Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

SISTEM ENDOKRIN “KRISIS TIROID”

Di susun oleh:

Sarwanti Juniasih (19162001)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GUNUNGSARI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
Asuhan Keperawatan Kritis Sisitem Endokrin ini tepat pada waktu yang telah
ditentukan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan
dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat
menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari
segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. Oleh karen itu, kritik dan saran yang
membangun dari Dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya,
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah
selanjutnya.

Makassar, Mei 2020

Sarwanti Juniasih
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................

A. Latar Belakang masalah........................................................................


B. Tujuan.....................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................

A. PENGERTIAN.........................................................................................
B. ETIOLOGI................................................................................................
C. PATOFISIOLOGI.....................................................................................
D. MANIFESTASI KLINIK............................................................................
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................
F. KOMPLIKASI..........................................................................................
G. PENATALAKSANAAN MEDIS...............................................................

BAB III LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN...........................................

A. PENGKAJIAN..........................................................................................
B. DIAGNOSA..............................................................................................
C. INTERVENSI............................................................................................

BAB IV TINJAUAN KASUS...............................................................................

A. PENGKAJIAN.........................................................................................

BAB V PENUTUP...............................................................................................

A. KESIMPULAN ........................................................................................
B. SARAN....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan kelenjar tiroid ada beberapa macam hal diantaranya krisis   Krisis
Tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2% pasien
hipertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya
berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun,
Krisis Tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal.
Krisis Tiroid kebanyakan terjadi pada wanita muda, tapi tidak menutup
kemungkinan terjadi pada semua usia dan jenis kelamin.  Angka kematian orang
dewasa pada Krisis Tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan
penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat
inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini Krisis Tiroid,
angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Salah satu jenis hipertiroid yang timbulnya mendadak, namanya Krisis Tiroid
(thyroid crisis) atau badai tiroid (thyroid storm). Terjadinya Krisis Tiroid ini bisa
pada pasien yang sebelumnya sudah ada hipertiroid, atau yang sebelumnya
belum pernah ada tanda-tanda hipertiroid, kemudian lantaran menjalani operasi,
ada infeksi atau trauma lainnya, sehingga terjadi pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan secara mendadak. Jika klien mengonsumsi obat-obatan yang
mengandung yodium, atau setelah diberi yodium radioaktif tanpa minum obat
anti-tiroid sebelumnya, juga dapat mengalami serangan ini. (Hans Tandra, 2011)
Krisis tirotoksik adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering
berhubungan dengan stres fisiologi atau psikologis. Krisis adalah keadaan kritis
terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan
kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani. Kondisi pasien kemungkinan
berkembang secara spontan, tetapi ini sering terjadi pada individu yang tidak
terdiagnosa atau penanganan sebagian dari hipertiroidisme berat. Berdasarkan
definisi hipertiroidisme adalah kondisi di mana kerja hormon tiroid mengakibatkan
respons yang lebih besar dari keadaan normal. Pengenalan tanda-tanda dan
gejala klinis hipertiroidisme adalah kunci untuk mengenali Krisis Tiroid. (Hudak &
Gallo, 2010)

B. Tujuan

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan


pada klien dengan Krisis Tiroid.
BAB II

LANDASAN TEORITIS MEDIS

A. PENGERTIAN

Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
demam tinggi dan disfungsi system kardiovaskuler, system syaraf dan system
saluran cerna.

Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadinya dekompensasi tubuh


terhadap tirotoksikosis. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang
tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskanoleh tindakan koperatif,
inffeksi atau trauma.

Krisis tiroid adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis dengan angka


kematian 20-60%. Krisis tiroid merupakan suatu penyakit yang mengacu pada
kejadian mendadak yang mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormone
tiroid sehingga terjadi kemunduran fungsi organ.

Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk
dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat
terjadi jika tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).

Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang


mengancam jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih
sistem organ (Bakta & Suastika, 1999).

B. ETIOLOGI

Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus, peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan
keduanya.
Krisis tiroid akibat malfungsi hipofisi memberikan gambaran kadar HT dan
TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH.
Krisis tiroid akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi
disertai TSH dan TRH yang berlebihan.

Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:


1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada
bagian tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol
hormon tiroidnya
2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
4. Infeksi
5. Stroke
6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher
dapat memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat
hipertiroidisme sebelumnya.
7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma”
8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10.Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11.Pemakaian yodium yang berlebihan
12.Kanker pituitari
13.Obat-obatan seperti Amiodarone

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo,
1996).

Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa
free- hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska
transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor
resikonya dapat berupa surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik,
belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi
dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).

C. PATOFISIOLOGI

Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone


(TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-
stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid
melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone
thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi
bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk:
1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang
terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak
terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini
mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang
menyuplai kelenjar pituitari anterior.

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini


melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor
TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi
penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap
reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi
hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas
imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan
TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP).
Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan
pertumbuhan kelenjar tiroid.

Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan
banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis.
Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin
menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa
peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel
tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi
untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan
kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien
tirotoksikosis.

Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini
telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan
memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan
tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak
meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul.
Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis
hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan
reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon
dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini
juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi
urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers
gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.

Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat


patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat
terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar
hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat
ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat
pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI).
Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan
terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan
tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Pembesaran kelenjar tiroid
13. Mata melotot (exoptalmus)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan
lokalisasi masalah pada kelenjar tiroid.
1. Test  T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan
tekhnik radioimunoassay atau  pengikatan kompetitif nilai normal berada
diantara 4,5 dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi
peningkatan pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total
dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga
3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG
tidak jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid
yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai
Ambilan Resin T3 normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25
hingga 0,35 ) yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat
yang ada pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid
biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk
membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid
sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau
hipothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan
akan sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa.
Test ini sudah jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan
sensitifitasnya meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya
dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan
radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan
penanganan penderita karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.    

Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid,
terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan
laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan  akan terjadinya krisis tiroid
harus diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis
tiroid terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2).
Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat
meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch –
Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan
disfungsi susunan saraf.
F. KOMPLIKASI
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati
dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung
kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu
menangani faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan, menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer
hormon tiroid (Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU
lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi
T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal
600-1000 mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol
diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan
atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis
5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis
terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan
kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi
tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan
pengobatan konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan
cairan intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena
dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin.
Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan
Beta bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah
propanolol. Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk
mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi gejala yang terjadi dengan
tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara menurunkan gejala
yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah untuk
menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari
fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga
foto dada (Bakta & Suastika, 1999).
BAB III
LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.    Aktivitas atau istirahat
a. Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah, gangguan
koordinasi, Kelelahan berat
b. Tanda : Atrofi otot
2.    Sirkulasi
a. Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
b. Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur,
Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.
Takikardia saat istirahat. Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis)
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia), Rasa nyeri /
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang,
nyeri tekan abdomen, Diare, Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat
berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat),
urine berkabut, bau busuk (infeksi), Bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif(diare).

4. Integritas / Ego
a. Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
b. Tanda : Ansietas peka rangsang
5. Makanan / Cairan
a. Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak mengikuti
diet : peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan
berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus,
penggunaan diuretik (tiazid).
b. Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid
(peningkatan kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula
darah), bau halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
6. Neurosensori
a. Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihata
b. Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma ( tahap
lanjut), gangguan memori ( baru masa lalu ) kacau mental. Refleks
tendon dalam (RTD menurun; koma). Aktivitas kejang ( tahap lanjut
dari DKA).
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah
meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8.  Pernapasan
a. Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)
b. Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen
(infeksi), frekuensi pernapasan meningkat

B. DIAGNOSA
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh.
2. Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan motilitas
usus
3. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan suplai
O2 ke otak
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid  tidak terkontrol,
keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan denganpeningkatan
metabolisme ( peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan
berat badan)

C. INTERVENSI

1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh.


Tujuan :
Mencapai Pemeliharaan Suhu Tubuh Normal dengan kriteria : Suhu dalam
batas normal 36,5
Intervensi :
a.     Pantau Tanda Vital (Suhu ) Tiap 2 jam
(Menilai peningkatan dan penurunan suhu tubuh)
b.     Berikan Tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut
(Meminimalkan Kehilangan Panas)
c.      Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar
(Mengurangi vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler)
d.      Lindungi Terhadap Pajanan hawa dingin dan hembusan angin
(Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut
kehilangan panas)
2.    Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan motilitas
usus
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh  
a.       Tanda-tanda vital tetap stabil
b.      Warna kulit dan suhu normal
c.       Volume cairan tetap adekuat
d.      Pasien memproduksi volume urine yang adekuat
e.       Pasien mempunyai turgor kulit normal dan membrane mukosa lembab
f.       Volume cairan dan darah kembali normal
Intervensi :
1). Pantau tanda-tanda vital setiap 2 jam atau sesering mungkin sesuai
keperluan sampai stabil. (Takikardia, dispnea, atau hipotensi dapat
mengindikasikan kekurangan volume cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit).
2). Kaji turgor kulit dan membrane mukosa mulut setiap 8 jam
(Untuk memeriksa dehidrasi dan menghindari dehidrasi membrane mukosa)
3) Ukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam. Catat dan laporkan
perubahan yang signifikan termasuk urine.(Haluaran urin yang rendah
mengindikasikan hipovolemi)
4)     Berikan cairan IV sesuai instruksi.(Untuk mengganti cairan yang hilang)
5)     Timbang pasien pada waktu yang sama setiap hari
(Berat badan merupakan indicator yang baik untuk status cairan)

3.      Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan


suplai O2 ke otak
Tujuan:
a.       Pasien mempertahankan atau meningkatan tingkat  kesadaran saat ini
b.      TIK normal
c.      Tekanan darah cukup untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral
tetapi cukup rendah untuk mencegah peningkatan perdarahan
d.      Hiperkapnia dapat dicegah
e.       Pasien terbebas dari nyeri
f.       Factor resiko perubahan perfusi jaringan serebral dapat dikurangi
semaksimal mungkin.
Intervensi :
1)   Lakukan pengkajian neurologis setiap 1 sampai 2 jam pada awalnya
selanjutnya setiap 4 jam bila pasien sudah stabil
(Untuk menskrining perubahan tingkat kesadaran dan status    neurologis)
2) Ukur tanda-tanda vital setiap 1 sampai 2 jam kemudian setiap setiap 4 jam jika
pasien sudah stabil
(Untuk mendeteksi secara dini tanda-tanda penurunan perfusi jaringan serebral
atau peningkatan TIK).
3) Tinggikan kepela tempat tidur pasien 30 derajat
(Untuk mencegah peningkatan tekanan intraserebral dan untuk memfsilitasi
drainase vena sehingga menurunkan edema serebral)
4) Pertahankan kepala pasien dalam posisi netral
(Untuk mempertahankan arteri karotis tanpa halangan sehingga dapat
memfasilitasi perfusi)
5) Bila skor GCS pasien kurang dari 10 hiperventilasikan pasien dengan ventilator
sesuai dengan kebijakan
(Layanan untuk meningkatkan oksigenasi dan mencegah pembengkakan
serebral dan hiperkapnia)
6) Pertahankan lingkungan dan pasien tetap tenang. Berikan sedasi bila perlu
(Tindakan tersebut mengurangi peningkatan TIK)

4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid  tidak


terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung
Tujuan :
Klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan
kebutuhan tubuh, dengan kriteria hasil :
a.       Nadi perifer dapat teraba normal.
b.      Vital sign dalam batas normal.
c.       Pengisian kapiler normal
d.      Status mental baik
e.       Tidak ada disritmia
Intervensi :
1) Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika
memungkinkan.
(Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari
vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi)
2) Periksa kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan
pasien.
(Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot
jantung atau iskemia)
3) Auskultasi suara nafas. Perhatikan adanya suara yang tidak normal (seperti
krekels).
(S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung
meningkat pada keadaan hipermetabolik)
4) Observasi tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membran kering,
nadi lemah, penurunan produksi urine dan hipotensi,pengisian kapiler
lambat
(Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan volume
sirkulasi dan menurunkan curah jantung)
5)  Catat masukan dan haluaran
(Kehilangan cairan yang terlalu banyak dapat menimbulkan dehidrasi berat)
6)      Kolaborasi : berikan obat sesuai dengan indikasi
a.       Penyekat beta seperti: propranolol, atenolol, nadolol
(diberikan untuk mengendalikan pengaruh tirotoksikosis terhadap
takikardi, tremor dan gugup serta obat pilihan pertama pada krisis
tiroid akut. Menurunkan frekuensi/ kerja jantung oleh daerah
reseptor penyekat beta adrenergic dan konversi dari T 3dan T4.
Catatan: jika terjadi bradikardi berat, mungkin dapat diberikan
atropine)
b.    Kortikosteroid, sepert deksametason
(memberikan dukungan glukokortikol. Menurunkan hipertermia,
menghilangkan kekurangan adrenal secara relative menghalangi
absorbsi kalsium dan menurunkan perubahan T 3 dan T4 di daerah
perifer)
7)      Kolaborasi :
a.    Pantau hasil pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
·    Kalium serum (berikan pengganti sesuai indikasi)
(hipokalemi sebagai akibat dari kehilangan melalui gastrointestinal )
Kalsium serum. (terjadi peningkatan dapat mengubah kontraksi
jantung).
Kultur sputum
(infeksi paru merupakan factor pencetus krisis yang paling sering)
b.   Berikan selimut dingin sesuai indikasi
(kadang – kadang digunakan untuk menurunkan hipertermi yang tidak
terkontrol (lebih tinggi dari 40°C) untuk menurunkan kebutuhan
metabolisme atau konsumsi oksigen dan menurunkan beban kerja
jantung )

5.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


peningkatan metabolisme ( peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan
penurunan berat badan)
Tujuan :
a.       Nafsu makan baik.
b.      Berat badan normal
c.       Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
a.    Catat adanya anoreksia, mual dan muntah
(Peningkatan aktivitas adrenergic dapat menyebabkan gangguan sekresi
insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia)
b.   Pantau masukan makanan setiap hari, timbang berat badan setiap hari
(Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang
cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid)
c. Dorong pasien untuk makan dan meningkatkn jumlah makanan dengan
makanan tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.
(Membantu menjaga pemasukan kalori cukup tinggi untuk menambah kalori
tetapi tinggi pada pengguanaan kalori yang disebabkan oleh adanya
hipermetabolik).
d. Kolaborasi untuk pemberian diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin
(Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat -zat
makananyang  adekuat dan mengidentifikasi makanan pengganti yang
sesuai).
BAB IV
TINJAUAN KASUS

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Sdr. N


DENGAN KRISIS TIROID
DI SDMC SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilaksanakan di SDMC, tanggal 29 Desember 2014
1.      BIODATA
a) Identitas Penderita
Nama                     : Sdr. N
TTL                       : Aceh Timur, 13 April 1994
Umur                     : 20 tahun
Jenis Kelamin        : Perempuan
Alamat                  : Tegal turi Giwangan
Agama                   : Islam
Suku                      : Jawa
Pendidikan            : Mahasiswa
Diagnosa               : Krisis Tiroid
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama                                 : Sdr. N
TTL                                   : -
Umur                                 : 20 tahun
Jenis Kelamin                    : Perempuan
Alamat                              : Tegal turi Giwangan
Agama                               : Islam
Suku                                  : Jawa
Pendidikan                                    : Mahasiswa
Hubungan dengan klien    : Teman klien

2.      RIWAYAT KESEHATAN
a)       Keluhan utama
Pasien mengatakan tubuhnya terasa lemas.
b)       Riwayat kesehatan sekarang
Setahun yang lalu klien mengeluh nafsu makan meningkat rasa lemas,
banyak berkeringat meskipun dimalam hari. Kemudian terjadi
penurunan berat badan secara beransur. Dan sebulan yang lalu pasien
memeriksakan diri kedokter dengan diagnosa medis Hipertiiroid. Pada
tanggal 29 Desember 2014 pasien memriksakan dieri ke SDMC karena
badannya semakin lemas dan pusing.
c)      Riwayat kesehatan dahulu
Klien pernah menderita penyakit maag, panas, batuk.
d)     Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien pernah menderita hipertensi, asam urat dan ayah klien pernah
menderita penyakit gatal – gatal.

3.      POLA FUNGSI KESEHATAN


a)      Pola persepsi terhadap kesehatan
Nafsu makan klien bertambah tetapi berat badan klien berkurang, klien
sering beli makan diluar dan klien mengalami gangguan pada sistem
metabolisme.
b)      Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan a
Mandi a
Berpakaian a
Eliminasi a
Mobilisasi di tempat tidur a

Keterangan
0        : Mandiri
1        : Dengan menggunakan alat bantu
2        : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3        : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4        : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas

c)       Pola istirahat tidur


Pada pasien hipertiroid terjadi gangguan pola tidur akibat gelisah,
cemas.
d)      Pola nutrisi metabolik
Pada pasien hipertiroid terjadi gangguan metabolik yaitu berta badan
menurun meskipun nafsu makan meningkat.
e)       Pola eliminasi
Klien mengatakan terkadang eliminasi klien terganggu, terkadang klien
mengalami diare.
f)        Pola kognitif perseptual
Saat pengkajian  klien dalam keadaan sadar, bicara kurang jelas,
pendengaran dan penglihatan normal
g)      Pola peran hubungan
1.      Status perkawinan       : belum menikah
2.      Pekerjaan                     : mahasiswa
3.      Kualitas aktivitas        : sebelum sakit klien kuliah seperti biasa
4.      Sistem dukungan        : teman kos
h)      Pola nilai dan kepercayaan
Klien beragama Islam, ibadah dilakukan secara rutin.
i)        Pola konsep diri
1.      Harga diri        : tidak terganggu
2.      Ideal diri         : tidak terganggu
3.      Identitas diri   : tidak terganggu
4.      Gambaran diri : tidak terganggu
5.      Peran diri         : terganggu, karena klien kurang mengetahui
tentang penyakitnya.
j)        Pola seksual reproduksi
Pada klien hipertiroid tidak mengalami gangguan pada seksual
reproduksinya.
k)      Pola koping
1.      Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klein sering lemas
dan capek sehingga tidak mampu mengerjakan pekerjaan
secara menyeluruh.
2.      Kehilangan atau perubahan yang terjadi
Perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas
sehari – hari.
3.      Takut terhadap kekerasan       : tidak
4.      Pandangan terhadap masa depan : klien optimis untuk sembuh.

4.      PEMERIKSAAN FISIK
a)      Tanda – tanda vital
Suhu          : 39ºC                         
Nadi          : 110 x / menit            
RR             : 27 x / menit
BB / TB     : 48 kg / 150 cm
TD             : 130/80 mmHg
b)      Keadaan umum
Keadaan umum tergantung berat ringannya penyakit yang dialami oleh
pasien.
c)      Pemeriksaan Head to toe
1.      Kulit dan rambut
·       Inspeksi
Warna kulit           : merah muda (normal), tidak ada lesi
Jumlah rambut       : sedikit, rontok
Warna rambut       : hitam
Kebersihan rambut: bersih           
·           Palpasi
Suhu  >37ºC
Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik, kulit kering tidak ada
edema, tidak ada lesi.         
2.      Kepala
·          Inspeksi     : Bentuk simetris antara kanan dan kiri
   Bentuk kepala lonjong tidak ada lesi
3.      Mata
Inspeksi     : Bentuk bola mata lonjong, simetris antara kanan
 dan kiri, sclera berwarna putih, mata normal.
4.      Telinga
          Inspeksi     : Ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri,
   Tidak ada serumen pada lubang telinga, tidak ada
   Benjolan.
5.      Hidung
          Inspeksi     : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi
          Palpasi       : Tidak ada benjolan.
6.      Mulut
          Inspeksi     : Bentuk mulut simetris, lidah bersih, gigi bersih.
7.      Leher
           Inspeksi     : Bentuk leher simetris
          Palpasi       : Ada pembesaran kelenjar tyroid
8.      Paru
          Inspeksi     : simetris antara kanan dan kiri
          Palpasi       : getaran lokal femitus sama antara kanan dan kiri
         Auskultasi : normal
         Perkusi      : resonan
9.      Abdomen
        Inspeksi     : perut datar simetris antara kanan dan kiri.
         Palpasi       : tidak ada nyeri
         Perkusi      : resonan
10.  Ekstremitas
        Inspeksi     : tangan kanan dan kiri normal
Pemeriksaan Penunjang
TSH – S
Free – T4
Obat – obatan yang digunakan :
Propanoloi
Digoxin
PTU
 Neomercazole Carbimazol
New diabets
 Metimazol 30 – 60 mg / hari

ANALISA DATA

Nama   : N
Umur   : 20 tahun

N Symtom Problem Etiologi


o
1 Do :  Suhu : 38ºC  RR :27x/ Hypertermi Peningkatan
menit metabolik
-    Klien teraba panas
-    Kulit klien memerah
Ds :  Klien mengatakan
badannya
         terasa panas
2 Do : - Suhu 38ºC  Kekurangan Kehilangan
-    Turgor jelek volume cairan volume cairan
-    Klien tampak lemas
Ds : - Klien mengatakan
banyak
          keringat meskipun di
malam
          hari
-    Klien mengatakan tak tahan
terhadap panas
-    Klien mengatakan kadang-
kadang diare.
3 Do : RR : 27x /menit Pola nafas tidak Hiperventilasi
        Nafas klien pendek efektif
Ds : Klien mengatakan sering
       sesak nafas (dispnea)
4 Do :- TD : 130/80 mmHg Penurunan curah Perubahan
-    ND : 110 x / menit Jantung denyut/irama
-    Nafas klien pendek jantung
-    Klien cemas dan tegang
Ds:- Klien mengatakan
jantungnya
         berdebar – debar
      - Klien mengatakan lelah
5 Do :- Berat badan klien turun Ketidakseimbanga Tidak mampu
          meskipun nafsu makan n mengabsorbsi
ber- nutrisi kurang dari makanan
          tambah kebutuhan tubuh
      -  Klien tamapak lemah
Ds :- Klien mengatakan
terkadang
         mual
-    Klien mengatakan badannya
lemah

Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah


1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan
dengan tidak mampu mengabsorbsi makanan.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama
jantung
PERENCANAAN
No Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan -    Monitor suhu sesering
tindakan asuhan mungkin
keperawatan selama …..x -    Monitor TD, Nadi dan
24 jam diharapkan klien : RR
-    Kolaborasi pemberian
t diraba tidak hangat anti piretik
-    Berikan kompres
hangat pada lipat paha
dan tangan
-    Selimuti pasien
-    Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
-    Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi air
minum.
2 Setelah dilakukan -   Kaji TTV
tindakan asuhan -   Anjurkan klien untuk - air sebagai 
keperawatan selama …..x banyak minum air    pengganti  
24 jam diharapkan klien : putih.    cairan tubuh 
   yang hilang
u normal : 36,5-37ºC  -   Observasi
t klien tidak memerah kulit/membran mukosa
dan turgor
-   Kolaborasi pemberian -
plasma/darah, cairan Mempertahankan
elektrolit    volume
sirkulasi
   dan
kesimbangan
   elektrolit,
plasma
-   Menganjurkan klien    darah
untuk mengurangi membantu
aktivitas    menggerakkan 
-   Pertahankan catatan    air ke dalam
intake dan output yang area
akurat.    intrvaskuler
3 Setelah dilakukan -    Anjurkan klien untuk
tindakan asuhan meningkatkan
keperawatan selama …..x konsumsi vitamin C,
24 jam diharapkan : protein dan Fe
-    Klien tidak mual -    Berikan makanan
-    Klien tidak lemah dan yang terpilih
lemas -    Kolaborasi dengan
-    Berta badan ahli gizi untuk
menunjukkan menentukan jumlah
peningkatan kalori yang dibutuhkan
klien
-    Kolaborasi pemberian
obat anti mual
-    Berikan makanan
kesukaan
4 Setelah dilakukan -    Monitor frekuensi,
tindakan asuhan ritme, kedalaman
keperawatan selama …..x pernafasan
24 jam diharapkan klien : -    Monitor pola nafas
-    RR : 18-24 x/menit -    Posisikan pasien ntuk
-    Bernafas mudah memaksimalkan
-    Tidak ada dispnea ventilasi
-    Tidak didapat nafas -    Monitor suhu, warna
pendek dan kelembaban kulit
-    Catat adanya fluktasi
tekanan darah
5 Setelah dilakukan -    Evaluasi adanya nyeri
tindakan asuhan dada
keperawatan selama …..x -    Monitor status
24 jam diharapkan klien : Kardiovaskular
-     Pompa jantung efektif -    Monitor status
dengan kriteria pernafasan yang
-     Td : Sitole>105 dan menandakan gagalnya
Diastole <60 mmHg jantung
-     ND >100x /menit -    Monitor adanya
-     Tidak kelelahan perubahan TD
-    Anjurkan klien untuk
menurunkan stress
-    Monitor TTV
-    Identifikasi penyebab
perubahan TTV
-    Monitor jumlah dan
irama jantung
BAB V
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem
saluran cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah
penyakit Graves (goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi
sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme
berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi
tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium
atas tirotoksikosis. Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis,
sekresi, dan aksi perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan
kemudian untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi
organ. Angka kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara
10-75%. Namun, dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik.
B.     SARAN
Diharapkan siswa dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada klien thyroiditis dengan menggunakan metode proses
keperawatan.
Daftar Pustaka

FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta


Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi9), EGC, Jakarta
Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta Sobotta, 2003, Atlas
Anatomi, (Edisi 21), EGC
Wilkinson, J. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta. EGC
Tandra, Hans. 2011. Mencegah dan Mengatasi Penyakit Tiroid. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Talbot, Laura A, Mary Mayers-Marquardt. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis –Ed.
2. Jakarta: EGC
Suddarth & Brunner. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Stillwell, S. B. 2011. Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2004. Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing 10 th edition. Philadelphia : Lippincott Williams &
WilkinsNayak, Bindu. MD & Burman, Kenneth. MD. 2006. Thyrotoxicosis and
Thyroid Storm. Journal from Endocrinology and Metabolism Clinics of North
Ameerica.
Hudak & Gallo. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi 6 Volume 2.
Jakarta:EGC
Bakta, I Made & Suastika I Ketut. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
EGC: Jakarta
Baughman C. Diane & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan medikal bedah buku
saku dari brunner & suddart. Jakarta; AGC
Beradero, Mary, Mary Wilfrid Dayrit dan Yakobus Siswandi. 2005. Seri Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.
Brunner dan Suddarth. Alih bahasa oleh Yasmin Asih. Editor Monica Ester.2000. 
Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: buku saku.Jakarta: EGC
Gruendemann, B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Jakarta:EGC
Herdman, T. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai