Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

”Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan

Penyakit Jantung Bawaan ( PJB ) ”

Dosen Pengampu :

Halimah, Ns, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh :

1. DEDE SAPUTRA : PO71200210004


2. ARLA ASTIKA YOLANDA : PO71200210008
3. ELSA APRIANI PUTRI : PO71200210028
4. RAHMAWATI : PO71200210038

PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-
Nya sehingga makalah dengan judul “Penyakit Jantung Bawan " dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kelompok dari ibu Halimah, Ns,
S.Kep, M.Kep pada mata kuliah keperawatan medical bedah 1. Selain itu, penyusunan
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan kepada pembaca.

Penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Halimah, Ns, S.Kep, M.Kep
selaku dosen mata kuliah keperawatan Anak Berkat tugas yang diberikan ini, dapat
menambah wawasan penyusun berkaitan dengan topik yang diberikan. Penyusun juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu kami memohon maaf atas kesalahan dan ke tidak sempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Kami juga mengharap adanya kritik serta saran
dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Jambi, 25 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 6
A. KONSEP MEDIS........................................................................................................................ 6
A. Definisi Penyakit Jantung Bawaan ......................................................................................... 6
B. Etiologi.................................................................................................................................... 7
C. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan ..................................................................................... 8
D. Patofisiologi Penyakit Jantung Bawaan ................................................................................ 13
E. Manifestasi Klinik Penyakit Jantung Bawaan....................................................................... 14
F. Pemeriksaan Diagnostik PJB ................................................................................................ 17
G. Tatalaksanaan PJB ................................................................................................................ 17
H. Komplikasi PJB .................................................................................................................... 20
I. Deteksi Dini PJB ................................................................................................................... 21
J. Apa Yang Harus Di Lakukan Bila Menghadapi Pasien Atau Di Curigai Menderita PJB .... 24
B. PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN PJB .................................... 25
A. PENGKAJIAN ...................................................................................................................... 25
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN .......................................................................................... 30
C. INTERVENSI KEPERAWATAN ........................................................................................ 31
D. IMPLEMENTASI ................................................................................................................. 34
E. EVALUASI........................................................................................................................... 34
BAB III.................................................................................................................................... 35
PENUTUP............................................................................................................................... 35
A. KESIMPULAN ......................................................................................................................... 35
B. SARAN ..................................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 36
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease adalah suatu kelainan formasi dari
jantung atau pembuluh darah besar dekat jantung. “Congenital” hanya berbicara tentang
waktu tapi bukan penyebabnya, yang artinya adalah “lahir dengan” atau “hadir pada
kelahiran”.
Nama alternatif lainnya untuk penyakit jantung bawaan termasuk: congenital heart
defect, congenital heart malformation, congenital cardiovascular disease, congenital
cardiovascular defect dan congenital cardiovascular malformation.
Penyakit jantung congenital adalah bentuk yang paling sering dijumpai pada kerusakan
utama pada kelahiran bayi-bayi, mempengaruhi hampir 1% dari bayi-bayi baru lahir (8 dari
1000). Penyakit jantung congenital dapat mempunyai beragam penyebab. Penyebab
penyebabnya termasuk faktor lingkungan (seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan dan
infeksi-infeksi), penyakit-penyakit tertentu ibu, abnormalitas kromosom, penyakit-penyakit
keturunan (genetic) dan faktor-faktor yang tidak diketahui (Idiopathic).

Faktor-faktor lingkungan kadang-kadang yang bersalah. Contohnya, jika seorang ibu


mendapat German Measles (rubella) selama kehamilan, maka infeksinya dapat memengaruhi
perkembangan jantung dari bayi kandungannya (dan juga organ-organ lainnya). Jika ibunya
mengkonsumsi alkohol selama kehamilan, maka fetusnya dapat menderita Fetal Alcohol
Syndrome (FAS) termasuk PJB.

Exposure terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga menyebabkan PJB.
Satu contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane) yang digunakan untuk jerawat
(acne). Contoh-contoh lain adalah obat-obatan anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti
Dilantin) dan valproate.

Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko mengembangkan PJB


pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus, terutama pada wanita-wanita
yang gula darahnya kurang optimal terkontrol selama kehamilan, berisiko tinggi mendapat
PJB. Dan wanita yang mempunyai penyakit keturunan phenylketonuria (PKU) dan tidak
berada pada spesial dietnya selama kehamilan, bertendensi juga mempunyai bayi dengan
PJB.
Kelainan kromosom dapat menyebabkan penyakit jantung congenital (kromosom
mengandung materi genetik, DNA). Pada kira-kira 3% dari seluruh anak-anak dengan PJB
dapat ditemukan kelainan kromosom

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan PJB ?

C. Tujuan

a. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan PJB (CHD).
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari PJB
2. Mengetahui etiologi dari PJB
3. Mengetahui patofisiologi dari PJB
4. Mengetahui manifestasi klinis dari PJB
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik PJB
6. Mengetahui penatalaksanaan medis PJB
7. Mengetahui komplikasi PJB
8. Mengetahui deteksi PJB
9. Apa Yang Harus Di Lakukan Bila Menghadapi Pasien Atau Di Curigai Menderita
PJB
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan PJB
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS

A. Definisi Penyakit Jantung Bawaan


Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan
malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir.
Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak.
Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit
jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien
tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini usia
muda.
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit struktural jantung dan pembuluh darah
besar yang sudah terdapat sejak lahir. Perlu diingatkan bahwa tidak semua penyakit
jantung bawaan tersebut dapat dideteksi segera setelah lahir, tidak jarang penyakit
jantung bawaan baru bermanifestasi secara klinis setelah pasien berusia beberapa
minggu, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun (Markum, 1)

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, dan terjadi
ketika bayi masih berada dalam kandungan. Kelainan pembentukan jantung terjadi pada
awal kehamilan karena saat usia kandungan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap.
Penyakit jantung adalah kondisi ketika jantung mengalami gangguan. Bentuk gangguan itu
sendiri bermacam-macam, bisa berupa gangguan pada pembuluh darah jantung, katup
jantung, atau otot jantung. Penyakit jantung juga dapat disebabkan oleh infeksi atau kelainan
lahir.

Jantung sebagai pompa, berfungsi memompakan darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi
tubuh akan kebutuhan metabolisme. Penyakit jantung bawaan dapat berupa defek pada sekat
yang membatasi ke dua atrium atau ventrikel sehingga terjadi percampuran darah pada
tingkat atrium atau ventrikel, misalnya defek septum ventrikel atau defek septum atrium.
Dapat juga terjadi pada pembuluh darah yang tetap terbuka yang seharusnya menutup setelah
lahir seperti pada duktus arteriosus persisten.
B. Etiologi
Penyakit jantung bawaan dapat mempunyai beragam penyebab. Penyebab-
penyebabnya termasuk faktor lingkungan (seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan dan
infeksi), penyakit-penyakit tertentu ibu, abnormalitas kromosom, penyakit keturunan
(genetik) dan faktor-faktor yang tidak diketahui (idiopathic). Namun pada dasarnya
penyebab penyakit jantung bawaan ini berkaitan dengan kelainan perkembangan
embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar
dibentuk.
Faktor-faktor lingkungan terkadang yang dipersalahkan, contohnya jika seorang
ibu mendapat German measles (rubella) selama kehamilan, maka infeksinya dapat
mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi kandungannya (dan juga organ-organ
lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi alkohol selama kehamilan, maka fetusnya dapat
menderita fetal alcohol syndrome (FAS) termasuk PJB

Exposure terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga menyebabkan PJB. Satu
contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane) yang digunakan untuk jerawat (acne).
Contoh-contoh lain adalah obat-obatan anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti Dilantin)
dan valproate. Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko
mengembangkan PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus, terutama
pada wanita- wanita yang gula darahnya kurang optimal terkontrol selama kehamilan,
berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita yang mempunyai penyakit keturunan
phenylketonuria (PKU) dan tidak berada pada spesial dietnya selama kehamilan, bertendensi
juga mempunyai bayi dengan PJB.

Kelainan kromosom dapat menyebabkan penyakit jantung congenital (kromosom


mengandung materi genetik, DNA). Pada kira-kira 3% dari seluruh anak-anak dengan PJB
dapat ditemukan kelainan kromosom
C. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan
Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung bawaan. Penggolongan
yang sangat sederhana adalah penggolongan yang didasarkan pada adanya sianosis serta
vaskularisasi patu, yaitu :

1. Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik dengan Vaskularisasi Paru Bertambah


Terdapat defek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap terbuka adanya
pirau (kebocoran) darah dari kiri ke kanan karena tekanan jantung dibagian kiri lebih
tinggi daripada bagian kanan, meliputi:

a. Defek Septum Ventrikel (DSV)


DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya darah
dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada systole.

Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat,
banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik, diameter dada bertambah,
sering terlihat pembenjolan dada kiri. Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan
retraksi pada jugulum, sela intrakosta dan region espigastrium. Pada anak yang kurus
terlihat impuls jantung yang hiperdinamika

Penatalaksanaan
Pasien dengan DSV besar perlu ditolong dengan obat-obatan untuk mengatasi gagal
jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretik, misalnya lasix. Bila obat dapat
memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan membaiknya pernafasan dan
bertambahnya berat badan, maka operasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun.
Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup
berkurang.

b. Defek Septum Atrium


Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen ovale atau pada
septum atrium. Tekanan pada foramen oval atau septum atrium, tekanan pada sisi
kanan jantung meningkat.
Manifestasi Klinis
Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas.
Mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto rongen ditemukan adanya
pembesaran jantung dan diagnosa dipastikan dengan katerisasi jantung.
Penatalaksanaan Kelainan tersebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu
graftpembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik.

c. Duktus Atereosus Persisten


DAP adalah terdapatnya pembulu darah fetal yang menghubungkan percabangan
arteri pulmonalis sebelah kiri ke aorta desendens tepat disebelah arteri subklavikula
kiri. DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-
macam, bisa karena infeksi rubella pada ibu dan prematuritas.

Manifestasi Klinis
Neonatus menunjukkan tanda-tanda respiratori distres seperti mendengkur takipnea
dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak maka anak akan mengalami dyspnea,
kardio megali, hipertrofi ventrikuler kiri akibat penyesuaian jantung terhadap
peningkatan volume darah, adanya tanda „machinery type”Murmur jantung akibat
aliran darah turbulen dari aorta melewati duktus menetap. Tekanan darah sistolik
mungkin tinggi karena pembesaran ventrikel kiri.

Penatalaksanaan
Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan biasanya diobati
dengan aspirin atau ideomethacin yang menyebabkan kontraksi otot lunak pada
duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat untuk dilakukan operasi.

2. PJB Non Sianotik dengan Vaskularisasi Paru Normal

a. Stenosis Aorta
Pada kelainan ini striktura terjadi diatas atau dibawah katup aorta. Katupnya sendiri
mungkin terkena atau retriksi atau tersumbat secara total aliran darah.
Manifestasi Klinik
Anak menjadi kelelahan dan pusing sewaktu cardiac output menurun. Tanda- tanda
ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O2 tidak terpenuhi, hal ini
menjadi serius dapat menyebabkan kematian, ini juga ditandai dengan adanya
murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum, diagnose ditegakkan
berdasarkan gambaran ECG yang menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri, dan
dari kateterisasi jantung yang menunjukkan striktura.

Penatalaksanaan
Stenosis dihilangkan dengan insisi pada katup yang dilakukan pada saat anak mampu
melakukan pembedahan.

b. Stenosis Pulmonal (SP)


Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya striktura pada katup normal tetapi
puncaknya menyatu.

Manifestasi Klinik
Tergantung pada kondisi stenosis. Anak dapat mengalami dyspnea dan kelelahan,
karena aliran darah ke paru-paru tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan O2 dari
cardiac output yang meningkat. Dalam keadaan stenosis yang berat, darah kembali ke
atrium kanan yang dapat menyebabkan kegagalan jantung kongesti. Stenosis ini di
diagnosis berdasarkan murmur jantung sistolik, ECG dan kateterisasi jantung.

Penatalaksanaan
Stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang dilakukan pada saat anak
berusia 2-3 tahun.

c. Koarktasio Aorta
Kelainan pada koarktasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara. Kontriksi
mungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteriosus. Kelainan ini biasanya tidak
segera diketahui, kecuali pada kontriksi berat. Untuk itu, penting melakukan skrening
anak saat memeriksan kesehatannya, khususnya bila anak mengikuti kegiatan
kegiatan olahraga.
Manifestasi Klinik
Ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah, searah proksimal pada kelainan dan
penurunan secara distal. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan daripada kaki.
Denyut nadi pada lengan terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan femoral.
Kadang-kadang dijumpai adanya murmur jantung lemah dengan frekuensi tinggi.
Diagnosa ditegakkan dengan aortagraphy.

Penatalaksanaan
Kelainan dapat dikoreksi dengan Balloon Angioplasty pengangkatan bagian aorta
berkontriksi atau anastomi bagian akhir, atau dengan cara memasukkan suatu graf.

3. PJB Sianotik dengan Vaskularisasi Paru Berkurang

Tetralogy Of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang
ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel
(VSD), obstruksi aliran keluar ventrikel kanan (stenosis pulmonal), overriding aorta,
dan hipertrofi ventrikel kanan (Wahab, A, Samik, 2003).

Menurut Kirklin, tetralogy of fallot yang murni tidak hanya sederetan kompleks
tersebut diatas tetapi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: VSD (defek sekat
ventrikel) harus besar, paling sedikit harus sebesar lubang aorta, stenosis pulmonal.
derajat tinggi, sedemikian sehingga tekanan pada ventrikel kanan sama atau lebih
besar daripada tekanan pada ventrikel kiri. Dengan demikian jelas akan shunt dari
kanan ke kiri.derajat tinggi, sedemikian sehingga tekanan pada ventrikel kanan sama
atau lebih besar daripada tekanan pada ventrikel kiri. Dengan demikian jelas akan
shunt dari kanan ke kiri.

Manifestasi Klinik
Bayi baru lahir dengan TOF menampakan gejala yang nyata yaitu adanya sianosis,
letargi dan lemah. Selain itu juga tampak tanda-tanda dyspnea yang kemudian disertai
jari-jari clubbing, bayi berukuran kecil dan berat badan kurang. Bersamaan dengan
pertambahan usia, bayi diobservasi secara teratur, serta diusahakan untuk mencegah
terjadinya dyspnea. Bayi mudah mengalami infeksi saluran pernafasan atas. Diagnosa
berdasarkan pada gejala-gejala klinis, murmur jantung, EKG foto rongent dan
kateterisasi jantung.

Sebenarnya, secara hemodinamik yang memegang peranan adalah adanya VSD dan
stenosis pulmonal. Dan dari kedua kelainan ini yang terpenting adalah obstruksi atau
stenosis pulmonal. Misalnya, VSD sedang kombinasi dengan stenosis pulmonal
ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih lebih rendah daripada tekanan ventrikel
kiri. Tentu saja shunt akan berjalan dari kiri ke kanan. Bila anak dan jantung semakin
besar (karena pertumbuhan), defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tetapi
derajat stenosis menjadi lebih berat, arah shunt dapat berubah. Pada suatu saat dapat
terjadi tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri, meskipun defek pada sekat
ventrikel besar, shunt tidak ada. Tetapi bila keseimbangan ini terganggu, misalnya
karena melakukan pekerjaan. Isi sekuncup bertambah, tetapi obstruksi pada ventrikel
kanan tetap, tekanan pada ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan ventrikel kiri,
shunt menjadi dari kanan ke kiri dan terjadi sianosis. Jadi, sebenarnya gejala klinis
sangat bergantung pada derajat stenosis, juga pada besarnya defek sekat.

Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui foramen
ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih besar dari pada
tekanan pada atrium kiri.

4. PJB Sianostik dengan Vaskularisasi Paru Bertambah

a. Transposisi Arteri Besar (TAB) / Transpotition Great Artery ( TGA )


Apabila pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta, arteri aorta dan pulmonal
secara anatomis akan terpengaruh. Anak tidak akan hidup kecuali ada suatu duktus
ariosus menetap atau kelainan septum ventrikular atau atrium, yang menyebabkan
bercampurnya darah arteri-vena. Pada TGA terjadi perubahan tempat keluarnya posisi
aorta dan a.pulmonalis yakni aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah
anterior a.pulmonalis, sedangkan a.pulmonalis keluar dari ventrikel kiri terletak
posterior terhadap aorta. Akibatnya aorta menerima darah v. Sistemik dari vena cava,
atrium kanan, ventrikel kanan dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik. Sedang
darah dari vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri dan diteruskan ke a.
Pulmonalis dan seterusnya ke paru. Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik
dan paru tersebut terpisah dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada
komunikasi antara 2 sirkulasi ini. Pada neonatus percampuran darah terjadi melalui
duktus arteriosus dan foramen ovale keatrium kanan. Pada umumnya percampuran
melalui duktus dan foramen ovale ini tidak adekuat, dan bila duktus arteriosus
menutup maka tidak terdapat percampuran lagi di tempat tersebut, keadaan ini sangat
mengancam jiwa penderita.

Manifestasi Klinik
Transportasi pembuluh-pembuluh darah ini bergantung pada adanya kelainan atau
stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainan merupakan PDA atau ASD atau
VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.

Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada saat prosedur
suatu kateter balon dimasukkan ketika katerisasi jantung untuk memperbesar kelainan
septum intra arterial. Pada cara blalock Halen dibuat suatu kelainan septum atrium.
Pada Edward vena pulmonal kanan. Cara Mustard digunakan untuk koreksi yang
permanen septum dihilangkan dibuatkan sambungan sehingga darah yang
teroksigenasi dari vena pulmonalis kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh
dan darah tidak teroksigenasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonal untuk
keperluan sirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelainan ini telah berkurang secara
nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.

D. Patofisiologi Penyakit Jantung Bawaan


Penyakit Jantung Bawaan dipengaruhi oleh faktor yaitu faktor genetik dan maternal. Pada
kelainan struktur jantung digolongkan menjadi penyakit jantung bawaan asianotik dan
penyakit jantung bawaan sianotik. Penyakit jantung bawaan asianotik; kondisi ini disebabkan
oleh lesi yang memungkinkan darah shunt dari kiri ke sisi kanan sirkulasi atau yang
menghalangi aliran darah dengan penyempitan katup serta pencampuran darah dari arteri
(Padila, 2013).

Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah. Daerah bertekanan tinggi ialah jantung kiri dan sedangkan yang
bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru memiliki tahanan yang rendah
sedangkan sistem sirkulasi sistemik memiliki tahanan tinggi. Apabila terjadi hubugan antara
rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang
bertekanan rendah maka akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan
tinggike rongga jantung yang bertekanan rendah.

Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya
pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung bagian
kanan akan lebih tinggi dibanding rongga jantung bagian kiri sehingga darah dari ventrikel
kanan yang miskin oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya
oksigen, keadaan ini disebut pirau (shunt) kanan ke kiri, yang dapat berakibat pada
kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan
menyebabkan sianosis. Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal
sebagai berikut:

 Peningkatan kerja jantung, dengan gejala: kardiomegali, hipertofi, dan takikardia.


 Curah jantung yang rendah dengan gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi
aktivitas.
 Hipertensi pulmonal, dengan gejala: takipnea dan dyspnea.
 Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis

E. Manifestasi Klinik Penyakit Jantung Bawaan


Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang
menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya
toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung,
dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.

a. Gangguan pertumbuhan. Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan
pertumbuhan timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan
pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat
timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.
b. Sianosis. Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis
mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat
kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang
sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada
ujung-ujung jari.
c. Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk
menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien
gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi
latihan dapat ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak
sebaya, apakah pasien cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas
yang biasa, atau sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat
bayi menetek. Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering
beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih
besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien
tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan.
d. Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke
paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli
jantung anak karena anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak
sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum di
rujuk ke ahli jantung anak
e. Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam
menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang
merupakan alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi
bising, derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun
tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisik, tidak menyingkirkan
adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis

Gejala-gejala dan tanda-tanda dari PJB dihubungkan dengan tipe dan keparahandari
kerusakan jantung. Beberapa anak tidak memiliki gejala atau tanda-tanda, dimana yang
lainnya mengembangkan sesak napas, cyanosis (warna kulit yang biru disebabkan kurangnya
kadar oksigen dalam darah), nyeri dada, syncope, kurang gizi, atau kurang pertumbuhannya.

Kerusakan atrial septal (sebuah lubang di dinding antara atrium kanan dan kiri), misalnya
dapat menyebabkan sedikit atau sama sekali tidak ada gejala. Kerusakan dapat berlangsung
tanpa terdeteksi selama puluhan taun.
Aortic Stenosis (halangan aliran darah pada klep aortic karena katup yang abnormal) juga
umumnya tidak menyebabkan gejala-gejala terutama ketika stenosis (penyempitan) ringan.
Pada kasus aortic stenosis berat yang mana kasus ini jarang terjadi, gejala-gejala dapat terjadi
selama masa bayi dan anak-anak. Gejala-gejala dapat termasuk pingsan, pusing, nyeri dada,
sesak napas dan keletihan yang luar biasa.

Ventricular Septal Defect (VSD) adalah contoh lain dimana gejala-gejala berhubungan
dengan kerusakan yang berat. VSD adalah lubang diantara dua ventrikel. Ketika
kerusakannya kecil anak-anak tidak menderita gejala, satu-satunya tanda dari gejala adalah
desiran keras dari jantung. Jika lubangnya besar, maka akan terjadi resiko gagal jantung,
kurang gizi dan pertumbuhan yang lambat. Pada kasus-kasus yang lain dengan komplikasi
pulmonaryhypertension permanen (kenaikan tekanan darah yang parah pada arteri-arteri di
paru-paru), synopsis dapat terjadi.

Tetralogy of Fallot (TOF) adalah suatu kerusakan jantung yang merupakan gabungan antara
VSD dengan halangan aliran darah keluar dari ventrikel kanan. Cyanosis adalah umum pada
bayi dan anak-anak dengan TOF. Cyanosis dapat timbul segera setelah kelahiran dengan
episode mendadak dari cyanosis parah dengan pernapasan yang cepat bahkan mungkin
menjadi pingsan. Selama latihan anak-anak yang lebih dewasa dengan TOF bisa tiba-tiba
sesak napas atau pingsan.

Coarctation dari aorta adalah bagian yang menyempit dari arteri besar ini. Umumnya tidak
ada gejala saat kelahiran, tapi dapat berkembang lebih awal, misalnya minggu pertama
setelah kelahiran. Seorang bayi dapat mengalami gagal jantung kongestive atau hipertensi.
F. Pemeriksaan Diagnostik PJB
 Foto thoraks : Melihat atau evaluasi adanya atrium dan ventrikel kiri membesar
secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat. –
 Echokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada
bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh
peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan). –
 Pemeriksaan laboratorium : Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan
hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %.
 Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran
darah dan arahnya.
 Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, adanya
hipertropi ventrikel kiri, kateterisasi jantung yang menunjukan striktura.
 Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil
ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan
lainnya

G. Tatalaksanaan PJB
Dengan berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyak pasien dengan penyakit jantung
bawaan dapat diselamatkan dan mempunyai nilai harapan hidup yang lebih panjang.
Umumnya tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah tata laksana
bedah. Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi inter-
vensi.

Tata laksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat komplikasi dari
penyakit jantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai. Dalam hal ini
tujuan terapi medika- mentosa untuk menghilangkan gejala dan tanda di samping untuk
mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis
penyakit yang dihadapi.

Hipoksemia, syok kardiogenik, dan gagal jantung merupakan tiga penyulit yang sering
ditemukan pada neonatus atau anak dengan kelainan jantung bawaan. Perburukan keadaan
umum pada dua penyulit pertama ada hubungannya dengan progresivitas penutupan duktus
arterious, dalam hal ini terdapat ketergantungan pada tetap terbukanya duktus. Keadaan ini
termasuk ke dalam golongan penyakit jantung bawaan kritis. Tetap terbukanya duktus ini
diperlukan untuk

(1) percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnya pada transposisi arteri besar
dengan septum ventrikel utuh,
(2) penyediaan darah ke aliran pulmonal, misalnya pada tetralogi Fallot berat, stenosis
pulmonal berat, atresia pulmonal, dan atresia trikuspid,
(3) penyediaan darah untuk aliran sistemik, misalnya pada stenosis aorta berat,
koarktasio aorta berat, interupsi arkus aorta dan sindrom hipoplasia jantung kiri.
Perlu diketahui bahwa penanganan terhadap penyulit ini hanya bersifat sementara
dan merupakan upaya untuk„menstabilkan keadaan pasien, menunggu tindakan
operatif yang dapat berupa paliatif atau koreksi total terhadap kelainan struktural
jantung yang mendasarinya

Jika menghadapi neonatus atau anak dengan hipoksia berat, tindakan yang harus dilakukan
adalah

1. mempertahankan suhu lingkungan yang netral misalnya pasien ditempatkan dalam


inkubator pada neonatus, untuk mengurangi kebutuhan oksigen,
2. kadar hemoglobin dipertahankan dalam jumlah yang cukup, pada neonatus
dipertahankan di atas 15 g/dl,
3. memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa,
4. memberikan oksigen menurunkan resistensi paru sehingga dapat menambah aliran
darah ke paru,
5. pemberian prostaglandin E1 supaya duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosis
permulaan 0,1 μg/kg/menit dan bila sudah terjadi perbaikan maka dosis dapat
diturunkan menjadi μg/kg/menit. Obat ini akan bekerja dalam waktu 10- 30 menit
sejak pemberian dan efek terapi ditandai dengan kenaikan PaO 2 15-20 mmHg
dan perbaikan pH. Pada PJB dengan sirkulasi pulmonal tergantung duktus
arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka lebar dapat memperbaiki sirkulasi paru
sehingga sianosis akan berkurang.
Pada PJB dengan sirkulasi sistemik yang tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang
terbuka akan menjamin sirkulasi sistemik lebih baik. Pada transposisi arteri besar, meskipun
bukan merupakan lesi yang bergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka
akan memperbaiki percampuran darah

Pada pasien yang mengalami syok kardiogenik harus segera diberikan pengobatan yang
agresif dan pemantauan invasif. Oksigen harus segera diberikan dengan memakai sungkup
atau kanula hidung. Bila ventilasi kurang adekuat harus dilakukan intubasi endotrakeal dan
bila perlu dibantu dengan ventilasi mekanis. Prostaglandin E1 0,1 μg/kg/menit dapat
diberikan untuk melebarkan kembali dan menjaga duktus arteriosus tetap terbuka. Obat-
obatan lain seperti inotropik, vasodilator dan furosemid diberikan dengan dosis dan cara yang
sama dengan tata laksana gagal jantung.

Pada pasien PJB dengan gagal jantung , tata laksana yang ideal adalah memperbaiki kelainan
structural jantung yang mendasarinya. Pemberian obat-obatan bertujuan untuk memperbaiki
perubahan hemo- dinamik, dan harus dipandang sebagai terapi sementara sebelum tindakan
definitif dilaksanakan. Pengobatan gagal jantung meliputi

a. penatalaksanaan umum
yaitu istirahat, posisi setengah duduk, pemberian oksigen, pemberian cairan dan
elektrolit serta koreksi terhadap gangguan asam basa dan gangguan elektrolit yang
ada. Bila pasien menunjukkan gagal napas, perlu dilakukan ventilasi mekanis
b. pengobatan medika- mentosa
dengan menggunakan obat-obatan. Obat- obat yang digunakan pada gagal jantung
antara lain
- obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropic lain seperti dobutamin atau
dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya, dipakai dosis 30 μg/kg. Dosis
pertama diberikan setengah dosis digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam
kemudian sebesar seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam
berikutnya sebesar seperempat dosis. Dosis rumat diberikan setelah 8-12 jam
pemberian dosis terakhir dengan dosis seperempat dari dosis digitalisasi. Obat
inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1 μg/kg/menit diberikan bila
terdapat bradikardia, sedangkan bila terdapat takikardia diberikan dobutamin
5-10 μg/ kg/menit atau dopamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan
dosis 2-5 μg/kg/menit. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan
perfusi sistemik yang buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal, karena akan
memperbesar kemungkinan intoksikasi digitalis.

- vasodilator, yang biasa dipakai adalah kaptopril dengan dosis 0,1-0,5


mg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral. Terakhir (c) diuretik, yang sering
digunakan adalah furosemid dengan dosis 1-2 mg/kg/ hari per oral atau
intravena

H. Komplikasi PJB
1. Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang
menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan
pembuluh
kapiler di paru akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di
arteri pulmonal dan di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan
melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri
sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul
komplikasi ini.
2. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan anak
menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat timbul
kejang.
Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat menimbulkan kemat
3. Abses otak. Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak
terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan adanya
hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya datang dengan kejang
dan terdapat defisit neurologi.
I. Deteksi Dini PJB
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang sering dijumpai, sekitar 10% dari
seluruh kelinan bawaan dan PJB sering mnejadi penyebab kematian pada masa neonatus.
Perkembangan diagnosik, tata laksana medikamentosa dan teknik intervensi non bedah
maupun bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup sangat besar pada
neonatus dengan PJB yang kritis. Bahkan dengan perkembangan perkembangan
ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi jantung, disritmia, serta disfungsi,
miokar pada masa janjin

Bila menghadapi seorang anak yang dicurigai menderita penyakit jantung bawaan, yang perlu
dilakukan adalah:

1. Menempatkan pasien khususnya neonatus pada lingkungan yang hangat, dapat


dilakukan dengan membedong atau menempatkannya pada inkubator.
2. Memberikan oksigen.
3. Memberikan cairan yang cukup dan mengatasi gangguan elektrolit serta asam basa.
4. Mengatasi kegawatan dengan menggunakan obat-obatan jika terdapat tanda tanda
seperti gagal jantung, serangan sianotik, renjatan kardiogenik.
5. Menegakkan diagnosis/jenis kelainan yang diderita. Jika tidak memiliki fasilitas,
pasien dapat dirujuk ke tempat yang fasilitasnya lengkap terutama tersedia alat
ekokardiografi. Tata laksana PJB dan edukasi yang disampaikan ke orangtua pasien,
tergantung dari jenis kelainan yang ada.
6. Pemantauan yang cermat untuk mengetahui adanya komplikasi, sehingga dapat
dilakukan tindakan sebelum komplikasi ada.

Usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan oraganogenesis jantung pada masa janin,
sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun sudah dapat diidentifikasi adanya
multifaktor yang saling berinteraksi yaitu faktor genetik dan lingkungan.

Walaupun cara diagnosis canggih dan akurat telah berkembang dengan pesat, namun hal ini
tidak bisa dilakukan oleh semua dokter terutama di daerah dengan sarana diagnostic yang
belum memadai. Hal ini tidak menjadi alasan untuk dokter tidak mampu membuat diagnosis
dini dan sekaligus terapi awal, yang dilanjutkan dengan terapi
definitive yaitu terapi bedah korektif di pusat pelayanan jantung. Oleh karena itu, perlu
dipahami perubahan-perubahan sirkulasi fetal ke neonatal dan bebagai penyimpangannya
dalam periode minimal1 bulan pertama. Keberhasilan deteksi dini merupakan awal
keberhasilan tatalaksana lanjutan PJB kritis pada neonatus.

Gejala cyanosis sentral pada penyait jantung bawaan biru (Cardiac Cyanosis) sering belum
terdeteksi pada masa neonatus keluar rumah sakit. Terdapat beberapa gejala juga yang
memberikan gejala yang hampir sama:

1. Penyakit parenkim paru


Penyakit parenkhim paru selalu disertai distress napas yang segera memerlukan
ventilator dan ditemukan adanya kelainan pada foto polos dada.
2. Sirkulasi fetal persisten
Sirkulasi fetal persisten akibat factor intrauterine sehingga dinding arteria pulmonalis
tetap menebal dan tekanannya tetap tinggi yang sering ditandai dengan distress napas
yang ringan atau sedang, riwayat asfiksia, sindroma aspirasi meconium dan
prematuritas serta riwayat ibu mengkonsumsi steroid pada akhir bulan kehamilan.
3. Kelainan sistem saraf sentral
4. Kelainan haematologi

Tetap terbukanya duktus pada beberapa jam atau hari setelah lahir akan mempertahankan
pasokan darah ke sirkulasi paru tetap normal (duktus dependen pulmonary circulation).
Kondisi ini meniadakan sianosis sentral (masking effect) sehingga tidak ada persangkaan
adanya PJB biru pada neonatus yang sedang kita hadapi. Peningkatan kebutuhan oksigen
akibat tangisan atau aktifitas minum serta peningkatan saturasi oksigen kearah nilai normal
mengakibatkan peningkatan rangsangan penutupan duktus. Pada saat ini timbul gejala sianosi
sentral walaupun kadang masih bersifat transient, yaitu terutama pada saat menangis atau
aktifitas minum. Penutupan duktus masih terjadi secara anatomis tetapi secara fungsionis
masih terbuka. Pada saat seperti ini pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oxymetri
memang sangat diperlukan.

Hyperoxic-test, pemberian oksigen 100% dengan kecepatan 1 liter/menit selama 10 menit,


bila saturasi oksigen >98% bukan PJB sianosis, bila satuurasi oksigen>90% kemungkinan
suatu PJB sianosis, tapi apabila saturasi oksigen tetap<90% hamper dipastikan suatu PJB
sianosis.
Kondisi hipoksemia ini merangsang kemoreseptor sehingga menimbulkan gejala takipnea
ringan dengan ventilasi yang tetap normal. Dengan demikian tidak disertai pernafasan cuping
hidung, retraksi tulang iga maupun suara pernafasan grunting. Hipoksemia akan berjalan
progresif dalam beberapa hari dengan terjadinya penutupan duktus yang sudah persisten yaitu
secara anatomis maupun fungsional. Gejala sianosis sentral semakin nyata dan tampak
mentap yaitu saat tidur maupun aktifitas.

Gejala penurunan fungsi perifer akibat terganggunya aliran darah ke perifer karena tidak
terbentuknya struktur jantung bagian kiri, obstruksi ditingkat aorta atau disfungsi miokard
akibat sepsis, hipoglikemi, hipokalsemia, asidosis metabolik, anemia dan polisitemia. Dalam
beberapa jam pertama setelah lahir, oleh pengaruh duktus yang masih terbuka akan
meniadakan gejala (masking effect) penurunan fungsi perifer, hal ini mengakibatkan fungsi
perifer yang ditandai dengan tidak mau minum, pucat dan berkeringat.

Gejala takipnea yaitu frekuensi pernapasan yang sangat cepat yang tidak selalu berhubungan
dengan kesulitan bernapas, adalah tanda penting PJB yang sering dilupakan.Pengamatan
frekuensi pernapasan harusnya merupakan salah satu bagian penting dari pemeriksaan
neonatus. Neonatus normal bernafas lebih ceoat daripada bayi, namun tidak lebih dari 60 kali
permenit dalam waktu yang lama. Frekuensi pernapasan 45x/menit pada bayi fullterm dan
60x/menit pada bayi premature setelah beberapa jam kelahiran diduga ada beberapa kelainan
oleh beberapa hal termasuk hal sederhana seperti “overheating” frekuensi biasanya abnormal
dan biasanya memerlukan pemeriksaan.

Pada neonatus dengan PJB sianotik (terdapat pirau dari kiri ke kanan) baru terjadi beberapa
hari atau minggu kehidupan, yaitu setelah terjadi penurunan tahanan pembuluh darah paru
dan penurunan hemoglobin kea rah normal. Oleh karena itiu, takipnea yang timbul segera
setelah lahir tanpa disertai sianosis sentral dan penurunan perfusi perifer. menunjukan suatu
kelainan paru, bukan PJB. Takipne adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan
shunt-kiri-kanan missal (Ventricular Seftal Deffect atau Patent Duktus Arterius), obstruksi
vena pulmonalis (anomali total aliran vena pulmonalis) dan kelianan lainya akibat gagal
jantung misalnya pada dugaan diagnosa klinik, adanya aorta koarktasi dimana pulsasi nadi
femoralis melemah/tidak teraba.
J. Apa Yang Harus Di Lakukan Bila Menghadapi Pasien Atau Di
Curigai Menderita PJB
Bila menghadapi seorang anak yang dicurigai menderita penyakit jantung bawaan, yang perlu
dilakukan adalah.

1. Menempatkan pasien khususnya neonatus pada lingkungan yang hangat, dapat


dilakukan dengan membedong atau menempatkannya pada inkubator.
2. Memberikan oksigen
3. Memberikan cairan yang cukup dan mengatasi gangguan elektrolit serta asam
basa.
4. Mengatasi kegawatan dengan menggunakan obat-obatan jika terdapat tanda tanda
seperti gagal jantung, serangan sianotik, renjatan kardiogenik.
5. Menegakkan diagnosis/jenis kelainan yang diderita. Jika tidak memiliki fasilitas,
pasien dapat dirujuk ke tempat yang fasilitasnya lengkap terutama tersedia alat
ekokardiografi. Tata laksana PJB dan edukasi yang disampaikan ke orangtua
pasien, tergantung dari jenis kelainan yang ada
6. Pemantauan yang cermat untuk mengetahui adanya komplikasi, sehingga dapat
dilakukan tindakan sebelum komplikasi ada
B. PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN PJB

A. Pengkajian
1. Biodata

Meliputi identitas klien dan penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien , suku, alamat.

2. Keluhan Utama

Klien atau keluarga klien biasanya mengeluh klien mengalami serangan sianotik mendadak
ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam, lemas, kejang, sinkop bahkan sampai koma.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien tampak biru (sianosis) setelah tumbuh, sianosis ini menyeluruh atau pada mukosa bibir,
lidah, konjungtiva. Sianosis juga timbul saat menangis, makan, dan pada saat klien tegang.
Dyspnea biasanya menyertai saat klien makan, menangis, atau pada saat tegang/stress. Klien
akan sering squatting (jongkok) pada saat anak bisa berjalan, setelah beberapa lama anak
akan berjongok dalam waktu yang lama sebelum ia berjalan kembali. Pertumbuhan dan
perkembangan tidak sesuai dengan usia. Digital clubbing.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Dari lahir telah ditemukan adanya kelainan penyakit jantung. Kaji riwayat penyakit infeksi
pada ibu selama trimester pertama, riwayat prenatal pada ibu seperti penyakit DM dengan
ketergantungan pada insulin, kepatuhan ibu pada menjaga kehamilan dengan baik termasuk
menjaga gizi ibu, tidak mengkonsumsi obat-obatan dan merokok, dan proses kelahiran alami
atau adanya factor-faktor yang memperlama proses kelahiran serta penggunaan alat.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti SLE, DM, Hipertensi, penyakit jantung
kongenital pada keluarga baik dengan abnormalitas kromosom seperti syndrome down
maupun tidak, atau kelainan bawaan. Riwayat selama antenatal (kehamilan) ibu, seperti
sebelumnya menggunakan KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter,
konsumsi jamu tradisional, serta kebiasaan meminum alkohol dan merokok selama hamil.
Adanya kemungkinan menderita penyakit infeksi seperti rubella (campak jerman) pada ibu.
6. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (Virginia Handerson)

a. Pola respirasi
Kaji adanya dyspnea, napas cepat dan dalam, klien sering berjongkok dalam beberapa
waktu sebelum ia berjalan kembali.
b. Pola nutrisi
Kaji adanya anoreksia, gangguan pada pertambahan tinggi badan pada klien
dikarenakan pemenuhan gizi kurang dari kebutuhan normal, bb menurun,
pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai dengan usia.
c. Pola eliminasi
Kaji adanya perubahan dalam urin dan pola defekasi.
d. Pola aktivitas
Kaji adanya kelelahan dan dyspnea karena dalam hal ini biasanya ini sering terjadi
pada saat klien melakukan aktivitas fisikc
e. Kebutuhan istirahat dan tidur
Kaji adanya gangguan istirahat tidur seperti keluhan insomnia, hal ini dikarenakan
adanya dyspnea paroxysmal.
f. Kebutuhan aman dan nyaman
Kaji adanya keluhan nyeri dada.
g. Kebutuhan personal hygene
Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygene berhubungan
dengan kelemahan yang ada.
h. Mempertahankan temperature tubuh
Kaji pengetahuan klien dan keluarga dalam menjaga temperature tubuh dan dalam
memgatasi demam yang mungkin terjadi.
i. Pola komunikasi dan sosial
Kaji kemampuan klien dalam bersosialisasi dan kaji perubahan yang terjadi akibat
perasaan rendah diri akibat diasingkan oleh lingkungan sekitar.
j. Kebutuhan bekerja
Kaji perubahan yang dialami oleh klien dalam bekerja dan beraktivitas akibat
kelemahan dan dyspnea.
k. Kebutuhan bermain/rekreasi
Kaji adanya perubahan dalam kegiatan bermain/berekreasi dan cara keluarga dalam
menciptakan lingkungan yang nyaman.
l. Kebutuhan berpakaian
Kaji adanya perubahan dari cara berpakaian klien dari klien berpakaian untuk
menutupi sianosis dan dyspnea yang dihadapi.
m. Kebutuhan belajar
Kaji pengetahuan klien dan keluarga mengenai penyakit yang klien hadapi.
n. Kebutuhan spiritual
Kaji adanya perubahan dalam beribadah dan bagaimana klien pandangan klien
terhadap penyakitnya dan bagaimana klien menghadapinya.

7. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

a. Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemui sianosis, bayi tampak biru setelah
tumbuh. Sianosis ini muncul menyeluruh, mukosa bibir, atau konjungtiva dan lidah.
b. Clubbing finger timbul setelah 6 bulan
c. Serangan sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal
hyperpnea/hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam, lemas,
kejang, sinkop, bahkan sampai koma dan meninggal dunia.
d. Anak akan sering squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah beberapa
lama anak akan berjongkok beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
e. Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang besar akan sedikit lebih
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
f. Gingiva hypertrofi, gig sianotik.
g. Pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat lebih kendur dan lunak.

2) Palpasi

Pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak, hipertrofi otot.

3) Perkusi

Jantung biasanya terlihat dalam ukuran normal, apeks jantung terlihat lebih jelas, suatu
getaran sistolis dapat dirasakan disepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal 3
4) Auskultasi

a. Pada auskultasi terdengar bunyi sistolik di daerah pulmonal yang semakin melemah
dengan bertambahnya derajat obstruksi.
b. Bunyi jantung I lunak, namun pada bunyi II tunggal dan keras.

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. DO: Darah masuk ke ventrikel Penurunan curah
Kulit pucat kiri jantung
(perubahan warna
kulit) Ventrikel kiri kelelahan
Aritmia (fungsi pompa)
Perubahan EKG
Penurunan nadi Penurunan curah jantung
perifer
Gelisah
Perubahan denyut
jantung
Peningkatan RR
DS: -
2. DO: Distribusi darah Gangguan perfusi
Perubahan warna kulit jaringan perifer
(pucat kemudian Distribusi O2 dan nutrisi
membiru)
CRT memanjang Perfusi ke sel
Akral mendingin
Ds : - Gangguan perfusi
jaringan perifer
3. DO: Sesak Ketidak seimbangan
Tidak tertarik untuk nutrisi kurang dari
makan Nafsu makan menurun kebutuhan tubuh
BB turun atau tidak
mengikuti kurva Ketidakseimbangan
pertumbuhan nutrisi
Bising usus
Hiperaktif
Konjungtiva dan
membrane mukosa
pusat
Tonus oto buruk
DS: -
4. DO: Darah terbendung di Ketidakefektifan pola
Perubahan gerakan ventrikel kanan napas
dada
PCH Tekanan ventrikel kanan
Dispnea > ventrikel kiri
Hiperpnea
Penggunaan otot Backward metabolism
bantu napas
DS: - Darah kembali ke atrium
kiri

Kembali ke paru via vena


pulmonalis

Edema paru

Kemampuan recoil and


compliance paru

Sesak
5. DO: Sesak Resiko kekurangan
Perubahan status volume cairan
mental Kesulitan minum
Penurunan TD
Nadi melemah Resiko kekurangan
Penurunan turgor kulit volume cairan
Kulit dan membrane
mukosa mongering
Ht meningkat
Kelemahan
DS:

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan fungsi jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi jantung.
2. Gangguan fungsi jaringan perifer berhubungan dengan penuruna fungsi pompa.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan akibat sesak napas.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru akibat mekanisme
backward.
5. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan kesulitan minum akibat sesak
napas.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN
1. Penurunan curah Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TTV,
jantung bd keperawatan ...x/24jam observasi kekuatan
kegagalan fungsi pasien dapat mentoleransi denyut jantung,
jantung. gejala-gejala akibat nadi perifer, warna,
penurunan curah jantung. dan kehangatan kulit.
Kriteria hasil: 2. Informasikan dan
1. TTV dalam ambang anjurkan tentang
normal pentingnya istirahat
2. Pasien dapat yang adekuat.
beristirahat dengan 3. Berikan oksigen
tenang. dengan nasal
3. Saturasi oksigen kanul/masker
normal sesuai indikasi.
4. Tidak menunjukan 4. Identifikasi derajat
tanda-tanda sianosis sianosis (sircum
5. GCS normal. oral, membrane
mucosa, clubbing)
5. Kaji perubahan
pada sensori,
missal letargi,
bingung disorientasi
cemas.
6. Secara kolaborasi
berikan tindakan
farmakologis berupa
digitalis , digoxin
2. Gangguan fungsi Setelah diberikan asuhan 1. Observasi TTV.
jaringan perifer keperawatan ...x/24jam 2. Observasi adanya
berhubungan dengan pasien dapat menunjukan tanda-tanda sianosis
penuruna fungsi perfusi yang adekuat. dan gangguan perfusi
pompa. Kriteria hasil: (kebiruan pada
1. TTV dalam rentang ekstremitas, mukosa
normal dan akral dingin)
2. Tidak menunjukan 3. Palpasi dan observasi
tanda-tanda sianosis, pulsasi nadi perifer.
3. suhu ekstremitas 4. Berikan rangsangan
hangat. pada daerah perifer
4. Denyut distal dan seperti ujung kaki
proksimal kuat dan
simetris.
5. Tingkat sensasi
normal.
3. Gangguan tumbuh Tujuan: 1. Brikan diet dengan
kembang bd Setelah dilakukan nutrisi yang cukup.
ketidakcukupan tindakan keperawatan 2. Monitor pertumbuhan
nutrisi untuk diharapkan pasien dapat dan perkembangan.
regenerasi dan mengalami pertumbuhn 3. Berikan suplemen
perkembangan sel- dan perkembangan sesuai besi.
sel tubuh. dengan kurva pertumbuhan 4. Berikan kebebasan
atau perkembangan dan anak untuk
mampu melakukan mengekspresikan
aktivitas yang sesuai dengan aktivitasnya dan
usianya. Kriteria hasil: bantu anak untuk
1. Pertumbuhan dan melakukan tuguas
perkembangan perkembangan sesuai
sesuai dengan usia dengan usianya.
anak.
4. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan 1. Evaluasi frekuensi
pola napas bd keperawatan ...x/24jam dan kedalaman
edema paru akibat pasien dapat menunjukan pernapasan. Catat
mekanisme keepektifan pola napas. upaya pernapasan.
backward Kriteria hasil: 2. Observasi
penyimpangan
1. Frekuensi napas dada, selidiki
dalam ambang penurunan ekspansi
normal, napas paru atau
2. tanpa usaha yang ketidaksimetrisan
berlebihan. pengembangan dada.
3. Chest expansion 3. Kaji ulang hasil Hb
yang normal dan GDA sesuai
4. Hb dan GDA dalam dengan indikasi.
ambang normal. 4. Minimalkan
5. Anak dalam keadaan menangis atau
tenang. aktivitas pada anak
5. Resiko Tujuan: 1. Anjurkan ibu untuk
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan terus menyusui
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan walaupun sedikit
kebutuhan tubuh klien menunjukan tapi sering.
bd penurunan pemenuhan kebutuhan 2. Pasang IV infus jika
makan akibat sesak nutrisi. terjadi
Kriteria hasil: ketidakadekuatan
1. Intake nutrisi nutrisi.
adekuat. 3. Jika anak sudah
2. BB dalam ambang tidak menyusu,
3. normal sesuai usia. berikan makanan
4. Kebutuhan nutrisi sedikit tappi sering
5. terpenuhi. dengan diet sesuai
dengan instruksi.
4. Observasi pemberian
makanan sesuai
dengan instruks
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kreteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter &
Perry, 1997). Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi sebagai berikut :

a. Berdasarkan respon klien;


b. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan
operasional, hukum dan kode etik keperawatan;
c. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia;
d. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan;
e. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam perencanaan keperawatan;
f. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya
meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self care);
g. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan;
h. Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien;
i. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan;
j. Bersifat holistik;
k. Kerjasama dengan profesi lain;
l. Melakukan dokumentasi.

E. EVALUASI
Menurut Craven Hirnle (2000). Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektivitas
asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan
respon perilaku klien yang tampil. Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi
meliputi :

a. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kreteria
hasil yang telah ditetapkan;
b. Masalah sebagian teratasi; jika klien menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali
yang sesuai dengan tujuan dan kreteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah ataau diagnosa keperawatan baru
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Penyait Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari awla lahir dan terjadi akibat
adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada awal fase
perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan
sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan
penatalaksanaan yang berbeda

Adapun kelainan dari jenis penyakit jantung bawaan sangat bervariasi, ada yang
hanya menyebabkan gangguan ringan pada fungsi jantung tapi ada juga kelainan yang
cukup fatal hingga mengganggu fungsi kerja jantung dalam mendistribusikan darah ke
seluruh tubuh. Pada umumnya kelainan jantung dapat dideteksi sejak lahir, namun tak
jarang gejalanya baru muncul setelah bayi berumur beberapa minggu atau beberapa
bulan.

Gejala umum dari penyakit jantung bawaan adalah adanya sesak napas, bibir kebiru-
biruan. Kelainan yang termasuk dalam penyakit jantung bawaan ada banyak sekali
jenisnya, mencakup pada bilik atau serambi jantung serta gangguan pembuluh darah
jantung. Adapun jenis kelainan pada penyakit jantung bawaan, semuanya
mengakibatkan ketidaklancaran sirkulasi darah, karena jantung sebagai organ vital
dalam tubuh memiliki tugas untuk memompa dan mengalirkan darah ke seluruh
tubuh.

B. SARAN

Setelah membaca makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan pengetahuan


mengenai penyakit jantung bawaan (PJB), sehingga dapat mengenali lebih jauh
gejala- gejala yang ditimbulkan, baik gejala yang dirasakan maupun tidak, serta dapat
memberikan asuhan keperawatan yang sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA

A.H Markum. (1991). Buku Ajar Ilmu Kesehatan jilid 1. Jakarta : Fakultas kedokteran UI

Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA, Tynan M. (1987). Fetal circulation and
circulatory changes at birth. In : Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA, and
Tynan M, eds. Paediatric Cardiology. Vol.2 Churchill Livingstone, 1987:

Artman M, Mahony L, Teitel DF. (2002). Neonatal Cardiology. The McGraw-Hill


Companies Medical Publishing Division

Ontoseno T. (1996). Kelainan Jantung Bawaan Dan Etiologinya Masa Kini. Buletin Toraks
Kardiovaskuler Indonesi

Saenz RB, Diane KB, Laramie C. Triplett, M.D. (2003). Caring for Infants with Congenital
Heart Disease and Their Families. University of Mississippi Medical Center Jackson,
Mississippi American Academy of Family Physician.

Djer, Mulyadi M., Madiyono Bambang (2000). Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari
Pediatri 2 (3): 155-162.

Hanifah, Rizka. (2010). Deteksi Dini dan Tata Laksana Penyakit Jantung Bawaan.

Carpenito J. Lynda. (2001). Diagnosa Keperawatan edisin 8.Jakarta : EGC

Doenges, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 3 EGC.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai