Anda di halaman 1dari 41

KEPERAWATAN KRITIS

“ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS TIROID”

Dosen pembimbing ;

Disusun oleh:

NABILATUL KHASANAH (0117055)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2020

1
KATA PENGANTAR
Pertama – tama penulis ingin mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena
dengan bimbingan dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Keperawatan
Kritis” merupakan salah satu bahasa yang menarik. Meskipun sudah cukup banyak diskusi
dan pembahasan mengenai teori keperawatan , namun penulis ingin memperdalam
pembahasan sejarah dan model aplikasi dalam memberikan asuhan keperawatan yang
menjadi pembelajaran dalam pendidikan.

Selain itu penulis berusaha menulis makalah yang dapat diemplementasikan secara
nyata sesuai dengan teori dan untuk memenuhi tugas kuliah .Atas terselesaikannya makalah
“Keperawatan kritis” ini, penulis berterima kasih kepada selaku dosen pembimbing, beserta
pihak-pihak lain yang telah membantu dan mendukung atas terselesaikannya ini.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah “Keperawatan kritis” ini
masih terdapat banyak kekurangan, baik menyangkut isi maupun tulisan. Kekurangan-
kekurangan tersebut disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif sehingga kami dapat
berbenah diri dan dapat memberikan yang terbaik.

Mojokerto, 9 Juli 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................

Daftar Isi..........................................................................................................................

Lembar Pernyataan.........................................................................................................

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang............................................................................................................

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................

C Tujuan.........................................................................................................................

Bab II Pembahasan
I. KONSEP TEORI KRISIS TEROID
A. Definisi………………….. ........................................................................................

B. Etilogi…….................................................................................................................

C. Pathofisiologi..............................................................................................................

D. Pathway......................................................................................................................

E. Manifestasi klinis .......................................................................................... ...........

F. Komplikasi.................................................................................................................

G. Penatalaksanaan krisis teroid....................................................................................


II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian................................................................................................................
B. Pemeriksaan fisik....................................................................................................
C. Diagnosa .................................................................................................................
D. Intervensi.................................................................................................................
E. Implementasi...........................................................................................................
F. Evaluasi...................................................................................................................

3
Bab III Penutup

Daftar Pustaka..............................................................................................................

4
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bias kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain
kecuali yang telah ditulis kan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang
membuatkan makalah ini untuk kami.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami bersedia


mendapatkan sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

Mojokerto, 9 Juli 2020

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis
karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang
cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik  yang ditandai
oleh demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut,
pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.
Krisis tiroid  adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2%
pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya
berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid
yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian
orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan penelitian
menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap.Dengan
tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan
merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan
anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris.
Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan
yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus. Dengan diagnosis
yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu,
diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan
penatalaksaannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori dari krisis teroid?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari krisis teroid ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep teori dar krisis teroid
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan dari krisis teroid

6
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. PENGERTIAN
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
demam tinggi dan disfungsi system kardiovaskuler, system syaraf dan system saluran
cerna. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadinya dekompensasi tubuh
terhadap tirotoksikosis. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang
tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskanoleh tindakan koperatif,
inffeksi atau trauma. Krisis tiroid adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis dengan
angka kematian 20-60%. Krisis tiroid merupakan suatu penyakit yang mengacu pada
kejadian mendadak yang mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormone tiroid
sehingga terjadi kemunduran fungsi organ.
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari
status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika
tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa
yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta &
Suastika, 1999).
B. ETIOLOGI
Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus,
peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan
TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
Krisis tiroid akibat malfungsi hipofisi memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang
tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Krisis tiroid
akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan
TRH yang berlebihan.
Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:
1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian
tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya
2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
4. Infeksi

7
5. Stroke
6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat
memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme
sebelumnya.
7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma”
8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11. Pemakaian yodium yang berlebihan
12. Kanker pituitari
13. Obat-obatan seperti Amiodarone

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:

1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar


2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).

Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free-
hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi,
meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat
berupa surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical
crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk,
2007).

C. PATOFISIOLOGI
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang
mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu
triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak
terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding
globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan
gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika
keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.

8
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit
ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH
dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1.
Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga
merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis
berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring
meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon
sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan
menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan
reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor
alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal
pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut
ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan
memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis
tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan
reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi
kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya,
peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik
sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-
blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti
pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau
normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini
tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid
pada tirotoksikosis.

9
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat
patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi
pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid
bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar
dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya
folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan
termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip
katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari
hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

10
D. PATHWAY
Woc krisis
E.
Kelemahan tiroid Penyakit autoimun, P. Graves
F. tremor
otot, WOC HIPERTIROID >KRISIS TIROID
Kelemahan
Peningkatan reseptor Produksi LATS
Massa otot Penurunan BB
β paratiroid Lipolisis
berkurang
(pemecahan matriks Peningkatan transkrip Peningkatanh
ca2+ -ATPase dalam Peningkatan pemecahan Nutrisi kurang
otot & tulang) ormontiroid
reticulum sarkoplasma VLDL, LDL dari kebutuhan

Peningkatan rangsangan
Peningkatansintes Enzim proteolitik Peningkatan Osteoporosis,
terhadap katekolamin
Proteolisis + Peningkatan isenzim Na+/ K+- proteolisis hiperkalemia,
peningkatan kontraktilitas jantung & ATPase hiperkalsiuria
Gangguan
pembentukan frekuensi denyut jantung Rangsangan S. simpatis
motilitas usus Diare
& ekskresi Dehidrasi
Peningkatan
urea
metabolisme Peningkatan metabolism
Fibrilasi Takikardi, basal
peningkatan volume panas (energi) Kekurangan
atrium
sekuncup volume cairan
Peningkatan
Peningkatan suhu tubuh
Peningkatan takikardi penggunaan O2
Dekompensasi Peningkatan CO (tiroksikosis)
jantung & sistolik jantung (>130x/menit)
Berkeringat berlebih
Hiperventilasi
Hiperpireksid
Kegagalan Peningkatan GFR, ( >38,50 C /
kongestif RPF, reabsorbsi Sesak Napas, dispnea >410 C)
natrium

Nyeri dada, Ketidakefektifan Hipertermi


edema Peningkatanbe
banjantung pola napas
palpitasi

Risiko tinggi Penurunan suplai Otak kekurangan Penurunan kesadaran, letargi Perubahan perfusi
penurunan CO O2 ke seluruh tubuh oksigen -stupor- koma jaringan serebral
11
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan
terhadap katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11.  Haid sedikit dan tidak tetap
12. Pembesaran kelenjar tiroid
13. Mata melotot (exoptalmus)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan
lokalisasi masalah pada kelenjar tiroid.
1. Test  T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan
tekhnik radioimunoassay atau  pengikatan kompetitif nilai normal
berada diantara 4,5 dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan
terjadi peningkatan pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3
total dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl
( 1,15 hingga 3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin

12
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar
TBG tidak jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah
hormon tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan
yang ada. Nilai Ambilan Resin T3 normal adal 25% hingga 35%
( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang menunjukan bahwa
kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah ditempati
oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk
membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar
tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada
hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis
dan akan sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat
dianalisa. Test ini sudah jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena
spesifisitas dan sensitifitasnya meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur
kadarnya dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui
pemeriksaan radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk
tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma tiroid, serta
penyakit tiroid metastatik.    
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis
maka diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan
pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan
krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi
hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan  akan
terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas oleh perawat.
Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad 1).

13
Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3).
Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky.
Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi
susunan saraf.
G. KOMPLIKASI
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati
dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung
kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo,
1996).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu
menangani faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan, menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek
perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol.
PTU lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4
menjadi T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan
dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam.
Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan
dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan
dosis 5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan
dosis terbagi 4.

14
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan
kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi
tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila
dengan pengobatan konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau
total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan
cairan intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan
karena dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin.
Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti
dengan Beta bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan
adalah propanolol. Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan
untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi gejala yang terjadi
dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi

15
adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium,
penurunan frekuensi jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari
fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga
foto dada (Bakta & Suastika, 1999).

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. ANAMNESA
a. Identitas
Data klien, mencakup ; nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
diagnosa medis, No RM/CM, tanggal masuk, tanggal kaji, dan
ruangan tempat klien dirawat.Data penanggung jawab,
mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, suku
bangsa, hubungan dengan klien dan alamat.Riwayat Penyakit
Sekarang.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya klien mengeluh berat badan turun, tidak tahan
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien pernah mengalami hipertiroid
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit
yang sama atau penyakit lainnya seperti DM, HT
e. Riwayat Psikososial
Pasien biasanya gelisah, emosi labil dan nervous/gugup
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem pernafasan
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan
kebutuhan oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan
laju metabolisme yang ditandai dengan takipnea.
b. Sistem kardiovaskuler
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin
yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut
nadi dan cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan

17
pemakaian oksigen dan nutrisi. Peningkatan produksi panas
membuat dilatasi pembuluh darah sehingga pada pasien
didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan tekanan
darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada
area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial
fibrilasi,dan atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan
angina pectoris dan gagal jantung.
c. Sistem persyarafan
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien
menjadi iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien
juga dapat mengalami delirium, kejang, stupor, apatis, depresi
dan bisa menyebabkan koma Sitem Perkemihan Perubahan
pola berkemih ( poliuria, nocturia).
d. Sistem pencernaan
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat
mengakibatkan kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat
meningkatkan peningkatan motilitas usus sehingga pasien
dapat mengalami diare, nyeri perut, mual, dan muntah
e. Sistem muskuluskeletal
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan
kelelahan, kelemahan, dan kehilangan berat badan
f.  Aktivitas atau istirahat
Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah,
gangguan koordinasi, Kelelahan berat
Tanda : Atrofi otot
g. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur,
Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.
Takikardia saat istirahat. Sirkulasi kolaps, syok (krisis
tirotoksikosis)

18
h. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia), Rasa
nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran
kemih berulang, nyeri tekan abdomen, Diare, Urine encer,
pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria
atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau
busuk (infeksi), Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif
(diare).
i. Integritas / Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas peka rangsang
j. Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak
mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa atau
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid
(peningkatan kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan
gula darah), bau halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
k. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma
( tahap lanjut), gangguan memori ( baru masa lalu ) kacau
mental. Refleks tendon dalam (RTD menurun; koma).
Aktivitas kejang ( tahap lanjut dari DKA)
l. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat),
Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
3. DIAGNOSA

19
a. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
tubuh.
b. Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus
c. Perubahan perfusi jaringan cerebral
berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke otak
4. INTERVENSI
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
tubuh.
Tujuan :
Mencapai Pemeliharaan Suhu Tubuh Normal dengan kriteria :
Suhu dalam batas normal 36,5
Intervensi :
a. Pantau Tanda Vital (Suhu ) Tiap 2 jam
(Menilai peningkatan dan penurunan suhu tubuh)
b. Berikan Tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut
(Meminimalkan Kehilangan Panas)
c. Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar
(Mengurangi vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler)
d.  Lindungi Terhadap Pajanan hawa dingin dan hembusan
angin
(Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan
menurunkan lebih lanjut kehilangan panas)
2. Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh  
a. Tanda-tanda vital tetap stabil
b. Warna kulit dan suhu normal
c. Volume cairan tetap adekuat
d. Pasien memproduksi volume urine yang adekuat

20
e. Pasien mempunyai turgor kulit normal dan membrane
mukosa lembab
f. Volume cairan dan darah kembali normal
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital setiap 2 jam atau sesering mungkin
sesuai keperluan sampai stabil.(Takikardia, dispnea, atau
hipotensi dapat mengindikasikan kekurangan volume cairan
dan ketidakseimbangan elektrolit)
b. Kaji turgor kulit dan membrane mukosa mulut setiap 8 jam
(Untuk memeriksa dehidrasi dan menghindari dehidrasi
membrane mukosa)
c. Ukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam. Catat dan
laporkan perubahan yang signifikan termasuk urine
(Haluaran urin yang rendah mengindikasikan hipovolemi)
d. Berikan cairan IV sesuai instruksi. (Untuk mengganti cairan
yang hilang)
e. Timbang pasien pada waktu yang sama setiap hari (Berat
badan merupakan indicator yang baik untuk status cairan)
3. Perubahan perfusi jaringan cerebral
berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke otak
Tujuan:
a. Pasien mempertahankan atau meningkatan tingkat 
kesadaran saat ini
b. TIK normal
c. Tekanan darah cukup untuk mempertahankan tekanan
perfusi serebral tetapi cukup rendah untuk mencegah
peningkatan perdarahan
d. Hiperkapnia dapat dicegah
e. Pasien terbebas dari nyeri
f. Factor resiko perubahan perfusi jaringan serebral dapat
dikurangi semaksimal mungkin

21
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian neurologis setiap 1 sampai 2 jam pada
awalnya selanjutnya setiap 4 jam bila pasien sudah stabil
(Untuk menskrining perubahan tingkat kesadaran dan status
neurologis)
b. Ukur tanda-tanda vital setiap 1 sampai 2 jam kemudian
setiap setiap 4 jam jika pasien sudah stabil (Untuk
mendeteksi secara dini tanda-tanda penurunan perfusi
jaringan serebral atau peningkatan TIK)
c. Tinggikan kepela tempat tidur pasien 30 derajat (Untuk
mencegah peningkatan tekanan intraserebral dan untuk
memfsilitasi drainase vena sehingga menurunkan edema
serebral)
d. Pertahankan kepala pasien dalam posisi netral (Untuk
mempertahankan arteri karotis tanpa halangan sehingga
dapat memfasilitasi perfusi)
e. Bila skor GCS pasien kurang dari 10 hiperventilasikan
pasien dengan ventilator sesuai dengan kebijakan (Layanan
untuk meningkatkan oksigenasi dan mencegah
pembengkakan serebral dan hiperkapnia)
f. Pertahankan lingkungan dan pasien tetap tenang. Berikan
sedasi bila perlu (Tindakan tersebut mengurangi
peningkatan TIK)

5. IMPLEMENTASI
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan
pelaksanaan. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan
kegiatan atau tindakan yang diberikan dengan menerapkan
pengetahuan dan kemampuan klinik yang dimilki oleh perawat
berdasarkan ilmu – ilmu keperawatan dan ilmu – ilmu lainnya yang

22
terkait. Seluruh perencanaan tindakan yang telah dibuat dapat
terlaksana dengan baik

6. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap
evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subjektif dan data objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan
asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian atau
belum tercapai. Serta menentukan masalah apa yang perlu di kaji,
direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali

23
Kasus :
Seorang penderita laki- laki Tn “M” 47 tahun, suku Bugis
Makassar, Agama Islam, bertempat tinggal di Samata, MRS tanggal 31
Maret 2013 di Ruang Interna 2 dengan keluhan utama panas badan. Dari
hasil anamnesis ditemukan klien mengatakan panas badan dirasakan sejak
2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, panas tidak tinggi dan tidak naik
turun disertai mual, tidak muntah, klien mengatakan nafsu makan
menurun, mulut terasa kering sehingga sering minum dan berat badan
turun 48 kg menjadi 41 kg saat masuk Rumah Sakit. Klien mengeluh sesak
nafas disertai dada berdebar- debar sejak 3 bulan dan memberat 2 minggu
sebelum masuk Rumah Sakit, sesak bertambah dengan aktivitas sehari-
hari dan berkurang dengan isterahat. Selama 2 minggu ini sering buang air
kecil terutama pada malam hari sampai 5 x/ hari.
Selama 3 bulan ini klien mengeluh badan terasa lemas dan cepat
lelah terutama jika melakukan aktivitas agak berat, sering pusing, nyri
seluruh badan. Tn “M’ sering mengeluh gugup, mudah gelisah, sulit tidur
dan kadang- kadang disertai dada berdebar- debar, rambut penderita
normal dan tidak mudah rontok, kulit berkeringat normal. Penderita sering
diare sebanyak rata- rata 3- 5 x dalam sehari, cair bercampur ampaas
berwarna kuning tanpa darah dan lendir. Saat masuk Rumah Sakit tidak
ada keluhan BAB.Sebelumnya tidak ada riwayat penyakit kencing manis,
hipertensi, penyakit gondok maupun asma. Merokok selama 15 tahun
berhenti 1 tahun yang lalu. Tanggal 18 februari 2013 penderita kadang ke
poli jantung karena keluhan sesak napas terutama jika aktivitas disertai
berdebar- debar. Dilakukan pemeriksaan EKG dan hasilnya normal. Foto
rongen toraks PA dengan hasil normal.
Tanggal 31 maret 2013 penderita masuk Rumah Sakit di ruang
interna 2. Pemeriksaan fisik didapatkan data sebagai berikut : kesadaran
komposmentis, gizi kurang dan keadaan umum cukup baik. TB 161 cm,
BB 41 kg, (BBR : ...... dan BMI : .... ) TD 130/ 80 mmHg, N 120 x/ i
irreguler, suhu badan 36,5 ⁰C, pernapasan 24 x/i. Pada pemeriksaan mata

24
nampak adanya eksophtalmus ringan. Pada leher dijumpai sedikit
pembesaran kelenjar tiroid, difus, kanan lebih besar dari pada kiri (ukuran
8 x 7 cm dan 6 x 6 cm), padat kenyal, yang nyata ketika pandeita
menengadah dan ikut bergerak jika menelan. Tidak didapatkan nyeri tekan
maupun bruit. JVP tidak meningkat. Pemeriksaan dada : tidak terjadi
pembesaran jantung, suara jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada suara
tambahan, frekuensi 120 x / I, tidak teratur, tidak terdapat bising jantung.
Suara perkusi sonor pada lapang paru, suara napas vesikuer, tidak ada
ronchi maupun wheezing. Pada abdomen tidak terjadi asites dan tidak
terjadi hepatomegali. Pada pemeriksaan ekstermitas didapatkan adanya
tremor halus pada jari- jari tangan, tidak ada jari tabuh, tidak didapatkan
edema dan akral hangat.
Adapun hasil pemeriksaan laboratorium adalah Hb 15,0 g/dl,
leukosit 6,1 x 109 /L, trombosit 258 x 109 / L, SGOT 59 u/l, SGPT 110 U/l,
biliburin indirect 0,61 mg/dl, albumin 4,4 g/dl, HbsAg (-), BUN 24 mg/dl,
kreatinin serum 1,07 mg/dl, Pco2 25,8, Po2 94,4, widal test tipe 0 :1/ 100,
tipe H : 1/ 200. Urinalis didapatkan eritrosit 0-8 plp, leukosit1-3 plp, epitel
2-4 plp, glukosa +3, keton (-), protein (-). Hasil pemeriksaan GDP 400
mg/dl, GD 2PP 300 mg/dl, K 4,6 mEq/I, Na 133 mEq, kolestrol total 94
mg/ dl, kolestrol HDL 46 mg/dl, kolestrol LDL 85 mg/dl.

25
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT HIPERTIROIDISME
A. Pengkajian
I. Biodata
a. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : Tn. “M”
2. Usia : 47 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. A g a m a : Islam
5. Suku : Bugis
6. Pendidikan :-
7. Alamat : Samata
8. Tgl masuk : 31 Maret 2013
9. Tgl pengkajian : 11 April 2013
10. Diagnosa medik : Hipertiroid
11. Rencana terapi :-
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Alasan Masuk RS :
Klien masuk RS karena klien merasakan panas badan dirasakan
sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, panas tidak tinggi dan tidak
naik turun disertai mual, tidak muntah ,klien mengatakan nafsu makan
menurun, mulut terasa kering sehingga sering minum dan berat badan
turun dari 48 kg menjadi 41 kg saat MRS.
2. Keluhan Utama : klien mengatakan Panas badan
3. Riwayat Keluhan Utama
Klien mengatakan panas badan dirasakan sejak 2 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit, panas tidak tinggi dan tidak naik turun disertai mual,

26
tidak muntah, klien mengatakan nafsu makan menurun, mulut terasa
kering sehingga sering minum dan berat badan turun.
Klien mengatakan sesak napas disertai dada berdebar-debar sejak 3
bulan dan memberat 2 minggu sebelum MRS.
Selama 3 bulan ini klien mengatakan badan terasa lemas dan cepat lelah
terutama jika melakukan aktivitas agak berat, sering pusing, nyeri seluruh
badan.
4. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Tidak ada riwayat penyakit kencing manis, hipertensi, penyakit
gondok maupun asma. Akan tetapi klien memiliki riwayat merokok
selama 15 tahun berhenti 1 tahun yang lalu.
5. Aktivitas Sehari-hari
Klien selama 2 minggu sering buang air kecil terutama pada malam hari
sampai 5 x/hari dan kurangnya aktivitas sehari-hari dari klien.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas
Gejala : badan terasa lemas dan cepat lelah, jika melakukan aktivitas
berat.
b. Sirkulasi
Gejala :
Tanda : tidak terjadi pembesaran jantung. Suara jantung s1 dan s2
tunggal tidak ada suara tambahan, frekuensi 120 x/I, tidak teratur,
tidak terdapat bising jantung. Suara perkusi sonor pada lapang paru
suara nafas vesikuler.
c. Eliminasi
Gejala : urine :buang air kecil terutama malam hari sampai
: feses :sering diare sebanyak rata-rata 3-5 x dalam sehari, cair
bercampur ampas berwarna kuning tanpa darah dan
lendir.
Saat masuk RS tidak ada keluhan BAB.
d. Integritas ego

27
Gejala : keadaan umum cukup baik, kesadaran komposmentis
Tanda :
e. Makanan/ cairan
Gejala : kehilangan BB (48 kg menjadi 41 kg), mulut terasa kering dan
sering minum, nafsu makan menurun, di sertai mual dan tidak muntah.
f. Neurosensori
Gejala : adanya tremor halus pada jari-jari tangan. Tidak ada jari tabuh,
tidak di dapatkan edema dan akral hangat.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
h. Pernafasan
Tanda : frekuensi pernafasan meningkat (24x/m)
i. Keamanan
Gejala : kulit berkeringat normal
Tanda : eksostalmus ringan
j. Sexualitas
Tanda :
k. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : sebelumnya tidak ada tiwayat penyakit kencing manis,
hipertensi, penyakit gondok maupun asma. Merokok selama 15 tahun
berhenti 1 tahun yang lalu.
7. Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat kesadaran: komposmentis, keadaan umum cukup baik
2. Tanda-tanda vital meliputi: Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 120 x/menit (takikardi)
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu badan : 36,5 ºC
3. Pemeriksaan Head to too
a. Kulit:
Inspeksi: nampak kulit berkeringat normal.
b. Kepala:

28
Inspeksi: nampak simetris tegak lurus dengan garis tengah tubuh, tidak ada
luka, kulit kepala bersih, rambut penderita normal dan tidak mudah rontok.
c. Mata:
Inspeksi: nampak adanya eksophtalmus ringan, ikterus (–), pupil isokhor
kiri dan kanan, refleks cahaya (+), tanda-tanda anemis tidak dijumpai,
d. Telinga:
Inspeksi: nampak bentuk simetris kiri dan kanan, pendengaran tidak
terganggu dan tidak ada nyeri, serumen sedikit, tidak mengganggu
pendengaran dan tidak ditemukan cairan.
e. Hidung:
Inspeksi: nampak bentuk simetris, fungsi penciuman baik, polip (–), tidak
ditemukan darah/cairan keluar dari hidung.
f. Mulut dan tenggorokan:
Inspeksi: nampak mulut terasa kering
g. Leher:
Palpasi: teraba pembengkakan kelenjar tiroid, dan leher dapat digerakkan
dengan bebas.
h. Dada:
Bentuk dada simetris, klien selalu merasakan dada berdebar-debar.
i. Ekstremitas atas:
Bentuk ekstremitas simetris, dan klien selalu merasakan lemah dan cepat
lelah sehingga terjadi penurunan aktivitas gerak.
j. Ekstremitas bawah:
Bentuk ekstremitas simetris, dan klien selalu merasakan lemah dan cepat
lelah sehingga terjadi penurunan aktivitas gerak.

8. Pemeriksaan Penunjang

29
Pemeriksaan Hasil Lab. Pasien Nilai Normal

HB 15,0 g/dl 13 gr
Leukosit 6,1x109 L 5000-10.000 mm3
Trombosit 258x109 L 150.000-400.000 mm3
SGOT 59 µ/L 5-40 µ/L
SGPT 110µ/L 5-41 µ/L
Bilirubin Direct 1,89 mg/dl 0-0,2 mg/dl
Bilirubin Indirect 0,61 mg/dl 0,2-0,8 mg/dl
Albumin 4,4 g/dl 3,8-5,6 mg/dl
HBsAg (-)
BUN 24 mg/dl 6-20 mg/dl
Kreatinin Serum 1,07 mg/dl 0,7-1,2 mg/dl
pCO2 25,8 mmHg 35-45 mmHg
pO2 94,9mmHg 80-100 mmHg
Widal Test (Tipe O: Tipe O: 1/100 dan Tipe H:
1/100 dan Tipe H: 1/200) 1/200

Urinalisis
Eritrosit 0-8 plp <5 plp
1,3 plp <5 plp
Loukosit
2-4 plp
Epitel +3
Glukosa (-)
(-)
Keton
Protein
GDP 400 mg/dl 126 mg/dl
GD 2 PP 300 mg/dl 80-140 mg/dl
K 4,6 mEq/L 3,5-5 mEq/L
Na 133 mEq 135-145 mEq
Kolestrol Total 94 mg/dl <200 mg/dl
Kolestrol HDL 46 mg/dl >55 mg/dl
Kolestrol LDL 85 mg/dl <150 mg/dl
9. Terapi : -

30
KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Klien mengatakan panas badan dirasakan sebelum masuk 1. Penurunan BB dari 48 Kg menjadi 41 Kg.
rumah sakit. 2. Hasil BBR : 67 % (kurus)
2. Klien mengatakan panas tidak tinggi dan tidak naik turun, 3. Hasil IMT : 15,8 % (kurus)
disertai mual, namun tidak muntah. 4. Tanda-tanda vital
3. Klien mengatakan mengeluh sesak nafas disertai dada a. TD : 130/80 mmHg
berdebar-debar sejak 3 bulan dan memberat 2 minggu sebelum b. N : 120 x/i
masuk rumah sakit, sesak bertambah dengan aktivitas sehari- c. Suhu badan : 36,5 °C
hari dan berkurang dengan istirahat. d. Pernapasan : 24 x/i
4. Klien mengatakan sering buang air kecil terutama pada malam 5. Pada leher dijumpai sedikit pembesaran kelenjar tiroid, difus,
hari sampai 5 x/hari selama 2 minggu ini. dan kanan lebih besar daripada kiri (kanan : 8x7 cm, dan kiri :
5. Klien mengatakan badan terasa lemas dan cepat lelah terutama 6x6 cm), konsistensinya padat kenyal, yang nyata jika penderita
jika melakukan aktivitas yang berat, sering pusing, dan nyeri menengadah dan ikut bergerak jika menelan..
seluruh badan dalam 3 bulan ini. 6. Pemeriksaan ekstremitas : ada tremor halus pada jari-jari
6. Klien mengatakan sering g ugup, mudah gelisah, sulit tidur, tangan.
dan kadang-kadang disertai dada berdebar-debar. 7. Pemeriksaan mata nampak adanya ekspotalmus ringan.

31
ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN


1. DO : Suhu 36, 3 °C Laju Metabolisme meningkat Kelelahan
Hipermetabolik
DS : Klien mengatakan badannya terasa panas sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit, panas tidak tinggi dan tidak
naik turun.
2. DO: BB menurun dari 48 Kg menjadi 41 Kg Penurunan Berat badan  Nafsu Nutrisi kurang dari kebutuhan
DS: Klien mengatakan nafsu makan menurun, ada mual namun makan menurun
tidak ada muntah.

3. DO: nadi : 120 x/menit Status hipermetabolik  Ansietas


DS: Klien mengatakan sering gugup , sulit tidur, dan kadang- stimulasi ssp  efek
kadang disertai dada berdebar-debar. pseudokotekolamin dari hormon
tiroid

4. DO: Tidak mengenal sumber Kurang pengetahuan, mengenal


DS: klien sering mengeluh mudah gelisah informasi tentang penyakitnya kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan.

32
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN :
1. Kelelahan b/d hipermetabolik dan peningkatan kebutuhan energi
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d menurunnya nafsu makan.
3. Ansietas
4. Kurang pengetahuan, mengenal kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

33
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
(HARUS SMART)

Nama Pasien : Tn. M Nama Mahasiswa : Kelompok IV


Ruang : Interna 2 NPM :
No. M R :

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


. Keperawatan
1. Kelelahan b/d Tujuan : a. Pantau tanda vital dan catat nadi baik a. Nadi secara luas meningkat dan
hipermetabolik dan Kelelahan klien dapat teratasi dan istirahat maupun saat aktivitas bahkan istirahat, takikardia
peningkatan kebutuhan terjadi peningkatan energi. mungkin ditemukan.
energi. Kriteria hasil:
Klien akan mengungkapkan secara b. Ciptakan lingkungan yang tenang b. Menurunkan stimulasi yang
verbal tentang peningkatan tingkat kemungkinan besar dapat
energi . menimbul-kan agitasi, hiperaktif,
dan imsomnia.
c. Sarankan pasien untuk mengurangi c. Membantu melawan pengaruh
aktivitas dari peningkatan metabolisme.

d. Berikan tindakan yang membuat d. Meningkatkan relaksasi


pasien merasa nyaman seperti

34
2. massage
Nutrisi kurang dari Tujuan: Berat badan klien stabil a. Pantau masukan makanan setiap hari, a. Penurunan berat badan terus
kebutuhan b/d Kriteria hasil: timbang berat badan setiap hari menerus dalam keadaan
menurunnya nafsu Klien akan menunjukkan berat badan masukan kalori yang cukup
makan. stabil dengan kriteria : merupakan indikasi kegagalan
a. Nafsu makan baik terhadap terapi antitiroid.
b. Berat badan normal b. Mungkin memerlukan bantuan
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi b. kolaborasi untuk pemberian diet tinggi untuk menjamin pemasukan zat-
kalori, protein, karbohidrat dan vitamin zat makanan yang adekuat dan
mengidentifikasi makanan
pengganti yang sesuai.
a. Peningkatan pengeluaran
3. penyekat beta-adrenergik pada
Ansietas b/d status Tujuan: a. Pantau respon fisik, palpitasi, gerakan daerah reseptor, bersamaan
hipermetabolik Tampak rileks yang berulang-ulang, hiperventilasi, dengan efek-efek kelebihan
(stimulasi SSP, Efek Kriteria hasil: insomnia hormon tiroid, menimbulkan
pseudokotekolamin) Melaporkan ansietas berkurang manifestasi klinik dari peristiea
sampai tingkat yang dapat diatasi kelebihan katekolamin ketika
Nadi dalam batas normal: 80-100 x/ i kadar epinefrin/ norepinefrin
Mampu mengidentifikasi cara hidup dalam keadaan normal.
yang sehat b. Ansietas ringan dapat
ditunjukkan dengan peka

35
rangsangan dan insomnia.
Ansietas berat yang berkembnag
b. Observasi tingkah laku yang kedalam panik dapat
menunjukkan tingkah ansietas. menimbulkan ketidak mampuan
untuk bicara dan bergerak,
berteriak-teriak/ bersumpah.
c. Jelaskan prosedur, lingkungan c. Memberikan informasi akurat
sekeliling atau suara yang mungkin yang dapat menurunkan
didengar oleh klien. distorsi / kesalahan interpretasi
yang dapat berperanan pada
reaksi ansietas.
d. Bicara singkat dengan kata yang d. Rentang perhatian mungkin
sederhana. menjadi pendek, konsentrasi
berkurang, yang membatasi
kemampuan untuk
mengasimilasi informasi.
e. Kurang stimulasi dari luar: tempatkan e. Menciptakan lingkungan yang
pada ruangan yang tenang, beriakan terapeutik menunjukkan
kelembutan, musik yang nyaman, penerimaan bahwa aktivitas unit
kurangi lampu yang terlalu terang, / personel dapat meningkatkan
kurangi jumlah orang yang ansietas klien
berhubungan dengna klien.

36
f. Diskusikan dengan klien atau orang f. Memahami bahwa tingkah laku
terdekat penyebab emosionalyang didasarkan atas fisiologis dapat
labil / reaksi psikotik. memungkinkan respon
/pendekatan yang berbeda,
penerimaan terhadap situasi.
g. Tekankan harapan bahwa g. Memberikan informasi dan
pengendalian emosi itu harus tetap meyakinkan pasien bahwa
diberikan sesuai dengan keadaan itu adalah sementara
perkembangan terapi obat. dan akan membaik dengan
pengobatan
h. Kolaborasi dengan pemberian obat h. Dapat digunakan bersamaan
antiansietas (transquilizer, siroid dengan pengobatan untuk
yangedatif) dan pantau efeknya menurunkan pengaruh dari
sekresi hormon tiroid yang
4. berlebihan.
Kurang pengetahuan, Tujuan: a. Tinjau ulang proses penyakit dan a. Memberikan pengetahuan dasar
harapan masa dating
mengenal kondisi, Klien dapat mengerti tentang dimana pasien dapat menentukan
prognosis, kebutuhan keadaan penyakitnya dari informasi b. Berikan informasi yang tepat dengan pilihan berdasarkan informasi
keadaan individu
pengobatan b/d kurang yang diberikan b. Berat ringannya keadaan,
pemajanan, kesalahan Kriteria hasil: penyebab, usia dan komplikasi yang
c. Identifikasi sumber stress dan
interpretasi informasi. Pasien megatakan mengerti tentang muncul akan menentukan tindakan
diskusikan faktor pencetus krisis tiroid
proses penyakit dan pengobatannya.
yang terjadi.

37
d. Tekankan pentinganya perencanaan
Mengidentifikasi hubungan antara waktu istirahat pengobatan
tanda dan gejala pada proses
c. Faktor psikogenik seringkali
penyakit dan hubungan gejala dengan e. Tekankan pentingnya evaluasi medik
sangat penting dalam
faktor penyebabnya. secara teratur
memunculkan / eksaserbasi dari
Memulai perubahan pola hidup yang
penyakit ini
penting dan berpartisipasi dalam
d. mencegah munculnya kelelahan,
tindakan pengobatan.
menurunkan kebutuhan
metabolisme.
e. Penting sekali untuk menentukan
efektivitas dari terapi dan
pencegahan terhadap kompliaksi
fatal yang sangat potensial terjadi.

SMART : Specific, Measurable, Achievable, Reality and Time (singkat, jelas, dapat dimengerti, spesifik, dapat diukur, dapat dinilai,
realistis, berdasarkan diagnosis keperawatan dan kriteria waktu tertentu)

38
39
BAB III
(PENUTUP)

A. Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai demam tinggi dan disfungsi system kardiovaskuler,
system syaraf dan system saluran cerna. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadinya dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis.
Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskanoleh tindakan
koperatif, inffeksi atau trauma

40
DAFTAR PUSTAKA
Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2. Edisi 4.
Jakarta: EGC.

41

Anda mungkin juga menyukai