i
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK
Tutor : dr. Budi Santoso, M.Kes dan Dr. dr. Irfanudin, SpKO, AIF, MPd.Ked
Moderator : Verdy Cendana
Sekretaris 1 : Nabila Kaltsum
Sekretaris 2 : Dwi Tantri Marylin
Presentan : Wira Veronica
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,
hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario B
Blok VI 2018.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan laporan ini, penulis sangat mengharapkan
masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun ke arah perbaikan dan penyempurnaan
laporan ini.Cukup banyak kesulitan yang penulis temui dalam penulisan laporan ini, tetapi
penulis menyeselesaikannya dengan cukup baik. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Budi Santoso,M.Kes dan Dr. dr. Irfanudin, SpKO, AIF, MPd.Ked sebagai dosen
pembimbing di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya dan sebagai tutor pada
kelompok A4;
2. Seluruh mahasiswa kelas Alpha 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijiaya.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK .............................................................................ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iv
SKENARIO B 2017.................................................................................................................. 1
I. Klarifikasi Istilah .............................................................................................................. 2
II. Identifikasi Masalah ......................................................................................................... 4
III. Analisis Masalah ............................................................................................................... 5
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan ................................................................................... 44
V. Sintesis Masalah.............................................................................................................. 45
VI. Kerangka Konsep ........................................................................................................... 46
VII. Kesimpulan...................................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 48
iv
SKENARIO B Sistem Digestif-Cairan Tubuh Tahun 2018
Tn. D, laki-laki usia 60 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RS karena penurunan
kesadaran sejak 1 jam yang lalu. Pasien mengalami BAB cair sebanyak 10 kali sejak 2 hari
yang lalu. Kotoran yang dikeluarkan berupa cairan encer warna kekuningan kira-kira
setengah gelas belimbiing setiap BAB sehari kemarin. Saat BAB, kotoran langsung keluar
tanpa harus mengejan. Keluhan juga disertai mual, muntah, dan demam. Buang Air Kecil
(BAK) terakhir 6 jam sebelum dibawa ke IGD.
- BB : 80 kg; TB :170 cm
- Tanda vital :
Kesadaran : somnolen
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 120x per menit; isi dan tegangan kurang
Laju pernapasan : 30x per menit, cepat dan dalam
Suhu axilla : 380 C
Dokter mengatakan bahwa Tn. D mengalami dehidrasi berat yang disebabkan Gastroenteritis
akut. Tn. D harus dibawa inap dan segera diberi cairan rehidrasi.
1
I. Klarifikasi Istilah
1. Somnolen :
a. Kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila
dirangsang, tetapi bila rangsangan berhenti akan tertidur kembali (Jurnal
USU).
b. In a condition of incomplete sleep; semicomatose. (Farlex Partner Medical
Dictionary)
c. Mengantuk, terutama yang berlebihan. (Kamus Dorland Edisi 29)
2. Defekasi : the discharge of solid waste from the anus; the
act process of defecating.
3. Gelas belimbing : gelas yang biasa dipakai untuk 125 cc menakar
bahan-bahan makanan.
4. Mengejan (strain) : peregangan atau penggunaan otot secara
berlebihan.
5. Mual (nausea) : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar
mengacu pada epigastrium dan abdomen dengan kecenderungan untuk
muntah.
6. Muntah (vomiting) : Semburan isi lambung yang keluar dengan
paksa melalui mulut
7. Demam (pyrexsia) : Peningkatan temperatur tubuh di atas normal
(37ºC)
8. Bising Usus (Bowel sounds) : Abdominal sounds caused by the propulsion of
the intestinal contents through the lower alimentary tract.(Miller-Keane
Encyclopedia and Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied Helath,
Seventh Edition)
9. Turgor Kulit : Turgor is the normal state of turgidity and
tension in living cell; especially : the distension of the protoplasmic layer and
wall of a plant by the fluid contents; Elastisitas kulit. (Merriam-Webster)
10. Akral dingin : Kurangnya pengangkutan oksigen pada ujung-
ujung ekstremitas
11. Dehidrasi berat : Kekurangan cairan yang parah
(Dorland)
12. Gastroenteritis : Peradangan akut lapisan lambung dan usus
ditandai dengan anorexia, rasa mual, nyeri abdomen dan diare. (Dorland)
2
13. Cairan Rehidrasi : Cairan untuk mengembalikan air atau
kandungan cairan ke dalam tubuh pasien atau substansi yang telah mengalami
dehidrasi (Dorland)
14. Mata Cekung : Salah satu gejala anemis
3
II. Identifikasi Masalah
Masalah Prioritas
Tn. D, laki-laki usia 60 tahun, mengalami dehidrasi berat yang VVVV
disebabkan oleh Gastroenteritis akut dan diberi cairan rehidrasi.
Pasien mengalami BAB cair sebanyak 10 kali sejak 2 hari yang VVV
lalu, kotoran yang dikeluarkan berupa cairan encer berwarna
kekuningan kira-kira setengah gelas belimbing, dan kotoran
langsung keluar tanpa mengejan.
Keluhan Tn. D juga disertai mual, muntah, dan demam serta suhu VV
axilla = 38ºC.
Tn. D mengalami penurunan kesadaran sejak 1 jam yang lalu. VV
Buang Air Kecil (BAK) terakhir 6 jam sebelum dibawa ke IGD, V
pemeriksaan fisik umum dan khusus.
4
III. Analisis Masalah
1. Tn. D, laki-laki usia 60 tahun, mengalami dehidrasi berat yang
disebabkan oleh Gastroenteritis akut dan diberi cairan rehidrasi.
a. Organ apa yang terganggu karena Gastroenteritis?
Gastroenteritis adalah infeksi yang mengganggu lambung, usus kecil,
dan usus besar
5
penuh atau gelisah, tidak sadar
iritabel
Rasa haus Minum Sangat haus, Tidak dapat
normal, sangat ingin minum
mungkin minum
menolak
minum
Denyut jantung Normal Normal sampai Taklikardia,
meningkat pada kasus berat
bradikardia
Kualitas denyut Normal Normal sampai Lemah atau
nadi menurun tidak teraba
Pernapasan Normal Normal atau Cepat dan
cepat dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Menurun Tidak ada
Mukosa mulut Basah Kering Pecah-pecah
dan lidah
Turgor kulit Baik < 2 detik > 2 detik
CRT Normal Memanjang memanjang
Esktremitas Hangat Dingin Dingin, slanosis
Output urin Normal Menurun Sangat minimal
sampai
menurun
Dehidrasi ringan
Dehidrasi berat
Penurunan cairan tubuh antara 10-15 % BB. Gejala nya Selain gejala
klinis yang terlihat pada dehidrasi ringan dan sedang, pada keadaan ini
juga terlihat napas yang cepat dan dalam, kekenayalan kulit sangat
menurun, kondisi tubuh sangat lemas, kesadaran menurun, nadi cepat.
6
d. Apa ciri-ciri dehidrasi berat?
- status mental apatis, letargik, ataupun tidak sadar
- tidak memiliki keinginan untuk minum
- denyut jantung taklikardia
- denyut nadi lemah atau justru tidak teraba
- pernapasan yang cepat dan dalam
- mata terlihat sangat cekung
- tidak memiliki air mata saat itu
- mukosa mulut dan lidah yang pecah
- turgor kulit sangat lambat, yaitu >2 detik
- CRT memanjang
- Ekstremitas dingin sianosis
- Output urin sangat minimal
7
terbentuk urea dalam jumlah besar yang bisa bertindak sebagai agen
osmotik.
8
- Kontak langsung kalau sudah adaContact with someone who has
the virus
- Makan makanan yang sudah terkontaminasi
- Cuci muka setelah tidur dan mengubah popok
TBW (Total Body Water) dibagi dalam 2 komponen utama yaitu cairan
intraseluler (CIS) dan cairan ekstra seluler (CES).
Pada orang dewasa kira-kira 40% berat badannya atau 2/3 dari
TBW (Total Body Water) berada dalam sel(Cairan Intrasel), dan 20% berat
badan atau 1/3 dari TBW berada dalam luar sel (Cairan ekstrasel) yang
terbagi dalam 15% cairan interstitial, 5% cairan Intravaskuler (dalam
plasma), dan 1-2% dalam transeluler
10
dampaknya otak kekurangan O2 dan nutrisi sehingga pusat kesadaran
hipotalamus terganggu, maka terjadi penurunan kesadaran.
Peningkatan laju respirasi: laju respirasi menjadi cepat karena
mengimbangi denyut jantung yang cepat, agar pertukaran O2 dapat
terjadi.
Penurunan tekanan darah: penurunan cairan tubuh, terutama plasma
menyebabkan volume darah menjadi berkurang, sehingga cardiac
output menjadi berkurang dan menyebabkan tekanan darah menjadi
turun.
Output Cairan :
Urin = .......................... cc
Feses = .......................... cc
Muntah/perdarahan/cairan drainage luka/cairan NGT terbuka =
....................... cc
Insensible Water Loss (IWL) = ....................... cc (hitung IWL = 15 cc
x kgBB x 24 jam)
Dehidrasi hipertonik
- Biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik ( natrium,
laktosa ) selama diare
- Kehilangan air >> kehilangan natrium
- Konsentrasi natrium > 150 mmol/ L
- Osmolaritas serum meningkat > 295 mOsm/L
- Haus, irritable
12
- Bila natrium serum mencapai 165 mmol/L dapat terjadi
kejang
2. Pasien mengalami BAB cair sebanyak 10 kali sejak 2 hari yang lalu,
kotoran yang dikeluarkan berupa cairan encer berwarna kekuningan
kira-kira setengah gelas belimbing, dan kotoran langsung keluar tanpa
mengejan.
a. Mengapa feses Tn. D berupa cairan encer?
Pada kasus ini diare yang dimaksud dapat dikatakan sebagai diare
osmotic, dimana terjadi pengeluaran feses dalam bentuk cair yang
dalam kurun waktu lama.
Diare osmotik relatif umum terjadi pada anak-anak, hal ini terjadi jika
makanan sulit atau tidak dapat diabsorpsi di usus maka akan terjadi
osmotik di usus menjadi meningkat sehingga air akan ditarik ke dalam
usus yang mengakibatkan terjadinya kelebihan cairan dalam usus
sehingga dikeluarkan dari usus dalam bentuk cair. Tetapi secara garis
besar ada beberapa mekanisme diare, sebagai berikut:
a. Terjadi peningkatan sekresi.
Hal ini biasanya disebabkan oleh zat yang merangsang
terjadinya peningkatan sekresi, baik dari luar (misalnya toksin kolera)
atau dari dalam (pada penyakit inklusi mikrovili kongenital). Pada
diare jenis ini terjadi penurunan penyerapan dan peningkatan sekresi
air dan transport elektrolit ke dalam usus. Fesesnya akan berupa cairan
dengan osmolaritas yang normal (= 2x [Na + K]), dan tidak ditemukan
adanya sel lekosit (sel darah putih). Contoh diare jenis ini adalah diare
karena penyakit kolera, E. coli toxigenik, karsinoid, neuroblastoma,
diare klorida kongenital, Clostridium difficile, dan cryptosporidiosis
(AIDS). Diare jenis ini tidak akan berhenti meskipun penderita puasa.
b. Diare Osmotik
Diare jenis ini terjadi karena kita menelan makanan yang sulit
diserap, baik karena memang makanan tersebut sulit diserap
(magnesium, fosfat, laktulosa, sorbitol) atau karena terjadi gangguan
penyerapan di usus (penderita defisiensi laktose yang menelan
laktosa). Karbohidrat yang tidak diserap di usus ini akan difermentasi
13
di usus besar, dan kemudian akan terbentuk asam lemak rantai pendek.
Meskipun asam lemak rantai pendek ini dapat diserap oleh usus, tetapi
jika produksinya berlebihan, akibatnya jumlah yang diserap kalah
banyak dibandingkan jumlah yang dihasilkan, sehingga menyebabkan
peningkatan osmolaritas di dalam usus. Peningkatan osmolaritas ini
akan menarik air dari dalam dinding usus untuk keluar ke rongga usus.
Akibatnya, terjadi diare cair yang bersifat asam, dengan osmolaritas
yang tinggi (>2x[Na + K]), tanpa disertai adanya leukosit di feses.
Contoh diare jenis ini adalah diare pada penderita defisiensi enzym
laktase yang mengkonsumsi makanan yang mengandung laktosa. Ciri
diare jenis ini adalah diare akan berhenti jika penderita puasa
(menghentikan memakan makanan yang menyebabkan diare tersebut).
15
menggunakan barium
Bayi :
Hitam Perdarahan bagian atas GI
kekuningan
Merah Terjadi Hemoroid, perdarahan
Makan bit.
Pucat dengan Malabsorbsi lemak; diet tinggi susu
lemak dan produk susu dan rendah daging.
Orange atau Infeksi usus
hijau
Lendir darah Darah pada feses dan infeksi
Konsistensi Berbentuk, Keras, Dehidrasi, penurunan motilitas usus
lunak, agak kering akibat kurangnya serat, kurang
cair / lembek, latihan, gangguan emosi dan
basah. laksantif abuse>>konstipasi
Cair Peningkatan motilitas usus (mis.
akibat iritasi kolon oleh
bakteri)>>diare, kekurangan
absorpsi
Bentuk Silinder Mengecil, Kondisi obstruksi rectum
(bentuk bentuk pensil
rektum) atau seperti
benang
Jumlah Tergantung
diet (100 – 400
gr/hari)
Bau Aromatik : Tajam, pedas Sumber bau tak enak yang keras,
dipenga-ruhi berasal dari senyawa indole, skatol,
oleh makanan hydrogen sulfide dan amine,
yang dimakan diproduksi oleh pembusukan
dan flora protein oleh bakteri perusak atau
bakteri. pembusuk. Bau menusuk hidung
tanda terjadinya peningkatan
16
kegiatan bacteria yang tidak kita
kehendaki.
Unsur pokok Sejumlah kecil Pus Infeksi bakteri
bagian kasar
Mukus Kondisi peradangan
makanan yg
tdk dicerna,
Parasit Perdarahan gastrointestinal
potongan bak-
teri yang mati, Darah Malabsorbsi
sel epitel,
Lemak Salah makan
lemak, protein,
dalam
unsur-unsur
jumlah besar
kering cairan
pencernaan
Benda asing
(pigmen
empedu dll)
Frekuensi Lebih dari Hipomotility
6X dalam
Hipermotility
sehari
Kurang dari
sekali
semniggu
17
mencegah defekasi meskipun reflex defikasi telah aktif. Jika defekasi
ditunda, dinding rectum yang semula teregang secara perlahan
melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda hingga
pergerakkan massa berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam
rectum dan kembali merenggangkan rectum serta memicu reflek
defikasi. Selama periode inaktivitas, kedua sfingter tetap berkontraksi
untuk menjamin kontinensia tinja.
18
Sebelum tekanan yang merilekskan sphincter ani eksternal
tercapai, buang air besar secara sukarela dapat dimulai dengan
penegangan. Biasanya sudut antara anus dan rektum adalah sekitar 90,
dan ditambah ini kontraksi otot puborectalis menghambat buang air
besar. Dengan tegang, otot perut kontraksi , panggul diturunkan 1-3
cm, dan otot puborectalis rileks. Sudut anorektal dikurangi menjadi 15
atau kurang. Hal ini dikombinasikan dengan relaksasi sfingter ani
eksternal dan buang air besar terjadi. Defekasi adalah refleks spinal
yang bisa secara volunter dihambat dengan menjaga sfingter eksternal
berkontraksi atau difasilitasi dengan merilekskan sfingter dan
menkontraksikan otot abdomen.
19
e. Bagaimana jenis dan tingkatan diare pada kasus?
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2
minggu. Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang
berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti
lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari
tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan
dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare
dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat
badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang
hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi
berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%.
b. Diare persisten
c. Diare kronik
20
f. Mengapa feses keluar tanpa proses mengejan?
Karena adanya inflamasi pada saluran pencernaan yang
biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Umumnya infeksi
terjadi paling parah pada usus besar dan bagian distal dari ileum.
Lapisan mukosa pada tempat terjadinya infeksi mengalami iritasi,
sehingga sekresinya bertambah.
21
i. Mengapa BAB terjadi pada kasus sebanyak 10 kali dalam 2 hari ?
Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar. Usus besar dapat
mengabsorbsi maksimal 5 sampai 8 L cairan dan elektrolit setiap hari.
Bila jumlah total cairan yang masuk usus besar melalui katup ileosekal
atau melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini, kelebihan cairan
akan muncul dalam feses sebagai diare. Seperti yang sudah ditulis
lebih awal pada bab ini, toksin kolera atau infeksi bakteri tertentu
lainnya sering menyebabkan kripta pada ileum terminalis dan usus
besar menyekresikan 10 L atau lebih cairan setiap harinya,
menimbulkan diare berat dan sering mematikan.
23
m. Berapa volume cairan yang hilang pada kasus Tn.D ?
Cairan yang hilang pada kasus Tn. D yaitu 10 L atau lebih
cairan setiap harinya
n. Mengapa terjadi BAB ? apa fungsi BAB bagi tubuh?
Adanya jenis zat yang tidak bisa dicerna yang merupakan serat
kasar dari makanan yang dimakan yaitu ampas/feses.
3. Keluhan Tn. D juga disertai mual, muntah, dan demam serta suhu axilla
= 38ºC.
a. Bagaim ana mekanisme mual pada kasus Tn. D?
Muntah merupakan suatu refleks kompleks yang diperantarai
oleh pusat muntah di medula oblongata otak. Muntah dapat disebabkan
oleh banyak faktor, antara lain karena distensi berlebihan atau iritasi,
atau kadang-kadang sebagai respons terhadap rangsangan kimiawi oleh
emetik ( bahan yang menyebabkan muntah), misalnya pekak, hipoksia
dan nyeri, muntah juga terjadi karena melalui perangsangan langsung
bagian-bagian otak yang terletak dekat dengan pusat muntah di otak.
Obat-obat tertentu mencetuskan muntah dengan megaktifkan pusat ini,
yang disebut chemoreceptor trigger zone, yang terletak di dasar
ventrikel keempat. Ketika terjadinya kontraksi yang berlebihan di
daerah intestinumdan gaster, maka getaran ini akan dihantarkan oleh
saraf menuju ke pusat muntah. Peningkatan akitivitas ini terjadi pada
daerah trigger zone (Sumber : Buku saku patofisiologi, penerbit EGC,
1997).
Patofisiologi Demam
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat
pirogen sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan
endogen. Pirogen. eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh
seperti mikroorganisme dan toksin. Sedangkan pirogen endogen
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh meliputi interleukin-
1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosing factor-alfa (TNF-
A). Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah monosit, limfosit
dan neutrofil (Guyton, 2007). Seluruh substansi di atas menyebabkan
sel-sel fagosit mononuclear (monosit, makrofag jaringan atau sel
kupfeer) membuat sitokin yang bekerja sebagai pirogen endogen, suatu
protein kecil yang mirip interleukin, yang merupakan suatu mediator
proses imun antar sel yang penting.
Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun
local dan berhasil memasuki sirkulasi. Interleukin-1, interleukin-6,
tumor nekrosis factor α dan interferon α, interferon β serta interferon γ
merupakan sitokin yang berperan terhadap proses terjadinya demam.
Sitokin-sitokin tersebut juga diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf
Pusat (SSP) dan kemudian bekerja pada daerah preoptik hipotalamus
anterior. Sitokin akan memicu pelepasan asam arakidonat dari
membrane fosfolipid dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam
arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin karena peran dari
26
enzim siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan
menyebabkan demam pada tingkat pusat termoregulasi di hipotalamus
(Dinarello dan Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007;
Ganong. 2008; Juliana, 2008; Sherwood, 2010).
Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform),
yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2).
Kedua isoform
berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi
yang
berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalis
pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama
pada selaput lender traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel
pembuluh darah. Sedangkan COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat
diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis atau
onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid yang
merupakan mediator nyeri dan radang. Penemuan ini mengarah
kepada, bahwa COX-1 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang
bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi regulasi fisiologis,
sedangkan COX-2 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang
menyebabkan radang (Dachlan et al., 2001; Davey, 2005).
Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu jenis prostaglandin
yang
menyebabkan demam. Hipotalamus anterior mengandung banyak
neuron
termosensitif. Area ini juga kaya dengan serotonin dan norepineprin
yang
berperan sebagai perantara terjadinya demam, pirogen endogen
meningkatkan konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua
monoamina ini akan meningkatkan adenosine monofosfat siklik
(cAMP) dan prostaglandin di susunan saraf pusat sehingga suhu
thermostat meningkat dan tubuh menjadi panas untuk menyesuaikan
dengan suhu thermostat
27
d. Bagaimana hubungan fisiologis BAB cair yang disertai dengan mual
dan muntah?
Terjadinya diare disebabkan oleh adanya infeksi virus atau
bakteri di dalam saluran pencernaan (khususnya usus besar), infeksi
tersebut dapat menyebar ke saluran pencernaan atas (duodenum,
gaster, esophagus) dan menyebabkan iritasi saluran pencernaan atas.
Hal ini dapat memicu reflex dari “vomiting center” untuk
mengosongkan seluruh isi saluran pencernaan atas.
28
Kontraksi otot menimbulkan bintil-bintil kecil di tubuh, kondisi ini
biasa kita sebut dengan istilah merinding.
3. Arteri yang membawa darah ke bawah permukaan kulit
berkontraksi. Dengan demikian darah tidak menuju ke dekat
permukaan kulit. Ini mencegah darah membuang panas ke
lingkungan sehingga suhu tubuh tidak turun.
4. Otot menerima pesan dari hipotalamus untuk emngigil.
Menggigil akan meningkatkan produksi panas karena merupakan
reakasi eksotermik di sel otot. Mengigil lebih efektif daripada
berolahraga untuk menghasilkan panas karena organisme tetap
diam. Dengan demikian, lebih sedikit panas yang hilang ke
lingkungan melalui konveksi.
29
eksitatorik dan meningkatkan fungsi GI. Saraf simpatis hanya
menginhibisi fungsi GI.
2) Refleks pendek yang terintegrasi di SSE
Pengendalian saraf pada traktus GI tidak hanya sebatas pada
SS. Pleksus saraf enterik pada dinding usus berperan sebagai ‘otak
kecil’ yang memungkinkan relfkes total untuk dimulai,
diintergrasikan, dan berakhir secara utuh di dalam saliran GI.
Refleks yang berasal dari sistem saraf enterik (SSE) dan
diintergrasikan tanpa masukan dari luar diebut refleks pendek.
Pleksus submukosa mengandung saraf sensorik yang meneirma
sinyal dari lumen usus. Jaringan SSE mengintergrasikan informasi
sensorik, lalu menginisiasi respons melalui saraf submukosa yang
mengendalikan sekresi oleh sel-sel epitel GI. SSE bekerja melalui
saraf pada pleksus mienterikus untuk memengaruhi motilitas.
3) Refleks yang melibatkan peptida GI
Pada sistem pencernaan, peptida GI merangsang atau
menghambat motilitas dan sekresi. Efek motilitas antara lain adalah
pengubahan aktivitas peristaltik, kontraksi kantung empedu untuk
melepaskan empedu, dna pengosongan lambung yang teratur untuk
memaksimalkan proses pencernaan dan absorpsi.
4. Tn. D mengalami penurunan kesadaran sejak 1 jam yang lalu.
a. Bagaimana hubungan diare dengan penurunan kesadaran pada Tn.D?
Diare adalah pengeluaran feses yang encer atau berair. Tn.D
mengalami diare sehingga banyak kehilangan cairan yang terjadi
melalui feses. Karena hal tersebut menyebabkan Tn.D mengalami
dehidrasi, sehingga selama dehidrasi, tingkat air turun drastis. Organ
penting dalam tubuh akan diberikan prioritas untuk mendapatkan air,
sedangkan pembuluh kapiler yang memasok nutrisi ke kulit dan otak
akan tertutup. Pasokan nutrisi ke otak menurun sehiingga fungsi otak
dalam mengatur kesadaran terganggu dan bisa menyebabkan seseorang
tersebut mengalami penurunan kesadaran.
30
b. Apa saja jenis-jenis kesadaran?
- Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya,
baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat
menjawab pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.
- Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak
acuh terhadap lingkungannya.
- Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
- Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan
tertidur kembali.
- Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.
- Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
- coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada
respons terhadap rangsang nyeri.
31
dikendalikan oleh sinyal-sinyal dari ARAS Formatio reticularis yang
mencapai Nuclei intralaminares thalami, yang kemudian mengaktif
kan seluruh Cortex melalui hubungan-hubungan nonspesik.
32
2. Gangguan pada korteks serebri yang merupakan pengolah kesadaran
sel neuron korteks tak dapat digalakkan
Lesi massa ini dapat menekan batang otak lalu menekan ARAS
menyebabkan penurunan kesadaran
3. Gangguan fungsi korteks serebri
4. Gangguan metabolisme neuron di SSP
5. Gangguan suplai 𝑂2 dan glukosa ke otak menyebabkan sel neuron
tidak berfungsi optimal
33
1) Lesi di batang otak dan diensefalon bagian bawah yang
merusak/menghambat reticular activating system.
2) Lesi anatomik atau lesi destruktif terletak di talamus atau
midbrain di mana neuron-neuron ARAS terlibat langsung.
3) Lebih jarang terjadi.
4) Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang otak
akibat oklusi arteri basilaris, perdarahan talamus dan batang otak atas,
dan traumatic injury.
c) Efek kompresi pada batang otak
1) Kausa kompresi primer atau sekunder
2) Lesi masa yang bisa dilihat dengan mudah.
3) Massa tumor, abses, infark dengan edema yang masif atau
perdarahan intraserebral, subdural maupun epidural. Biasanya lesi
ini hanya mengenai sebagian dari korteks serebri dan substansia alba
dan sebagian besar serebrum tetap utuh. Tetapi lesi ini mendistorsi
struktur yang lebih dalam dan menyebabkan koma karena efek
pendesakan (kompresi) ke lateral dari struktur tengah bagian dalam dan
terjadi herniasi tentorial lobus temporal yang berakibat kompresi
mesensefalon dan area subthalamik reticular activating system,
atau adanya perubahan-perubahan yang lebih meluas di seluruh
hemisfer.
4) Lesi serebelar sebagai penyebab sekunder juga dapat menekan
area retikular batang otak atas dan menggesernya maju ke depan dan
ke atas.
5) Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik yang
terkait lesi seluruh bagian sistim saraf korteks dan diensefalon.
35
rangsangan nyeri (3) : fleksi abnormal (2) : ekstensi abnormal (1) :
tidak ada respon
37
Asidosis disebabkan:
1) Kehilangan bikarbonat yang meningkat dalam tinja pada diare yang berat
yang gagal dikompensasi.
2) Terbentuknya asam-asam organik dari pemecahan karbohidrat yang kurang
sempurna dalam kolon yang kemudian diabsorpsi.
3) Terbentuknya laktat akibat asidosis laktat yang terjadi karena adanya
metabolisme anarob akibat perfusi oksigen ke jaringan berkurang.
4) Asidosis dan uremia (pada diare, asidosis diperberat dengan kehilangan
bikarbonat melalui usus) akibat terganggunya fungsi ginjal karena
berkurangnya perfusi ginjal.
5) Ketoasidosis yang terjadi akibat berkurangnya pemasukan kalori yang
menyertai diare atau ketidakmampuan untuk memetabolisir kalori yg masuk.
Tubuh berkompensasi mengatasi asidosis yang terjadi, melalui:
1) ginjal terpacu untuk meningkatkan produksi amonia dan eksresi hidrogen
melalui urin.
2) Pusat pernafasan terangsang untuk meningkatkan frekuensi pernafasan
sehingga dapat meningkatkan pengeluaran CO2 dari paru mengurangi
peningkatan PCO2 di darah sehingga pH darah meningkat.
Pernafasan kussmall dalam hal ini bertindak sebagai upaya
kompensasi alkalosis respiratorik. Alkalosis respiratorik adalah suatu
keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan
dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah
menjadi rendah karena pernafasan yang cepat dan dalam
disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah
karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab lain dari
alkalosis respiratorik adalah kadar oksigen darah yang rendah dan
demam.
Jika asidosis berat tidak dapat ditangulangi akan menyebabkan
terjadinya penurunan tahanan vaskuler perifer dan fungsi ventrikel
jantung, sehingga terjadi hipotensi, sembab paru, dan hipoksia
jaringan. Diare menyebabkan hilangnya air dan elektrolit terutama Na
dan K dalam jumlah besar sehingga terjadi dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan asam basa. Kadar Na dan K plasma
tergantung keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran antara air
38
dan Na atau K. Pada diare, umumnya terjadi keadaan normonatremia,
hiponatremia, hipokalemia, dan normokalemia. Jarang terjadi
hiperkalemia (biasanya disertai dengan gagal ginjal) dan
hipernatremia.
Ureter
Vesica urinaria
39
e. Bagaimana proses pembentukan urine?
1. Proses Filtrasi (Penyaringan)
Proses pembentukan urine diawali dengan filtrasi atau
penyaringan darah. Penyaringan ini dilakukan oleh glomerulus pada
darah yang mengalir dari aorta melalui arteri ginjal menuju ke badan
Malpighi. Penyaringan akan memisahkan 2 zat. Zat bermolekul besar
beserta protein akan tetap mengalir di pembuluh darah sedangkan zat
sisanya akan tertahan. Zat sisa hasil penyaringan ini disebut urine
primer (filtrat glomerulus). Urine primer biasanya mengandung air,
glukosa, garam serta urea. Zat-zat tersebut akan masuk dan disimpan
sementara dalam Simpai Bowman.
2. Proses Reabsorpsi (Penyerapan Kembali)
Setelah urine primer tersimpan sementara dalam Simpai
Bowman, mereka kemudian akan menuju saluran pengumpul. Dalam
perjalanan menuju saluran pengumpul inilah, proses pembentukan
urine melalui tahapan reabsorpsi. Zat-zat yang masih dapat digunakan
seperti glukosa, asam amino, dan garam tertentu akan diserap lagi oleh
tubulus proksimal dan lengkung Henle. Penyerapan kembali dari urine
primer akan menghasilkan zat yang disebut dengan urine sekunder
(filtrat tubulus). Urine sekunder memiliki ciri berupa kandungan kadar
ureanya yang tinggi.
3. Proses Augmentasi (Pengeluaran Zat)
Urine sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan
lengkung Henle akan mengalir menuju tubulus kontortus distal. Di
sini, urine sekuder akan melalui pembuluh kapiler darah untuk
melepaskan zat-zat yang sudah tidak lagi berguna bagi tubuh.
Selanjutnya,terbentuklah urine yang sesungguhnya. Urine ini akan
mengalir dan berkumpul di tubulus kolektivus (saluran pengumpul)
untuk kemudian bermuara ke rongga ginjal.
Dari rongga ginjal, proses pembentukan urine diakhiri dengan
mengalirnya urine sesungguhnya melalui ureter untuk menuju kandung
kemih (vesika urinaria). Apabila kandung kemih telah penuh dan
cukup mengandung urine, ia akan tertekan sehingga akan
40
menghasilkan rasa ingin buang air kecil pada tubuh. Urine kemudian
dialirkan melalui saluran pembuangan yang disebut uretra.
41
Kehilangan Air melalui Ginjal. Kehilangan air lainnya dari
tubuh adalah lewat urine yang dieksresikan oleh ginjal. Ada berbagai
mekanisme yang mengatur kecepatan ekskresi urine. Bahkan, cara
terpenting yang dilakukan oleh tubuh dalam mempertahankan
keseimbangan asupan dan keluaran cairan serta keseimbangan antara
asupan dan keluaran sebagian besar elektrolit di tubuh adalah dengan
mengatur kecepatan ekskresi zat-zat tersebut dari ginjal. Misalnya,
volume urine dapat berkurang sampai 0,5 L/hari pada orang yang
mengalami dehidrasi atau bisa sebanyak 20 L/hari pada orang yang
meminum sejumlah besar air.
42
l. Mengapa dehidrasi mempengaruhi tugor kulit?
Turgor kulit elastisitas kulit ditentukan dengan mengamati waktu yang
dibutuhkan oleh kulit untuk kembali ke posisi normal setelah
diregangkan atau ditekan. Jika turgor kulit turun, kulit yang ditekan
akan tetap tertekandan kemudian akan kembali ke kontur normal.
Penurunan turgor kulit berasal dari dehidrasi atau pentiruan volume,
yang menggerakkan cairan interstitial ke tempat vascular untuk
mempertahankan volume darah sirkulasi, menyebabkan kekenduran
pada lapisan dermal kulit.
43
Keterbatasan Ilmu Pengetahuan
44
IV. Sintesis Masalah
45
V. Kerangka Konsep
46
VI. Kesimpulan
Tn. D, 60 tahun menderita dehidrasi berat disebabkan Gastroenteritis akut.
47
DAFTAR PUSTAKA
48