas HPA axis.
Emotional dan pembelajaran contextual tampaknya berperan dalam
hubungan langsung antara hippocampus dan amygdala.
Amydala merupakan stasiun yang krusial dalam memproses
stimuli baru tentang signifikansi emosional dan mengkoordinasikan atau
mengatur respons kortikal.

⁃ Imaging struktural dan fuctional otak

Lewat Computed axial tomography dan magnetic resonance


imaging (MRI) scans, di temukan hal yang konsisten pada orang
gangguan depresi adalah meningkatnya frekuensi hiperintensitas
abnormal di area subcortical, seperti area periventricular, basal ganglia
dan thalamus.
Pada Positron Emission Tomography (PET) ditemukan pada
depresi penurunan metabolisme pada otak bagian anterior, lebih jelas
terdapat pada daerah sebelah kiri. Terdapat penurunan aliran darah ke
otak pada traktus dopaminergic dari mesocortical dan mesolimbic dalam
depresi.

8
b. Bagaimana neurokimia yang terganggu terkait kasus Nn.AX?
- Teori Monoamin

Depresi berkaitan dengan penurunan neurotransmitter monoamin.

Pada depresi terjadi penurunan sentivitas reseptor norepinefrin, penurunan


kadar neurotransmitter serotonin. Orang dengan kecenderungan untuk bunuh
diri mempunyai kadar metabolis serotonin yang rendah di cairan serebrospinal
dan penurunan penyerapan serotonin di platelet.

Pada episode depresif terjadi penurunan kadar dopamin dan peningkatan


kadar dopamin pada mania. Pada depresi, terjadi disfungsi pada jalan dopamine
mesolimbic dan reseptor dopamine D1 hipoaktif.

Glutamate dan glycin berikatan dengan reseptor N-methyl-D-aspartate


(NMDA). Dan stimulasi glutamatergic yang berlebih dapat menyebabkan
neurotoksik. Reseptor NMDA banyak ditemukan di hippocampus. Glutamate
dengan hipercortisolemia dapat bersifat menimbulkan efek merusak
neurokognitif pada depresi yang rekuren dan berat. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa obat yang bekerja antagonis terhadap NMD reseptor
mempunyai efek antidepressan.

c. Bagaimana siklus tidur yang normal?

1. Tahapan Tidur

Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau
Rapid Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau
Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM
yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium
dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat, lalu diikuti oleh fase
REM. Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus
dalam semalam

9
1.1 Tidur Stadium Satu

Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan
dapat terbangun dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain.
Selama tahap pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan, dan
aktivitas otot melambat.

1.2 Tidur Stadium Dua

Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung


melambat dan suhu tubuh menurun. Pada tahap ini didapatkan gerakan
bola mata berhenti.

1.3 Tidur Stadium Tiga

Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini individu
sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat
segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa
menit.

1.4 Tidur Stadium Empat

Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak
sangat lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot,
untuk memulihkan energi fisik. Tahap tiga dan empat dianggap sebagai
tidur dalam atau deep sleep, dan sangat restorative bagian dari tidur yang
diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di siang hari. Fase
tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit,
setelah itu akan masuk ke fase REM.

Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat


dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah, walaupun
kelopak mata tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak
teratur, dan dangkal. Denyut jantung dan nadi meningkat.

10
Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat terjadi mimpi tetapi
mimpi dari tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional
untuk konsolidasi memori jangka panjang.

2. Siklus Tidur

Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan
NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang
cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan
kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan
emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang

cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit.

Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut :

d. Bagaimana fisiologi tidur?

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan


beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi
bola dunia disebut sebagai irama sirkadian.

11
Tidur tidak dapat diartikan sebagai menifestasi proses deaktivasi Sistem
Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-
neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi
terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut
sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang
menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral
batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium,
lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan
REM terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam
empat stadium, antara lain:

1.1 Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium


ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran
kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7
siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.
1.2 Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu
tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle
shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat,
dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat
dibangunkan dengan mudah.
1.3 Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga

12
2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat
nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.
1.4 Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG
hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah
gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam,
atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)
Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak
dibagi-bagi dalam stadium seperti dalam tidur NREM.

e. Bagaimana etiologi dan mekanismen sulit tidur (insomnia) terkait kasus?


Penyebab dari sulit tidur pada Nn.AX adalah karena faktor stressor bahwa
temannya mendapatkan beasiswa ke luar negri dan karena ia merasa ibunya
lebih menyayangi kakaknya.

Mekanisme

Gangguan tidur pada orang depresi dapat berasal dari fungsi abnormal
region
yang berperan untuk memulai dan mempertahankan tahap non-REM. Selama
transisi antara sadar sampai tahap non-REM, aktivitas neuronal diturunkan pada
area yang menyebabkan arousal seperti locus coeruleus, raphe nuclei, dan
tuberomammilary nucleus. Selama tahap itu juga neuron thalamocortical
mengalami hiperpolarisasi. Area yang menyebabkan tidur terlokalisasi di
preoptic hypothalamus menunjukkan peningkatan aktivitas selama tahap itu.
Pada orang sehat, tahap non-REM ditandai dengan penurunan aktivitas
metabolik dan aliran darah ke mesencephalic brainstem, thalamus, dan basal
forebrain. Pada orang depresi gangguan tidur dikarenakan aktivitas abnormal
pada struktur itu.

Etiologi dan patofisiologi insomnia belum bisa dijelaskan secara pasti


tetapi insomnia dihubungkan dengan hipotesis peningkatan arousal. Arousal
dikaitkan dengan struktur yang memicu kesiagaan di ARAS ( ascending reticular

13
activating system), hipotalamus, basal forebrain yang berinteraksi dengan pusat-
pusat pemicu tidur pada otak di anterior hipotalamus dan thalamus.
Hyperarousal merupakan keadaan yang ditandai dengan tingginya tingkat
kesiagaan yang merupakan respon terhadap situasi spesifik seperti lingkungan
tidur. Data psikofisiologi dan metabolic dari hyperarousal pada pasien insomnia
meliputi peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan penurunan
variasi periode jantung selama tidur. Kecepatan metabolik seluruh tubuh
dihitung melalui penggunaan O2 persatuan waktu ternyata lebih tinggi pada
pasien insomnia dibandingkan pada orang normal. Data elektrofisiologi
hyperarousal menunjukkan peningkatan frekuensi gelombang beta pada EEG
selama tidur NREM. Aktivitas gelombang beta dikaitkan dengan aktivitas
gelombang otak selam terjaga. Penurunan dorongan tidur pada pasien insomnia
dikaitkan dengan penurunan aktivitas gelombang delta. Data neuroendokrin
tentang hyperarousal menunjukan peningkatan level kortisol dan
adrenokortikoid (ACTH) sebelum dan selama tidur, terutama pada setengah
bagian pertama tidur pada pasien insomnia. Penurunan level melatonin tidak
konsisten ditemukan.Data menurut functional neuroanatomi studies of arousal
tentang hyperarousal menunjukan pola-pola aktivitas metabolisme regional otak
selama tidur NREM melalui SPECT (single-photon emission computer
tomography) dan PET ( positron emission tomography). Pada penelitian PET
yang pertama pada insomnia primer terjadi peningkatan kecepatan metabolisme
glukosa baik pada waktu tidur maupun terjaga.Selama terjaga, pada pasien
insomnia primer ditemukan penurunan aktivitas dorselateral prefrontal cortical.
Dari hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hyperarousal pada tidur
NREM dan hypoarousal frontal selama terjaga, hal inilah yang menyebabkan
keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien baik pada saat terjaga maupun tidur.
Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena depresi berat terjadi
peningkatan gelombang beta yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas
metabolik di kortek orbita frontal dan mengelukan kualitas tidur yang buruk, hal
ini juga mendukung hipotesis mengenai hyperarousal. Pada pemeriksaan SPECT
pada pasien insomnia primer, selama tidur NREM terjadi hipoperfusi diberbagai

14
tempat yang paling jelas pada basal ganglia. Kesimpulan penelitian imaging
mulai menunjukkan perubahan fingsi neuroanatomi selama tidur NREM yang
berkaitan dengan insomnia primer maupun sekunder

f. Bagaimana etiologi dan mekanisme kehilangan nafsu makan, hilang minat,


tidak berenergi, jarang berbicara, dan tampak murung sepanjang hari
Etiologi dari keluhan diatas adalah karena adanya faktor stress yaitu kecewa
terhadap temannya yang mendapat beasiswa ke luar negri tanpa
memberitahunya, merasa bahwa ibunya lebih menyayangi kakaknya, sering
membandingkan dirinya dengan kakaknya serta apabila Nn.AX meraih prestasi
akademik, ibunya tidak pernah memujinya
⁃ Depresi memacu pelepasan Cortisol yang kemudian dapat menekan
produksi dari serotonin. Kurangnya produksi serotonin mengakibatkan
sintesis melatonin menurun sehingga irama circadian menjadi terganggu,
pasien mengalami insomnia terminal.
⁃ Pelepasan cortisol memicu terjadinya glikogenosis -> kenaikan gula darah
-> pelepasan insulin -> merangsang nucleus ventromedialis hypothalamus
-> tidak nafsu makan.
⁃ Pelepasan cortisol memicu penurunan dopamine, penurunan dopamine
menyebabkan hilangnya motivasi dan anergia -> hilang minat dan tidak
berenergi
⁃ Pelepasan cortisol memicu terjadinya penurunan serotonin dan dopamine,
penurunan serotonin dan dopamine mengakibatkan mood menjadi disforik.

g. Bagaimana klasifikasi sulit tidur (Insomnia)?

Menurut ICD 10
 Organik
 Non Organik
Dissomnia

15
Kondisi psikogenik primer dimana gangguan utamanya adalah jumlah,
kualitas, atau waktu tidur yang disebabkan oleh hal-hal emosional
• Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah,
obstruksi saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur
berlebihan (hipersomnia), idiopatik.
• Gangguan tidur ekstrisik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik,
ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulan
• Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat
tidur, sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur,
tidak tidur selama 24 jam.
 Parasomnia
Peristiwa episodic abnormal yang terjadi selama tidur; (pada kanak-kanal
hal ini terkait terutama dengan perkembangan anak, sedangkan pada dewasa
terutama pengaruh psikogenik)
• Gangguan aurosal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional
• Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama
• Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest
• Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia
parosismal
Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder.
Insomnia disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1
bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.

Insomnia dapat dibagi berdasarkan bagaimana efeknya terhadap tidur:

16
 Sleep onset insomnia atau early insomnia, yangmana ada gangguan untuk
memulai tidur. Biasa disebabkan karena banyak pikiran, stres, takut, cemas,
pergi tidur ketika tidak mengantuk, dan lingkungan tidur yang tidak
nyaman. Biasa dialami remaja karena adanya delayed sleep phase, dimana
jam tidur makin mundur karena faktor kebiasaan.
 Sleep maintenance insomnia atau middle of night insomnia, adalah
gangguan terbangun ditengah malam dan sulit untuk kembali tidur. bisa
disebabkan karena rasa sakit, depresi, dan kecemasan
 Terminal insomnia atau late insomnia, dimana seseorang terbangun terlalu
pagi dan tidak bisa tidur lagi. ini biasa dialami oleh orang tua karena adanya
perubahan fase tidur.
Insomnia juga dapat dibagi berdasarkan waktu lamanya insomnia tersebut:
 transient jika terjadi kurang dari 1 minggu
 short term jika terjadi antara 1-6 bulan
 long term jika terjadi selama lebih dari 6 bulan

Menurut DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
a. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
b. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
c. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu
d. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali
dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini
menetap dan diderita minimal 1 bulan.

Menurut ICSD-2

17
⁃ Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau
susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita
insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur
seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.
⁃ Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya
kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan
dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari
10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa
nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan
biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau
susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping
dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyaki ttertentu, penggunaan
obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini
dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia

h. Bagaimana hubungan sulit tidur, kehilangan nafsu makan, hilang minat,


tidak berenergi, jarang berbicara, dan tampak murung sepanjang hari?
Sulit tidur, kehilangan nafsu makan, hilang minat, tidak berenergi, jarang
berbicara, dan tampak murung sepanjang har termasuk dalam gejala depresi

i. Apa makna klinis dari gejala yang timbul Nn.AX sejak 2 bulan yang lalu?
Masuk ke episode depresif berat tanpa gejala psikotik

3. Sekitar 2 minggu yang lalu, Nn.AX mulai sering menangis, mengurung diri di
dalam kamar dan tidak lagi kuliah. Nn.AX mengatakan bahwa ia tidak berguna
dan tidak akan menjadi wanita yang sukses. Terkadang Nn.AX mengatakan
ingin mati saja.

18
a. Bagaimana makna klinis dari Nn.AX mengatakan bahwa ia tidak berguna
dan tidak akan menjadi wanita yang sukses. Terkadang Nn.AX mengatakan
ingin mati saja ? Apakah termasuk waham atau tidak?
Menurut teori distorsi kognitif, pasien dengan gangguan depresi
mempunyai pandangan negative terhadap dirinya, lingkungannya dan masa
depannya. Nn.AX memandang negative terhadap dirinya sendiri sehingga ia
merasa tidak berguna dan ingin mati saja. Ini termasuk gajela dari gangguan
depresi. Karna pasien menganggap negative semua hal, sehingga muncul
tiba ide bunuh diri. Mungkin disebabkan karena ia merasa tidak tahan lagi.

Menurut fish waham atau delusion adalah suatu keyakinan yang salah
yang tak tergoyahkan dan patologik. Kusumanto juga berpendapat bahwa
waham adalah suatu keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan
dengan kenyataan (dunia realitas), serta dibangun atas unsur- unsur yang
tak berdasarkan logika sehat. Jadi, kemungkinan belum ada gejala waham
pada Nn.AX. Karna pikiran ia merasa tidak berguna dan tidak akan menjadi
wanita sukses, dan terkadang ingin mati saja merupakan pikirann yang logis
dan berdasarkan realita nyata yang di rasakan oleh Nn.AX.

4. Sebelum keluhan pertama muncul Nn.AX mengatakan kepada kakaknya bahwa ia


kecewa terhadap temannya yang mendapat beasiswa ke luar negri tanpa memberitahunya
a. Apa hubungan riwayat diatas dengan keluhan Nn.AX?

Hal tersebut merupakan stressor yang berhubungan erat dengan gangguan


kepribadian Nn. AX yaitu gangguan kepribadian tipe borderline

Pada umumnya orang dengan kepribadian borderline dibesarkan oleh


orangtua yang kurang memberikan kehangatan kasih sayang yang
berkesinambungan, mereka hanya menerima perintah yang bersifat otoriter dan
hal ini yang menyebabkan ketika mereka memiliki relasi dengan orang lain,
mereka akan cenderung menuntut sesuatu yang tidak pernah mereka dapatkan
yaitu pengertian dan kasih sayang yang porsinya tidak wajar. Kemungkinan Nn.

19
AX mempunyai teman yang sedikit sehingga ketika temannya meninggalkannya
dia merasa ditinggalkan dan sistem pendukung dia hilang.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa individu dengan gangguan kepribadian


borderline menampilkan perasaan kesepian yang kronis, impulsifitas, self-abuse
tindakan menyakiti diri sendiri seperti memotong urat nadi sendiri, meminum
racun, hingga percobaan bunuh diri yang manipulatif dan sangat menuntut
keterlibatan dari orang-orang terdekatnya, Widury (2007:155). Perbedaan antara
gangguan kepribadian borderline dan skizofrenia adalah, pada individu
borderline tidak memiliki episode psikotik yang berkepanjangan dan tidak
mengalami gangguan berpikir.

Menghiraukan banyak orang tetapi memiliki kecenderungan untuk berbicara


hanya dengan orang tertentu, seperti keluarga, atau pribadi yang memiliki
pengaruh terhadap apa yang dialaminya, Fausiah (2007:151). Walaupun
penampilan luarnya tampak positif, namun apabila menelusuri riwayat
kehidupannya, biasanya dipenuhi dengan perilaku berbohong, membolos, kabur
dari rumah, mencuri, menjahili, berkelahi, pemakaian obat-obatan dan lainnya
yang biasanya telah dimulai sejak masa kanak-kanak. Gangguan ini tidak dapat
disamakan dengan gangguan keterbelakangan mental schizofrenia, karena pada
gangguan ini penderita tidak mengalami delusi atau kehilangan kesadaran secara
permanen.

5. Nn.AX memiliki satu kakak perempuan dan satu adik laki-laki. Nn.AX merasa bahwa
ibunya lebih menyayangi kakaknya dan sering membandingkan dirinya dengan
kakaknya. Apabila Nn.AX meraih prestasi akademik, ibunya tidak pernah memujinya.
Sejak remaja, Nn.AX sering merasa hampa dan sengaja membuat dirinya terluka untuk
memperoleh perhatian ibunya.
a. Termasuk tipe kepribadian apa Nn.AX? Dan apakah dia sudah termasuk
gangguan kepribadian?

20
Perasaan hampa dan sengaja menciderai diri sendiri merupakan salah satu kriteria
kepribadian borderline (DSM-IV). Ya karna menurut DSM IV Nn.AX sudah
memenuhi 5 kriteria.

Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan kepribadian emosional tidak stabil


dapat dibuat awal masa dewasa ketika pasien menunjukkan setidaknya lima
kriteria yang tercantum pada kriteria diagnostik. Studi biologi dapat membantu
dalam diagnosis, beberapa pasien dengan gangguan kepribadian emosional tidak
stabil menunjukkan memendeknya latensi REM dan gangguan tidur kontinuitas,
hasil DST yang abnormal, dan hasil hormon yang abnormal thyrotropin-releasing
test. Perubahan tersebut juga terlihat pada beberapa pasien dengan gangguan
depresi.

Pola pervasif ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri, dan afek, dan
impulsif dengan awitan awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai konteks,
seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) sebagai berikut:

1. Upaya yang penuh kegelisahan untuk menghindari keadaan ditinggalkan


yang nyata maupun yang hanya dibayangkan. Catatan: Tidak meliputi
perilaku bunuh diri atau mutilasi diri tercakup dalam Kriteria 5.
2. pola hubungan interpersonal erat namun tidak stabil
3. gangguan identitas: citra diri atau kesadaran diri yang secara nyata dan terus
menerus tidak stabil
4. impulsif dalam setidaknya dua wilayah yang berpotensi merusak diri
(misalnya, pengeluaran, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi sembrono,
makan pesta). Catatan: Tidak meliputi perilaku bunuh diri atau mutilasi diri
tercakup dalam Kriteria 5
5. perilaku bunuh diri berulang, gestur, atau ancaman, atau perilaku mutilasi
diri
6. Ketidakstabilan perasaan atau afek yang disebabkan oleh suasana hati
(misalnya, dysphoria episodik intens, lekas marah, atau kecemasan biasanya
berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa hari)

21
7. Perasaan kosong yang kronis
8. Kemarahan yang tidak pantas, intens atau kesulitan mengendalikan marah
(misalnya, menampilkan sering marah, kemarahan yang konstan,
perkelahian fisik berulang)

b. Bagaimana makna klinis sejak remaja, Nn.AX sering merasa hampa dan sengaja
membuat dirinya terluka untuk memperoleh perhatian ibunya?
Hal ini dikaitkan dengan kepribadiannya yang borderline. Orang dengan
kepribadian borderline dibesarkan oleh orangtua yang kurang memberikan
kehangatan kasih sayang yang berkesinambungan, mereka hanya menerima
perintah yang bersifat otoriter. Dalam kasus ini, menurut Nn.AX ibunya tidak
memberikan perhatian yang cukup kepadanya. Hal ini yang menyebabkan ketika
mereka memiliki relasi dengan orang lain, mereka akan cenderung menuntut
sesuatu yang tidak pernah mereka dapatkan yaitu pengertian dan kasih sayang
yang porsinya tidak wajar.

c. Apakah ada kaitan pola asuh ibunya dengan keluhan Nn.AX sekarang?
Pola asuh ibu Nn.AX yang suka membandingkan anak memberikan
dampak negative pada kepribadian anak yang dibandingkan, seperti :
a. Stress
b. Merasa rendah diri
c. Menghindari keramaian
d. Sikap acuh tak acuh
e. Menilai diri dengan rendah
f. Menjauh diri dengan orang tua
g. Persaingan antara saudara
h. Anak menjadi sangat tertutup
i. Merasa kurang perhatian dari ibu bapa

6. Tidak ada riwayat gembira atau bersemangat berlebihan, banyak bicara dan beraktivitas
pada Nn.AX

22
e. Apa makna klinis dari riwayat di atas?
Tidak ada episode manik pada Nn. AX

7. Hasil pemeriksaan psikiatrikus: (penunjang diagnosis)


Selama proses wawancara Nn.AX nampak murung, tidak banyak bergerak,
menjawab dengan pelan, satu suku kata, menggunakan pakaian bewarna abu-
abu dan tidak menggunakan riasan. Terdapat mood yang sedih dengan afek
yang sesuai. Terdapat juga perasaan tidak berguna, rendah diri, dan keinginan
untuk mati. Nn.AX menyangkal adanya suara-suara bisikan yang tidak bisa di
dengar oleh orang lain. Hasil pemeriksaan menggunakan Hamilton Depression
Rating Scale menunjukkan skor 51.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan
psikiatrikus?

Status Hasil Interpretasi

Penampilan Pakaian abu-abu, tidak Mendukung mood pasien


menggunakan riasan

Bicara Menjawab pelan dan satu Kurang jelas


suku kata
N: tidak pelan dan lancer

Mood Sedih N: baik saja

Afek Sesuai dan sempit N: Sesuai mood yang baik


dan luas

Pikiran Perasaan tidak berguna, N: perasaan tidak berguna,


rendah diri, dan keinginan rendah diri, keinginan untuk
untuk mati mati tidak ada

Persepsi Menyangkal adanya suara- Normal


suara bisikan yang tidak bisa
di dengar oleh orang lain.

HDRS Skor 51 N: skor < 18

23
Skor 51 = depresi berat

b. Apa pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk menunjang


diagnosis Nn.AX?

a. Laboratorium

 Darah rutin
 Urinalisa
 Kadar neurotransmitter

b. Radiologi

 CT scan
 PET
 Brain mapping

c. Psikologi

 Rorschach
 TAT
 Draw-a-person
 Raven test
 MMPI

2.5 Hipotesis
Nn.AX 22 tahun menderita epsiode depresif berat tanpa gejala psikotik

24
2.6 Template
a. DD
1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)

Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya


suatu hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode
depresi mayor. Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan dampaknya pada
fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan yang
mendalam dan MDD.1

Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor


Gejala Bereavement Episode depresi mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak berguna/tidak Ada
Tidak ada
pantas
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada

Rasa bersalah, dll Tidak ada Mungkin ada


Perubahan psikomotor Agitasi ringan Melambat
Gangguan fungsi Ringan Sedang –Berat

2. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum

Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi


medis khusus yang terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu
penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid
dengan MDD. The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat
berguna untuk alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana digunakan
pertanyaan yang memfokuskan pada gejala kognitif dibandingkan dengan
gejala somatiknya. MDD sama banyaknya dengan penyakit kronis (Tabel 5),
tetapi lebih umum diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan neurologis
(penyakit Parkinson, multiple sklerosis).1

3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat

25
Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat
memperlihatkan gejala depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi
gangguan mood harus dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding
MDD (Kotak 6). Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratories digunakan untuk dapat menentukan adanya suatu
pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus
obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama
gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan
menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat dapat berlangsung
selama beberapa bulan.1

Kotak 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan


gangguan mood yang dipengaruhi zat1

 Alcohol
 Amfetamin
 Anxiolitik
 Kokain
 Zat-zat halusinogen
 Hipnotik
 Inhalant
 Opioid
 Phencycline
 Sedative

4. Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan
bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode
depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode depresi lebih lama
dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk
mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada
kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi mayor akan

26
memiliki episode hipomanik atau manik didalam kehidupannya. Gejala
depresi yang memperlihatkan suatu gangguan bipolar termasuk didalamnya
pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal (pipersomnia,
makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan. Gangguan
Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak
mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal – mereka
menerima itu sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari
pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering menjadi hal yang
penting untuk dapat mendiagnosis.

b. WD
Aksis I : F.32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
DD: F31 Gangguan Afektif Bipolar
F.32.2 Episode Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik
F.48.0 Neurastenia
F.51.0 Insomnia Non Organik

Aksis II : Gangguan Kepribadian Borderline

Aksis III: Tidak ada

Aksis IV: Stressor ditinggalkan teman dan pola asuh orang tua

Aksis V : GAF scale 20-11

c. Etiologi

a. Faktor Biologis
⁃ Teori Monoamin
Depresi berkaitan dengan penurunan neurotransmitter monoamin.

Pada depresi terjadi penurunan sentivitas reseptor norepinefrin, penurunan


kadar neurotransmitter serotonin. Orang dengan kecenderungan untuk bunuh
diri mempunyai kadar metabolis serotonin yang rendah di cairan serebrospinal

27
dan penurunan penyerapan serotonin di platelet.

Pada episode depresif terjadi penurunan kadar dopamin dan peningkatan kadar
dopamin pada mania. Pada depresi, terjadi disfungsi pada jalan dopamine
mesolimbic dan reseptor dopamine D1 hipoaktif.

Glutamate dan glycin berikatan dengan reseptor N-methyl-D-aspartate


(NMDA). Dan stimulasi glutamatergic yang berlebih dapat menyebabkan
neurotoksik. Reseptor NMDA banyak ditemukan di hippocampus. Glutamate
dengan hipercortisolemia dapat bersifat menimbulkan efek merusak
neurokognitif pada depresi yang rekuren dan berat. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa obat yang bekerja antagonis terhadap NMD reseptor
mempunyai efek antidepressan.
⁃ Perubahan hormon (axisnya pelajarin sertakan tabel)
Apabila terjadi stress terjadi peningkatan hypothalamus pituitary axis diikuti
oleh perubahan struktural di korteks serebral.

⁃ Imaging struktural dan fuctional otak

Lewat Computed axial tomography dan magnetic resonance imaging (MRI)


scans, di temukan hal yang konsisten pada orang gangguan depresi adalah
meningkatnya frekuensi hiperintensitas abnormal di area subcortical, seperti
area periventricular, basal ganglia dan thalamus.

Pada Positron Emission Tomography (PET) ditemukan pada depresi


penurunan metabolisme pada otak bagian anterior, lebih jelas terdapat pada
daerah sebelah kiri. Terdapat penurunan aliran darah ke otak pada traktus
dopaminergic dari mesocortical dan mesolimbic dalam depresi.

⁃ Peran neuroanatomis
Terdapat empat area di otak yang meregulasi emosi normal: korteks

28
prefrontal, cingulata anterior, hippocampus dan amygdala. Pada daerah ini
terdapat sirkuit abnormal neurotransmitter. Korteks prefrontal merupakan
struktur yang memegang presentasi tujuan dan respon yang tepat untuk
mecapai tujuan ini. Terdapat spesialisasi hemispherical pada fungs korteks
prefrontal. Area kiri dari korteks prefrontal lebih terlibat dalam perilaku yang
goal oriented atau appetite (nafsu), area sebelah kanan korteks prefrontal
terlibat dalam perlaku yang menghindar dan inhibisi dari appetive pursuit
(pengejaran nafsu).

Koreks cingulate anterior juga berperan sebagai tempat integrasi input


perhatian dan emosional. Aktivasi ACC memudahkan pengendalian emosional,
terutama ketika pencapaian tujuan telah digagalkan atau ketika masalah baru
telah ditemukan.

Hippocampus juga mempunyai peran dalam menimbulkan rasa takut,


sekaligus sebagai penghambat dalam regulasi aktivitas HPA axis. Emotional
dan pembelajaran contextual tampaknya berperan dalam hubungan langsung
antara hippocampus dan amygdala.
Amydala merupakan stasiun yang krusial dalam memproses stimuli baru
tentang signifikansi emosional dan mengkoordinasikan atau mengatur respons
kortikal.

b. Faktor Genetik
Menurut data, faktor genetik hanya menyurun 50-70% etiologi dari ganggaun
mood, selebihnya terdapat faktor lingkungan dan non heritable.
Studi keluarga
Data keluarga mengindikasikan bahwa jika satu pasien menderita
gangguan mood, maka anaknya akan mempunyai risiko antara 10-25%
gangguan mood. Jika terjadi pada kedua orang tua, maka risikonya meningkat
dua kali lipat. Semakin banyak anggora keluarga yang terkena, maka risiko
semakin besar untuk anaknya. Risikonya meningkat apabila keluarga yang

29
terkena merupakan keluarga tingkat pertama (first degree family member).
Riwayat keluarga penyakit bipolar mempunyao risiko lebih besar gangguan
mood secara umum, lebih spesifik pada gangguan bipolar. Gangguan unipolar
umumnya merupakan bentuk yang paling umum pada keluarga dengan bipolar
proband. Saling tumpah tindihnya familial menunjukkan terdapat dasar genetik
yang umum antara kedua gangguan mood ini. Adanya penyakit yang parah
pada keluarga juga mempunyai risiko yang lebih besar.

Penelitian menunjukkan terdapat kecocokan gangguan mood pada kembar


monozygotic 70-90% dibandingkan dengan kembar jenis kelamin sama
dizygotic sebanyak 16-35%.

c. Faktor Psikososial
 Kejadian Hidup dan Stress Lingkungan
Menurut observasi jangka panjang, kejadian hidup yang menimbulkan
stress sering mendahului, dibandingan menyusul kemudian, pada episode
gangguan mood. Hubungan ini dilaporkan pada kedua pasien dengan gangguan
depresi berat dan gangguan bipolar I. Stress yang menemani episode pertama
menimbulkan perubahan pada biologis otak yang efeknya jangka lama (long
lasting). Perubahan jangka panjang ini dapat mengubah fungsional dari
bebera[a neurotransmitter dan sistem signaling, perubahan ini dapat
menimbulkan kehilangan neuron dan reduksi dalam jumlah banyak kontak
sinaptik. Sebagai hasilnya, seseorang mempunyai risiko tinggi menderita
gangguan mood yang berulang, bahkan tanpa stressor external.
Beberapa klinisian menganggap bahwa pengalaman hidup mempunyai
peran yang primer dalam depresi; beberapa berpendapat bahwa kejadian hidup
mempunyai peran yang terbatas pada onset dan waktu depresi. Data yang
paling meyakinkan menunjukkan kejadian hidup yang paling sering
dihubungkan dengan perkembangan depresi adalah kehilangan orang tua
sebelum umur 11 tahun. Stressor lingkungan seringkali diasosiasikan dengan
onset episode depresi adalah kehilangan pasangan. Faktor risiko lainnya adalah

30
pengangguran, orang yang tidak ada kerjaan 3 kali lipat menunjukkan gejala
episode depresi berat dari pada orang yang bekerja. Perasaan bersalah juga
dapat berperan.

 Faktor Kepribadian
Tidak ada sifat kepribadian atau tipe yang membedakan seseorang
terpredisposisi terhadap depresi. Semua manusia, apapun tipe kepribadiannya,
dapat dan bisa menjadi depresi tergantung keadaan yang tepat. Pasieng denga
gangguan kepribadian tertentu-OCD, histrionik, dan borderline- mungkin
mempunyai risiko yang lebih besar untuk depresi daripa pasien dengan
gangguan kepribadian antisocial dan paranoid. Yang terakhir dapat
menggunakan projeksi dan mekanisme pertahanan eksternal untuk melindungi
diri mereka dari kemarahan dalam diri. Tidak ada bukti menunjukkan
gangguan kepribadian yang khusus di hubungkan dengan nantinya
perkembangan gangguan bipolar I. Namun pasien dengan gangguan dysthymic
dan cyclothymic mempunyai risiko untuk berkembang menjadi depresi berat
dan gangguan bipolar I.
Kejadian yang menimbulkan stress yang baru-baru ini terjadi merupakan
prediktor paling kuat dalam menentukan onset episode depresi. Penelitian
menunjukkan stressor yang pasien alami sebagai refleksi negatif dari
kepercayaan diri mereka lebih mungkin menyebabkan depresi. Lebih lagi, apa
yang tampak sebagai stressor yang ringan untuk orang luar bisa menjadi sangat
menyengsarakan kepada pasien karna adanya pengertian individual yang
melekat pada kejadian.

 Faktor Psikodinamik Depresi


Pemahaman psikodinamik menurut Sigmund Freud dan di perluas oleh
Karl Abraham di kenal sebagai tampilan klasik dari depresi. Teori ini
melibatkan:
1. Adanya fiksasi pada fase oral, terganggunya hubungan antara infant-ibu
pada fase ini menjadi predisposisi kerentanan berikutnya menjadi depresi

31
2. Depresi dapat dihubungkan kepada kehilangan objek baik yang nyata
maupun tidak
3. Introjeksi objek yang hilang merupakan mekanisme pertahanan memohon
untuk menangani dengan kesulitan berhubungan dengan kehilangan objek
4. Karena objek yang hilang dianggap merupakan campuran perasaan benci
dan cinta, rasa kemarahan ditujukan untuk diri sendiri
Silvano Arieti mengobservasi banyak pasien depresi telah menjalani hidup
mereka untuk orang lain dari pada meeka sendiri. Maksudnya orang lain disini
adalah dapat suatu prinsip, ideal, institusi maupun individual. Depresi terjadi
ketika pasien menyadari orang atau idealisme yang telah merekan jalani, tidak
akan mungkin berespon terhadap apa yang mereka harapkan. Heinz Kohutz
berkonsep bahwa depresi berasal dari teori psychologicalnya terjadi
dikarenakan asumsi bahwa individu yang berkembang mempunyai kebutuhan
spesifik yang harus dipenuhi oleh orangtua untuk memberikan anaknya
kepercayaan diri dan perlekatan diri (self cohesion). Ketika yang lainnya tidak
dapat mencapai kebutuhan ini, terdapat kehilangan kepercayaan diri yang berat
yang bermanifestasi sebagai depresi. John Bowlby percaya bahwa kasih sayang
pada awal dan perpisahan yang traumatik saat masa anak-anak predisposisi
sebagai depresi. Kehilagan oang dewasa dikatakan menghidupkan kembali
kehilangan saat kecil sehinggan mempresipitasi episode depresi orang dewasa

d. Faktor Kognitif
Menurut teori kognotif, depresi terjadi karna distorsi kognitif spesifik pada
pasien yang rentan dengan depresi. Distorsi ini, di sebut juga sebagai
depressogenic schemata. Aaron beck mempostulasikan trias kognitif depresi
yang terdiri dari:
1. Pandangan negatif terhadap diri sendiri
2. Pandangan negatif terhadap lingkungan- kecenderungan menganggap
dunia menuntut dan bermusuhan
3. Pandangan negatif terhadap masa depan- ekspetasi penderitaan dan
kegagalan. Terapi terdriri dari memodifikasi distorsi ini.

32
d. Epidemiologi

a. Insiden dan Prevalensi


Gangguan mood sangat umum. Gangguan depresi berat mempunyai prevalensi
17% dari penyakit psikatri lainnya. Prevalensi seumur hidup menurut survey
komunitas adalah 5-17%.

b. Jenis Kelamin
Risiko menderita gangguan depresi lebih berat 2 kali lipat pada wanita daripada
pria. Ini terkait dengan perbedaan hormonal. Pada wanita, perubahan fluktuasi
hormon estrogen yang berlebihan dan peningkatan sensitivitas terhadap perubahan
ini, menyebabkan pengaturan suasana hati yang tidak memadai (mungkin melalui
peraturan aktivasi saraf dan atau neurotransmitter yang tidak normal).

Mekanisme hormonal estrogen mempengaruhi neurotransmitter. Menurut bukti


ilmiah kumulatif, hormon estogen mempunyai peran dalam mengatur sistem
neurotransmitter. Estrogen mempengaruhi serotonin, asetilkolin dan katekolamin
yang dimana berperan dalam regulasi mood dan afek.

Epsiode manik lebih umum terjadi pada pria sedangkan episode depresif lebih
umum terjadi pada wanita. Ketika manik terjadi pada wanita, mereka lebih
mumgkin untuk manifestasi menjadi gambaran campuran (seperti mania dan
depresi). Wanita juga mempunyai

c. Umur
Onset gangguan Bipolar 1 lebih awal daripada gangguan depresive berat. Rata-
rata umur onset terjadinya ganggaun depresi berat yaitu sekitar umur 40 tahun,
dimana 50% pasien mempunyai onset antara umur 20-50 tahun. Gangguan
depresif berat juga bisa muncul pada usia anak-anak atau pada usia tua. Penelitian
terkini menunjukkan bahwa insiden gangguan depresif berat meningkat pada

33
dewasa muda usia kurang dari 20 tahun. Ini mungkin berkaitan dengan
penyalahgunaan alkohol dan obat pada kelompok usia ini.

d. Faktor sosioekonomik dan budaya


Tidak ada hubungan yang ditemukan antara faktor sosioekonomi dengan
ganggaun depresi berat.

e. Status Pernikahan
Gangguan depresi berat terjadi paling sering pada pasien tanpa hubungan
interpresonal yang dekat daripada orang yang bercerai atau berpisah.

f. Pekerjaan
Angka gangguan depresif berat pada anak-anak pre sekolah diperkirakan
adalah sekitar 0,3% dalam masyarakat, dibandingkan dengan 0,9% dalam
lingkungan klinis. Diantara anak-anak usia sekolah dalam masyarakat, kira-kira
2% memiliki gangguan depresif berat. Depresi lebih sering pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan pada anak usia sekolah.
Pada tahun 2009, American College Health Association-National College
Health Assesment (ACHA-NCHA) melakukan penelitian terhadap mahasiswa/i
dan mendapatkan ± 30% mahasiswa/i mengalami gangguan depresi (National
Institute of Mental Health, 2010). Selain penelitian diatas, penelitian lain yang
melibatkan 1,455 mahasiswa/i juga melaporkan bahwa gejala-gejala depresi
muncul ketika memasuki awal tahun perkuliahan, 4 penyebab utama tersebut
adalah masalah akademik,ekonomi, kesendirian, dan kesulitan dalam
bersosialisasi (Furr, et al,2001).
Pada penelitian pada mahasiswa/i pada suatu universitas di
Boston,dilaporkan bahwa 14% dari 701 mahasiswa/i menunjukkan gejala-gejala
signifikan dari depresi, dan sebagian dari mereka berpotensi untuk mengalami
gangguan depresi mayor (USA TODAY, 2001)

e. How to diagnose

34
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.
Pedoman diagnostik pada depresi dibagi menjadi :
• Semua gejala utama depresi :
o afek depresif
o kehilangan minat dan kegembiraan
o berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.
• Gejala lainnya:
o konsentrasi dan perhatian berkurang
o harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o pandangan masa depan yang suram dan pesimis
o gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
o tidur terganggu
o nafsu makan berkurang

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2


minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2
minggu.

Tingkat Gejala Gejala Fungsi Keter


Depresi Utama Lain angan
Ringan 2 2 Baik -
Nam
Tergang pak
Sedang 2 3-4
gu Distr
ess
Sang
Sangat
at
Berat 3 >4 tergangg
Distr
u
ess

35
Tabel 1. Penggolongan Depresi Menurut ICD-10

Episode depresif ringan menurut PPDGJ III


(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di
atas
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode
berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.

Episode depresif sedang menurut PPDGJ III


(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan
urusanrumah tangga.

Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :
(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat
(3) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok, maka
pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.
(4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :

36
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas
(F.32.2) tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.
Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal
itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina
atau menuduh, atau bau kotoran.Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
pada stupor.

f. Patofisiologi dan Patogenesis

Patofisiologi depresi belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu


dihubungkan oleh banyak faktor sebagai diagnosis depresi dengan melihat
beberapa sindrom yang ada dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis,
psikologis, dan sosial berkaitan dengan depresi, tetapi penemuan terbaru
menyatakan genetik, gambaran neurologis, dan biologi molekuler sudah
menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama pada
modulasi dari kehidupan pada proses genetik dan neurobiologi.

 Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adopsi
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali
lebih besar untuk depresi dalam keluarga garis pertama dengan depresi, dengan
onset umur dan depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi
adopsi, kebanyakan dari mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi
jauh lebih mungkin dengan adanya kekerabatan biologis dibandingkan dengan
orang tua asuh untuk menderita depresi. Studi anak kembar yang
membandingkan kembar monozigot dan dizigot, memperlihatkan pada
pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit.
Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik
antara 33 – 70 %, tanpa memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari
berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk depresi.
 Neurobiologi

37
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama
50 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja antidepresan,
hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit serotonin
(5-HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps. Antidepresan
bertindak dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang meningkatkan
ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun, teori ini tidak
sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena kenaikan
neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan kembali.
Studi tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan bukti
untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada depresi.
o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal
Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui
dikaitkan dengan DEPRESI. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi faktor
pelepasan kortikotropin/hormon (CRF/CRH) meningkatkan sekresi hormon
adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid
mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors
beta dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas
sumbu hipotalamus hipofisis adrenal dan depresi dikaitkan dengan
immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus
hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks
frontal. Sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama
pada neurogenesis di hippocampus.
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur utama
dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah
difokuskan pada disregulasi tidur pada depresi. Polysomnography digunakan
untuk mendeteksi gangguan tidur di depresi, dan memperlihatkan beberapa dari
tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang
apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur adalah penanda
karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi relaps pada pasien

38
yang dilaporkan, sehingga menunjukkan peran patogenetik untuk gangguan
tidur pada depresi.

Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor

 Onset awal REM (Rapid Eye Movement)


 Peningkatan tidur REM
 Peningkatan lamanya REM
 Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)
 Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam
 Gangguan pada slow wave activity (SWA)

 Psikososial
o Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan
Satu pengamatan yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului epiode pertama
gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan adalah
bahwa stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi
otak yang bertahan lama. Perubahan tersebut menyebabkan perubahan keadaan
fungsional berbagai neurotransmitter dan sistme pemberi signal intraneuronal.
Hasil akhir dari perubahan tersebut menyebabkan seseorang berada pada risiko
yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan
tanpa adanya stressor eksternal. Data yang paling mendukung menyatakan
bahwa peristiwa kehidupan yang paling berhubungan dengan perkembangan
depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun. Stressor
lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi
adalah kehilangan pasangan.

o Faktor kepribadian premorbid.


Tidak ada sifat atau tipe kepribadian tunggal yang secara langsung
mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia, apapun pola

39
kepribadiannya dapat dan memang mengalami depresi dalam keadaan tertentu,
tetapi tipe kepribadian seperti obsesif kompulsif dan histeris, mungkin berada
dalam risiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe
kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya yang menggunakan proyeksi dan
mekanisme pertahanan ekternal lainnya.
o Learned helplessness
Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika
klinisi menanamkan pada pasien depresi suatu rasa pengendalian dan
penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan
yang menyenangkan dan positif dalam usaha tersebut.
o Kognitif

Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat,
terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar.
Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan
pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti
pemilihan strategi dan pemantauan performa. Hipokampus adalah yang
terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur neuron dalam memproses
informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan ingatan. Volume
hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan episode yang
berulang atau kronis atau trauma masa lalu.

g. Manifestasi klinis
a) Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana
perasaannya dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk
selama depresi berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami
kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang
pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa
seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional yang
buruk.

40
b) Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya
ada merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga
memperlihatkan sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita
tidak memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat seksual,
keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan
masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah tangga.
c) Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang
klasik adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi
(terminal insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun
pada tengah malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan
tertidur pada malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat
saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga
bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.
d) Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi,
seperti sulit untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental
atau fisik, dan bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan,
pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau
makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan
adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa
tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di air.
e) Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi
hal yang umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien
depresi sering salah menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan
mengambil tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka,
ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat
menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali.
f) Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan
adalah hal yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya
ingat biasanya menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien
lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset
dini.

41
g) Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam
makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan
beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan.
Bagaimanapun, pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa
ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan
dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan olahraga akan
menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic. Perubahan
berat badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.
h) Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan
pada fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering
terlihat pada depresi. Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan
(melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon
pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi
mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi
psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).
i) Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan
bunuh diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana
bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide
bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan
tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri
merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang
dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko
tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika
tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif
(keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa
yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri.
j) Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang
umum pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat,
berlebihan dalam kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah
terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat. Variasi diurnal mood,
dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering

42
menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan
pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan.
Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti
sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.

h. Komplikasi
⁃ Bunuh diri (suicide)
⁃ Keinginan untuk membunuh orang lain (Homicide)

i. Pemeriksaan Penunjang

 Skala penilaian objektif untuk depresi


Skala penilaian objektif untuk depresi dapat berguna dalam praktik klinis untuk
mendapatkan dokumentasi keadaan klinis pada pasien terdepresi. Zung Self-Rating
Depression Scale adalah skala pelaporan yang terdiri dari 20 pertanyaan. Skor
normal adalah 34 atau kurang, skor terdepresi adalah 50 atau lebih. Skala
memberikan petunjuk global tentang kekuatan (intensitas) gejala depresi pasien,
termasuk ekspresi afektif dari depresi.
Raskin Depression Scale adalah skala yang dinilai oleh dokter yang mengukur
keparahan depresi pasien, seperti yang dilaporkan oleh pasien dan seperti yang
diamati oleh dokter, pada skala lima angka dari tiga dimensiL laporan verbal,
pengungkapan perliaku, dan gejala sekunder. Skala ini memiliki rentang 3 sampai
13: normal adalah 3, dan terdepresi adalh 7 atau lebih.
Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah skala depresif yang
digunakan secara luas yang memiliki sampai 24 nomor, masing-masingnya memiliki
nilai 0 sampai 4 atau 0 sampai 2, dengan skor total adalah 0 sampai 76. Penilaian
diturunkan dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai jawaban
pasien terhadap pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri, kebiasaantidur,
dan gejala depresi lainnya.

j. Tatalaksana

43
Tujuan terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi akut,
meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu
pengembalian ketingkat fungsi sebelum depresi, dan mencegah episode lebih
lanjut.
Berbagai obat dan teknik psikoterapi telah dikembangkan untuk
memulihkan penderita depresi. Pada sebagian besar kasus, pengobatan penderita
depresi akan paling efektif dengan mengkombinasikan pemberian obat-obatan
oleh psikiater dengan pemberian psikoterapi oleh psikolog.
Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi dan beberapa
memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada
diagnosis, berat penyakit, umur pasien, dan respon terhadap terapi sebelumnya.
Bila seseorang menderita depresi berat, maka diperlukan seorang yang dekat dan
yang dipercayainya untuk membantunya selama menjalani pemeriksaan dan
pengobatan depresi tersebut.Kadang seorang penderita depresi berat perlu rawat
inap di rumah sakit, kadang cukup dengan pengobatan rawat jalan.

a. Terapi psikologi
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati, pengertian,
dan optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan mengekspresikan hal-hal yang
membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi faktor pencetus dan
bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem eksternal (misal
pekerjaan) arahkan pasien terutama selama episode akut dan bila pasien tidak aktif
bergerak.
Terapi kognitif-perilaku Bertujuan memberikan peringanan gejala melalui
perubahan pikiran sasaran, mengidentifikasi kognisi yang menghancurkan diri
sendiri, memodifikasi anggapan salah yang spesifik dan mempermudah
pengendalian diri terhadap pola pikiran. Terapi ini juga dapat sangat bermanfaat
pada pasien depresi ringan dan sedang. Diyakini oleh sebagian orang “ketidak
berdayaan yang dipelajari”, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan
keterampilan dan memberikan pengalaman-pengalaman sukses. Dari perpektif

44
kognitif pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif
dan harapan-harapan negatif. Terapi ini mencegah kekambuhan.

Keluarga dan lingkungan. Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang


diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien.
Sosial-Budaya. Terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan
melakukan hobi atau pekerjaan yang disukai pasien dan bermanfaat. Terapi
rekreasi dapat berupa berlibur atau bepergian kesuatu daerah yang disenangi
pasien.
Religius. Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah
sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu,
menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah
SWT.

b. Terapi fisik
Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan
dibagi dalam beberapa golongan yaitu :

Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.

 Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan


amoxapine.
Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-
A), seperti : moclobemide.
 Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.

Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline,


paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek


klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta
waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).

Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu:

45
1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I.
Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan
IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI.
2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif
kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7
sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300
mg/hari.
3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan.
Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai
dosis pemeliharaan.
4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating
dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari à 100 mg/hari selama 1 minggu, 100
mg/hari à 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari à 50 mg/hari selama 1 minggu,
50 mg/hari à 25 mg/hari selama 1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian
sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya. Pada
dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one
hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI
diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan. Pemberian obat anti
depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena “addiction potential”-
nya sangat minimal.

Efek Samping obat anti depresi adalah:

1. Tricyclic antidepressants.
Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok ini (misal Amitryptiline) sudah
dipakai bertahun tahun dan telah terbukti tidak kalah manjur dibandingkan dengan
obat anti depresi yang lebih baru. Hanya saja, karena banyaknya dan lebih
kerasnya efek samping obat, maka obat tricyclic antidepressant biasanya tidak

46
diberikan sebelum obat jenis SSRI dicoba dan tidak berhasil. Efek samping obat
ini antara lain: penglihatan kabur, mulut kering, gangguan buang air besar dan
gangguan kencing, detak jantung cepat dan bingung. Obat jenis ini juga sering
menyebabkan penambahan berat badan.

2. Tetracyclic.
Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok ini misalnya Maproptiline
(Ludiomil) efek sampingnya seperti TCA; efek samping otonomik, kardiologik
relatif lebih kecil, efek sedasi lebih kuat diberikan pada pasien yang kondisinya
kurang tahan terhadap efek otonomik dan kardiologik (usia lanjut) dan sindrom
depresi dengan gejala anxietas dan insomnia yang menonjol.

Tabel 2. Dosis Obat Trisiklik dan Tetrasiklik pada Orang Dewasa

47
48
3.Selective serotonine reuptake inhibitors (SSRI).
Banyak dokter yang memulai pengobatan depresi dengan SSRI. Efek samping
yang paling sering adalah menurunnya dorongan seksual dan sulitnya mencapai
orgasme. Berbagai efek samping lainnya biasanya menghilang sejalan dengan
penyesuaian tubuh terhadap obat-obatan tersebut. Beberapa efek samping SSRI
yang sering adalah: sakit kepala, sulit tidur, gangguan pencernaan, dan resah/
gelisah.

Tabel 3. Dosis Obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor pada Orang Dewasa

49
4. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).
Obat obatan dalam kelompok ini biasanya merupakan pilihan terakhir bila obat
dari kelompok lain sudah tidak mempan mengobati depresi. Obat obatan dalam
kelompok ini bisa menimbulkan efek samping yang serius, bahkan bisa
menyebabkan kematian. Obat MAOIs memerlukan diet ketat karena bila
berinteraksi dengan makanan seperti keju, acar mentimun (pickles) dan anggur,
serta obat anti pilek (decongestant) dapat berakibat fatal. Selegiline (Emsam)
merupakan obat jenis terbaru dalam kelompok ini yang memakainya tidak dengan
diminum, cukup dengan ditempelkan di kulit. Obat selegiline mempunyai lebih
sedikit efek samping dibandingkan dengan obat MAOIs lainnya. 7 Empat jenis
MAOI yang sering digunakan di Amerika Serikat, yaitu Isocarboxazid,
Phenelzine, Tranylccypromine dan Selegiline.

5. Atypical antidepressant

50
Merupakan obat anti depresi yang tidak bisa dimasukkan kedalam kelompok obat
lainnya. Pada beberapa kasus, obat tersebut dikombinasikan untuk mengurangi
efeknya terhadap tidur. Obat terbaru dalam kategori ini adalah vilazodone
(Vibryd). Obat vilazidone mempunyai efek samping kecil terhadap dorongan
seksual. Beberapa efek samping dari vilazodone yang sering muncul adalah: mual,
muntah, mencret dan sulit tidur.

6. Obat obatan lainnya.


Dokter mungkin mengobati depresi dengan obat obat lainnya, misalnya dengan
obat stimulant, obat untuk menstabilkan suasana hati (mood), obat anti cemas/
anxiety, dan obat anti psikotik. Pada beberapa kasus, dokter mungkin
mengkombinasikan beberapa obat agar dihasilkan efek yang optimal. Strategi ini
dikenal sebagai augmentation (penguatan/ tambahan).

51
Algoritma pengobatan farmakoterapi episode depresi sedang atau berat tanpa
ada kontrindikasi terhadap antidepresan.

Gambar 1. Algoritma Pengobatan Farmakoterapi Episode Depresi Sedang/ Berat

Depresi merupakan salah satu gangguan mood. Pasien dengan mood


terdepresi (yaitu, depresi) merasakan hilangnya energi dan minat, perasan
52
bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu makan, dan pikiran tentang kematian
atau bunuh diri. Gangguan depresi berat merupakan suatu masa terganggunya
fungsi manusia yang berkaitan dengan perasaan yang sedih dan gejala
penyertanya, termasuk perubahan pada psikomotor, kemampuan kognitif,
pembicaraan dan fungsi vegetatif. Episode depresi berat dengan gejala psikotik
merupakan depresi yang parah walau bukan penderita psikotik. Diagnosis
gangguan ini ditegakkan berdasarkan adanya gejala episode depresif berat
ditambah dengan gejala psikotik.
Penyebab dari gangguan depresi terdiri dari faktor biologis, faktor genetika dan
faktor psikososial. Pada hipotesis timbulnya depresi dihubungkan dengan peran
beberapa neurotransmiter aminergik. Hipotesis tersebut menjadi dasar
penggunaan dan pengembangan obat-obat anti depresan.
Pada gangguan depresi yang sering terdapat pikiran-pikiran atau
rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dengan emosi yang tidak dapat
dikendalikan sebaikanya dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi
psikoterapi dan obat anti depresan. Psikoterapi bermanfaat untuk mengurangi atau
menghilangkan keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya pola perilaku
maladaptif atau gangguan psikologik. Psikoterapi dapat diberikan secara
individual, kelompok, atau pasangan sesuai dengan gangguan psikologis yang
dialaminya.
Pemberian anti depresan diberikan melalui tahapan-tahapan, yaitu dosis
initial, titrasi, stabilisasi, maintenance dan dosis tapering. Dimana dosis dan lama
pemberiannya berbeda-beda. Pada kasus ini, emosi pasien yang relatif stabil dan
masih dapat dikendalikan menurut keluarga, maka pasien dilakukan rawat jalan
dan diberi anti depresan amitriptyline tablet 1 x 25 mg dan clozapine tablet 2 x 25
mg. Amitriptylin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptylin bekerja dengan
menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak. Amitriptylin
mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga lebih responsif
terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini juga mempunyai
aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat. Hipotesis sindrom depresi
disebabkan oleh defesiensi relatif salah satu atau beberapa aminergic

53
neurotransmitter seperti noradrenalin, serotonin, dan dopamine sehingga
pemberian amytriptilin cukup baik dipilih sebagai obat antidepresi. Dosis yang
diberikan merupakan dosis inisial terapi depresi. Sedangkan clozapine yang
diberikan sebagai pilihan obat antipsikotik karena mekanisme kerja dan efek
sindrom ekstrapiramidal yang rendah. Keuntungan efek sindrom ekstrapiramidal
yang rendah adalah tidak memberatkan gejala negatif yang sudah ada pasien ini,
meningkatkan kepatuhan, tidak menganggu kognisi, risiko dysphoria kurang, dan
efek samping motorik ringan.
Prognosis bergantung pada diagnosis yang tepat dan sedini mungkin, terapi yang
adekuat, serta dukungan dari keluarga. Pasien depresi membutuhkan terapi jangka
panjang agar dapat mengurangi relaps atau rekurensi. Karena beragamnya
penyebab depresi, beberapa modalitas terapi dapat digunakan. Kombinasi
farmakoterapi dengan psikoterapi lebih efektif untuk mengobati depresi berat dan
mencegah relaps atau rekurensi, dibandingkan dengan hanya far-makoterapi atau
psikoterapi.

k. Edukasi
Jenis-jenis psikoterapi supportif

1. Ventilasi

Bentuk psikoterapi yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pasien


untuk mengungkapkan isi hatinya sehingga ia merasa lega dan keluhannya
berkurang.

Sikap terapis : menjadi pendengar yang baik dan penuh pengertian.

Topik pembahasan : permasalahan yang menjadi stres utama.

2. Persuasif

54
Psikotrapi yang dilakukan dengan menerangkan secara masuk akal tentang
gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir, perasaan dan sikap
terhadap masalah yang dihadapi.

Sikap terapis :

a. Berusaha membangun, mengubah dan menguatkan impuls-impuls tertentu


serta membebaskan dari impuls yang mengganggu secara masuk akal dan sesuai
hati nurani.

b. Berusaha meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya
akan hilang.

Topik pembahasan : ide dan kebiasaan pasien yang mengarah kepada terjadinya
gejala

3. Reassurance

Psikoterapi yang berusaha meyakinkan kembali kemampuan pasien bahwa ia


sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya.

Sikap terapis :

a. Meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil yang telah dicapai


pasien.

Topik pembahasan : Pengalaman pasien yang berhasil nyata

4. Sugestif

Psikoterapi yang berusaha menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejala


gangguannya akan hilang.

Sikap terapis :

a. Meyakinkan dengan tegas bahwa gejala penyakit pasien akan menghilang.

55
Topik pembahasan : Gejala-gejala bukan karena kerusakan organik/fisik dan
timbulnya gejala-gejala tersebut adalah tidak logis.

5. Bimbingan

Menyampaikan nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian

Topik bahasan : Cara hubungan antar manusia, cara komunikasi, cara bekerja
dan belajar yang baik.

6. Penyuluhan

Psikoterapi yang membantu pasien mengerti dirinya sendiri secara lebih baik,
agar ia dapat mengatasi permasalahannya dan dapat menyesuaikan diri

Topik pembicaraan : Masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan pribadi

l. Prognosis
Depresi yang tidak di berikan terapi dapat berlangsung 6-13 bulan; kebanyakan
terapi berlangsung sekitar 3 bulan. Penarikan antidepressan sebelum 3 bulan
hampir selalu menunjukkan kembalinya gejala. Ketika perjalanan penyakitnya
berprogresif, pasien cenderung mempunyai episode yang sering yang bertahan
lebih lama. Lebih dari 20 tahun period, rata-rata episode adalah 5 atau 6.
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad malam

m. SKDI
Tingkat Kemampuan 2 : mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit
tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien

56
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.

2.7 Learning Issue

1. Depresi

1.1 Definisi
Depresi merupakan salah satu gangguan mood. Gangguan mood dianggap sebagai
sindrom, yang terdiri atas sekelompok tanda dan gejala bertahan selama berminggu-
minggu, berbulan-bulan yang menunjukkan penyimpangan nyata fungsi habitual
seseorang serta kecenderungan untuk kambuh, sering dalam bentuk periodik atau siklik.
Pasien dengan mood terdepresi (yaitu, depresi) merasakan hilangnya energi dan minat,
perasan bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu makan, dan pikiran tentang kematian
atau bunuh diri. Berdasarkan WHO Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai
dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan
bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan
konsentrasi.
Episode depresi berat harus ada setidaknya 2 minggu dan seseorang yang didiagnosis
memiliki episode depresif berat terutama juga harus mengalami empat gejala dari daftar
yang mencakup perubahan berat badan dan nafsu makan, perubahan tidur dan aktivitas,
tidak ada energi, rasa bersalah, masalah dalam, berpikir dan membuat keputusan, serta
pikiran berulang mengenai kematian dan bunuh diri.

1.2 Epidemiologi
Gangguan depresif berat adalah suat gangguan yang sering, dengan prevalensi seumur
hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan setinggi 25 persen pada wanita.
Prevalensi gangguan depresif pada wanita dua kali lebih besar dibandingkan laki-laki.
Alasan perbedaan ini yang telah di hipotesiskan antara lain perbedaan hormonal,

57
pengaruh kelahiran anak, stressor psikososial yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan, serta model perilaku ketergantungan yang dipelajari.
Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua
pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun. Beberapa data epidemiologi baru-baru
ini menyatakan bahwa insidensi gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-
orang yang berusia kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, mungkin
berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat-zat lain pada kelompok
usia tersebut. Pada umumnya gangguan depresi berat terjadi paling sering pada orang tua
yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau berpisah.

1.3 Etiologi dan Patofisiologi


a. Faktor organobiologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin
biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid),
MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan
serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi
depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi,
dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Aktivitas
serotonin diduga berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk kontrol
regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah
serotonin yang berkurang di celah sinaps dikatakan bertanggung jawab untuk terjadinya
depresi. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam
patofisiologi depresi.
Noreprinefrin. Dalam beberapa penelitian diduga adanya peranan langsung
sistem noradrenergik dalam depresi. Jenis bukti lain juga melibatkan reseptor adrenergik
alfa-2 dalam depresi, karena aktivasi reseptor tersebut menyebabkan penurunan jumlah
noreprinefrin yang dilepaskan. Reseptor adrenergik-alfa2 juga berlokasi pada neuron
serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan.
Serotonin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan beberapa pasien
yang bunuh diri memliki konsentrasi metabolit serotonin di dalam cairan serebrospinalis
yang rendah dan konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit,

58
beberapa pasien depresi juga memiliki respons neuroendokrin yang abnormal, sebagai
contoh hormon pertumbuhan, prolaktin, dan hormon adrenokortikotropin (ACTH)
terhadap provokasi dengan agen serotonerik.
Dopamin. Walaupun noreprinefrin dan serotonin adalah amin biogenik adalah amin
biogenik yang paling sering dihubungkan dengan patofisiologi depresi, dopamin juga
telah diperkirakan memiliki peranan dalam depresi. Data menyakan bahwa aktvitas
dopamin mungkin menurun pada depresi dan meningkat pada mania.
Regulasi neuroendokrin. Hipotalamus adalah pusat regulasi sumbu
neurohormonal dan hipotalamus sendiri menerima banyak masukan (input) neuronal
yang menggunakan transmiter amin biogenik. Berbagai disregulasi telah dilaporkan pada
pasien dengan gangguan mood.Kelainan neuroendokrin yang telah digambarkan pada
pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nokturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolaktin, penurunan kadar FSH dan LH, dan penurunan kadar
testosteron pada laki-laki.
Sumbu adrenal. Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi adalah salah
satu pengamatan paling tua dalam psikiatri biologi. Neuron di nukleus paraventrikular
(PVN; paraventricular nucleus) melepaskan corticotropin-releasing hormon (CRH),
yang menstimulasi pelepasan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis
anterior. ACTH selanjutnya menstimulasi pelepasan kortisol dari korteks adrenal.
Kortisol memberikan umpan balik (feed back) pada jaringan kerja melalui reseptor
kortisol di hipokampus dan menyebabkan penurunan pelepasan ACTH. Suatu penelitian
menemukan bahwa pasien depresi mungkin memiliki fungsi reseptor kortisol yang
abnormal di hipokampus. Banyak peneliti menemukan bahwa hiperkortisolemia dapat
merusak neuron hipokampus, suatu siklus yang melibatkan stres, stimulasi pelepasan
kortisol, dan ketidakmampuan untuk menghentikan pelepasan kortisol dapat
menyebabkan bertambahnya kerusakan pada hipokampus yang telah mengalami
kerusakan. Beberpa penelitian mengatakan bahwa stres kronik merupakan faktor pemicu
terjadinya depresi, dimana stres itu sendiri tidak hanya berdampak pada perilaku namun
juga pada sistem endokrin, imunitas, dan sistem neurotransmiter. Ditemukan adanaya
hubungan erat antara stres dan perubahan pada axis HPA dan sistem pusat noreprinefrin.
Depresi dapat terjadi akibat dari adanya disfungsi pada area otak yang dimodulasi oleh

59
axis HPA seperti pada korteks frontalis, hipokampus, amygdala, dan basal ganglia.
Ditemukan juga bahwa area-area pada otak tersebut mempunyai sensitivitas yang tinggi
terhadap efek stres yang dikarenakan kejadian pada masa lampa di kehidupan.

b. Faktor genetik
Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood,
tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Tidak hanya sulit untuk mengabaikan efek
psikososial, tetapi juga faktor nongenetik kemungkinan juga berperan sebagai penyebab
berkembangnya gangguan mood setidak-tidaknya pada beberapa orang. Penelitian
genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga
tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2
sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada
kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot.
Penelitian menunjukkan anak biologis dari orang tua yang terkena
gangguan mood berisiko mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan
oleh keluarga angkat.

Penelitian pada anak kembar menunjukkan anak kembar monozigot lebih besar
kemungkinan mengalami gangguan depresi daripada anak kembar dizigot.

c. Faktor Psikososial
Faktor psikososial seperti hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi,
kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri,
keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif. Sedangkan menurut Kane, faktor
psikososial Universitas Sumatera Utara meliputi penurunan percaya diri, kemampuan
untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan,
kemiskinan dan penyakit fisik.

60
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa
kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang
berulang, teori kognitif dan dukungan sosial.
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari
episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang
peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya
memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling
berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan. Stressor
psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis
misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal,
ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi.
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada
individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko
tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid
(kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko
yang rendah.
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu,
menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri
yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut
menyebabkan perasaan depresi

1.4 Manifestasi Klinis


Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala utama
dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan,
dicampakkan, dan tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan
emosi duka cita atau kesedihan yang normal.
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga pasien
depresi, dan 10 sampai 15 persen diantaranya melakukan bunuh diri.Mereka yang dirawat
di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang
dibandingkan yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadiari ia

61
mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka
menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya.

Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka
mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaan,
dan meurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80 persen pasien
mengeluh masalah tidur, khususnya terjada dini hari (terminal insomsia) dan sering
terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien
menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan demikian pula dengan bertambah
dan menurunnya berat badannya serta mengalami tidur lebih lama dari biasanya.
Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90 persen pasien depresi.
Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya
penyakit lain secara bersamaa, seperti diabetes, hipertensi, penyakit paru obstruksi
kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid yang tidak normal dan
meurunnya minat serta aktivitas seksual.
Pada pemeriksaan status mental, episode depresi memperlihatkan retardasi psikomotor
menyeluruh merupakan gejala yang paling umum, walaupun agitasi psikomotor juga
sering ditemukan, khususnya pada pasien usia lanjut. Menggenggamkan tangan dan
menarik-narik rambut merupakan gejala agitasi yang paling umum.Secara klasik, seorang
pasien depresi memiiki postur yang membungkuk, tidak terdapat pergerakan yang sponta,
dan pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.Pasien depresi
seringkali dibawa oleh keluarga atau teman kerjanya karenan penarikan sosial dan
penurunan aktivitas secara menyeluruh.
Banyak pasien terdepresi menunjukkan suatu kecepatan dan volume bicara yang
menurun, berespons terhadap pertanyaan dengan kata tunggal dan menunjukkan respons
yang melambat terhadapt pertanyaan. Secara sederhana, pemeriksa mungkin harus
menunggu dua atau tiga menit untuk mendapatkan suatu respons terhadap suatu
pertanyaan.
Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita episode depresif
berat dengan ciri psikotik.Waham atau halusinasi yang sesuai dengan mood terdepresi
dikatan sesuai mood (mood-congruent).Waham sesuai mood pada seorang pasien

62
terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan,
kejar dan penyakit somatic terminal (sevagai contoh, kanker dan otak “yang
membusuk”).Isi waham atau halusinasi yang tidak sesuai mood (mood-incongruent)
adalah tidak sesuai dengan mood terdepresi. Pasien depresi juga memiliki pandangan
negatif tentang dunia dan dirinya sendiri.

Perubahan Fisik
 Penurunan nafsu makan.
 Gangguan tidur.
 Kelelahan dan kurang energi
 Agitasi.
 Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisik.

Perubahan Pikiran
 Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit, mengungat
informasi.
 Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar.
 Kurang percaya diri.
 Merasa bersalah dan tidak mau dikritik.
 Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi.
 Adanya pikiran untuk bunuh diri.

Perubahan Perasaan
 Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis.
 Merasa bersalah, tak berdaya.
 Tidak adanya perasaan.
 Merasa sedih.
 Sering menangis tanpa alas an yang jelas.
 Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif.

63
Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari
 Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan.
 Menghindari membuat keputusan.
 Menunda pekerjaan rumah.
 Penurunan aktivitas fisik dan latihan.
 Penurunan perhatian terhadap diri sendiri.
 Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.

1.5 Diagnosis
a. Skala penilaian objektif untuk depresi
Skala penilaian objektif untuk depresi dapat berguna dalam praktik klinis untuk
mendapatkan dokumentasi keadaan klinis pada pasien terdepresi. Zung Self-Rating
Depression Scale adalah skala pelaporan yang terdiri dari 20 pertanyaan. Skor normal
adalah 34 atau kurang, skor terdepresi adalah 50 atau lebih. Skala memberikan petunjuk
global tentang kekuatan (intensitas) gejala depresi pasien, termasuk ekspresi afektif dari
depresi.
Raskin Depression Scale adalah skala yang dinilai oleh dokter yang mengukur
keparahan depresi pasien, seperti yang dilaporkan oleh pasien dan seperti yang diamati
oleh dokter, pada skala lima angka dari tiga dimensiL laporan verbal, pengungkapan
perliaku, dan gejala sekunder. Skala ini memiliki rentang 3 sampai 13: normal adalah 3,
dan terdepresi adalh 7 atau lebih.
Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah skala depresif yang
digunakan secara luas yang memiliki sampai 24 nomor, masing-masingnya memiliki nilai
0 sampai 4 atau 0 sampai 2, dengan skor total adalah 0 sampai 76. Penilaian diturunkan
dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai jawaban pasien terhadap
pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri, kebiasaantidur, dan gejala depresi
lainnya.

b. Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.


Pedoman diagnostik pada depresi dibagi menjadi :

64
• Semua gejala utama depresi :
o afek depresif
o kehilangan minat dan kegembiraan
o berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.
• Gejala lainnya:
o konsentrasi dan perhatian berkurang
o harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o pandangan masa depan yang suram dan pesimis
o gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
o tidur terganggu
o nafsu makan berkurang

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan


tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.

Tingkat Gejala Gejala Fungsi Keter


Depresi Utama Lain angan
Ringan 2 2 Baik -
Nam
Tergang pak
Sedang 2 3-4
gu Distr
ess
Sang
Sangat
at
Berat 3 >4 tergangg
Distr
u
ess
Tabel 1. Penggolongan Depresi Menurut ICD-10

Episode depresif ringan menurut PPDGJ III


(5) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas

65
(6) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
(7) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung
sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
(8) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.

Episode depresif sedang menurut PPDGJ III


(5) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama
(6) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
(7) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
(8) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan
urusanrumah tangga.

Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :
(5) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
(6) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat
(7) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien
mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih
dapat dibenarkan.
(8) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :


Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2)
tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.
Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau
alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau
kotoran.Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

66
1.6 Tatalaksana
Tujuan terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi akut,
meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu
pengembalian ketingkat fungsi sebelum depresi, dan mencegah episode lebih lanjut.
Berbagai obat dan teknik psikoterapi telah dikembangkan untuk memulihkan
penderita depresi. Pada sebagian besar kasus, pengobatan penderita depresi akan paling
efektif dengan mengkombinasikan pemberian obat-obatan oleh psikiater dengan
pemberian psikoterapi oleh psikolog.
Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi dan beberapa memerlukan
tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada diagnosis, berat
penyakit, umur pasien, dan respon terhadap terapi sebelumnya. Bila seseorang menderita
depresi berat, maka diperlukan seorang yang dekat dan yang dipercayainya untuk
membantunya selama menjalani pemeriksaan dan pengobatan depresi tersebut.Kadang
seorang penderita depresi berat perlu rawat inap di rumah sakit, kadang cukup dengan
pengobatan rawat jalan.

a. Terapi psikologi
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati, pengertian, dan
optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan mengekspresikan hal-hal yang
membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi faktor pencetus dan bantulah
untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem eksternal (misal pekerjaan)
arahkan pasien terutama selama episode akut dan bila pasien tidak aktif bergerak.
Terapi kognitif-perilaku Bertujuan memberikan peringanan gejala melalui perubahan
pikiran sasaran, mengidentifikasi kognisi yang menghancurkan diri sendiri, memodifikasi
anggapan salah yang spesifik dan mempermudah pengendalian diri terhadap pola pikiran.
Terapi ini juga dapat sangat bermanfaat pada pasien depresi ringan dan sedang. Diyakini
oleh sebagian orang “ketidak berdayaan yang dipelajari”, depresi diterapi dengan
memberikan pasien latihan keterampilan dan memberikan pengalaman-pengalaman
sukses. Dari perpektif kognitif pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-
pikiran negatif dan harapan-harapan negatif. Terapi ini mencegah kekambuhan.

67
Keluarga dan lingkungan. Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang
diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien.
Sosial-Budaya. Terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi
atau pekerjaan yang disukai pasien dan bermanfaat. Terapi rekreasi dapat berupa berlibur
atau bepergian kesuatu daerah yang disenangi pasien.
Religius. Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai
ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu, menegakkan amalan
sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.

b. Terapi fisik
Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi
dalam beberapa golongan yaitu :

 Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.

 Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.

 Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-A),


seperti : moclobemide.
 Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.

 Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline, paroxetine,


fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis)
sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta waktu paruh
sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).

Ada lima proses dalam pengaturan dosis, yaitu:


1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I.
Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV, 100
mg/hari pada hari V dan VI.

68
2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif
kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7 sampai 15
hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari.
3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan.
Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis
pemeliharaan.
4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan
½ dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dosage.
Misalnya amytriptylin 150 mg/hari à 100 mg/hari selama 1 minggu, 100 mg/hari à 75
mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari à 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari à 25
mg/hari selama 1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian sindrom
depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya. Pada dosis
pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour before
sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis
tunggal pada pagi hari setelah sarapan. Pemberian obat anti depresi dapat dilakukan
dalam jangka panjang oleh karena “addiction potential”-nya sangat minimal.

Efek Samping obat anti depresi adalah:

2. Tricyclic antidepressants.
Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok ini (misal Amitryptiline) sudah dipakai
bertahun tahun dan telah terbukti tidak kalah manjur dibandingkan dengan obat anti
depresi yang lebih baru. Hanya saja, karena banyaknya dan lebih kerasnya efek samping
obat, maka obat tricyclic antidepressant biasanya tidak diberikan sebelum obat jenis
SSRI dicoba dan tidak berhasil. Efek samping obat ini antara lain: penglihatan kabur,
mulut kering, gangguan buang air besar dan gangguan kencing, detak jantung cepat dan
bingung. Obat jenis ini juga sering menyebabkan penambahan berat badan.

69
2. Tetracyclic.
Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok ini misalnya Maproptiline (Ludiomil)
efek sampingnya seperti TCA; efek samping otonomik, kardiologik relatif lebih kecil,
efek sedasi lebih kuat diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap
efek otonomik dan kardiologik (usia lanjut) dan sindrom depresi dengan gejala anxietas
dan insomnia yang menonjol.

Tabel 2. Dosis Obat Trisiklik dan Tetrasiklik pada Orang Dewasa

70
3.Selective serotonine reuptake inhibitors (SSRI).
Banyak dokter yang memulai pengobatan depresi dengan SSRI. Efek samping yang
paling sering adalah menurunnya dorongan seksual dan sulitnya mencapai orgasme.
Berbagai efek samping lainnya biasanya menghilang sejalan dengan penyesuaian tubuh
terhadap obat-obatan tersebut. Beberapa efek samping SSRI yang sering adalah: sakit
kepala, sulit tidur, gangguan pencernaan, dan resah/ gelisah.

Tabel 3. Dosis Obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor pada Orang Dewasa

4. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).


Obat obatan dalam kelompok ini biasanya merupakan pilihan terakhir bila obat dari
kelompok lain sudah tidak mempan mengobati depresi. Obat obatan dalam kelompok ini
bisa menimbulkan efek samping yang serius, bahkan bisa menyebabkan kematian. Obat
MAOIs memerlukan diet ketat karena bila berinteraksi dengan makanan seperti keju, acar
mentimun (pickles) dan anggur, serta obat anti pilek (decongestant) dapat berakibat fatal.
Selegiline (Emsam) merupakan obat jenis terbaru dalam kelompok ini yang memakainya
tidak dengan diminum, cukup dengan ditempelkan di kulit. Obat selegiline mempunyai
lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan obat MAOIs lainnya. 7 Empat jenis

71
MAOI yang sering digunakan di Amerika Serikat, yaitu Isocarboxazid, Phenelzine,
Tranylccypromine dan Selegiline.

5. Atypical antidepressant
Merupakan obat anti depresi yang tidak bisa dimasukkan kedalam kelompok obat
lainnya. Pada beberapa kasus, obat tersebut dikombinasikan untuk mengurangi efeknya
terhadap tidur. Obat terbaru dalam kategori ini adalah vilazodone (Vibryd). Obat
vilazidone mempunyai efek samping kecil terhadap dorongan seksual. Beberapa efek
samping dari vilazodone yang sering muncul adalah: mual, muntah, mencret dan sulit
tidur.

6. Obat obatan lainnya.


Dokter mungkin mengobati depresi dengan obat obat lainnya, misalnya dengan obat
stimulant, obat untuk menstabilkan suasana hati (mood), obat anti cemas/ anxiety, dan
obat anti psikotik. Pada beberapa kasus, dokter mungkin mengkombinasikan beberapa
obat agar dihasilkan efek yang optimal. Strategi ini dikenal sebagai augmentation
(penguatan/ tambahan).

72
Algoritma pengobatan farmakoterapi episode depresi sedang atau berat tanpa ada kontrindikasi
terhadap antidepresan.

Gambar 1. Algoritma Pengobatan Farmakoterapi Episode Depresi Sedang/ Berat

Depresi merupakan salah satu gangguan mood. Pasien dengan mood terdepresi
(yaitu, depresi) merasakan hilangnya energi dan minat, perasan bersalah, sulit

73
berkonsentrasi, hilang nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.
Gangguan depresi berat merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
psikomotor, kemampuan kognitif, pembicaraan dan fungsi vegetatif. Episode depresi
berat dengan gejala psikotik merupakan depresi yang parah walau bukan penderita
psikotik. Diagnosis gangguan ini ditegakkan berdasarkan adanya gejala episode depresif
berat ditambah dengan gejala psikotik.
Penyebab dari gangguan depresi terdiri dari faktor biologis, faktor genetika dan
faktor psikososial. Pada hipotesis timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa
neurotransmiter aminergik. Hipotesis tersebut menjadi dasar penggunaan dan
pengembangan obat-obat anti depresan.
Pada gangguan depresi yang sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri,
maka sebaiknya penderita dengan emosi yang tidak dapat dikendalikan sebaikanya
dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi psikoterapi dan obat anti depresan.
Psikoterapi bermanfaat untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan-keluhan dan
mencegah kambuhnya pola perilaku maladaptif atau gangguan psikologik. Psikoterapi
dapat diberikan secara individual, kelompok, atau pasangan sesuai dengan gangguan
psikologis yang dialaminya.
Pemberian anti depresan diberikan melalui tahapan-tahapan, yaitu dosis initial,
titrasi, stabilisasi, maintenance dan dosis tapering. Dimana dosis dan lama pemberiannya
berbeda-beda. Pada kasus ini, emosi pasien yang relatif stabil dan masih dapat
dikendalikan menurut keluarga, maka pasien dilakukan rawat jalan dan diberi anti
depresan amitriptyline tablet 1 x 25 mg dan clozapine tablet 2 x 25 mg. Amitriptylin
merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptylin bekerja dengan menghambat pengambilan
kembali neurotransmiter di otak. Amitriptylin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin
tersier sehingga lebih responsif terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa
ini juga mempunyai aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat. Hipotesis
sindrom depresi disebabkan oleh defesiensi relatif salah satu atau beberapa aminergic
neurotransmitter seperti noradrenalin, serotonin, dan dopamine sehingga pemberian
amytriptilin cukup baik dipilih sebagai obat antidepresi. Dosis yang diberikan merupakan
dosis inisial terapi depresi. Sedangkan clozapine yang diberikan sebagai pilihan obat

74
antipsikotik karena mekanisme kerja dan efek sindrom ekstrapiramidal yang rendah.
Keuntungan efek sindrom ekstrapiramidal yang rendah adalah tidak memberatkan gejala
negatif yang sudah ada pasien ini, meningkatkan kepatuhan, tidak menganggu kognisi,
risiko dysphoria kurang, dan efek samping motorik ringan.
Prognosis bergantung pada diagnosis yang tepat dan sedini mungkin, terapi yang adekuat,
serta dukungan dari keluarga. Pasien depresi membutuhkan terapi jangka panjang agar
dapat mengurangi relaps atau rekurensi. Karena beragamnya penyebab depresi, beberapa
modalitas terapi dapat digunakan. Kombinasi farmakoterapi dengan psikoterapi lebih
efektif untuk mengobati depresi berat dan mencegah relaps atau rekurensi, dibandingkan
dengan hanya far-makoterapi atau psikoterapi.

2. Gangguan Tidur

2.1 Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya
waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai
irama sirkadian.
Tidur tidak dapat diartikan sebagai menifestasi proses deaktivasi Sistem Saraf Pusat.
Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia
retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada
substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep
center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi
terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal
center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

75
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti
oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat
stadium, antara lain:

1.5 Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap
stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas,
bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang
teta.
1.6 Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering dengan
frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai
kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.
1.7 Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan
gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu
gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.
1.8 Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama
dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3
dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep
(SWS)
Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi
dalam stadium seperti dalm tidur NREM.

2.2 Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan


untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung
setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi
individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai
kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu
selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders,

76
insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak
nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur
berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada
kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan
suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik
dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi
dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

2.3 Klasifikasi Insomnia

Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur ini
dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur,
kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari
jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis.
Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan
terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti
penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia
sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau
susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan
yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang
ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang
menderita insomnia.

2.4 Tanda dan Gejala Insomnia

 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

77
 Sering terbangun pada malam hari

 Bangun tidur terlalu awal

 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

 Iritabilitas, depresi atau kecemasan

 Konsentrasi dan perhatian berkurang

 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

 Ketegangan dan sakit kepala

 Gejala gastrointestinal

2.4. Etiologi Insomnia

• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat
pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang
penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau
kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam
otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa
antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan
kortikosteroid.
• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein
adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan
insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur,
tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah
malam.
• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan
sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar
dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia

78
akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease
(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau
pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur
siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak
bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang
dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang
biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV
atau membaca.

2.5 Faktor Resiko Insomnia

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko
insomnia meningkat jika terjadi pada:

 Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama


siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering
berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
 Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat
sejalan dengan usia.
 Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan,
gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.
 Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti
kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis.
Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.
 Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering
meningkatkan resiko insomnia.

2.6 Klasifikasi Insomnia

79
Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang
direvisi, insomnia diklasifikasikan menjadi:

a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,
unspecified (nonorganic)
8
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)

2.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

 Pola tidur penderita.


 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
 Tingkatan stres psikis.
 Riwayat medis.
 Aktivitas fisik
 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola


tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner,
untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2
minggu.

80
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan
yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk
menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia.

Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan
pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan
mata, dan gerakan tubuh.5

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ

• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:


a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur
yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap
akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang
cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis
insomnia diabaikan.
• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan,
oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di
atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam
reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

2.8 Tatalaksana

1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara
untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan
sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia.

Terapi tingkah laku meliputi

81
- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
- Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan
pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini
dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

- Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang positif.
Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup.
- Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.
- Restriksi Tidur.
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang
dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

 Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

 Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

 Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

 Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

 Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau
beribadah

 Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam hari.

 Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan

 Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar
lima hingga enam jam sebelum tidur.

82
 Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

 Menghindari makan besar sebelum tidur

 Cek kesehatan secara rutin

 Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik

2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)


Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan
benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas
- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke
proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-Insomnia”, yaitu
golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah
menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu golongan
phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis

83
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan
sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya
rebound dan toleransi obat)
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-
lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut
Lama Pemberian

- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2
minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat
menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.
- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence”
(habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-insomnia


(waktu paruh) :

- Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam)  gejala rebound lebih
berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
- Waktu paruh sedang, seperti Estazolam  gejala rebound lebih ringan
- Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam  menimbulkan gejala “hang over”
pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”
Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi
“disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”

Interaksi obat

84
- Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi efek
supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation and respiratory failure”
- Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme
atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang menimbulkan interaksi obat
atau dengan kondisi medik tertentu.
- Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau “CNS
Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus

- Kontraindikasi :
o Sleep apneu syndrome
o Congestive Heart Failure
o Chronic Respiratory Disease
- Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan
“teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester pertama.
Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi
SSP)
2.9 Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia
dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

85
Komplikasi insomnia meliputi

 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi
kecelakaan.

 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

 Kelebihan berat badan atau kegemukan

 Daya tahan tubuh yang rendah

 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah
yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

2.10 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain
spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia

2.8 Kerangka Kosep

Faktor Biologis Faktor Psikososial

86
Genetik Faktor hormonal Menurunnya Figur ibu yang
aliran blood flow pilih kasih
mesocortical dan
Hilang motivasi
sering menangis
tidak berenergi
afek murung
Meningkatnya
aktivitas metabolic
di korteks orbita
frontal

BAB III
KESIMPULAN

87
Nn. AX , 22 tahun, mengalami episode depresi berat tanpa gejala psikotik dengan ide
bunuh diri, dengan gangguan kepribadian tipe borderline akibat stressor ditinggal teman dan
pola asuh ibu.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

88
American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep
Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual .
Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep
Medicine; 2005:1-32.
Charu Taneja, George I Papakostas, Yonghua Jing, Ross A Baker, Robert A Forbes, dan Gerry
Oster. Cost Effectiveness of Adjunctive Therapy with Atypical Antipsychotics for Acute
Treatment of Major Depressive Disorder. The Annals of Pharmacotherapy 2012;46:642-649.
Jiwo T. Pusat Pemulihan dan Pelatihan Penderita Gangguan Jiwa.
Junaldi I. Anomali Jiwa. Dalam: Gangguan Kecemasan. Edisi 1. Yogyakarta:Percetakan Andi,
2012. Hal:124-141.
Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1, Jakarta Barat: Bina Rupa
Aksara,2012. Hal: 813-816
Kane. 1999. Essentials of Clinical Geriatrics 4th Edition, USA : McGrow-Hill Companies, 231-
245.
Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE. Lifetime Prevalence and
Age-of-Onset Distributions of DSM-IV Disorders in the National Comorbidity Survey
Replication. Arch Gen Psychiatry 2005;62:593-602.
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Sadock BJ and Sadock VA. Gangguan Mood/ Suasana Perasaan. Dalam: Kaplan & Sadock Buku
Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2, editor:Muttaqin H and Elseria RN. Jakarta: EGC; 2010. p.189-
229.
Teter, C. S., Kando, J. C., Wells, B. G., & Hayes, P. E., 2007, Depressive Disorder
Tomb DA, Buku Saku Psikiatri.Edisi 6, Cetakan 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2004. Hal : 47-63
Whitney Wharton, Ph.D.Carey E. Gleason, Ph.D., Sandra R. M. S. Olson,  Cynthia M. Carlsson,
M.D., M.S.,and Sanjay Asthana, M.D., F.R.C.P. (C). Neurobiological Underpinnings of the
Estrogen – Mood Relationship. National Center for Biotechnology Information, U.S National
Library of Medicine. 2012 Aug 1; 8(3): 247–256.

89
90

Anda mungkin juga menyukai