DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. M.Luvfi Ardiansyah
2. Reti Apriani
3. Adelia Triputri
4. Putri Andeini
5. Rike Aldela
6. Rima Hayati
7. Yunita
8. Risa Fitriani
9. David Makmur
10. Treida Utami
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah bentuk perawatan medis dan kenyamanan pasien
yang mengontrol intensitas penyakit atau memperlambat kemajuannya, apakah
ada atau tidak ada harapan untuk sembuh. Perawatan paliatif tidak bertujuan untuk
menyediakan obat dan juga tidak sebaliknya perkembangan penyakit. Perawatan
paliatif merupakan bagian penting dalam perawatan pasien yang terminal yang
dapat dilakuakan secara sederhana sering kali prioritas utama adalah kulitas hidup
dan bukan kesembuhan dari penyakit pasien. Namun saat ini, pelayanan kesehatan
di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit
disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelay`anan
tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas
hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya. Pada stadium lanjut, pasien
dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti
nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga
mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas
hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu
penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik,, namun juga
pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang
dilakukandengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif.
(Doyle & Macdonald, 2003: 5).
Karena pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
paliatif care, maka masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien
dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru
perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini
agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik Perawatan
paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan
melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak
2
mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya. (Doyle & Macdonald,
2003: 5).
Sedangkan saat ini hanya beberapa rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih terbatas di 6 (enam) ibu kota
propinsi yait udimulai pada tanggal 19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo
(Surabaya), disusul RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais
(Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta),
dan RS Sanglah (Denpasar).. Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di
Indonesia masih belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk
mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka
diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi
sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan
paliatif. (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
812/Menkes/SK/VII/2007 tantangan yang kita hadapi pada di hari-hari kemudian
nyata sangat besar. Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum
dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit
degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,stroke, Parkinson,
gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/
AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Oleh sebab itu, kelompok kami membahas tentang ruang lingkup perawatan
paliatif care karena pelayanan kesehatan di Indonesia terutama perawat belum
menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut,
atau penyakit yang termasuk dalam lingkup perawatan paliatif.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Teori HIV-AID pada Keperawatan Paliatif?
2. Bagaimana Tahap Berduka?
3. Bagaimana Tipe – Tipe Perjalana Menjelang Kematian?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Paliatif pada pasien HIV-AIDS?
3
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami tentang Asuhan Keperawatan pada pasien Terminal Illness
(Palliative Care) HIV / AIDS
2. Tujuan Kusus.
a. Untuk Mengetahui Konsep Teori HIV-AID pada Keperawatan Paliatif.
b. Untuk Mengetahui Tahap Berduka
c. Untuk Mengetahui Tipe – Tipe Perjalana Menjelang Kematian.
d. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Paliatif pada pasien HIV-
AIDS.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori
I. Definisi
5
II. Etiologi
III. Patofisiologi
6
disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan,
genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T
helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan
biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena
infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper
dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T
helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B
dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan
Kekebalan.
Menurut komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi) :
1. Gejala mayor
a. Berat badan menurun leih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demam/HIV ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari satu bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpeszoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidas orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus sitomegalo
7
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat
dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3 - 6
minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam,
faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal
neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous
maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika
seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual.
Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun
terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami
limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV
akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit
secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan
tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik
daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.
V. Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
8
2. Neurologik
a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis /
ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,
total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,
dan maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit
dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan
efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
9
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek
kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut
VII. Penatalaksanaan
1. Respon biologis / aspek fisik
a. Universal precaution
1) Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh
2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3) Dekontaminasi cairan tubuh pasien
4) Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi
semua alat kedokteran yang dipakai
5) Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan
6) Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh
secara benar dan aman.
10
b. Peran perawat dalam pemberian ARV
Tujuan terapi ARV:
1) Menghentikan replikasi HIV
2) Memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya
infeksi opurtunistik
3) Memperbaiki kualitas hidup
4) Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV
c. Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV – AIDS harus mengkonsumsi suplemen atau
nutrisi tambahan bertujuan untuk beban HIV – AIDS tidak
bertambah akibat defisiensi vitamin dan mineral
d. Aktivitas dan istirahat
2. Respon adaptif psikologis
1) Pikiran positif tentang dirinya
2) Mengontrol diri sendiri
3) Rasionalisasi
4) Teknik perilaku
3. Respon sosial
1) Dukungan emosional
2) Dukungan penghargaan
3) Dukungan instrumental
4) Dukungan informative
4. Respon spiritual
1) Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap
kesembuhan
2) Padai mengambil hikmah
3) Kestabilan hati
5. Resiko epidemiologis infeksi HIV sistomatik
1) Perilaku beresiko epidemiologis
2) Hubungan seksual dengan mitra seksual resiko tinggi tanpa
menggunakan kondom
11
3) Pecandu narkotik suntikan
4) Hubungan seksual yang tidak aman
Memiliki banyak mitra seksual
Mitra seksual yang diketahui pasien HIV / AIDS
Mitra seksual di daerah dengan prevalensi HIV / AIDS
yang tinggi
Homoseksual
5) Pekerjaan dan pelanggan tempat hiburan seperti: panti pijat,
diskotik, karaoke atau tempat prostitusi terselubung
6) Mempunyai riwayat infeksi menular seksual (IMS)
7) Riwayat menerima transfusi darah berulang
8) Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik atau sirkumsisi dengan alat
yang tidak steril
B. Tahap Berduka
12
4. Depretion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan
segera mati.ia sangat sedih karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama
lagi bersama keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance ( penerimaan)
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima kenyataan
bahwa ia akan meninggal. Ia akan berusaha keras untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan
damai. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup
1. Fase prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit
2. Fase akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian
keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis
3. Fase kronis : klien bertempur dengan penyakit dan pengobatnnya, Pasti terjadi. Klien
dalam kondisi terminal akan mengalami masalah baik fisik, psikologis maupun
social-spiritual.
kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon),
retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake
3. Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun.
5. Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
menurun.
4. Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan.
5. Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah
pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
6. Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan
sepanjang hidup.
6. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien
Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal
7. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus
peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa
mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang
8. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena
pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali
tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa
mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat
juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran
Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal
berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat
harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian,
CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal
terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai
Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah
Rekomendasi :
1. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350
pengobatan atau diredakan sebelum terapi ARV dapat dilihat dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 7.Tatalaksana IO sebelum memulai terapi ARV
Progresif Multifocal
Kriptosporidiosis
• Efektivitas
• Interaksi obat
• Kepatuhan
• Harga obat
d. Prinsip dalam pemberian ARV adalah
a. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan
penggunaan obat
III.Kepatuhan
Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan dimana pasien mematuhi
pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri, bukan hanya karena mematuhi perintah dokter. Hal
ini penting karena diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat.
Adherence atau kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap
mengkonsumsi ARV. Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan
terapi ARV yang sangat tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi
virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan. Resiko kegagalan
terapi timbul jika pasien sering lupa minum obat. Kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan
dengan pasien serta komunikasi dan suasana pengobatan yang konstruktif akan membantu pasien
kesehatan yang mahal, tidak jelas dan birokratik adalah penghambat yang
kelompok dalam masyarakat misal waria atau pekerja seks komersial) dan faktor
3. Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan dalam paduan, bentuk
paduan (FDC atau bukan FDC), jumlah pil yang harus diminum, kompleksnya
paduan (frekuensi minum dan pengaruh dengan makanan), karakteristik obat dan
terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik penyerta, dan gejala yang berhubungan
dapat mempengaruhi kepatuhan meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga
kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi
yang melibatkan pasien dalam proses penentuan keputusan, nada afeksi dari hubungan tersebut
(hangat, terbuka, kooperatif, dll) dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan
dengan kebutuhan pasien Sebelum memulai terapi, pasien harus memahami program terapi ARV
beserta konsekuensinya. Proses pemberian informasi, konseling dan dukungan kepatuhan harus
V. Tiga langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan antara lain:
Klien diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana terapi, kemungkinan
timbulnya efek samping dan konsekuensi ketidakpatuhan. Perlu diberikan informasi yang
kepatuhan berobat.
Sebagian klien sudah jenuh dengan beban keluarga atau rumah tangga, pekerjaan dan tidak dapat
menjamin kepatuhan berobat.Sebagian klien tidak siap untuk membuka status nya kepada orang
lain. Hal ini sering mengganggu kepatuhan minum ARV, sehingga sering menjadi hambatan
dalam menjaga kepatuhan. Ketidak siapan pasien bukan merupakan dasar untuk tidak
memberikan ARV, untuk itu klien perlu didukung agar mampu menghadapi kenyataan dan
Setelah memahami keadaan dan masalah klien, perlu dilanjutkan dengan diskusi untuk
Harus direncanakan mekanisme untuk mengingatkan klien berkunjung dan mengambil obat
secara teratur sesuai dengan kondisi pasien.Perlu dibangun hubungan yang saling percaya
antara klien dan petugas kesehatan. Perjanjian berkala dan kunjungan ulang menjadi kunci
kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien. Sikap petugas yang mendukung dan
peduli, tidak mengadili dan menyalahkan pasien, akan mendorong klien untuk bersikap jujur
Menelaah kesiapan pasien untuk terapi ARV. Mempersiapan pasien untuk memulai terapi
Mengutamakan manfaat minum obat daripada membuat pasien takut minum obat dengan
Membantu pasien mengenai cara minum obat dengan menyesuaikan kondisi pasien baik
kultur, ekonomi, kebiasaan hidup (contohnya jika perlu disertai dengan banyak minum
Membantu pasien mengerti efek samping dari setiap obat tanpa membuat pasien takut
Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus tetap menggunakan
kondom ketika melakukan aktifitas seksual atau menggunakan alat suntik steril bagi para
pasien.
Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal) dapat berinteraksi dengan obat ARV yang
diminumnya. Pasien perlu diingatkan untuk komunikasi dengan dokter untuk diskusi
dengan dokter tentang obat-obat yang boleh terus dikonsumsi dan tidak.
Menanyakan cara yang terbaik untuk menghubungi pasien agar dapat memenuhi
janji/jadwal berkunjung.
Mengevaluasi sistem internal rumah sakit dan etika petugas dan aspek lain diluar pasien
sebagai bagian dari prosedur tetap untuk evaluasi ketidak patuhan pasien.
VII. Unsur Konseling untuk Kepatuhan Berobat
Memberikan informasi yang benar dan mengutamakan manfaat postif dari ARV
Mengembangkan rencana terapi secara individual yang sesuai dengan gaya hidup sehari-
hari pasien dan temukan cara yang dapat digunakan sebagai pengingat minum obat
Paduan obat ARV harus disederhanakan untuk mengurangi jumlah pil yang harus
diminum dan frekuensinya (dosis sekali sehari atau dua kali sehari), dan meminimalkan
Penyelesaian masalah kepatuhan yang tidak optimum adalah tergantung dari faktor
penyebabnya.
satunya adalah Henderson mengatakan fungsi khas perawat yaitu melayani individu baik sakit
maupun sehat dengan berbagai aktifitas yang memberikan sumbangan terhadap kesehatan dan
upaya penyembuhan (maupun upaya mengantar kematian yang tenang) sehingga klien dapat
dimilikinya. Jadi, tugas utama perawat yaitu membantu klien menjadi lebih mandiri secepatnya.
Henderson memandang manusia secara holistik atau keseluruhan. Terdiri dari unsur fisik,
biologi, sosiologi dan spiritual. Neuman memandang manusia secara keseluruhan (holistik),
yaitu terdiri dari faktor fisiologis, psikologis, sosial budaya, faktor perkembangan, dan faktor
spiritual yang berhubungan secara dinamis dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu:
1. Faktor fisiologis meliputi struktur dan fungsi tubuh,
3. Faktor sosial budaya meliputi fungsi sistem yang menghubungkan sosial dan ekspektasi
(Tomey & Alligood, 2006) Taylor, Lilis & Lemone (1997) mengatakan spiritualitas adalah
segala sesuatu yang menyinggung tentang hubungan manusia dengan sumber kekuatan hidup
atau Yang maha memiliki kekuatan; Spiritualitas adalah proses menjadi tahu, cinta dan
melayani Tuhan; spiritualitas adalah suatu proses yang melewati batas tubuh atau fisik dan
Craven & Hirnle (2007) mengatakan spiritualitas adalah kualitas atau kehadiran dari
proses meresapi atau memaknai, integritas dan proses yang melebihi kebutuhan
biopsikososial. Inti spiritual menurut Murray & Zentner (1993 dalam Craven & Hirnle,
2007) adalah kualitas dari suatu proses menjadi lebih religius, berusaha mendapatkan
inspirasi, penghormatan, perasaan kagum, memberi makna dan tujuan yang dilakukan oleh
individu yang percaya maupun tidak percaya kepada Tuhan. Proses ini didasarkan pada
usaha untuk harmonisasi atau penyelarasan dengan alam semesta, berusaha keras untuk
menjawab tentang kekuatan yang terbatas, menjadi lebih fokus ketika individu menghadapi
stress emosional, sakit fisik atau menghadapi kematian. Karakteristik mayor dari spiritualitas
menurut Craven & Hirnle (2007) adalah perasaan yang menyeluruh dan harmonisasi
dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan Tuhan yang lebih besar yang dipengaruhi
26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PALIATIF PADA PASIEN HIV/AIDS
A. Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga
pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal
dengan tenang dan damai.
Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi
individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau
menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien
terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi
harus dihindari. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi
dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-
keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang
akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang
kematian dapat terpenuhi.
27
Pencernaan: 2. Faktor stress: 2. Interaksi pasien
Nausea- baru/lama. sosial: menghadapi saat-
vomiting, Diare, 3. Respon perasaan saat terakhirnya.
Dysphagia, BB psikologis : terisolaso/ Apakah semakin
turun 10%/3 Denial,marah, ditolak mendekatkan diri
bulan. cemas,irritabl pada Tuhan
3. Sistem e. ataukah semakin
persarafan : berontak akan
Letargi, Nyeri keadaannya.
sendi, Perawat juga
Encepalopathy. harus mengetahui
4. Sistem disaat-saat seperti
Integumen : ini apakah pasien
edema yang mengharapkan
disebabkan kehadiran tokoh
kaposis agama untuk
sarcoma, lesi di menemani disaat-
kulit atau saat terakhirnya.
mukosa, alergi.
5. Lain – lain :
Demam, resiko
menularkan.
B. Masalah Keperawatan
28
7. Gangguan interaksi sosial
8. Koping pasien/ keluarga
C. Intervensi Keperawatan
Hal yang perlu diperhatikan pada intervensi keperawatan pada perawatan paliatif
pasien HIV/AIDS, adalah :
1. Strategi pencapaian tujuan dari askep
2. Prioritaskan intervensi keperawatan sesuai dengan masalah
keperawatan
3. Libatkan pasien dan keluarga
a. Intervensi keperawatan aspek Biologi
1. universal precautions
2. Pengobatan Infeksi Skunder
3. Pemberian ARV
4. Pemberian Nutrisi; dan (e) aktifitas dan istirahat.
b. Intervensi keperawatan aspek psikososialspiritual :
1. Berikan informasi dengan tepat dan jujur
2. Lakukan komunikasi terapeutik
3. Tunjukan rasa empati
4. Suport pasien
5. Tetap hargai pasien sesuai perannya dalam keluarga
6. Selalu libatkan pasien dalam proses keperawatan
7. Tingkatkan pendamping spiritual yang intensif
D. Implementasi Keperawatan
Dalam melaksanakan implementasi, hal yang harus diperhatikan :
1. Melaksanakan rencana tindakan yang telah dibuat
2. Memberikan askep sesuai masalah keperawatan
3. Langsung pada pasien dan keluarga
4. Hak pasien untuk menerima dan menolak pelaksanaan tindakan
keperawatan
5. Rasa empati, support, motivasi dari berbagai pihak, khususnya
perawat.
29
6. Kolaborasi tim paliatif
E. Evaluasi Keperawatan
30
CONTOH KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF
DENGAN PASIEN HIV/AIDS
A. Pengkajian
1. Identitas pasien.
Nama : Tn. ABC
Umur :37 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : Banten/Indonesia.
Agama : Kristen Katholik
Status perkawinan : belum menikah
Pendidikan/pekerjaan : SMA Makasar Bahasa yang
digunakan : Indonesia
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini :
Pasien sebelumnya tidak pernah sakit serius kecuali batuk dan
pilek.
b. Riwayat kesehatan sekarang :
Sejak 12 tahun, yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw dengan
cara suntik. Karena menggunakan obat terlarang akhirnya
dikucilkan oleh saudara-saudaranya. Klien memakai obat karena
merasa terpukul akibat ditinggal menginggal ibunya. Sejak 1 bulan
yang lalu klin mencret-mencret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang
31
lalu mencretnya makin keras dan tak terkontrol. Klien tgl 10-1-
2016, memeriksakan diri ke UGD RS sobirin
c. Riwayat kesehatan keluarga :
Kedua orang tua sudah meninggal dunia ,tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama atau PMS. Tidak ada
penyakit bawaan dalam keluarga klien.
32
20 hari. tidak dapat putaw sejak
20 hari.
Aktivitas Pasien sebagai guide Pasien mengatakan tidak
freelance sejak sebulan bisa melakukan
tidak bekerja. aktivitasnya karena
lemah, merasa tidak
berdaya dan cepat lelah.
Pasien partial care.
Kebersihan diri Jarang dilakukan. Mandi dibantu petugas,
dan menggosok gigi
dilakukan di tempat tidur.
Hambatan dalam
melakukan kebersihan
diri adalah lemah .
Rekreasi Tidak ada, hanya dengan Hanya ingin bercerita
memakai putaw. dengan petugas.
B. Psikososial.
a. Psikologis :
pasien belum tahu penyakit yang dialaminya, klien hanya merasa
ditelantarkan oleh teman dan keluarganya. Klien punya kaka di
Bandung, tetapi sejak lama tidak berkomunikasi.Klien tidak percaya
dengan kondisinya sekarang. Mekanisme koping pasrah. Klien ingin
diperlakukan manusiawi. Klien pada tanggal 1-1-2023 bermaksud
melakukan bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari lantai II akibat
merasa tidak berguna lagi.
b. Sosial :
sejak 12 tahun susah berkomunikasi dengan keluargasetelah kedua
orang tua nya meninggal , teman-temanya sebagian pemakai putaw
yang sekarang entah dimana.
c. Spiritual :
33
Pada waktu sehat sangat jarang ke Gereja. Klien minta didampingi
Pastur Jelanti dari Menara Kathedral Surabaya.
5. Pemeriksaan Fisik
TTV
Keadaan umum : Pasien tampak lemah, kurus, dan pucat
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 120 x/ mnt
R : 22 x/ mnt
SB : 37,8oC
BB : 40 kg
Head to toe :
Kepala.
Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala nampak kotor dan berbau,
Rambut ikal, nampak kurang bersih.
Mata (penglihatan).
Ketajaman penglihatan dapat melihat, konjungtiva anemis, refleks cahaya
mata baik, tidak menggunakan alat bantu kacamata.
Hidung (penciuman).
Bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi septum, epistaksis, rhinoroe,
peradangan mukosa dan polip. Fungsi penciuman normal.
Teliga (pendengaran).
Serumen dan cairan, perdarahan dan otorhoe, peradangan, pemakaian alat
bantu, semuanya tidak ditemukan pada pasien. Ketajaman pendengaran
dan fungsi pendengaran normal.
Mulut dan gigi.
34
Ada bau mulut, perdarahan dan peradangan tidak ada, ada karang
gigi/karies. Lidah bercak-bercak putih dan tidak hiperemik serta tidak ada
peradangan pada faring.
Leher.
Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena
jugularis tidak meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk.
Thoraks.
Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi paru
normal. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur.
Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada nyeri
tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
Repoduksi
Penis normal, lesi tidak ada.
Ekstremitas
Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat lelah.
Ektremitas atas kanan terdapat tatoo dan pada tangan kiri tampak tanda
bekas suntikan.
Integumen.
Kulit keriput, pucat, akral hangat.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Tanggal28-12-2022
Hb : 8,7
Leukosit : 8,8
Trombosit : 208
PCV : 0,25
b. Terapi : tanggal 14-1-2016
Diet TKTP
35
RL 14 X/mnt
Cotimoxazol : 2 X II tab
Corosorb : 3 X 1 tab
Valium : 3 X 1 tab
7. Klasifikasi Data
36
8. Analisa Data
37
bercak-bercak keputihan, Hb 8,7g/dl,
pucat, konjungtiva anemis
Ds :
Klien merasa diasingkan oleh
keluarga dan teman-temannya, klien
tidak punya uang lagi, klien merasa
frustasi karena tidak punya teman
dan merasa terisolasi. Minta Resiko
Harga diri rendah
dipanggilkan Pastur. bunuh diri
Do :
Mencoba melakukan percobaan
bunuh diri tanggal 14-1-2016,
dengan berusaha menceburkan diri
dari lantai II.
No Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
. Tujuan Intervensi Rasional
1 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan Keseimbangan cairan dan Monitor tanda-tanda Volume cairan deplesi
b/d kehilangan yang berlebihan, diare berat, elektrolit dipertahankan dehidrasi. merupakan komplikasi dan
ditandai dengan : dengan kriteria intake dapat dikoreksi.
Ds : seimbang output, turgor
Pasien mengatakan diare sejak 1 bulan yang lalu, normal, membran mukosa Monitor intake dan ouput Melihat kebutuhan cairan
mengatakan menceret 5-7 kali/hari, kadang demam lembab, kadar urine normal, yang masuk dan keluar.
dan keringat pada malam hari, minum 2-3 tidak diare setelh 3 hari Anjurkan untuk minum
gelas/hari. perawatan. peroral Sebagai kompensasi akibat
Do : peningkatan output.
Turgor masih baik, inkontinensia alvi, BAB encer,
membran mukosa kering, bising usus meningkat 20 Atur pemberian infus dan Memenuhi kebutuhan intake
X/menit eletrolit : RL 20 tetes/menit. yang peroral yang tidak
terpenuhi.
Kolaborasi pemberian
antidiare antimikroba Mencegah kehilangan cairan
tubuh lewat diare (BAB).
2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Setelah satu 4 hari perawatan Monitor kemampuan Mengetahui jenis makanan
intake yang tidak adekuat ditandai dengan : pasien mempunyai intake mengunyah dan menelan. yang lebih cocok
Ds : kalori dan protein yang
Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan, saat adekuat untuk memenuhi Monitor intake dan ouput. Untuk membandingkan
menelan sakit, mengatakan tidak bisa kebutuhan metaboliknya kebutuhan dengan suplai
menghabiskan porsi yang disiapkan. dengan kriteria pasien makan, Rencanakan diet dengan sehingga diharapkan tidak
Do : serum albumin dan protein pasien dan orang penting terjadi kurang nutrisi
Lemah, 4 hari tidak makan, mulut kotor, lemah, dalam batas normal, lainnya.Anjurkan oral
holitosis, lidah ada bercak-bercak keputihan, Hb menghabiskan porsi yang hygiene sebelum makan. Untuk mengurangi kotoran
8,7g/dl, pucat, konjungtiva anemis disiapkan, tidak nyeri saat dalam mulut yang dapat
menelan, mulut bersih. Anjurkan untuk beri menurunkan nafsu makan.
makanan ringan sedikit tapi
sering.Timbang TB/BB
Untuk mengatasi penurunan
keluhan makan
3 Resiko infeksi b/d immunocompromised ditandai Pasien akan bebas infeksi Monitor tanda-tanda infeksi Untuk pengobatan dini
dengan : oportunistik dan baru.
Ds : komplikasinya dengan
Pasien mengatakan kadang demam kriteria tak ada tanda-tanda gunakan teknik aseptik pada Mencegah pasien terpapar
Do : infeksi baru, lab tidak ada setiap tindakan invasif. Cuci oleh kuman patogen yang
Keadaan umum : Pasien tampak lemah, kurus, dan infeksi oportunis, tanda vital tangan sebelum meberikan diperoleh di rumah sakit.
pucat dalam batas normal, tidak ada tindakan.
Kesadaran : Compos Mentis luka atau eksudat. Mencegah bertambahnya
TD : 110/70 mmHg Anjurkan pasien metoda infeksi
N : 120 x/ mnt mencegah terpapar terhadap
R : 22 x/ mnt lingkungan yang patogen. Mempertahankan kadar
SB : 37,8oC darah yang terapeutik.
Atur pemberian antiinfeksi
sesuai order
4 Resiko bunuh diri b/d harga diri rendah ditandai Setelah 4 hari klien tidak . Waspada pada setiap Karena tanda tersebut
dengan : membahayakan dirinya ancaman bunuh diri sebagai tanda permintaan
Ds : sendiri secara fisik. tolong
Klien merasa diasingkan oleh keluarga dan teman- Jauhkan semua benda
temannya, klien tidak punya uang lagi, klien merasa berbahaya dari lingkungan Untuk mencegah
frustasi karena tidak punya teman dan merasa klien penggunaan benda
terisolasi. Minta dipanggilkan Pastur. tersebut untuk tindakan
Do : Observasi secara ketat bunuh diri
Mencoba melakukan percobaan bunuh diri tanggal
14-1-2016, dengan berusaha menceburkan diri dari Untuk mencegah jika
lantai II. Observasi jika klien minum ditemukan gejala
obat perilaku bunuh diri
Obat mengandung
Komunikasikan kepedulian antidepresan dapat
perawat kepada klien. mengurangi perilaku
bunuh diri klien.
Waspada jika tiba-tiba
menjadi tenang dan tampak Untuk meningkatkan
tentram harga diri klien
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perubahan spiritual yang dibutuhkan oleh klien setelah di diagnosis HIV/Aids Nilai-nilai
spiritual dan tujuan hidup klien pasca diagnosis HIV/Aids adalah menghargai hidup pasca
diagnosis HIV dengan lebih menghargai makna hidup sebenarnya, menikmati hidup dan pasrah
menerima keadaan. Dukungan yang kuat dari keluarga dalam hal ini pasangan hidup, teman
dekat membantu klien HIV/Aids melewati masa-masa sulit pasca diagnosis HIV sangat
penting. Harapan terhadap kehidupan yang lebih baik dihari depan setelah keluar dari rumah
sakit adalah mencari pekerjaan dan memulai hidup yang baru, masih ingin terus berkarya,
memanfaatkan kesempatan hidup yang telah diberikan Tuhan, memperbaiki diri kembali pada
4.2 Saran
Penderita HIV AIDS memerlukan dukungan dukungan dari keluarga mauapun orang
orang terdekat, Nilai-nilai spiritual dan tujuan hidup klien pasca diagnosis HIV/Aids adalah
menghargai hidup pasca diagnosis HIV dengan lebih menghargai makna hidup sebenarnya,
menikmati hidup dan pasrah menerima keadaan. Dukungan yang kuat dari keluarga dalam hal ini
pasangan hidup, teman dekat membantu klien HIV/Aids adalah sangat penting dan hindari
pengucilan pada paien HIV AIDS karena justru akan memperburuk dari segi kesehatan maupun
mentalnya dan perlunya untuk membimbing maupun menuntun pasien HIV AIDS untuk dekat
Disalah satu rumah sakit di Kota Sumedang , terdapat pasien yang menderita penyakit
HIV/AIDS. Pasien bernama Intan yang berusia 20 tahun pada awalnya dibawa ke Rumah Sakit
dengan keluhan BAB lebih dari 3x dalam sehari dan tubuhnya mengeluarkan keringat yang
berlebih. Pasien mendapatkan perawatan dan meminum obat secara rutin. Akan tetapi, setelah
mendapatkan perwatan yang intensif selama seminggu , kondisi pasien bukannya membaik akan
tetapi sebaliknya, kondisi pasien justru kian hari kian memburuk. Pasien mengalami peningkatan
suhu tubuh serta mengalami penurunan berat badan yang sangat drastis. Dokter dan Perawat pun
melakukan pemeriksaan kembali berupa tes darah. Ternyata dari hasil pemeriksaan, pasien
positif terkena HIV/AIDS. Dokter pun memberitahukan hal tersebut kepada keluarga pasien.
Perawat : “Assalamualikum, apakah benar ini dengan keluarga dari pasien yang bernama
Intan?”
Perawat : “Baik, mari ikut dengan saya” dokter ingin bicara dengan ibu terkait dengan
pemeriksaan)
Dokter : “Iya bu, HIV/AIDS termasuk salah satu pentakit yang sangat berbahaya.
HIV/AIDS adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, sehingga pasien sangat
rentang untuk terkena penyakit. Pada saat anak ibu batuk-batuk yang tak kunjung henti, itu
merupakan salah satu tanda bahwa sistem kekebalan tubuhnya sudah terserang oleh virus.
HIV/AIDS juga termasuk salah satu penyakit yang menular. Oleh sebab itu anak ibu akan kami
pindahkan ke ruangan isolasi, guna mencegah terjadinya penularan pada pasien lainnya”
Keluarga : “Bagaimana dengan pengobatannya dok , bisa sembuh kan?” (sambil menangis
Dokter : “Untuk sembuh, kemungkinannya memang kecil, akan tetapi kita dapat menekan
pergerakan dari virus tersebut, agar virus tidak menimbulkan kerusakan yang
semakin parah”
Keluarga : “Tapi.. apa penyebabnya apa dok ? (dengan wajah yang cemas)
Dokter : “Biasanya virus ini bisa ditularkan dari penggunaan jarum suntik, pergaulan
bebas, atau dari ibu yang terinfeksi HIV/AIDS yang kemudian menyusui
anaknya. Nah bagaimana dengan pola pergaulan dan lingkungan anak ibu
sendiri?”
Keluarga : “Setau saya anak saya sering keluar malam, dan saya tidak dapat
waktu”
Dokter : “ohh... kalau begitu sebaiknya kita fokus saja ke pengobatan yang akan
Ibu pasien pun kembali menuju ke ruangan dimana anaknya dirawat, dan ia memberitahukan hal
Keluarga : “Assalamualaikum” (dengan raut wajah yang lemas dan mata yang sembab)
Keluarga : “Nak, ada yang ingin mamah sampaikan, kamu harus kuat ya nak...”
Keluarga : “Tadi setelah mamah dipanggil sama perawat terkait dengan kondisi kamu saat
ini. (menghela nafas). Kamu harus rajin minum obat ya nak, biar kamu cepet sembuh”
Setelah beberapa hari mendapatkan perawatan, kondisi pasien tak kunjung membaik.
Pasien : “Mah aku tuh kenapa sih? Kok semakin hari aku merasa kalau kondisi aku
Keluarga : “Kamu yang sabar nak, mamah juga mengusahakan yang terbaik
Semenjak pasien mengetahui penyakit yang dideritanya, pasien sangat terpukul. Pasien tidak
mau makan, tidak mau bertemu dengan siapa pun, dan kondisinya semakin memburuk.
Beberapa hari kemudian , perawat dan rohaniawan mengadakan doa bersama sebelum memulai
aktivitas. Perawat dan rohaniawan mendatangi pasiennya satu persatu untuk memimpin doa
Salah satu perawat dan rohaniawan pun datang ke ruangan dimana Intan
Perawat : “,ibu, perkenalkan saya perawat yang shift pagi nama saya Eli, dan ini ibu Sri,
kami akan memimpin doa bersama untuk kesembuhan intan, bagaimana ibu
setuju?”.
Rohaniawan : “Sekarang kita berdoa terlebih dahulu ya, untuk kesembuhan pasien, mari kita
lain,
Perawat : “Assalamualaikum”
Perawat :” Intan masih kenal dengan saya ? nama saya Eli , saya sekarang akan
membantu intan minum obat karena’ Sekarang sudah waktunya makan dan
Pasien : “Untuk apa makan dan minum obat, penyakit saya juga kan ga sembuh-
Perawat : “Intan kamu ga boleh kaya gitu, kamu harus yakin kalau kamu akan sembuh.
Kamu harus percaya bahwa ada kekuatan yang lebih besar, yaitu Allah SWT.
Allah akan memberikan yang terbaik bagi umatnya yang berikhtiar dan
sabar”
Pasien : “Engga, saya mending mati aja. Dari pada hidup, tapi saya hanya menyusahkan
Perawat : “Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, kamu harus percaya akan hal itu.
Kamu juga harus ingat bahwa orang di sekitar kamu itu sayang samu kamu,
dan menginginkan kamu sembuh. Keluarga kamu sudah berusaha untuk
kesembuhan kamu, sekarang tinggal kamu yang harus berjuang untuk
yang sayang sama kamu” dan untuk ibu atau keluarga yang lain mohon
untuk terus menyemangati intan ya ,untuk semangat hidupnya dan selalu terus
Pasien : (terdiam)
Pasien : “Saya merasa malu dengan masa lalu saya sus, jikalau saya hidup pun, saya
hanya akan membawa rasa malu yang akan di tanggung oleh keluarga
saya”
Perawat : “Tidak ada orang tua yang akan membenci anaknya sendiri, jika kamu hidup
Keluarga : “ betul intan mamah sayang kamu, mamah ingin kamu cepat sembuh “.
Dzuhur, Intan bisa sekalian berdoa kepada Allah SWT agar diberikan
Perawat : “Baiklah saya akan menuntun Intan untuk melakukan sholat Dzuhur ya.
Perawat : “Baiklah, sekarang kita lakukan tayamum dulu ya. Caranya intan pukulkan
wajah dengan
kedua telapak tangan. Dilakukan sekali usap saja ya. (sambil mempraktekan)
Perawat : “Nah tayamumnya sudah selesai, sekarang Intan sholatya, niatkan didalam
hati Intan dan mintalah kesembuhan kepada Allah, karena hanya Allah lah
yang
Perawat : “nah makan dan obatnya saya simpan disini, nanti jika Intan sudah
selasai sholatnya, Intan makan dan jangan lupa obatnya juga diminum
Perawat :
“Assalamualaikum” Pasien
: “Waalikumsalam”
Setelah berbincang dengan perawat cukup lama dan sering , pasien sudah mulai menerima
penyakit yang di deritanya. Sekarang pasien juga menjadi rajin sholat, mau makan dan