Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PBL

SISTEM KEDOKTERAN TROPIS

MODUL I “DEMAM PADA PENYAKIT TROPIS”

Tutor:

dr. Rayhana, M. Biomed

KELOMPOK 5

Nama Anggota:

Wanda Try Wulandari 2017730126

Windi Meylani 2017730127

Yulia Astari Supratman 2017730131

Novita Alfi Syahriani 2017730152

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyusun laporan ini untuk memenuhi dan
melengkapi salah satu kewajiban kami dalam Sistem Kedokteran Tropis. Dalam laporan ini
kami membahas mengenai Modul I yaitu Demam Pada Penyakit Tropis.

Laporan ini disusun berdasarkan pengkajian penyusun terhadap berbagai sumber buku
dan studi kepustakaan para ahli serta kemampuan penyusun dalam menyusun laporan. Pada
kesempatan ini, kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Rayhana,
M.Biomed yang telah bersedia membimbing kami dalam kegiatan pembelajaran Modul I
Sistem Kedokteran Tropis.

Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini, kami menyadari bahwa dalam penyajian dan
pembahasan materi laporan yang kami susun ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
kesempurnaan penulisan laporan ini.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih. Semoga laporan Modul I mengenai
Demam Pada Penyakit Tropis ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 26 Agustus 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
I.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
I.2 Tujuan...............................................................................................................................1
I.3 Kegiatan............................................................................................................................1
I.4 Keluaran............................................................................................................................1
I.5 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
II. 1 SKENARIO....................................................................................................................3
II.2 LANGKAH 1...................................................................................................................3
II.3 LANGKAH 2...................................................................................................................3
II.4 LANGKAH 3...................................................................................................................3
II.5 LANGKAH 4...................................................................................................................3
II.6 LANGKAH 5...................................................................................................................5
II.7 LANGKAH 6...................................................................................................................5
II.8 LANGKAH 7...................................................................................................................5
II.8.1 Demam......................................................................................................................6
II.8.2 Ikterus........................................................................................................................8
II.8.3 Keluhan tambahan.....................................................................................................9
II.8.4 Alur diagnosis...........................................................................................................9
II.8.5 Diagnosis Diferensial..............................................................................................12
II.8.6 Penatalaksanaan diagnosis diferensial (Leptospirosis)...........................................21
II.8.7 Komplikasi diagnosis diferensial (Leptospirosis)...................................................22
II.8.8 Prognosis diagnosis diferensial (Leptospirosis)......................................................22
II.8.9 Pencegahan diagnosis diferensial (Leptospirosis)..................................................22
II.8.10 Pandangan agama islam pada kasus di skenario...................................................23
BAB III PENUTUP..................................................................................................................24
III.1 Kesimpulan...................................................................................................................24
III.2 Saran.............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Penyakit tropis adalah penyakit lazim yang terjadi di daerah tropis dan subtropis di
149 negara. Beberapa organisme yang menyebabkan penyakit tropis adalah bakteri dan
virus. (WHO, 2012) Sesuai dengan letak kepulauan Indonesia yang berada di lintang
khatulistiwa maka iklim di Indonesia pun dipengaruhi oleh iklim tropis, sehingga dikenal
berbagai jenis penyakit tropis baik yang penyebarannya karena virus, penyakit non virus
atau penyakit dengan mikroorganisme tertentu yang menular. Beberapa diantara penyakit
tropis adalah leptospirosis, demam tifoid, demam berdarah, demam chingkunguya,
malaria, cacar, TBC (tuberculosis), difteri, pertusis, SARS (severe acute respiratory
syndrome), kaki gajah (filariasis) dan masih banyak penyakit tropis lainnya oleh karena
itu penyakit tropis merupakan masalah kesehatan penting di Indonesia serta masih
memerlukan perhatian yang khusus.

I.2 Tujuan
Tujuan disusunnya laporan ini adalah untuk memaparkan serta menjelaskan mengenai
gejala demam pada penyakit tropis.

I.3 Kegiatan
Penyusunan laporan ini dilakukan dengan melakukan diskusi tutorial kelompok bersama
tutor pada waktu yang telah ditentukan. Melalui metode 7 Jumps, kami sebagai penyusun
laporan ini mendiskusikan permasalahan pada skenario secara bertahap sehingga
diharapkan kami dapat menjawab rumusan masalah pada skenario dan nantinya akan
disusun sebuah laporan guna memudahkan pemaparan hasil diskusi kelompok.

I.4 Keluaran
Melalui diskusi serta laporan ini, diharapkan adanya pemahaman ilmu-ilmu baru bagi
pembaca dan juga kami sebagai penyusun. Tidak hanya itu, laporan ini nantinya bisa
digunakan sebagai referensi dalam melakukan proses pembelajaran lainnya di kemudian
hari.

I.5 Rumusan Masalah


- Menjelaskan mengenai demam pada penyakit tropis.

1
- Menjelaskan keluhan pasien pada kasus di skenario mengenai demam pada penyakit
tropis.
- Menjelaskan penyakit yang berhubungan dengan kasus di skenario mengenai demam
pada penyakit tropis.
- Menjelaskan penanganan kasus pada skenario mengenai demam pada penyakit tropis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

II. 1 SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 41 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan demam
sepanjang hari sejak 10 hari. Keluhan disertai pusing, mual, muntah, lidah terasa
pahit, batuk dan pilek, mata tampak kuning. Pasien bekerja sebagai pembersih jalan
dan selokan. Rumah pasien sering banjir. Pemeriksaan fisis: Tekanan Darah 120/70
mmHg, denyut nadi 118x /menit, temperatur 39,8oC, frekuensi nafas 22x /menit;
ronkhi, jantung dalam batas normal, abdomen teraba hepar dan terasa nyeri tekan
epigastrium.

II.2 LANGKAH 1
Klarifikasi kata sulit

(Tidak ada kata sulit yang perlu di klarifikasi)

II.3 LANGKAH 2
Identifikasi masalah
- Laki-laki, 41 tahun
- Demam sepanjang hari sejak 10 hari
- Keluhan disertai pusing, mual, muntah, lidah terasa pahit, batuk, pilek, mata
tampak kuning
- Bekerja sebagai pembersih jalanan dan selokan, rumah pasien sering banjir
- Abdomen teraba hepar, nyeri tekan epigastrium

II.4 LANGKAH 3
Curah pendapat (Brain storming)
(Seluruh anggota kelompok menyampaikan pendapat dengan cara mengaktifkan prior
knowledge)

II.5 LANGKAH 4
Menyusun penjelasan menjadi solusi atau hipotesis

3
MIND MAP

PETA KONSEP

4
II.6 LANGKAH 5
Menentukan Sasarkan pembelajar
Mempelajari:
1. Demam
 Definisi
 Etiologi
 Klasifikasi
 Mekanisme
2. Ikterus
 Definisi
 Etiologi
 Patomekanisme
3. Keluhan tambahan
 hubungan pekerjaan dan rumah sering banjir dengan keluhan pada skenario
4. Alur diagnosis
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis diferensial
 Leptospirosis
 Demam tifoid
 Dengue fever
6. Penatalakasana
7. Komplikasi
8. Prognosis
9. Pencegahan
10. Bagaimana pandangan agama islam

II.7 LANGKAH 6
Melakukan pembelajaran secara mandiri oleh seluruh anggota.

II.8 LANGKAH 7
Melaporkan pernyataan-pernyataan dari sasaran pembelajaran dan semua informasi
yang didapat.

5
II.8.1 Demam
 Definisi
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam
tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal. Disebut demam ketika
terjadi kenaikan temperatur tubuh di atas 37.2°C. Temperatur tubuh normal
berkisar antara 36.5°C – 37.2°C.1

 Etiologi
Secara garis besar, ada dua kategori demam yaitu infeksi dan non-infeksi.
Penyebab demam pada penyakit tropis disebabkan oleh Infeksi. Demam infeksi
adalah demam yang disebabkan oleh masukan patogen, misalnya kuman, bakteri,
viral atau virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam tubuh. Bakteri, kuman atau
virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya
melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh.1 Contoh penyebab demam pada
infeksi tropis antara lain:

 Klasifikasi
Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain:
- Demam septik : Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke
tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di
atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal
dinamakan juga demam hektik.3
- Demam remiten : Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap
hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang
mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan
suhu yang dicatat pada demam septik.3
- Demam intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke
tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam

6
seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua
hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana.3
- Demam kontinyu: Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari
tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus
tinggi sekali disebut hiperpireksia.3
- Demam siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama
beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.3
Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan dengan suatu penyakit
tertentu, seperti misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. tetapi kadang-
kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan dengan suatu sebab yang jelas. Bila
demam disertai keadaan seperti sakit otot, rasa lemas, tidak nafsu makan dan
mungkin ada pilek, batuk dan tenggorok sakit, biasanya digolongkan sebagai
influenza atau common cold. Dalam praktek, 90% dari para pasien dengan demam
yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting
seperti influenza atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti
bahwa kita tidak harus tetap waspada terhadap suatu infeksi bakterial. Kausa
demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, karena
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat.3

 Mekanisme
Beberapa senyawa kimia yang dilepaskan oleh makrofag, yaitu interleukin 1 (IL-
1), interleukin 6 (IL-6), dan factor nekrosis tumor (tumor necrosis factor, TNF).
Pirogen Endogen (PE) yang memicu terjadinya demam (endogen berarti “dari
dalam tubuh”;
piro artinya “panas” atau “api”; gen artinya “produksi”4

7
Ketika terjadi infeksi atau peradangan maka makrofag akan teraktivasi dan
melepaskan pyrogen endogen yang merupakan beberapa senyawa kimia berupa
interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), dan factor nekrosis tumor (tumor
necrosis factor, TNF). Adanya pyrogen endogen akan mengaktivasi prostaglandin
E2 sehingga terjadi kenaikan titik patokan di hipotalamus. Hipotalamus akan
merasa adanya inisiasi “respon dingin” yang akan mengakibatkan terjadinya
respon menggigil serta vasokonstriksi kulit hal tersebut mengakibatkan terjadinya
kenaikan produksi panas dan penurunan pengeluaran panas sehingga terjadi
kenaikan suhu tubuh pada titik patokan baru terjadinya demam.4

II.8.2 Ikterus
 Definisi
Ikterus adalah warna kekuningan pada jaringan tubuh, termasuk warna
kekuningan pada kulit dan jaringan dalam.6

 Etiologi
Penyebab ikterus:
- Meningkatnya pemecahan sel darah merah, dengan pelepasan bilirubin yang
cepat ke dalam darah, disebut ikterus hemolitik4,6
- Sumbatan duktus biliaris atau kerusakan sel hati sehingga jumlah bilirubin yang
biasa sekalipun tidak dapat diekskresi ke dalam saluran pencernaan, disebut
ikterus obstruktif 4,6

 Patomekanisme

8
Ikterus dapat ditimbulkan oleh tiga cara :
1) Ikterus Prehepatik (masalah terjadi hemolitik, disebabkan oleh pemecahan
(hemolisis) berlebihan sel darah merah, yang menyebabkan hati mendapat
lebih banyak bilirubin daripada kemampuan mengekskresikannya.
2) Ikterus Hepatik (masalah terletak di “hati”) terjadi ketika hati mengalami
penyakit dan tidak dapat menangani bilirubin bahkan dalam jumlah normal.
3) Ikterus Pascahepatik (masalah terjadi “setelah hati), atau obstruktif, terjadi
ketika saluran empedu tersumbat misalnya oleh batu empedu sehingga
bilirubin tidak dapat dieliminasi di tinja.4,6

II.8.3 Keluhan tambahan


 hubungan pekerjaan dan rumah sering banjir dengan keluhan pada
skenario
Berdasarkan skenario rumah pasien sering banjir merupakan sumber infeksi,
karena biasanya dengan banyak genangan air, pemukiman kumuh, sungai atau
selokan dengan sampah yang menumpuk merupakan tempat berkembang
biaknya tikus.5
Tikus bisa menularkan infeksi yang disebabkan bakteri leptospira spp. pada
manusia yang berisiko pada pasien yang bekerja sebagai pembersih selokan.5

II.8.4 Alur diagnosis


 Anamnesis
1) Leptospirosis

9
- Riwayat paparan atau kontak dengan urin serta air,tanah,atau makanan
yang terkontaminasi urin dan hewan yang terinfeksi ( hewan
ternak,babi,kuda,anjing,kucing,hewan pengerat atau hewan liar).
- Riwayat pekerjaan risiko tinggi, mencakup tukang ptong hewan,
petani,peternak,pekerja limbah, dan pekerja kehutanan.
- Demam yang muncul mendadak, bersifat bifasik yaitu demam remiten
tinggi pada fase awal leptospiremia ( berlangsung 3-10 hari) kemudian
demam turun dan muncul Kembali pada fase imun.
- Sakit kepala, terutama di bagian frontal.
- Anoreksi.
- Nyeri otot.
- Mata merah atau fotofobia.
- Mual, muntah.
- Nyeri abdomen.
2) Demam tifoid
Gejala yang paling menonjol adalah prolonged fever (38.8˚-40.5˚C) dan
berlanjut hingga 4 minggu jika tidak ditangani. S. paratyphi A dapat
menghasilkan gejala penyakit yang lebih ringan daripada S.typhi dengan
predominan ginjal gastrointestinal. Pada minggu pertama gejala yang
ditemukan adalah:
- Sakit kepala.
- Mengigil.
- Berkeringat.
- Myalgia.
- Malaise.
- Artalgia.
- Anoreksia.
- Nyeri abdomen.
- Mual, muntah.
- Diare.
- Konstipasi.
3) Dengue Fever
Demam mendadak tinggi dengan tipe bifasik disertai oleh kecenderungan
pendarahan ( pendarahan kulot, gusi, epitaksis, hematemesis, melena,

10
hematuria). Sakit kepala, nyeri otot dan sendi, ruam, nyeri dibelakang mata,
mual-muntah.

 Pemeriksaan Fisik
1) Leptospirosis
- Demam.
- Injeksi konjugtiva tanpa sekret purulent.
- Eritema faring tanpa eksudat.
- Nyeri tekan otot, terutama pada betis dan daerah lumbal.
- Ronki pada auskultasi paru.
- Redup pada perkusi dada di atas area pendarahan paru.
- Ruam (dapat berupa macula, makulopapula, eritematosa, petekie, atau
ekimosis).
- Ikterus.
- Meningismus.
- Penyakit Weil’s ditandai oleh icterus, gagal ginjal akut, hipotensi, dan
perdarahan.
2) Demam tifoid
- Demam (sifat demam, meningkat perlahan-lahan dan terutama pada
sore hingga malam hari).
- Lidah yang berselaput (kotor di tengah,tepi, dan ujung merah).
- Hepatomegaly.
- Splenomegaly.
- Ganguan mental (somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.)
3) Dengue Fever
- Demam.
- Gejala infeksi viral seperti: injeksi konjungtiva,myalgia,artalgia.
- Tanda perdarahan: petekie,purpura,ekimosis.
- Hepatomegaly.

 Pemeriksaan Penunjang
1) Leptospirosis

11
- Leukositosis atau leukopenia disertai gambaran netrofilia dan laju
endap darah yang meninggi.
- Trombositopenia.
- Urinalisi : proteinuria,leukosituria.
- Microscopic Agglutination Test (MAT) atau Macroscopic Slide
Agglutination Test (MAST).
2) Demam tifoid
- Pemeriksaan Darah Lengkap (ditemukan leukositopenia)
- SGOT dan SGPT seringkali meningkat.
- Uji Widal.
- Kultur Organisme.
- Uji Tubex.
- ELISA.
3) Dengue Fever
- Pemeriksaan darah rutin: lekopenia, trombositopenia.
- Serologi: IgG – IgM antidengue (+).
- Foto thorax: double layer pada dinding kandung empedu atau asites.

II.8.5 Diagnosis Diferensial


1) Leptospirosis
a. Definisi
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikro
organisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik
serotipenya. Bentuk yang beratnya dikenal sebagai Weil's disease.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever,
swamp fever, autumnal fever, infectious Jaundice, field fever, cane cutter
fever dan lain-lain.3
b. Epidemiologi
Pada tahun 2007 terjadi peningkatan kasus Leptospirosis pada manusia, di
laporkan sebanyak 667 kasus dan 93% hasil laboratorium konfirmasi
dengan angka kematian 8%. Pada tahun 2010 kasus Leptospirosis di
Indonesia di laporkan sebanyak 410 kasus dengan 46 kasus kematian
(CFR 11, 2%). Kasus tersebut ditemukan di delapan (8) provinsi : DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bengkulu,
Kepulauan Riau, dan Sulawesi Selatan. Pada periode tahun 2009 sd 2011
kasus Leptospirosis di Indonesia semakin meningkat. Tahun 2011
merupakan kasus paling banyak dengan 857 kasus dengan 82 kasus

12
kematian (CFR 9, 56%) hal tersebut di karenakan terjadinya KLB di
provinsi Di Yogyakarta. Tahun 2012 kasus mengalami penurunan yaitu
222 kasus dan 28 kematian akan tetapi angka kematian meningkat CFR
12, 6% di karenakan meningkatnya kasus kematian di kota Semarang.
Tahun 2013 di laporkan terjadi sebanyak 640 kasus dengan kematian 60
kasus (CFR 9,37%) meningkatnya jumlah kasus karena terjadi KLB di
Kabupaten Sampang Madura. Sedangkan tahun 2014 hingga bulan
Oktober dilaporkan sebanyak 411 kasus dengan kematian sebanyak 56
kasus (CFR 13,63%). Terjadi peningkatan angka kematian karena terjadi
KLB di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Tengah karena intensitas hujan
yang tinggi berakibat tejadinya banjir.3

c. Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae,
suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit,
tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus,
lebarnya 0,1 - 0,2 um. Spesies L interrogans dibagi menjadi beberapa
serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut
komposisi antigennya. Menurut beberapa peneliti, yang tersering
menginfeksi manusia iaiah L icterohaemorrhaglca dengan reservoar tikus,
L canicola dengan reservoar anjing dan L. pomona dengan reservoar sapi
dan babi.3
Serovar : adalah dasar klasifikasi kuman Leptospira berdasarkan
kesamaan dan perbedaan pada reaksi cross agglutination absorption.
Serogroup : adalah pengelompokan beberapa serovar yang memiliki
kesamaan antigen.
Antigen : adalah zat yang merangsang pembentukan zat anti.3

d. Penularan
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah,
lumpuryang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi
leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terjadi luka/erosi pada kulit ataupun
selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi
urin binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini,
bahkan air yang deraspun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini

13
terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau
kontak dengan kultur leptospira di laboratorium.3

e. Patogenesis
Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke
jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular
maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi
spesifik. walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada
daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal di mana
sebagian mikro organisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan
disana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air
kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai
berbulan-bulan bahkan bertahuntahun kemudian. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini
dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah
fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan
dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis: invasi
bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.3

f. Patologi
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin
yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa
organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel
kapiler. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit,
limfosit dan sel plasma. Pada kasusyang berat terjadi kerusakan kapiler
dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoselular dengan retensi
bilier. Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata.
Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase
leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan
gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi
leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal,
hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :3
- Ginjal: Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear
- Hati : Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel
limfosit fokal dan proliferasi sel Kupfer dengan kolestatis.
- Jantung: intersitital edema dengan infiltrasi sel mononuklear dan plasma

14
- Otot rangka: perubahan berupa lokal nekrotis , vakuolisas i dan
kehilangan striata.
- Mata: masuk ruang anterior dari mata
- Pembuluh darah: vaskulitis
- Sistem saraf pusat: Terjadi penebalan meninges dengan sedikit
peningkatan sel mononuklear araknoid.

g. Gambaran klinis:

Kriteria dan Gejala Klinis

Terdapat tiga kriteria yang ditetapkan dalam mendefinisikan kasus


Leptospirosis, yaitu: 1) Kasus Suspek, 2) Kasus Probable, dan 3) Kasus
Konfirmasi.7

1. Kasus Suspek
Demam akut dengan atau tanpa sakit kepala, disertai nyeri otot, lemah
(malaise), conjungtival suffision, dan ada riwayat terpapar dengan lingkungan
yang terkontaminasi atau aktifitas yang merupakan faktor risiko Leptospirosis
dalam kurun waktu 2 minggu.7
Faktor risiko tersebut antara lain: 7
a. kontak dengan air yang terkontaminasi kuman leptospira atau urine
tikus saat terjadi banjir;
b. kontak dengan sungai atau danau dalam aktifitas mandi, mencuci atau
bekerja di tempat tersebut;

15
c. kontak dengan persawahan ataupun perkebunan (berkaitan dengan
pekerjaan) yang tidak menggunakan alas kaki;
d. kontak erat dengan binatang, seperti babi, sapi, kambing, anjing yang
dinyatakan terinfeksi Leptospira;
e. Terpapar atau bersentuhan dengan bangkai hewan, cairan infeksius
hewan seperti cairan kemih, placenta, cairan amnion, dan lain-lain;
f. memegang atau menangani spesimen hewan/manusia yang diduga
terinfeksi Leptospirosis dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya;
g. Pekerjaan atau melakukan kegiatan yang berisiko kontak dengan
sumber infeksi, seperti dokter, dokter hewan, perawat, tim penyelamat
atau SAR, tentara, pemburu, dan para pekerja di rumah potong hewan,
toko hewan peliharaan, perkebunan, pertanian, tambang, serta pendaki
gunung, dan lain-lain.

2. Kasus Probable
Dinyatakan probable merupakan saat di mana kasus suspect memiliki dua
gejala klinis di antara tanda-tanda berikut: 7
a. nyeri betis;
b. ikterus atau jaundice merupakan kondisi medis yang ditandai
dengan menguningnya kulit dan sklera (bagian putih pada bola
mata);
c. manifestasi pendarahan;
d. sesak nafas;
e. oliguria atau anuria, yakni ketidakmampuan untuk buang air kecil;
f. aritmia jantung;
g. batuk dengan atau tanpa hemoptisis; dan
h. ruam kulit.

Selain itu, memiliki gambaran laboratorium: 7


i. Trombositopenia < 100.000 sel/mm;
j. Leukositosis dengan neutropilia > 80%;
k. Kenaikan jumlah bilirubin total > 2 gr% atau peningkatan SGPT,
amilase, lipase, dan creatin phosphokinase (CPK);
l. penggunaan rapid diagnostic test (RDT) untuk mendeteksi
imunoglobulin M (IgM) anti leptospira.

3. Kasus Konfirmasi
Dinyatakan sebagai kasus konfirmasi di saat kasus probable disertai salah
satu dari gejala berikut: a) Isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik;
b) Hasil Polymerase Chain Reaction (PCR) positif; dan c) Sero konversi
microscopic agglutination test (MAT) dari negatif menjadi positif.7

2) Demam Tifoid
a. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
gram negative (Salmonella typhi).1

16
b. Etiologi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella Typhi. Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang,
Gram negatif, tidak berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan
baik pada suhu optimal 370˚C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur
pada media yang mengandung empedu.1

Bakteri Salmonella Typhi memiliki beberapa komponen antigen antara


lain antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan
bersifat spesifik grup. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen
protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik spesies.1

c. Epidemiologi
Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang
berusia 3-19 tahun. Insidens demam tifoid yang tergolong tinggi terjadi di
wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan
Afrika Selatan (Insidens >100 kasus per 100.000 populasi per tahun).
Insidents demam tifoid yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000
populasi per tahun) berada diwilayah Afrika, Amerika Latin, dan Oceania
(kecuali Australia dan SelandiaBaru); serta yang termasuk rendah (<10
kasusper 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.1

d. Patogenesis
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia. Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang
bervariasi. Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai
dari penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di
makrofag Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit
dan air ke lumen intestinal. Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan
atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat
melewati lambung dengan suasana asam banyak bakteri yang mati.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel
mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus. Sel epitel
yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan
multiplikasi Salmonella Typhi.1
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak
pada mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan
ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo
Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa. Setelah periode
inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya melalui duktus
torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum
tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum. Ekskresi bakteri
di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan

17
melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa,
kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika untuk melepaskan
produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun
sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam
tifoid.1
Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral,
yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri
yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar
bersama dengan feses. Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari
seorang ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada
bayinya.1

e. Manifestasi klinis1
- Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.
- Demam (meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam
hari).
- Nyeri kepala, Pusing.
- Mual, muntah.
- Batuk.
- Nyeri otot.
- Anoreksia.
- Diare.
- Epitaksis.

3) Dengue Fever
a. Definisi
Dengue Fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam dengan suhu 39°C bersifat bifasik dan
akan berlangsung 5-7 hari. 1,4
b. Etiologi
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
kelompok arbovirus B, memiliki single stranded RNA, genus Flavivirus,
keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak.1

c. Epidemiologi
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus
Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus), nyamuk tersebut
merupakan jenis nyamuk yang menggigit mangsanya di siang dan malam
hari.1,8,9 Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina

18
yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat
penampungan air lainnya).1
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan
virus dengue yaitu:
a) vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat
lain;
b) pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
c) lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.1

f. Manifestasi klinis
Timbul demam sifatnya mendadak tinggi yang kadang disertai menggigil.
Demam diikuti oleh sakit kepala dan kemerahan di muka (flushed face).
Nyeri dibagian belakang mata yang timbul 24 jam kemudian dan diikuti
oleh fotofobia, nyeri punggung, otot, dan persendian. Ruam akan timbul
pada saat demam, berbentuk seperti urtikaria di wajah, leher, dan dada.
Saat akhir demam bisa timbul petechie yang menyebar dan terasa gatal. 8
Gejala dengue fever dapat disalahartikan dengan penyakit lain yang
menyebabkan demam, nyeri dan nyeri, atau ruam.9
Gejala dengue fever yang paling umum adalah demam dengan salah satu
dari gejala berikut ini: 9

g. Patogenesis
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan di
tangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum
timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag
akan segera berekasi dengan menangkap virus dan memprosesnya
sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktivasi sel T-Helper dan menarik
19
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-Helper akan
mengaktivasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibody.
Ada 3 jenis antibody yang telah dikenali, yaitu antibody netralisasi,
antibody hemaglutinasi, antibody fiksasi komplemen.8
Proses di atas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik, seperti demam, nyeri sendi,
myalgia, malaise, dan gejala lainnya. 8
h. Teori pathogenesis virus dengue
- Virulensi virus
Virulensi virus adalah penyebab dari segala-galanya. Ada 4 serotif virus
dengue yaitu dengue 1,2,3,4 . Teori ini menyatakan bahwa keganasan
virus lah yang menyebabkan kerusakan jaringan, dsb.
Kelemahan:
 Sering terjadi bahwa infeksi oleh virus yang di anggap tetapi hanya
satu kali gigitan (igM) memberikan gejala klinik yang lebih ringan
daripada infeksi virus yang tidak ganas dengan beberapa kali
gigitan walaupun dengan serotype virus yang berlainan.
 Sering di temui bahwa pasien yang secara teoritis mempunyai
imunitas yang rendah seperti gizi buruk, usia tua memberikan grjla
aklinik yang lebih ringan walaupun di infeksi oleh virus dengue
yang dianggap ganas berkali-kali, bahkan dari serotipe yang
berlainan. Dalam kenyataan hampir tidak pernah kita temui
penderita usia tua (>60 tahun) mempunyai gejala klinik DBD yang
berat

- Teori secondary heterologous infection


Pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotype
virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD/berat.
Teori ini di temukan oleh Halstead pada tahun 1970an. Dasar teori ini
bahwa seseorang baru akan terkena DBD jika terinfeksi virus dengue
minimal 2x dari tipe virus yang berbeda (terbentuk antibody non
neutralizing (IgG)). Antibodi non neutralizing menyebabkan virus
mudah masuk dalam sel target dan terjadi penyebaran kompleks imun.
Sedangkan apabila hanya terinfeksi virus sekali saja seseorang tidak
akan menderita DBD sebab yang terbentuk adalah antibody
neutralizing (IgM).
Kelemahan teori ini:
Secara teoritis pembentukan antibody sebenarnya untuk memudahkan
fagositosis dari sel makrofag. Oleh karena itu suatu keanehan bila
setelah terbentuk antibody IgG virus justru mudah untuk masuk ke sel
target dan bereplikasi.
Halsted tidak dapat menjawab kenapa sekarang mulai banyak orang
terkena DBD hanya dengan satu kali gigitan saja (IgM positif, IgG
negative). Untuk menjawab ini Halstead mengatakan bahwa sesorang

20
terkena DBD tergantung genetiknya, Jadi secara tidak langsung teori
Halstead tentang secondary heterologous infection telah gugur.

- Teori apoptosis
Teori ini menyatakan bahwa beratnya penyakit DBD disebabkan
matinya sel secara fisiologis akibat berbagai stimuli yang dikeluarkan
dari limfosit stiotoksik. Rusaknya sel target, sel endotel, sel trombosit
dsb bukan karena virus yang hidup dalam sel target atau bukan oleh
karena fagosit sel makrofag pada kompleks imun yang menempel pada
sel itu, tp karena terprogramnya sel-sel itu untuk mati secara sendirinya
akibat virus merangsang sel limfosit sitotoksik untuk mengeluarkan
granzim dan fregmentin yang akan mengkode kematian.
Kelemahan :
Teori ini hampir sama dengan teori virulensi virus sehingga kelemahan
teori ini adalah seperti kelemahan pada teori virulensi virus.

- Teori imunopatologi
Teori ini menyatakan bahwa bila seseorang terkena infeksi virus dengue
maka hanya ada kemungkinan dia menjadi kebal atau menjadi sakit.
Kelemahan: Teori ini terlalu sederhana

- Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus dengue mengeluarkan sitokin. Dasar dari
penyakit DBD adalah keluarnya sitokin.
Kelemahan: teori ini terlalu sederhana

- Teori trombosit endotel


Beratnya penyakit DBD ditentukan oleh adanya kerusakan trombosit dan
endotel.
Kelemahan: terlalu sederhana.

II.8.6 Penatalaksanaan diagnosis diferensial (Leptospirosis)


 Non Farmakologi
Tirah baring dan pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Kalori
dianjurkan sekitar 2000-3000 kalori. Protein diberikan 0,2 – 0,5
gram/kgBB/hari yang cukup mengandung asam amino essensial.10

 Farmakologi
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting
pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan
membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien
membutuhkan tindakan hemodialisa temporer. Pemberian antibiotik harus

21
dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset
cukup efektif Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena
Sedangkan untuk kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral.2

Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan


komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau
terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis.2

II.8.7 Komplikasi diagnosis diferensial (Leptospirosis)


- Gagal ginjal.
- Memingitis aseptic.
- Pankeratitis.
- Pendarahan massif.
- Hepatitis.
- Miokarditis
II.8.8 Prognosis diagnosis diferensial (Leptospirosis)
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka
kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-
40%.2
II.8.9 Pencegahan diagnosis diferensial (Leptospirosis)
Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus
diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari
kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan air kemih binatang
reservoar. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk
mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi dan
terpapar dalam waktu singkat.4
Cara menghindari penularan lepstospirosis dapat dilakukan dengan 6 hal: 4
1) Berperilaku hidup bersih dan sehat, yakni menjaga kebersihan diri dan
lingkungan
2) Menyimpan makanan dan minuman dengan baik
3) Mencuci tangan dan kaki serta sebagian tubuh lainnya dengan sabun
4) Memakai sepatu dari karet dengan ukuran tinggi, dan sarung tangan karet
bagi kelompok kerja yang berisiko tinggi tertular leptospirosis
5) Membasmi tikus di rumah atau di kantor
6) Membersihkan dengan desinfektan bagian-bagian rumah, kantor, atau
gedung
22
II.8.10 Pandangan agama islam pada kasus di skenario
Karena begitu pentingnya kebersihan menurut islam, sehingga orang yang
membersihkan diri atau mengusahakan kebersihan akan dicintai oleh Allah SWT,
sebagaimana firmannya dalam surah Al-Baqarah ayat 222 yang berbunyi:

Artinya: “…..Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan


orang-orang yang menyucikan/membersihkan diri” (Al-Baqarah:222)

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah disebutkan:

ٍ ‫تَنَظَّفُوْ ا بِ ُك ِّل َما اِ ْستَطَ ْعتُ ْم فَاِنَ هللاَ تَ َعالَي بَنَي ا ِال ْسالَ َم َعلَي النَظَافَ ِة َولَ ْن يَ ْد ُخ َل ْال َجنَّةَ اِالَ ُكلُّ نَ ِظي‬
‫ْف‬

Artinya : “Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah


ta’ala membangun Islam ini atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga
kecuali setiap yang bersih.” (HR Ath-Thabrani).

23
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Demam merupakan terjadinya kenaikan temperatur tubuh di atas 37.2°C.
Penyebab demam pada infeksi tropis antara lain bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Berdasarkan kasus pada skenario pasien mengalami demam disertai pusing, mual,
muntah, lidah terasa pahit, batuk, pilek, mata tampak kuning serta pasien bekerja
sebagai pembersih jalanan dan selokan, rumah pasien sering banjir hal tersebut dapat
kami hipotesiskan kemungkinan pasien terdiagnosis penyakit Leptospirosis dengan
diagnosis diferensial demam tifoid dan dengue fever, perlu dilakukannya pemeriksaan
penunjang untuk menegakan diagnosis pada kasus tersebut.

III.2 Saran
Demikian yang dapat kami jelaskan mengenai modul Demam Pada Penyakit
Tropis dalam laporan ini. Tentunya laporan ini masih banyak kekurangannya, karena
masih adanya keterbatasan pengetahuan dan rujukan atau referensi yang memiliki
korelasi dengan judul laporan ini.
Kami berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi menyempurnakan isi dan penulisan laporan ini dan
untuk laporan lainnya di kesempatan berikutnya. Semoga laporan ini berguna bagi
para pembaca umum juga bagi kami sebagai penyusun dan sebagai pelajar.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S. dkk. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I edisi V. Jakarta: Interna
Publishing;
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu.
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing;
3. Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
4. 2017. Buku Petunjuk Teknis Pengendalian Leptospirosis. 3rd ed. Jakarta:
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT
JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
5. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC
6. Cdc.gov. 2020. Signs And Symptoms | Leptospirosis | CDC. [online] Available at:
<https://www.cdc.gov/leptospirosis/symptoms/index.html> [Accessed 24 August
2020]
7. cdc.gov. 2019. Prevention | Dengue | CDC. [online] Available at:
<https://www.cdc.gov/dengue/prevention/index.html> [Accessed 28 August 2020]
8. Soegijanto, Soegeng. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia
Jilid 1. Surabaya: Airlangga University Press; 2016
9. Cdc.gov. 2020. Symptoms | Dengue | CDC. [online] Available at:
<https://www.cdc.gov/dengue/symptoms/index.html> [Accessed 28 August 2020]
10. Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek Leptospirosis, 2017. Sucipto MPG |Ikterus yang
Disebabkan oleh Suspek Leptospirosis. [online] 7(4), p.2. Available at:
<https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/1683/pdf>
[Accessed 26 August 2020].

25

Anda mungkin juga menyukai