Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A Blok 8 Semester 3. Shlawat
seiring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna perbaikan tugas-tugas
selanjutnya .
Dalam penyelesain tugas tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan
saran. Pada kesempatan ini kami sampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada :
1. dr. Rury Tiara Oktariza, selaku Pembimbing Tutorial 2
2. Semua anggota dan pihak yang terkait dalam pembuatan laporan ini
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin.

Palembang, 24 September 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 1

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 3

1.2 Maksud dan Tujuan............................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial.......................................................................................................... 4

2.2 Skenario Kasus....................................................................................................... 4

2.3 Seven Jump Steps................................................................................................ 5

2.3.1 Klarifikasi Istilah........................................................................................ 5

2.3.2 Identifikasi Masalah.................................................................................... 6

2.3.3 Analisis Masalah dan Sintesis.................................................................... 7

2.6 Kesimpulan............................................................................................................. 36

2.7 Kerangka Konsep.................................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 38

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Hematologi dan Limfatik adalah blok kedelapan pada semester III dari
sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi pembelajaran sistem
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem Based Learning (PBL).
Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode Problem Based Learning (PBL).
Dalam tutorial, mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok
dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang
ada.
Pada kesempatan ini, dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang
memaparkan tentang kasus Anak Anthonio, umur 4 tahun, mengeluh pucat, mudah lelah,
demam yang hilang timbul dan berat badan menurun karena mengalami LLA (Leukemia
Limfoblastik Akut) akibat penurunan proses kerja leukosit.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Rury Tiara Oktariza
Moderator : Muhammad Dzaky Jalaluddin
Sekretaris Meja : Khoirunnisa Mursyidah
Sekretaris Papan : Elveira Oktarianti
Waktu : 1. Selasa, 20 September 2016
Pukul : 08.00 - 10.30 WIB
2. Kamis, 22 September 2016
Pukul : 08.00 – 10.40 WIB

Peraturan :
1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argument.
3. Tidak boleh makan pada saat diskusi tutorial berlangsung.

2.2 Skenario Kasus

Tolong Anakku!!!!
Anak Anthonio, 4 tahun datang berobat ke rumah sakit karena mengeluh pucat sejak 2
bulan yang lalu. Ia juga merasa mudah lelah, demam yang hilang timbul tanpa penyebab
yang jelas. Berat badan dirasakan menurun sejak 3 bulan terakhir. Sebelumnya. ia dibawa
orang tuanya berobat ke puskesmas tetapi tidak ada perubahan. Pola makan dan minum
baik. Riwayat cacingan dan pucat sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit yang sama
dalam keluarga tidak ada. Riwayat bepergian ke luar kota atau daerah endemis malaria
disangkal. Riwayat perdarahan tidak ada.
Pemeriksaan fisik : BB 13 k, TB 102 cm
Keadaan umum : composmentis
Tanda vital : TD: 90/60 mmHg, Nadi 100x/m, regular, isi dan tegangan cukup,
RR: 30x/menit, Temp: 37,8°C
Kepala : Konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik, nafas cuping hidung (-)
Leher : JVP (5-2) cm𝐻2 O

4
Thoraks : Retraksi (-), jantung: BJ 1 dan 2 normal, murmur (+), gallop (-), paru
dalam batas normal.
Abdomen : Permukaan cembung, lemas, hati teraba 1 jari dibawah arcus costae
dan lien teraba schuffner 2, bising usus (+) normal tidak ada
pembesaran kelenjar limfe di leher, axila dan inguinal.
Extremitas : Akral pucat, capillary refill time < 3 detik
Laboratorium :
- Pemeriksaan darah rutin : hemaglobin 4,3 mg/dl, Ht : 12,9 vol%, trombosit:
108.000/mm.
- MCV 72 fl, MCH 23 pg, MCHC 26%
- Gambaran preparat apus darah tepi

- Coomb tes (-)

2.3 Seven Jump Steps


2.3.1 Klarifikasi Istilah

1. Pucat : Lesu, wajah yang memutih.


2. Gallop : Kelainan irama jantung.
3. Lelah : Penat atau tidak bertenaga.
4. Endemis : Penyakit yang selalu ada pada beberapa orang
disuatu daerah atau golongan masyarakat.
5. JVP : Jugullaris vein pressure.

5
6. Murmur : Bising jantung yang terdengar pada penderita
anemia.
7. Cacingan : Menderita sakit karena banyak cacing di perut.
8. Retraksi : Tindakan menarik kembali atau keadaan
tertatik kembali.
9. Capillary refill time : Tes dilakukan cepat pada daerah kuku untuk
memonitoring dehidrasi dan jumlah aliran
darah ke jaringan.
10. Napas cuping hidung : Napas bagian hidung kanan kiri lubang
hidung.
11. MCV : Mean corpuscular volume.
12. MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin.
13. Hematokrit : Persentase volume eritrosit dalam Whole
Good, juga merajuk pada alat atau prosedur
yang digunakan dalam penentuan nilainya.
14. Coomb Tes : Tes antiglobulin.
15. Ikterik : Warna kekuningan pada kulit sklera membran
mukosa dan eksresi akibat hiperbilirubinemia.
16. Mchc : Mean Corpuscular Hemoglobin Consentration
(Hb/Ht)
17. Schuffner : Garis imajiner yang menghubungkan titik
SIAS dengan umbilicus dan diteruskan
sampai arcus costae.

2.3.2 Identifikasi Masalah

1. Anak Anthonio, 4 tahun datang berobat ke rumah sakit karena mengeluh


pucat sejak 2 bulan yang lalu. Ia juga merasa mudah lelah, demam yang
hilang timbul tanpa penyebab yang jelas. Berat badan dirasakan menurun
sejak 3 bulan terakhir.
2. Sebelumnya, ia dibawa orang tuanya berobat ke puskesmas tetapi tidak ada
perubahan. Pola makan dan minum baik. Riwayat cacingan dan pucat
sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak

6
ada. Riwayat bepergian ke luar kota atau daerah endemis malaria disangkal.
Riwayat perdarahan tidak ada.

3. Pemeriksaan fisik : BB 13 k, TB 102 cm


Keadaan umum : Composmentis.
Tanda vital : TD: 90/60 mmHg, Nadi 100x/m, regular, isi dan tegangan
cukup, RR: 30x/menit, Temp: 37,8°C.
Kepala : Konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik, nafas cuping hidung (-)
Leher : JVP (5-2) cm𝐻2 O
Thoraks : Retraksi (-), jantung: BJ 1 dan 2 normal, murmur (+), gallop (-),
paru dalam batas normal.
Abdomen : Permukaan cembung, lemas, hati teraba 1 jari dibawah arcus
costae dan lien teraba schuffner 2, bising usus (+) normal tidak
ada pembesaran kelenjar limfe di leher, axila dan inguinal.
Extremitas : Akral pucat, capillary refill time < 3 detik.

4. Laboratorium :
- Pemeriksaan darah rutin : Hemaglobin 4,3 mg/dl, Ht : 12,9 vol%, trombosit:
108.000/mm
- MCV 72 fl, MCH 23 pg, MCHC 26%
- Gambaran preparat apus darah tepi.
- Coomb tes (-)

2.3.3 Analisis dan Sintesis Masalah

1. Anak Anthonio, 4 tahun datang berobat ke rumah sakit karena


mengeluh pucat sejak 2 bulan yang lalu. Ia juga merasa mudah lelah,
demam yang hilang timbul tanpa penyebab yang jelas. Berat badan
dirasakan menurun sejak 3 bulan terakhir.

7
A. Apa makna anak Anthonio mengeluh pucat sejak 2 bulan lalu ?
Jawab :
Makna anak Anthonio mengeluh pucat merupakan tanda dari
gejala anemia, yang kemungkinan anemia tersebut merupakan gejala
dari suatu penyakit.
Sintesis :
Gejala anemia :
a. Pucat
b. Lemah
c. Mudah mengantuk
d. Mata berkunang-kunang
e. Sesak nafas
f. Gusi berdarah
g. Lemas
(Bakta, 2006)

B. Apa faktor penyebab pucat ?


Jawab :
Faktor penyebab pucat yaitu:
- Kurangnya volume darah (perdarahan, syok)
- Kurangnya Hemoglobin (anemia, gangguan ginjal)
- Kurangnya pasokan 𝑂2 ke perifer akibat vasokontriksi (hipoksia)
- Gangguan jantung
- Kelainan sel darah merah
(Price, 2005)

Sintesis:
Bila dikaitan dengan kasus mengalami pucat yaitu
penyebab pucat dan kebiruan adalah berkurangnya jumlah sel
darah merah (anemia) sehingga oksigenasi dalam tubuh atau
jaringan menurun.

8
C. Bagaimana mekanisme pucat ?
Jawab :
Vasokontriksi pembuluh darah perifer + Hb yang mengagkut
O2 ke jaringan kurang → perfusi O2 ke perifer menurun→
tampak pucat. (Sherwood, Lauralee. 2012)

Sintesis:
Warna merah dalam darah disebabkan oleh Hemaglobin yang
terdapat didalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan
protein yang dibentuk oleh rantai globin a (alpha) dan rantai globin
beta. Produksi rantai globin beta tidak ada atau berkurang, sehingga
Hemaglobin berkurang. Selain berkurangnya ranta globin beta
mengakibatkan rantai globin alpha berlebihan dan akan saling
mengikat membentuk suatu benda yang menyebabkan sel darah mudah
rusak. Berkurangnya produksi Hemoglobin dan mudah rusaknya sel
darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat atau anemia atau
kadar Hb rendah.

D. Apa jenis-jenis demam?


Jawab :
Jenis-jenis demam:
1. Demam Septik.
2. Demam Hektik
3. Demam Remitten.
4. Demam Intermitten.
5. Demam Kontinyu.
6. Demam Siklik. (Sudoyo,dkk, 2009)

Sintesis:
1. Demam Septik
Demam yang suhunya tidak pernah mencapai normal, tinggi
pada malam hari dan turun ke tingkat diatas normal pada pagi hari.
2. Demam Remitten

9
Demam yang suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu normal, perbedaan suhu 2 derajat celcius.
3. Demam Intermitten
Demam yang suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam sehari.
4. Demam Kontinyu
Demam yang suhunya bervariasi sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari 1 derajat.
5. Demam Siklik
Demam yang kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu tubuh seperti semula.

E. Apa makna mudah lelah, demam yang hilang timbul tanpa alasan yang
jelas pada kasus ini ?
Jawab :
Makna mudah lelah merupakan gejala anemia, sedangkan
demam hilang timbul merupakan demam intermitten .

F. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin dengan keluhan yang dialami


Anthonio ?
Jawab :
1) Usia
 Anak usia 4 tahun kerentanan terhadap infeksi lebih besar,
karena sistem imun dari anak usia 4 tahun masih belum telalu
responsif dan masih belum terbentuk sempurna sehingga
ketika ada virus atau bakteri maka tubuh dengan mudah untuk
terinfeksi. (Bakta, 2006)
 75% pasien berusia <15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5
tahun. (Fianza, 2009)
2) Jenis kelamin : dihubungkan dengan kasus bahwa jenis kelamin
laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan dengan
perbadingan 1,2-2 : 1 (Bakta, 2006)
10
G. Apa hubungan keluhan yang dialami dengan berat badan yang dirasakan
menurun sejak 3 bulan terakhir ?
Jawab :
Mudah lelah dan berat badan kurang disebabkan oleh
hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel
leukemia. Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas
sel-sel leukemik yang ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak
dalam jaringan adiposa semakin berkurang, akibatnya gizi pasien
terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab
penurunan status gizi pasien adalah anemia dan gangguan oksigenasi
jaringan. Jadi berat badan turun dapat memperburuk keluhan yang
dialami. (Sudoyo, 2009)

H. Apa faktor penyebab demam yang hilang timbul ?


Jawab :
- Faktor resiko (genetic, zatkimia, radioaktif, dll)  gangguan
kromosom (mutasi, insersi, delesi, translokasi)  terganggunya
proses transduksi, transkripsi  proses apoptosis menurun,
meningkatnyaproliferasi, dan terhentinya proses differensiasi pada
tahap tertentu sel (myeloid)  peningkatan kadar sel blast
(granulositik monosit) pada sumsum tulang dan darah 
leukositosis namun fungsi leukosit abnormal  rentan terkena
infeksi demam
- Peningkatan kadar sel blast (granulositik monosit) pada sumsum
tulang dan darah  meningkatnya kebutuhan energy sel 
katabolisme meningkat  panas tubuh meningkat  menambah
peningkatan suhu. (Sherwood, 2001)

I. Bagaimana mekanisme mudah lelah dan demam ?


Jawab :
Mudah lelah :
Abnormalitas leukosit  leukosit mengganggu produksi
eritrosit  eritropoesis terganggu  proses pembentukan
eritrosit ↓  kadar Hb ↓ pengangkutan oksigen ke mioglobin

11
oleh eritrosit ↓  metabolisme aerob ↓ gangguan glikolisis
 penumpukan asam laktat  ATP ↓  mudah lelah .
Demam :
Pirogen eksogen masuk ke dalam tubuh  merangsang pirogen
indogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, dan reaksi
imun  untuk mengeluarkan sitokin-sitokin pirogenik (IL-1,
IL-6, TNF, INF)  merangsang endotelial hipotalamus
anterior membentuk prodtaglandin   PGE2-   titik
termoregulasi yang sudah ditentukan  aksi antipiretik  
konversi panas   produksi panas  demam.

(Sherwood, 2001)

Sintesis:
Kata demam merujuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat
infeksi atau peradangan. Sebagai respons terhadap masuknya mikroba,
sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia
yang dikenal sebagai pirogen endogen yang selain efek-efeknya
dalam melawan infeksi, bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus
untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus sekarang
mempertahankan suhu di tingkat yang baru dan tidak
mempertahankannya di suhu normal tubuh. Jika sebagai contoh
pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9o C, maka
hipotalamus mendeteksi bahwa suhu normal prademam terlalu dingin
sehingga bagian otak ini memicu mekanisme-mekanisme respon
dingin untuk menignkatkan suhu menjadi 38,9o C. Secara spesifik,
hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera meningkat,
dan mendorong vasokontriksi kulit untuk segera mengurangi
pengeluaran panas.

Kedua tindakan ini mendorong suhu naik dan menyebabkan


menggigil yang sering terjadi diawal demam. Karena merasa dingin
maka yang bersangkutan memakai selimut sebagai mekanisme
volunter untuk membantu meningkatkan suhu tubuh dengan menahan
panas tubuh. Setelah suhu baru tercapai maka suhu tubuh diatur

12
sebagai normal dalam respon terhadap panas dan dingin tetapi dengan
patokan yang lebih tinggi. Karena itu, terjadinya demam sebagai repon
terhadap infeksi adalah tujuan yang disengaja dan bukan disebabkan
oleh kerusakan mekanisme termoregulasi. Demam memperkuat
respons peradangan dan mungkin mengahambat perkembangbiakan
bakteri.

Selama demam, pirogen endogen meningkatkan titik patokan


hipotalamus dengan memicu pelepasan lokal prostaglandin, yaitu
mediator kimiawi lokal yang bekerja langsung pada hipotalamus.
(Sheerwood, 2012)

 Penyebab dari mudah lelah sebagai berikut :


 Tidak cukup tidur
 Sleep apnea
 Kekurangan energy (ATP ↓ (pasokan O2 ↓, Glukosa ↓ ))
 Anemia Infeksi saluran kemih
 Diabetes
 Dehidrasi
 Penyakit jantung
 Depresi
 Hypothyroidism
 Terlalu banyak intake kafein

J. Apa yang dimaksud dengan hematopoesis ?


Jawab :
Hemopoesis atau hematopoiesis ialah proses pembentukan
darah. Tempat hemopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai
dengan umur :
· 0-3 bulan intrauterine : yolk sac
· 3-6 bulan intrauterine : hati dan lien
· 4 bulan intrauterin-dewasa: sumsum tulang

13
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua
hemopoesis terjadi pada sumsum tulang. Untuk kelangsungan
hemopoesis diperlukan :
· Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
· Lingkungan mikro sutul
· Mekanisme regulasi
· Bahan pembentuk darah
Sintesis:
Hemopoesis atau hematopoiesis ialah proses pembentukan
darah. Tempat hemopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai
dengan umur :
· 0-3 bulan intrauterine : yolk sac
· 3-6 bulan intrauterine : hati dan lien
· 4 bulan intrauterin-dewasa: sumsum tulang
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua
hemopoesis terjadi pada sumsum tulang. Untuk kelangsungan
hemopoesis diperlukan :
I. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan
berkembang menjadi sel-sel darah, termasuk eritrosit, lekosit,
trombosit, dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti
fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai pluripotent
(totipotent) stem cell. Sel induk pluripotent mempunyai sifat:
a. Self renewal: kemampuan memperbarui diri sendiri
sehingga tidak akan pernah habis meskipun terus
membelah.
b. Proliferative: kemampuan untuk membelah atau
memperbanyak diri.
c. Diferensiatif: kemampuan untuk mematangkan diri
menjadi sel-sel dengan fungsi-fungsi tertentu.
Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel
induk hemopoetik dapat dibagi menjadi :

14
a. Pluripotent (totipotent) stem cell : sel induk yang
mempunyai yang mempunyai kemampuan untuk
menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
b. Committeed stem cell : sel induk yang mempunyai
komitmet untuk berdiferensiasi melalui salah satu garis
turunan sel (cell line). Sel induk yang termasuk
golongan ini ialah sel induk myeloid dan sel induk
limfoid.
c. Oligopotent stem cell : sel induk yang dapat
berdiferensiasi menjadi hanya beberapa jenis sel.
Misalnya, CFU-GM (colony forming unit-
granulocytelmonocyte) yang dapat berkembang hanya
menjadi sel-sel granulosit dan sel-sel monosit.
d. Unipotent stem cell : sel induk yang hanya mampu
berkembang menjadi satu jenis sel saja. Contoh CFU-E
(colony forming uniterythrocyte) hanya dapat menjadi
eritrosit, CFU-G (colony forming unit-granulocyte)
hanya mampu berkembang menjadi granulosit.
II. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang
Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi
yang memungkinkan sel induk tumbuh secara kondusif.
Komponen lingkungan mikro ini meliputi :
a) Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang.
b) Sel-sel stroma : Sel endotel, Sel lemak, Fibroblast,
Makrofag, Sel reticulum.
c) Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin,
laminin, kolagen, dan proteoglikan.
· Bahan-bahan pembentuk darah Bahan-bahan yang
diperlukan untuk pembentukan darah adalah :
1. Asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan
pokok pembentuk inti sel.
2. Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan
hemoglobin.
3. Cobalt, magnesium, Cu, Zn.

15
4. Asam amino.
5. Vitamin lain : vitamin C, vitamin B kompleks dan
lain-lain.
III. Mekanisme regulasi
Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur
arah dan kuantitas pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah
yang matang dari sumsum tulang ke darah tepi sehingga
sumsum tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan tepat.
Produksi komponen darah yang berlebihan ataupun
kekurangan (defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit.
Dalam regulasi hemopoesis normal terdapat feed back
mechanism : suatu mekanisme umpan balik yang dapat
merangsang hemopoesisjika tubuh kekurangan komponen
darah (positive loop) atau menekan hemapoesis jika tubuh
kelebihan komponen darah tertentu (negative loop).
(Bakta, 2006)

2. Sebelumnya, ia dibawa orang tuanya berobat ke puskesmas tetapi tidak


ada perubahan. Pola makan dan minum baik. Riwayat cacingan dan
pucat sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga tidak ada. Riwayat bepergian ke luar kota atau daerah endemis
malaria disangkal. Riwayat perdarahan tidak ada.
A. Mengapa berat badan menurun padahal pola makan baik ?
Jawab :
a. Rendahnya nutrisi yang dikonsumsi pasien
Jika asupan gizi yang kita makan kurang terutama zat besi,
asam folat, dan b12 maka pembentukan hemogobin juga akan
terganggunya akibatnya hemoglobin akan turun dan eritrosit juga
akan turun sehingga fungsinya untuk membawa oksigen akan
terganggu dan oksigen akan diutamakan ke organ vital dan
terjadilah vosokontraksi pembuluh darah perifer dan superficial
sehingga terjadilah pucat.

16
b. Konsumsi bahan nutrisi oleh sel kanker
Efek paling penting ketika tubuh terkena keganasan adalah
diambilnya bahan metabolik oleh sel kanker yang sedang
membentuk sel. Ketika membentuk sel perlu bahan seperti asam
amino dan vitamin karena asam amino dan vitamin digunakan
maka tubuh kurang energi. Ketika asam amino dipakai sel
kanker maka sel tubuh lain akan mengalami kelaparan metabolik
yang menyebabkan berat badan turun. Karena bahan nutrsi
dipakai oleh sel kanker maka bahan untuk pembentukan
hemoglobin pun akan berkurang akibatnya hemoglobin akan
turun dan eritrosit juga akan turun sehingga fungsinya untuk
membawa oksigen akan terganggu dan oksigen akan diutamakan
ke organ vital dan terjadilah vosokontraksi pembuluh darah
perifer dan superficial sehingga terjadilah pucat.

c. Gangguan metabolisme akibat kanker


Keganasaan akan mengakibatkan terganggunya metabolisme
protein dan lemak sehingga jika terganggu maka bahan
pembentukan hemoglobin juga akan berkurang akibatnya
hemoglobin akan turun dan eritrosit juga akan turun sehingga
fungsinya untuk membawa oksigen akan terganggu dan oksigen
akan diutamakan ke organ vital dan terjadilah vosokontraksi
pembuluh darah perifer dan superficial sehingga terjadilah pucat.
(Sudoyo, 2009)

B. Mengapa setelah berobat ke Puskesmas tetapi tidak ada perubahan ?


Jawab :
Obat yang di berikan oleh Puskesmas kemungkinan merupakan obat
simptomatis bukan obat kausatif karena hanya mengurangi gejala yang
timbul bukan mengatasi penyebab dari keluhan sehingga keluhan
tersebut tidak hilang. (Katzung, 2002)

C. Apa makna cacingan, pucat, penyakit yang sama dalam keluarga, bepergian
ke daerah endemis malaria dan perdarahan tidak ada ?
Jawab :

17
 Cacingan : artinya penyerapan nutrisi tidak terganggu dan tidak
terjadi perdarahan akibat cacing.
 Penyakit yg sama dalam keluarga : tidak pernah ada yang terkena
kecuali si anak.
Maknanya riwayat penyakit yang sama tidak ada pada keluarga,
dengan keluhan yang diderita anak Anthonio adalah keluhan-
keluhan yang dialami Anthonio masih dicurigai bukanlah
disebabkan karena faktor herediter atau faktor bawaan dari kedua
orang tua anak Anthonio.
 Endemis : menyingkirkan DD anemia hemolitik et causa malaria.

3. Pemeriksaan fisik : BB 13 k, TB 102 cm


Keadaan umum : Composmentis
Tanda vital : TD: 90/60 mmHg, Nadi 100x/m, regular, isi dan tegangan
cukup, RR: 30x/menit, Temp: 37,8°C
Kepala : Konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik, nafas cuping
hidung (-)
Leher : JVP (5-2) cm𝐻2 O
Thoraks: Retraksi (-), jantung: BJ 1 dan 2 normal, murmur (+), gallop (-),
paru dalam batas normal
Abdomen : Permukaan cembung, lemas, hati teraba 1 jari dibawah arcus
costae dan lien teraba schuffner 2, bising usus (+) normal
tidak ada pembesaran kelenjar limfe di leher, axila dan
inguinal.
Extremitas : akral pucat, capillary refill time < 3 detik
A. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan tanda vital ?
Jawab :
Pemeriksaan Normal Interpretasi
Keadaan umum : Composmentis Normal
Composmentis
TD : Tekanan darah anak-anak: Normal
90/60 mmHg Sistolik : 80-115 mmHg
Diastolik : 50-75 mmHg

18
Nadi : Nadi :70-145 x/menit Normal
100x/menit
RR : RR anak usia 1-5 tahun : Normal
30 x/menit 20-40x/menit
Temperatur : <350C : Hipotermia Subfebris
37,80C 36,50 – 37,20C : Normal
37,30 – 38,20C : Subfebris
38,30 – 41,50C : Febris
>41,60C : Hiperpireksia

Umur (tahun) x 2) + 8
Berat badan : BB kurus
(4x2) + 8 = 16 kg
13 kg

Tinggi Badan : Umur (tahun) x 6 + 77


Pertumbuhan normal
102 cm 4x6+77 = 101 cm

Kepala Konjugtiva : merah muda konjungtiva pucat (+/+) : abnormal


Sklera : putih sclera tidak ikterik: normal
Cuping Hidung : tidak sesak Cuping Hidung (-) = Normal
nafas (pengambilan 𝑂2
Leher Normal
Thoraks Retraksi (-) = normal Normal
Jantung: BJ 1 dan 2 normal Normal
Murmur (+) Abnormal
Gallop (-) Normal
Paru dalam batas normal Normal

Abdomen Permukaan cembung, lemas Permukaan cembung, lemas, dan


bising usus normal bising usus normal: normal
hepar teraba 1 jari di arcus Abnormal (hepatomegali)
costae
Lien teraba Schuffner 2 (abnormal) hepatosplenomegali
Tidak ada pembesarn
Normal
kelenjar limfe di leher,

19
axilla da inguinal
Ekstremitas Tidak pucat akral pucat: abnormal
Capillary refill time , 3 detik
(Normal)

B. Bagaimana mekanisme dari hasil interpretasi dari pemeriksaan fisik dan


tanda vital abnormal ?
Jawab :
Konjungtiva pucat dan akral pucat :
Mutasi sel induk hematopoesis→ transformasi sel-sel ganas
hemapoetik → proliperasi sel progenitor limfoid yang abnormal →
menghasilkan sel imature limposit (sel blast) yang banyak →
akumulasi sel blast di sumsum tulang → menghambat produksi normal
sel-sel darah, dalam hal ini adalah eritrosit → eritrosit yang dihasilkan
sedikit → Hb yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen menurun →
oksigen diutamakan ke organ vital → pengangkutan O2 keja ringan
oleh eritrosit rendah → vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
superficial serta di jaringan ikat longgar pada mata → konjungtiva dan
akral pucat. (Price and Wilson. 2005)

Murmur :
Mutasi sel induk hematopoesis → transformasi sel-sel ganas
hemapoetik → proliperasi sel progenitor limfoid yang abnormal →
menghasilkan sel imature limposit (sel blast) yang banyak →
akumulasi sel blast di sumsum tulang → menghambat produksi normal
sel-sel darah, dalam hal ini adalah eritrosit → eritrosit yang dihasilkan
sedikit → Hb menurun sampai 4,8 g/dl (anemia berat) → penurunan
viskositas darah → mengurangi tahanan terhadap aliran darah dalam
pembuluh perifer → jumlah darah yang mengalir melalui jaringan dan
ke jantung melebihi batas normal (venous return) → peningkatan curah
jantung → saat darah melewati katup, katup tidak bisa menutup secara
sempurna → terdengar murmur. (Guyton, 2008)

20
Hepatosplenomegali :
mutasi sel induk hematopoesis → transformasi sel-sel ganas
hemapoetik → proliperasi sel progenitor limfoid yang abnormal →
menghasilkan sel imature limposit (sel blast) yang banyak →
akumulasi sel blast di sumsum tulang → sel imatur tersebut keluar dari
sumsum tulang ke perifer → infiltrasi organ RES (hepar dan lien) →
penumpukan sel imatur di hepar dan lien + hematopoesis ektramedular
→ kerja hepar dan lien meningkat → hepatosplenomegali (Price and
Wilson, 2005).
:
C. Apa yang dimaksud dengan napas cuping hidung ?
Jawab :
Nafas cuping hidung : keadaan dimana cuping hidung ikut bergerak ketika
bernafas. Biasanya pada pasien yang sangat sesak cuping hidung pasien
kembang kempis ketika bernafas. Kondisi ini dinamakan pernafasan
cuping hidung. (Price and Wilson, 2005)

4. Laboratorium :
- Pemeriksaan darah rutin : hemaglobin 4,3 mg/dl, Ht : 12,9 vol%
trombosit: 108.000/mm
- MCV 72 fl, MCH 23 pg, MCHC 26%
- Gambaran preparat apus darah tepi

- Coomb tes (-)

21
A. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium ?
Jawab :

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Rujukan Interpretasi

Darah Rutin Hb: 4,3 g/dl Hb anak > 10 g/dl Anemia

Ht: 12,9 vol% Ht: 33-42 vol% Rendah

Leukosit: 130.000/𝑚𝑚3 Leukosit: 5000 - 19.000/𝑚𝑚3 Hiperleukositosis

Trombosit: 108.000/𝑚𝑚3 Trombosit: 150.000-400.00/𝑚𝑚3 Trombositopenia

MCV : 72 fl MCV : 73-101 fl Normal

MCH : 23 pg MCH : 23-31 pg Normal

MCHC : 26% MCHC: 26-34% Normal

Darah Tepi Sel blast (+) Sel Blast (-) Abnormal

Coomb Test (-) Coomb Test (-) Normal

B. Bagaimana mekanisme dari hasil interpretasi dari pemeriksaan fisik dan


tanda vital abnormal ?
Jawab:
Hb dan Ht rendah
1) Mutasi sel induk hematopoesis→ transformasi sel-sel ganas
hemapoetik → proliperasi sel progenitor limfoid yang
abnormal → menghasilkan sel imature limposit (sel blast) yang
banyak → akumulasi sel blast di sumsum tulang →
menghambat produksi normal sel-sel darah, dalam hal ini
adalah eritrosit → eritrosit yang dihasilkan sedikit → Hb yang
dihasilkan sedikit → hematokrit rendah . (Price and Wilson.
2005)

22
2) Eritrosit yang terbentuk menurun → pembentukan heme
menurun → sintesis globin terganggu → Pembentukan Hb
rendah → Hb rendah + Ht rendah. (Sherwood, Lauralee. 2012)

Trombositopenia :

Mutasi sel induk hematopoesis → transformasi sel-sel ganas


hemapoetik → proliperasi sel progenitor limfoid yang abnormal →
menghasilkan sel imature limposit (sel blast) yang banyak →
akumulasi sel blast di sumsum tulang → menghambat produksi normal
sel-sel darah, yaitu trombosit → trombositopeni. (Price and Wilson.
2005)

C. Apa yang dimaksud dengan MCV. MCH, MCHC, Coomb tes ?


Jawab :
1. MCV (Mean Corpuscuar Volume):
MCV yaitu volume eritrosit rata-rata atau volume masing-
masing eritrosit. Pengukuran besar sel normalnya, 81-96 µ𝑚3
disebut normositikl. Jika < 81 µ𝑚3 yaitu sel mikrositik karena
berukuran kecil dari 7 µ𝑚3 pada sediaan apus, sedangkan lebih
besar 96 µ𝑚3 yaitu sel makrositik yaitu berukuran lebih besar dari
8 µ𝑚3 pada sediaan apus.
2. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)
MCH adalah jumlah % Hemoglobin dalam setiap eritrosit
(pengukuran berat). Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata mengukur
jumlah Hemaglobin yang terdapat dalam suatu eritrosit, dan
ditentukan melalui pembagian jumlah Hemaglobin dalam 1000 ml
darah melalui jumlah eritrosit per milimeter kubik darah. MCH
dinyatakan dalam pikogram Hemoglobin/eritrosit. Nilai normal=
27-31 pg/eritrosit.
3. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)
MCHC yaitu perbandingan setiap eritrosit yang ditempati oleh
Hemoglobin (pengukuran konsentrasi). Mengukur jumlah
Hemoglobin dalam 100 ml (1 dl) dalam eritrosit. Batas normal

23
MCHC 30-36 g/100 ml darah disebut normokromik, hasil yang
kurang dari 30 g/100 ml disebut hipokromik karena sel ini tampak
pucat pada sediaan apusan.
4. Coomb Tes
Pemeriksaan Coomb’st test adalah pemeriksaan yang
digunakan untuk mendeteksi adanya antibody pada permukaan
eritrosit dan anti-ab eritrosit dalam serum. Anti body ini
menyelimuti permukaan sel eritrosit yang meyebabkan umur
eritrosit menjadi lebih pendek dan sering menyebabkan reaksi
inkompetibel pada transfuse darah. Normalnya, antibodi akan
mengikat benda asing seperti bakteri dan virus dan
menghancurkannya sehingga menyebabkan destruksi eritrosit
(hemolisis). (Robbins, 2007)
Sintesis:
1. MCV (Mean Corpuscuar Volume):
MCV yaitu volume eritrosit rata-rata atau volume masing-
masing eritrosit. Pembagian hematokrit berdasarkan jumlah
eritrosit akan menghasilkan volume eritrosit rata-rata. Pengukuran
besar sel normalnya, 81-96 µ𝑚3 disebut normositik yaitu sel
berukuran normal. Jika < 81 µ𝑚3 yaitu sel mikrositik karena
berukuran kecil dari 7 µ𝑚3 pada sediaan apus, sedangkan lebih
besar 96 µ𝑚3 yaitu sel makrositik yaitu berukuran lebih besar dari
8 µ𝑚3 pada sediaan apus.
2. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)
MCH adalah jumlah % Hemoglobin dalam setiap eritrosit
(pengukuran berat). Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata mengukur
jumlah Hemaglobin yang terdapat dalam suatu eritrosit, dan
ditentukan melalui pembagian jumlah Hemaglobin dalam 1000 ml
darah melalui jumlah eritrosit per milimeter kubik darah. MCH
dinyatakan dalam pikogram Hemoglobin/eritrosit. Nilai normal=
27-31 pg/eritrosit.
3. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)

24
MCHC yaitu perbandingan setiap eritrosit yang ditempati oleh
Hemoglobin (pengukuran konsentrasi). Mengukur jumlah
Hemoglobin dalam 100 ml (1 dl) dalam eritrosit. MCHC didapat
dengan membagi ukuran Hemoglobin dengan Hematokrit dan
dinyatakan dalam g/100 ml (g/dl). Batas normal MCHC 30-36
g/100 ml darah disebut normokromik, hasil yang kurang dari 30
g/100 ml disebut hipokromik karena sel ini tampak pucat pada
sediaan apusan.
4. Coomb Tes
Pemeriksaan Coomb’st test adalah pemeriksaan yang
digunakan untuk mendeteksi adanya antibody pada permukaan
eritrosit dan anti-ab eritrosit dalam serum. Anti body ini
menyelimuti permukaan sel eritrosit yang meyebabkan umur
eritrosit menjadi lebih pendek dan sering menyebabkan reaksi
inkompetibel pada transfuse darah. Normalnya, antibodi akan
mengikat benda asing seperti bakteri dan virus dan
menghancurkannya sehingga menyebabkan destruksieritrosit
(hemolisis).

5. Bagaimana cara mendiagnosis ?


Jawab :
1) Anamnesis
a) Keluhan
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit lain
e) Riwayat pengobatan
f) Riwayat keluarga
g) Latar belakang social ekonomi
2) Pemerisaan fisik
a) Keadaan umum
b) Keadaan spesifik
3) Pemeriksaan laboratoruim

25
Sintesis:
Pada pemeriksaan awal, umumnya terdapat anemia, meskipun hanya kira-
kira 25%, Hb 6 gr/dl, kebanyakn penderita juga trombositopenia. Sekitar
50% pendeita dengan hitung sel darah putih <10.000/mm3. Diagnosis
leukemia dikesankan oleh adanya sel blast pada preparat apusan darah
tepi tetapi dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang, yang biasanya
diganti sama sekali oleh limfoblast leukemia. Kadang-kadang sumsum
tulang pada awalnya hiposeluler. (Nelson, 2000)

6. Bagaimana diagnosis banding ?


Jawab :
1) Leukimia Limfoblastik Akut
2) Leukimia Myeloid Akut
3) Limfoma

Sintesis:
1) Leukimia Limfoblastik Akut
Leukemia limfoblastik akut merupakan penyakit keganasan sel
darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi
maligna sel leukosit immatur, dan pada darah tepi terlihat adanya
pertumbuhan sel-sel yang abnormal. Sel leukosit dalam darah
penderita leukemia berproliferasi secara tidak teratur dan
menyebabkan perubahan fungsi menjadi tidak normal sehingga
mengganggu fungsi sel normal lain.
2) Leukimia Myeloid Akut
Acute myelogenous leukemia (AML) atau leukemia myeloid
akut adalah penyakit keganasan bone marrow dimana sel-sel prekursor
hemopoietik terperangkap di fase awal perkembangannya. Kebanyakan
subtipe dari AML dibedakan dari kelainan darah lainnya berdasarkan
jumlah blast yang berada di bone marrow, yaitu sebanyak lebih dari
20%. Patofisiologi yang mendasari AML adalah kegagalan maturasi
sel-sel bone marrow di fase awal perkembangan. Mekanismenya masih
diteliti, namun pada beberapa kasus, hal ini melibatkan aktivasi gen-
gen abnormal melalui translokasi kromosom dan kelainan genetik

26
lainnya. Gejala klinis yang muncul pada pasien AML berakibat dari
kegagalan bone marrow dan atau akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada
berbagai organ. Durasi perjalanan penyakit bervariasi. Beberapa
pasien, khususnya anak-anak mengalami gejala akut selama beberapa
hari hingga 1-2 minggu. Pasien lain mengalami durasi penyakit yang
lebih panjang hingga berbulan-bulan.
3) Limfoma
Limfoma malignant merupakan terminologi yang digunakan
untuk tumortumor pada sistem limfoid, khususnya untuk limfosit dan
sel-sel prekursor, baik sel-B, sel-T atau sel Null. Biasanya melibatkan
kelenjar limfe tapi dapat juga mengenai jaringan limfoid ekstranodal
seperti tonsil, traktus gastrointestinal dan limpa. Limfoma malignant
secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu limfoma Hodgkin
dan limfoma non-Hodgkin. (Simadibrata, M)

7. Bagaimana pemeriksaan penunjang ?


Jawab :
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah
tepi dan pemeriksaan sumsum tulang.
1. Pemeriksaan darah tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%)
dan kadang-kadang leukopenia (25%). Pada penderita LMA
ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK
ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3 , sedangkan pada
penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari
50.000/mm3 .
2. Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia
akut ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum
tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba
dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic
gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum
tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata
oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti.

27
Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan
limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan
keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit dan
aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3 .
(M. Bakta 2007)

8. Bagaimana Working Diagnosis ?


Jawab :
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA).
Sintesis:
LLA (Leukemia Limfoblastik Akut) merupakan jenis leukemia
dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis
dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali
(pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada
umur dewasa (18%).21 Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada
umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3
bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari
sumsum tulang (gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa perbesaran 1000x)

2.8. Leukemia Limfositik Akut

Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan


splenomegali (86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang
dada, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada penderita LMA ditemukan
hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan
penglihatan yang disebabkan adanya perdarahan fundus oculi. Pada

28
penderita leukemia jenis LLK ditemukan hepatosplenomegali dan
limfadenopati. Anemia, gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan
berat badan, berkeringat) menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut.
Pada LGK/LMK hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada
90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan Universitas
Sumatera Utara pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang
terdapat purpura, perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah
bening dan kadangkadang priapismus. (Price, 2005)

9. Bagaimana tata laksana ?


Jawab :
TATALAKSANA secara komprehensif
Secara umum, penatalaksanaan Leukemia Limpoblastik Akut yaitu :
 Promotif : pemberitahuan kepada orang tua atau kerabat yang memiliki
penyakit herediter seperti sindrom Down karena memiliki risiko 10
hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia serta penyakit
herediter lainnya seperti sindromWiskott Aldrich.
 Preventif : menghindari radiasi ionic, paparan terhadap benzene
dengan kadar tinggi, penggunaan obat kemoterapi, infeksi virus
Epstein barr.
 Kuratif :
1) Induksi : Untuk mencapai remisi dengan berbagai obat sampai
sel blast dalam sumsum kurang dari 5 %, dimulai dari 4-6
minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortiko steroid (prednisone) vinkristin, dan L-
asparginase. Fase ini dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%
2) Konsilidasi : Agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak
diri lagi. Kombinasi yang dilakukan pada fase ini untuk
mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel leukemia
yang beredar di dalam tubuh. Secara berkala dilakukan
pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum

29
tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum
tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis
dikurangi
3) Rumat : Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama,
biasanya dengan memberikan sitostatika setengah dosis biasa
4) Reinduksi : Untuk mencegah relaps. Obat-obatnya seperti pada
induksi selama 10-14 hari
5) Pengobatan imunologik : Menghilangkan sel leukemia yang
ada didalam tubuh. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3
tahun remisi terus menerus.
6) Terapisuportif : Tranfusi darah untuk menaikkan kadar Hb,
antibiotic untuk mengobati penyebab infeksinya,
 Rehabilitatif : control sumsum tulang dan penyakit sistemiknya, juga
pencegahan terhadap gangguan susunan saraf pusat. (Sudoyo, 2007)

Atau:
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi
dua,yaitu terapi spesifik dalam bentuk kemoterapi, dan terapi suportif
untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses
leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi. (Bakta, 2006).

Sintesis:
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua,yaitu
terapi spesifik dalam bentuk kemoterapi, dan terapi suportif untuk
mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses leukemia sendiri
atau sebagai akibat terapi.
1. Terapi Spesifik (Kemoterapi)
Menurut Protokol Indonesia tahun 2006 terapi LLA dibagi menjadi
2 klasifikasi berdasarkan faktor risikonya, yaitu risiko tinggi (High
Risk/HR) dan risiko normal (Standard Risk/SR). Pada pasien dengan
risiko tinggi, terdapat 4 fase terapi, yaitu fase induksi, konsolidasi,
reinduksi, dan rumatan (maintenance). Sedangkan pada pasien dengan
risiko standar, terdapat 3 fase terapi, yaitu fase induksi, konsolidasi,
dan rumatan (maintenance)
30
a. Fase Induksi
Tujuan terapi remisi-induksi adalah untuk membasmi
lebih dari 99 persen dari beban awal sel-sel leukemia dan untuk
mengembalikan hematopoiesis normal dan status kinerja
normal. Fase pengobatan ini hampir selalu meliputi
administrasi glukokortikoid (prednisone, prednisolon, atau
deksametason), vincristine, dan setidaknya satu agen lainnya
(biasanya asparaginase, anthracycline, atau keduanya). Anak-
anak dengan risiko tinggi atau LLA dengan risiko sangat tinggi
dan hampir semua dewasa muda dengan LLA menerima empat
atau lebih obat selama terapi remisi-induksi. Perbaikan dalam
kemoterapi dan perawatan suportif telah meningkatkan tingkat
remisi lengkap sekitar 98 persen untuk anak-anak dan sekitar
85 persen untuk orang dewasa. Telah terbukti jika upaya
pengobatan dilakukan lebih cepat dan terjadi pengurangan
lengkap beban sel-leukemia dapat mencegah resistensi obat dan
meningkatkan tingkat kesembuhan.
Terapi induksi yang terlalu agresif mungkin, pada
kenyataannya, menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas. Selain itu siklofosfamid, sitarabin dosis tinggi, atau
dosis tinggi anthracycline menunjukkan hasil yang tidak terlalu
menguntungkan pada orang dewasa, sebagian karena terapi
tersebut buruk toleransinya oleh pasien yang lebih tua.
Mungkin karena penetrasi yang lebih banyak ke dalam sistem
saraf pusat dan waktu paruh yang lebih panjang, penggunaan
deksametason di induksi dan terapi post remisi tampaknya
memberikan kontrol yang lebih baik dalam sistem saraf pusat
dan sistemik dibandingkan baik prednisone atau prednisolon.
Namun, satu studi kecil menyatakan bahwa dosis prednisolon
yang ditingkatkan dalam konteks perawatan intensif lainnya
dapat menghasilkan hasil yang serupa dengan yang dicapai
dengan deksametason.Namun, perlu diingat bahwa remisi tidak
sama dengan kesembuhan. Dalam remisi, pasien mungkin
masih mengandung sejumlah besar sel tumor dan tanpa

31
kemoterapi lebih lanjut maka hampir semua pasien akan
kambuh. Bagaimanapun, tercapainya remisi merupakan
langkah pertama yang penting dalam pengobatan keseluruhan.
Pasien yang gagal mencapai remisi perlu menjalani protokol
yang lebih intensif.
b. Fase Konsolidasi (intensifikasi)
Terapi ini menggunakan dosis tinggi beragam obat
kemoterapi untuk mengeliminasi penyakit atau mengurangi
beban tumor ke tingkat yang sangat rendah. Dosis kemoterapi
mendekati batas toleransi pasien dan selama intensifikasi
pasien mungkin memerlukan bantuan yang cukup banyak. Pada
protokol tipikal berisi vinkristin, siklofosfamid, sitosin
arabinosid, etoposid, atau merkaptopurin yang diberikan
sebagai blok dalam berbagai kombinasi. Biasanya diberikan
tiga blok intensifikasi untuk anak, dengan jumlah yang lebih
banyak kadang digunakan untuk dewasa.
c. Fase reinduksi
Fase reinduksi pada dasarnya merupakan pengulangan
terapi induksi awal yang diberikan selama beberapa bulan
pertama remisi merupakan salah satu komponen dari suksesnya
protokol LLA. Penting untuk dicatat bahwa vincristine
tambahan dan prednisone setelah satu pengobatan reinduksi
tidak menguntungkan, diperkirakan bahwa perbaikan yang
terjadi adalah karena peningkatan intensitas dosis agen lain,
seperti asparaginase. Karena sering terjadinya osteonekrosis
setelah pengobatan reinduksi, terapi glukokortikoid sedang
diselidiki sebagai strategi untuk mengurangi komplikasi .
d. Fase rumatan (maintenance)
Obat yang pada umumnya dipakai adalah 6
mercaptopurin (6 MP) per oral dan metrotreksat tiap minggu.
Diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi
atau intensifikasi.

2. Terapi Suportif

32
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya
dengan terapi spesifik karena akan menentukan angka keberhasilan
terapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif
yang intensif pula, jika tidak maka penderita dapat meninggal
karena efek samping obat. Terapi suportif berfungsi untuk
mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia
itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi
suportif yang diberikan adalah :
a) Terapi untuk mengatasi anemia: transfusi PRC (Packed Red
Cells) untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10g/dl.
Untuk calon transplantasi sumsum tulang, transfusi darah
sebaiknya dihindari.
b) Terapi untuk mengatasi infeksi, terdiri atas : Antibiotika
adekuat, transfusi konsentrat granulosit, perawatan khusus
(isolasi), Hemopoietic growth factor
c) Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas : Transfusi
konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit.
Terapi untuk mengatasi hal-hal lain, yaitu : pengelolaan
leukostasis yang dilakukan dengan hidrasi intravenous dan
leukapharesis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan
jumlah leukosit dan pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi
yang cukup, pemberian alopurinol dan alkalinisasi urine.

10. Bagaimana komplikasi ?


Jawab :
Leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:

a) Gagal sumsum tulang (Bone marrow failure).


Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah dalam
umlah yang memadai, yaitu berupa:
- Lemah dan sesak nafas, karena anemia(sel darah merah
terlalu sedikit)
- Infeksi dan demam, karena berkurangnya jumlah sel darah
putih

33
- Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.
b) Infeksi.
Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah
abnormal, tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal
ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi.
Selain itu pengobatan LGK juga dapat menurunkan kadar
leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak
efektif.
c) Hepatomegali (Pembesaran Hati).
Membesarnya hati melebihi ukurannya yang normal.
d) Splenomegali (Pembesaran Limpa).
Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan
LGK sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan
limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
e) Limpadenopati.
Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan
kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi, ataupun
jumlahnya.
f) Kematian

11. Bagaimana prognosis ?


Jawab :
Rubia et malam.
Sintesis:
Jumlah leukosit sudah hiperleukositosis sehingga sulit disembuhkan.

12. Bagaimana Kompetensi Dokter Umum pada kasus ?


Jawab :
Tingkat kemampuan no 2.
Sebagai dokter umum mampu mendiagnosis dan merujuk paling tepaat
untuk penanganan pasien selanjutnya. Lulus dokter juga mampus
menindak lanjuti hasil setelah rujukan.

Sintesis:

34
Tingkat kemampuan yang diharapkan dicapai pada akhir pendidikan dokter :
Tingkat Kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai
penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat
mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi
lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level. Bila menghadapi
pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, dokter segera
merujuk.
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk
pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti
sesudahnya.
Tingkat Kemampuan 3
a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan
dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas (Standar
Kompetensi Dokter Indonesia)

35
13. Bagaimana pandangan Islam pada kasus ?
Jawab :
Dari Abu Hurairah r.a Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidaklah
seorang muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit, gangguan
menumpuk pada dirinya kecuali Allah SWT hapuskan akan dosa-dosanya
(HR. Bukhari dan Muslim)

2.3.4 Kesimpulan
Anak Anthono, umur 4 tahun menederita anemia, trombositopenia,
hepatosplenomegali, hyperleukositosis, dan kaheksia et causa LLA (Leukemia
Limfoblastik Akut).

36
2.3.5 Kerangka Konsep

Faktor Resiko Demam


Hiperkatabolisme
Faktor Pencetus
Kaheksia
Poliferasi
Limfoblast ↑
Migrasi dari
Blokade Maturasi Hiperleukositosis
Mutasi Somatik Sumsum
Sel-sel Limfoblast
Sel Induk Tulang ke
Perifer

Gangguan
Hematopoiesis Infiltrasi Sel-sel
Poliferasi Leukemia ke Organ
Sel-sel Normal
Progenitor Limfoid
Abnormal

Gangguan Hepar
Sumsum Tulang Lien

Granulosit Trombositop-
Matur eni
Anemia
Splenomegali
Hepatomegali

Mudah Pucat
Rentan
Lelah
Infeksi

Demam

37
Daftar Pustaka:

Al-Quran dan Al-Hadist.

Aru W., Sudoyo.2009. Buku Ajar Ilmu Penyekit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishin

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Bakta, M., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. EGC. Jakarta

Behram, Ricard E, dkk. 2000.Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15 Volume 3.


Jakarta : EGC

Guyton & Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC

Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi II. Jakarta, Salemba
Medika.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta : KKI

Price, Sylvia A. & Lorraine. M. Wilson.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC

Robbin, Stanley L., dkk.2007.Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7 Volume 2.


Jakarta : EGC

Sudoyo,Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta:
Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi II. Jakarta, Penerbit:
EGC.

Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi II. Jakarta, Penerbit:
EGC.

38

Anda mungkin juga menyukai