Di susun oleh:
GUNUNGSARI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
Asuhan Keperawatan Kritis Sisitem Endokrin ini tepat pada waktu yang telah
ditentukan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan
dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat
menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari
segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. Oleh karen itu, kritik dan saran yang
membangun dari Dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya,
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah
selanjutnya.
Sarwanti Juniasih
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
A. PENGERTIAN.........................................................................................
B. ETIOLOGI................................................................................................
C. PATOFISIOLOGI.....................................................................................
D. MANIFESTASI KLINIK............................................................................
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................
F. KOMPLIKASI..........................................................................................
G. PENATALAKSANAAN MEDIS...............................................................
A. PENGKAJIAN..........................................................................................
B. DIAGNOSA..............................................................................................
C. INTERVENSI............................................................................................
A. PENGKAJIAN.........................................................................................
BAB V PENUTUP...............................................................................................
A. KESIMPULAN ........................................................................................
B. SARAN....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan kelenjar tiroid ada beberapa macam hal diantaranya krisis Krisis
Tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2% pasien
hipertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya
berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun,
Krisis Tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal.
Krisis Tiroid kebanyakan terjadi pada wanita muda, tapi tidak menutup
kemungkinan terjadi pada semua usia dan jenis kelamin. Angka kematian orang
dewasa pada Krisis Tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan
penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat
inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini Krisis Tiroid,
angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Salah satu jenis hipertiroid yang timbulnya mendadak, namanya Krisis Tiroid
(thyroid crisis) atau badai tiroid (thyroid storm). Terjadinya Krisis Tiroid ini bisa
pada pasien yang sebelumnya sudah ada hipertiroid, atau yang sebelumnya
belum pernah ada tanda-tanda hipertiroid, kemudian lantaran menjalani operasi,
ada infeksi atau trauma lainnya, sehingga terjadi pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan secara mendadak. Jika klien mengonsumsi obat-obatan yang
mengandung yodium, atau setelah diberi yodium radioaktif tanpa minum obat
anti-tiroid sebelumnya, juga dapat mengalami serangan ini. (Hans Tandra, 2011)
Krisis tirotoksik adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering
berhubungan dengan stres fisiologi atau psikologis. Krisis adalah keadaan kritis
terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan
kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani. Kondisi pasien kemungkinan
berkembang secara spontan, tetapi ini sering terjadi pada individu yang tidak
terdiagnosa atau penanganan sebagian dari hipertiroidisme berat. Berdasarkan
definisi hipertiroidisme adalah kondisi di mana kerja hormon tiroid mengakibatkan
respons yang lebih besar dari keadaan normal. Pengenalan tanda-tanda dan
gejala klinis hipertiroidisme adalah kunci untuk mengenali Krisis Tiroid. (Hudak &
Gallo, 2010)
B. Tujuan
A. PENGERTIAN
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
demam tinggi dan disfungsi system kardiovaskuler, system syaraf dan system
saluran cerna.
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk
dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat
terjadi jika tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).
B. ETIOLOGI
Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus, peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan
keduanya.
Krisis tiroid akibat malfungsi hipofisi memberikan gambaran kadar HT dan
TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH.
Krisis tiroid akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi
disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo,
1996).
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa
free- hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska
transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor
resikonya dapat berupa surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik,
belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi
dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).
C. PATOFISIOLOGI
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan
banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis.
Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin
menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa
peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel
tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi
untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan
kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien
tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini
telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan
memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan
tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak
meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul.
Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis
hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan
reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon
dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini
juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi
urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers
gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan
lokalisasi masalah pada kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan
tekhnik radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada
diantara 4,5 dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi
peningkatan pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total
dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga
3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG
tidak jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid
yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai
Ambilan Resin T3 normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25
hingga 0,35 ) yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat
yang ada pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid
biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk
membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid
sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau
hipothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan
akan sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa.
Test ini sudah jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan
sensitifitasnya meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya
dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan
radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan
penanganan penderita karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid,
terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan
laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid
harus diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis
tiroid terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2).
Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat
meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch –
Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan
disfungsi susunan saraf.
F. KOMPLIKASI
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati
dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung
kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu
menangani faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan, menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer
hormon tiroid (Hudak & Gallo, 1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU
lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi
T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal
600-1000 mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol
diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan
atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis
5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis
terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan
kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi
tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan
pengobatan konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan
cairan intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena
dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin.
Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan
Beta bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah
propanolol. Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk
mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi gejala yang terjadi dengan
tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara menurunkan gejala
yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah untuk
menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari
fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga
foto dada (Bakta & Suastika, 1999).
BAB III
LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas atau istirahat
a. Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah, gangguan
koordinasi, Kelelahan berat
b. Tanda : Atrofi otot
2. Sirkulasi
a. Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
b. Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur,
Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.
Takikardia saat istirahat. Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis)
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia), Rasa nyeri /
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang,
nyeri tekan abdomen, Diare, Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat
berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat),
urine berkabut, bau busuk (infeksi), Bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif(diare).
4. Integritas / Ego
a. Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
b. Tanda : Ansietas peka rangsang
5. Makanan / Cairan
a. Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak mengikuti
diet : peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan
berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus,
penggunaan diuretik (tiazid).
b. Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid
(peningkatan kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula
darah), bau halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
6. Neurosensori
a. Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihata
b. Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma ( tahap
lanjut), gangguan memori ( baru masa lalu ) kacau mental. Refleks
tendon dalam (RTD menurun; koma). Aktivitas kejang ( tahap lanjut
dari DKA).
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah
meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8. Pernapasan
a. Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)
b. Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen
(infeksi), frekuensi pernapasan meningkat
B. DIAGNOSA
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh.
2. Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan motilitas
usus
3. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan suplai
O2 ke otak
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol,
keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan denganpeningkatan
metabolisme ( peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan
berat badan)
C. INTERVENSI
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilaksanakan di SDMC, tanggal 29 Desember 2014
1. BIODATA
a) Identitas Penderita
Nama : Sdr. N
TTL : Aceh Timur, 13 April 1994
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tegal turi Giwangan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Mahasiswa
Diagnosa : Krisis Tiroid
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Sdr. N
TTL : -
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tegal turi Giwangan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Mahasiswa
Hubungan dengan klien : Teman klien
2. RIWAYAT KESEHATAN
a) Keluhan utama
Pasien mengatakan tubuhnya terasa lemas.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Setahun yang lalu klien mengeluh nafsu makan meningkat rasa lemas,
banyak berkeringat meskipun dimalam hari. Kemudian terjadi
penurunan berat badan secara beransur. Dan sebulan yang lalu pasien
memeriksakan diri kedokter dengan diagnosa medis Hipertiiroid. Pada
tanggal 29 Desember 2014 pasien memriksakan dieri ke SDMC karena
badannya semakin lemas dan pusing.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Klien pernah menderita penyakit maag, panas, batuk.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien pernah menderita hipertensi, asam urat dan ayah klien pernah
menderita penyakit gatal – gatal.
Keterangan
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
4. PEMERIKSAAN FISIK
a) Tanda – tanda vital
Suhu : 39ºC
Nadi : 110 x / menit
RR : 27 x / menit
BB / TB : 48 kg / 150 cm
TD : 130/80 mmHg
b) Keadaan umum
Keadaan umum tergantung berat ringannya penyakit yang dialami oleh
pasien.
c) Pemeriksaan Head to toe
1. Kulit dan rambut
· Inspeksi
Warna kulit : merah muda (normal), tidak ada lesi
Jumlah rambut : sedikit, rontok
Warna rambut : hitam
Kebersihan rambut: bersih
· Palpasi
Suhu >37ºC
Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik, kulit kering tidak ada
edema, tidak ada lesi.
2. Kepala
· Inspeksi : Bentuk simetris antara kanan dan kiri
Bentuk kepala lonjong tidak ada lesi
3. Mata
Inspeksi : Bentuk bola mata lonjong, simetris antara kanan
dan kiri, sclera berwarna putih, mata normal.
4. Telinga
Inspeksi : Ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri,
Tidak ada serumen pada lubang telinga, tidak ada
Benjolan.
5. Hidung
Inspeksi : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan.
6. Mulut
Inspeksi : Bentuk mulut simetris, lidah bersih, gigi bersih.
7. Leher
Inspeksi : Bentuk leher simetris
Palpasi : Ada pembesaran kelenjar tyroid
8. Paru
Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
Palpasi : getaran lokal femitus sama antara kanan dan kiri
Auskultasi : normal
Perkusi : resonan
9. Abdomen
Inspeksi : perut datar simetris antara kanan dan kiri.
Palpasi : tidak ada nyeri
Perkusi : resonan
10. Ekstremitas
Inspeksi : tangan kanan dan kiri normal
Pemeriksaan Penunjang
TSH – S
Free – T4
Obat – obatan yang digunakan :
Propanoloi
Digoxin
PTU
Neomercazole Carbimazol
New diabets
Metimazol 30 – 60 mg / hari
ANALISA DATA
Nama : N
Umur : 20 tahun
A. KESIMPULAN
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem
saluran cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah
penyakit Graves (goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi
sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme
berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi
tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium
atas tirotoksikosis. Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis,
sekresi, dan aksi perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan
kemudian untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi
organ. Angka kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara
10-75%. Namun, dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik.
B. SARAN
Diharapkan siswa dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada klien thyroiditis dengan menggunakan metode proses
keperawatan.
Daftar Pustaka