Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ATTENTION DEFICIT HIPERACTIVITY DISORDER

(ADHD)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2
1. Agus Saputra 2. Reti Apriani
3. Febri Triansyah 4. Yunita
5. Lusi Efriyeni 6. Ibnu Jamaludin
7. Devita Sari 8. Mutiarani Viscasari
9. Dwi Meitasari 10. Silvi Fitriani
11. Fety Susanti 12. Nurlian Sidiq
13. Meriska Permata S 14. Ossy Monalisa
15. Chendris Maharani 16. Puja Febriani Helmi
17. Eslinda Julima 18. Meirani Kinanti
19. Cindy Septarini 20. Devia Asriningsih

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STRATA SATU (S1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA

BENGKULU

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas telah ditemukan dalam literatur


selama bertahun-tahun dengan beragai istilah. Pada awal 1900-an, anak yang
impulsif, terdisinhibisi, dan hiperaktif --- banyak di antaranya memiliki cedera
neurologis yang disebabkan oleh ensefalitis --- dikelompokkan di bawah label
“sindrom hiperaktif”. Pada tahun 1960-an suatu kelompok heterogen anak-anak
dengan koordinasi buruk, ketidakmampuan belajar, dan labilitas emosional tetapi
tanpa cedera neurologis spesifik digambarkan menderita cedera otak minimal.

Sejak saat itu hipotesis lain telah diajukan untuk menjelaskan asal
gangguan, seperti kondisi dengan dasar genetik yang mencerminkan tingkat
kesadaran yang abnormal dan kemampuan yang buruk untuk memodulasi emosi.
Teori tersebut pada awalnya didukung oleh pengamatan bahwa medikasi stimulan
membantu menghasilkan atensi yang bertahan dan memperbaiki kemampuan
anak untuk memusatkan perhatian pada tugas yang diberikan. Sekarang ini, tidak
ada faktor tunggal yang dianggap menyebabkan gangguan, walaupun banyak
variabel lingkungan dapat menyebabkannya dan banyak gambaran klinis yang
dapat diramalkan adalah berhubungan dengannya.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan


Pemusatan Perhatian dan/atau Hiperaktivitas atau Gangguan Hiperkinetik dalam
PPDGJ-III (F90) (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III,
1993) adalah suatu diagnosis untuk pola perilaku anak yang berlangsung dlam
jangka waktu paling sedikit 6 bulan, dimulai sejak berusia sekitar 7 tahun, yang

1
menunjukkan sejumlah gejala ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau
sejumlah gejala perilaku hiperaktif-impulsif, atau kedua-duanya.

Para ahli percaya bahwa setidaknya tiga dari seratus anak usia 4-14 tahun
menderita ADHD. Orang dewasa juga terpengaruh oleh ADHD, tetapi kerusakan
yang ditimbulkan terhadap kehidupan anak sering kali jauh lebih besar karena
efeknya terhadap keluarga, teman sekelas dan guru. ADHD dapat menyebabkan
anak-anak tidak punya teman, sering membuat kekacauan di rumah dan sekolah
dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.

Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala menetap sampai dengan masa


dewasa(Townsend, 1998). Hiperaktivitas pada anak penderita ADHD seringkali
mulai menjadi perhatian ketika anak-anak mulai berjalan. Satu dari tiga anak
digambarkan hiperaktif oleh orangtuanya. Para guru menilai satu dari lima murid
mereka hiperaktif. Bahwa anak dinilai hiperaktif tidak selalu berarti mereka
menderita ADHD. Untuk dapat disebut menderita ADHD, anak hiperaktif perlu
memiliki karakteristik yang lebih banyak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyusun merumuskan masalah


sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran klinis dari gangguan ADHD?


2. Bagaimana epidemiologi gangguan ADHD?
3. Apa saja diagnosis gangguan ADHD?
4. Apa saja tipe (klasifikasi) gangguan ADHD?
5. Apa macam etiologi gangguan ADHD?
6. Bagaimana perjalanan penyakit ADHD?
7. Bagaimana penatalaksanaan gangguan ADHD?
8. Apa prognosis dari gangguan ADHD?
9. Bagaimana contoh kasus dari gangguan ADHD?

2
10. Apa saja diagnosis banding dari gangguan ADHD?
C. Tujuan

Berikut merupakan tujuan dari penyusunan makalah:

1. Untuk mengetahui gambaran klinis dari gangguan ADHD.


2. Untuk mengetahui epidemiologi gangguan ADHD.
3. Untuk mengetahui diagnosis gangguan ADHD.
4. Untuk mengetahui tipe (klasifikasi) gangguan ADHD.
5. Untuk mengetahui etiologi gangguan ADHD.
6. Untuk mengetahui perjalanan penyakit ADHD.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan ADHD.
8. Untuk mengetahui prognosis dari gangguan ADHD.
9. Untuk mengetahui contoh kasus dari gangguan ADHD.
10. Untuk mengetahui diagnosis banding dari gangguan ADHD.

D. Metode Penyusunan

Makalah ini disusun melalui studi literatur dengan menggunakan beberapa


buku dan informasi yang di dapat dari internet.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Klinis

ADHD mungkin memiliki onset pada masa bayi. Bayi dengan ADHD
peka terhadap stimuli dan mudah dimarahkan oleh suara, cahaya, temperatur, dan
perubahan lingkungan lain. Kadang-kadang terjadi kebalikannya, anak-anak
tenang dan lemah, banyak tidur, dan tampaknya berkembang lambat pada bulan-
bulan pertama kehidupan. Tetapi, lebih sering untuk bayi dengan ADHD untuk
bersikap aktif di tempat tidurnya, sedikit tidur, dan banyak menangis.

Anak ADHD jauh lebih jarang dibandingkan anak normal untuk


menurunkan aktivitas lokomotoriknya saat lingkungan mereka terstruktur oleh
batas-batas sosial. Di sekolah, anak ADHD dapat dengan cepat menyambar ujian
tetapi hanya menjawab satu atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu
menunggu giliran dipanggil di sekolah dan menjawab giliran orang lain. Di
rumah, mereka tidak dapat didiamkan walaupun hanya semenit.

Anak-anak dengan ADHD sering sekali mudah marah secara meledak.


Iritabilitas mereka mungkin ditimbulkan oleh stimuli yang relatif kecil, yang
mungkin membingungkan dan mencemaskan anak. Mereka seringkali labilsecara
emosional. Mudah dibuat tertawa atau menangis, dan mood dan kinerja mereka
cenderung bervariasi dan tidak dapat diramalkan. Impulsivitas dan
ketidakmampuan menunda kegembiraan adalah karakteristik. Mereka sering kali
rentan terhadap kecelakaan.

Kesulitan emosional penyerta adalah sering ditemukan. Kenyataan bahwa


anak-anak lain menumbuhkannya pada waktu dan kecepatan yang sama dapat

4
menyebabkan ketidakpuasan dan tekanan pada orang dewasa. Konsep diri yang
negatif dan permusuhan reaktif yang dihasilkannya adalah diperburuk oleh
kesadaran anak bahwa ia memiliki masalah.

Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering dinyatakan dalam


urutan frekuensi:

1) Hiperaktivitas
2) Gangguan motorik perseptual
3) Labilitas emosional
4) Defisit koordinasi menyeluruh
5) Gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distraktibilitas, keras hati,
gagal menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi yang buruk)
6) Impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku denga tiba-
tiba, tidak memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah)
7) Gangguan daya ingat dan pikiran
8) Ketidakmampuan belajar spesifik
9) Gangguan bicara dan pendengaran
10) Tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar.

Kira-kira 75 persen anak-anak dengan ADHD hampir konsisten


menunjukkan perilaku agresi dan menantang. Tetapi, bilamana menantang dan
agresi berkaitan dengan hubungan dalam keluarga yang merugikan, hiperaktivitas
lebih erat berhubungan dengan gangguan kinerja pada tes kognitif yang
memerlukan konsentrasi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa beberapa sanak
saudara dari anak-anak hiperaktivitas menunjukkan ciri-ciri gangguan
kepribadian antisosial.

Kesulitan sekolah, baik belajar maupun perilaku, adalah sering ditemukan,


kadang-kadang berasal dari gangguan komunikasi dan gangguan belajar yang ada
bersama-sama atau dari distraktibilitas anak dan atensi yang berfluktuasi, yang
menghalangi perolehan, penahanan, dan penunjukkan ilmu pengetahuan.

5
Kesulitan tersebut ditemukan terutama pada kelompok uji. Reaksi merugikan
personal sekolah terhadap karakterisitik perilaku ADHD dan menurunnya
penghargaan diri karena merasa tidak mampu dapat berkombinasi terhadap
komentar merugikan dari teman sebaya sehingga menyebabkan sekolah menjadi
tempat yang tidak menyenangkan, yang mengakibatkan dilakukannya perilaku
antisosial dan perilaku merendahkan diri sendiri dan menghukum diri sendiri.

B. Epidemiologi

ADHD adalah salah satu alasan dan masalah kanak-kanak yang paling
umum mengapa anak-anak dibawa untuk diperiksa oleh para professional
kesehatan mental. Konsensus professional menyatakan bahwa kira-kira 30,5%
atau sekitar 2 juta anak-anak usia sekolah mengidap ADHD (Martin, 1998).
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah
sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat
hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan
bantuan professional karena masalah perilaku, datang dengan keluhan yang
berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).

Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi


dibandingkan dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di
beberapa negara 1:1 juta. Sedangkan laporan tentang insiden ADHD di Amerika
Serikat adalah bervariasi dari 2 sampai 20 persen anak-anak sekolah dasar. Jika
dihitung keseluruhan, jumlah anak hiperaktif di Amerika Serikat adalah 1:50.
Jumlah ini cukup fantastis karena bila dihitung dari 300 anak yang ada 15 di
antaranya menderita hiperaktif. Di Inggris, insidensi dilaporkan lebih rendah
dibandingkan Amerika Serikat, kurang dari 1 persen. Untuk Indonesia sendiri
belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung meningkat.

Anak laki-laki memiliki insidensi yang lebih tinggi dibandingkan anak


perempuan, dengan rasio 3 berbanding 1 sampai 5 berbanding 1. Gangguan
paling sering ditemukan pada anak laki-laki yang pertama. Orangtua dari anak-

6
anak dengan ADHD menunjukkan peningkatan insidensi hiperkinesis, sosiopati,
gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan konversi. Walaupun onset biasanya
tidak dibuat sampai anak dalam sekolah dasar dan situasi belajar yang terstruktur
mengharuskan pola perilaku yang terstruktur, termasuk rentang perhatian dan
konsentrasi yang sesuai dengan perkembangannya.

C. Diagnosis

Tanda utama hiperaktivitas harus menyadarkan klinisi tentang


kemungkinan ADHD. Riwayat pranatal yang terinci tentang pola perkembangan
anak dan pengamatan langsung biasanya menemukan aktivitas motorik yang
berlebihan. Hiperaktivitas tidak merupakan manifestasi perilaku yang tersendiri,
singkat, dan transien di bawah stres tetapi ditemukan selama waktu yang lama.

Menurut DSM-IV, gejala harus ditemukan sekurangnya dua keadaan


(sebagai contoh, sekolah, rumah) untuk memenuhi kriteria diagnostik untuk
gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas. Ciri pembeda lain dari ADHD adalah
rentang perhatian yang pendek dan distraktibilitas yang mudah. Di sekolah, anak-
anak dengan ADHD tidak dapat mengikuti instruksi dan sering menuntut
perhatian ekstra dari gurunya. Di rumah, mereka sering kali tidak mematuhi
permintaan orang tua. Mereka berkelakuan secara impulsif, menunjukkan
labilitas emosional, eksplosif dan iritabel.

Berikut Kriteria Diagnostik DSM-IV untuk Gangguan Defisit-Atensi/


Hiperaktivitas:

A. Salah satu (1) atau (2):


1) Inatensi : enam (atau lebih) gejala inatensi berikut ini telah menetap
selama sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan
tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:
a. Sering gagal memberikan perhatian terhadap perincian atau
melakukan kesalahan yang tidak berhati-hati dalam tugas sekolah,

7
pekerjaan, atau aktivitas lain
b. Sering melakukan kesulitan dalam mempertahankan atensi terhadap
tugas atau aktivitas permainan
c. Sering tidak tampak mendengarkan jika berbicara langsung
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas
sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena
perilaku oposisional atau tidak mengerti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Sering menghindari, membenci, atau enggan untuk terlibat dalam
tugas yang memerlukan usaha mental yang lama (seperti tugas
sekolah atau pekerjaan rumah)
g. Sering menghindari hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas
(misalnya: tugas sekolah, pensil, buku, atau peralatan)
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2) Hiperaktivitas-impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-
impulsivitas berikut ini telah menetap selama sekurangnya enam bulan
sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan:
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau menggeliat-geliat di
tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain
di mana diharapkan tetap duduk
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi
yang tidak tepat (pada remaja atau dewasa, mungkin terbatas pada
perasaan subjektif kegelisahan)
d. Sering mengalami kesulitan bermain tau terlibat dalam aktivitas
waktu luang secara tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau bertindak seakan-akan “didorong oleh

8
sebuah motor”
f. Sering bicara berlebihan
Impulsivitas
g. Sering menjawab tanpa pikir terhadap pertanyaan sebelum
pertanyaan selesai
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering memutus atau mengganggu orang lain (misalnya: memotong
atau masuk ke percakapan atau permainan)
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan
gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi
(misalnya, di sekolah [atau pekerjaan] dan di rumah).
D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama perjalanan ganggua
perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan
tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya:
gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, atau
gangguan kepribadian).
Penulisan didasarkan pada tipe:
Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas, tipe kombinasi : jika memenuhi baik
kriteria A1 dan A2 selama enam bulan terakhir.
Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas, predominan tipe inatentif : jika
memenuhi kriteria A1 tetapi tidak memenuhi kriteria A2 selama enam bulan
terakhir.
Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas, predominan tipe hiperaktif-impulsif
: jika memenuhi kriteria A2 tetapi tidak memenuhi kriteria A1 selama enam
bulan terakhir.
Catatan penulisan : Untuk individu (terutama remaja dan dewasa) yang
sekarang memiliki gejala yang tidak lagi memenuhi kriteria lengkap, harus

9
dituliskan “dalam remisi parsial.”

D. Klasifikasi

Karena simtom-simtom ADHD bervariasi, DSM-IV-TR mencantumkan


tiga subkategori, yaitu:
1. Tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah utamanya adalah
rendahnya konsentrasi.
2. Tipe predominan Hiperaktif-Impulsif: anak-anak yang masalah utamanya
diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif.
3. Tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah
diatas.
Anak-anak yang mengalami masalah atensi, namun memiliki tingkat
aktivitas yang sesuai dengan tahap perkembangannya, tampak sulit memfokuskan
perhatian atau lebih lambat dalam memproses informasi (Barkley, Grodzinsky, &
DuPaul,1992), mungkin berhubungan dengan masalah pada daerah frontal atau
striatal otak (Tannock,1998). Gangguan ADHD, lebih berhubungan dengan
perilaku tidak mengerjakan tugas disekolah, kelemahan kognitif, rendahnya
prestasi, dan prognosis jangka panjangnya lebih baik. Berbeda dengan anak yang
mengalami gangguan tingkah laku, mereka bertingkah disekolah dan dimana pun,
dan kemungkinan jauh lebih agresif, serta mungkin memilikiorang tua yang
antisosial.

E. Etiologi

Penyebab gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas tidak diketahui. Sebagian


besar anak dengan ADHD tidak menunjukkan tanda-tanda cedera struktural yang
besar pada sistem saraf pusat. Sebaliknya, sebagian besar anak dengan gangguan
neurologis yang diketahui yang disebabkan oleh cedera otak tidak menunjukkan
defisit-atensi dan hiperaktivitas. Walaupun tidak adanya dasar neurofisiologis
atau neurokimiawi spesifik untuk gangguan, gangguan dapat diperkirakan
berhubungan dengan gangguan lain yang memengaruhi fungsi otak, seperti

10
gangguan belajar. Faktor penyumbang yang diajukan untuk ADHD adalah
pemaparan toksin pranatal, prematuritas, dan kerusakan mekanis pranatal pada
sistem saraf janin.

Penyedap makanan, zat pewarna, pengawet, dan gula telah juga


diperkirakan sebagai kemungkinan penyebab untuk perilaku hiperaktif. Tidak ada
bukti ilmiah yang menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut menyebabkan
gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas.

Berikut merupakan faktor-faktor penyebab ADHD:

Faktor Predisposisi

 Faktor Biologi
 Faktor Genetik

Penelitian menunjukan bahwa predisposisi genetika terhadap


ADHD kemungkinan berperan. Bila orang tua menderita ADHD,
kemungkinan sebagian anaknya akan mengalami gangguan tersebut
(Biederman, dkk,1995). Ada banyak penelitian tentang etiologi (penyebab)
ADHD, tetapi tidak ada kesimpulan yang tegas dari riset-riset tersebut.

Orang tua biologis dari anak-anak dengan gangguan memiliki


risiko yang lebih tinggi untuk memiliki gangguan defisit-atensi/
hiperaktivitas dibandingkan orang tua adoptif. Jika gangguan defisit-
atensi/ hiperaktivitas ada bersama-sama dengan gangguan konduksi pada
seorang anak, gangguan penggunaan alkohol dan gangguan kepribadian
antisosial adalah lebih sering pada orang tua dibandingkan populasi
umum.

Bukti-bukti untuk dasar genetik untuk gangguan defisit-atensi/


hiperaktivitas adalah lebih besarnya angka kesesuaian dalam kembar
monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Juga, sanak saudara anak-

11
anak hiperaktif memiliki risiko dua kali menderita gangguan dibandingkan
populasi umum. Salah satu sanak saudara mungkin memiliki gangguan
hiperaktivitas yang menonjol, dan yang lainnya memiliki inatensi yang
menonjol.

Tampaknya reseptor tertentu di otak yang biasanya menanggapi


neurotransmiter yang disebut dopamin tidak bekerja dengan benar.
Kemungkinan besar, dopamin tidak diproduksi pada tingkat normal dalam
otak. Kekurangan dopamin ini mengganggu proses kognitif seperti fokus
dan perhatian. Mengenai apa yang diturunkan dalam keluarga sampai saat
ini belum ditemukan, namun studi baru-baru ini menunjukan bahwa ada
perbedaan fungsi dan struktur otak pada anak ADHD dan anak yang tidak
ADHD.

Frontal lobe pada anak ADHD kurang responsif terhadap stimulasi


(Rubia dkk,1999 ; tannock, 1998), aliran darah cerebral berkurang (Sieg
dkk, 1995). Terlebih lagi beberapa bagianotak (frontal lobe, nucleus,
kaudat, globus pallidus) pada anak ADHD lebih kecil dari ukuran normal
(Castellanos dkk, 1996; Filipek dkk, 1997; Hynd dkk, 1993).

 Faktor perinatal dan prenatal

Berbagai hal yang berhubungan dengan masa-masa kelahiran serta


berbagai zat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan merupakan prediktor
simtom-simtom ADHD.

 Racun Lingkungan
Teori pada tahun 1970-an menyangkut peran racun dalam
terjadinya hiperaktifitas. Zat-zat adiktif pada makanan mempengaruhi
kerja sistem saraf pusat pada anak-anak hiperaktif. Nikotin, merupakan
racun lingkungan yang dapat berperan dalam terjadinya ADHD.

12
 Cedera Otak

Telah lama diperkirakan bahwa anak yang terkena ADHD


mendapatkan cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem
saraf pusatnya selama periode janin dan perinatalnya. Atau cedera otak
mungkin disebabkan oleh sirkulasi, toksik, metabolik, mekanik, dan efek
lain yang merugikan dan oleh stres dan kerusakan fisik pada otak selama
masa bayi yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma. Cedera
otak yang minimal, samar-samar, dan subklinis mungkin bertanggung
jawab untuk timbulnya gangguan belajar dan ADHD. Tanda neurologis
nonfokal (lunak) sering ditemukan.

 Faktor Psikologi

Bruno Bettelheim (1973), mengemukakan teori diathesis-stres mengenai


ADHD, yaitu hiperaktifitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap gangguan
dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Pembelajaran juga
dapat berperan dalam ADHD, seperti yang dikemukakan Ross dan Ross (1982),
hiperaktivitas dapat merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudara-saudara
kandung. Dalam hubungan orang tua-anak sangat kurang bersifat dua arah dan
lebih mungkin merupakan “rantai asosiasikompleks” (Hinshaw dkk, 1997).

Seperti halnya orang tua anak yang hiperaktif mungkin memberi lebih


banyak perintah dan memiliki interaksi negatif dengan mereka(a.l.,Anderson,
Hinshaw, & Simmel, 1994; Heller dkk, 1996), demikian juga anak-
anak hiperaktivitas diketahui kurang patuh dan memiliki interaksi yang lebih
negative dengan orang tua mereka (Barkley, Karlsson & Pollar; Tallmadge &
Barkley, 1983).

 Faktor Psikososial

13
Anak-anak dalam institusi sering kali overaktif dan memiliki
rentang atensi yang buruk. Tanda tersebut dihasilkan dari pemutusan
emosional yang lama, dan gejala menghilang jika faktor pemutus
dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di rumah penitipan.
Kejadian fisik yang menimbulkan stres, suatu gangguan keseimbangan
keluarga, dan faktor yang menyebabkan kecemasan berperan dalam awal
atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi mungkin termasuk
temperamen anak, faktor genetik-familial, dan tuntutan sosial untuk
mematuhi sara berkelakuan dan bertindak yang rutin. Status
sosioekonomi tampaknya bukan merupakan faktor predisposisi.

Faktor Presipitasi 

 Peristiwa pasca kelahiran, seperti komplikasi kelahiran dan penyakit.


 Keracunan lingkungan, seperti kandungan timah.
 Gangguan bahasa dan pembelajaran
 Tanda-tanda ketidak matangan neurologis, seperti berperilaku aneh,
lemahkeseimbangan dan koordinasi, serta adanya refleks yang tidak
normal.
 Peningkatan dalam simtom-simtom ADHD diakibatkan oleh zat obat-
obatan yang dilakukan dalam terapi medis dan diketahui sangat
berpengaruh terhadap sistem jaringan otak sentral.
 Persamaan di antara simtom-simtom ADHD, simto-simtom yang
dihubungkandengan kerusakan pada korteks prefrontal (Fuster, 1989;
Grattal dan Eslinger,1991).
 Menurunnya kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang
dikaitkan pada fungsi lobus prefrontal (Barkeley, Grodzinsky, dan DuPaul,
1992).

F. Perjalanan Penyakit

14
Perjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala dapat menetap sampai
masa remaja atau kehidupan dewasa, gejala dapat menghilang pada pubertas, atau
hiperaktivitas mungkin menghilang, tetapi penurunan rentang atensi dan masalah
pengendalian impuls mungkin menetap.

Overaktivitas biasanya merupakan gejala pertama yang menghilang dan


distraktibilitas adalah yang terakhir. Remisi kemungkinan tidak terjadi sebelum
usia 12 tahun. Jika remisi memang terjadi, biasanya terjadi antara usia 12 dan 20
tahun. Remisi dapat disertai dengan masa remaja dan kehidupan dewasa yang
produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan relatif sedikit sekuela
yang bermakna. Tetapi sebagian besar pasien dengan ADHD mengalami remisi
parsial dan rentan terhadap gangguan kepribadian antisosial dan gangguan
kepribadian lain dan gangguan mood. Masalah belajar sering kali terus ada.

Pada kira-kira 15 sampai 20 persen kasus, gejala ADHD menetap sampai


masa dewasa. Mereka dengan gangguan mungkin menunjukkan penurunan
hiperaktivitas tetapi tetap impulsif dan rentan terhadap kecelakaan. Walaupan
pencapaian pendidikan mereka adlah lebih rendah dari orang tanpa ADHD,
riwayat pekerjaan awal mereka adalah tidak berbeda dari orang dengan
pendidikan yang sama.

G. Terapi (Penatalaksanaan)
 Farmakoterapi

Agen farmakologis untuk ADHD adalah stimulan sistem saraf pusat,


terutama dextroamphetamine (Dexedrine), methylphenidate, dan Pemoline
(Cylert). Food ang Drug Administration (FDA) mengizinkan dextroamphetamine
pada anak berusia 3 tahun dan lebih dan methylphenidate pada anak berusia 6
tahun dan lebih; keduanya adalah obat yang paling sering digunakan.

Mekanisme kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui. Pendapat
respos paradoksikal oleh anak tidak lagi diterima. Methylphenidate telah terbukti

15
sangat efektif pada hampir tigaperempat anak dengan ADHD dan memiliki efek
samping yang relatif kecil. Methylphenidate edalah medikasi kerja singkat yang
biasanya digunakan secara efektif selama jam-jam sekolah, sehingga anak dengan
gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas dapat memerhatikan tugasnya dan tetap di
dalam ruang kelas. Obat telah ditunjukkan memperbaiki skor anak hiperaktif pada
tugas yang membutuhkan kegigihan, seperti tugas kinerja kontinu dan asosiasi
berpasangan.

Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung,
mual, dan insomnia. Beberapa anak mengalami efek “rebound”, di mana mereka
menjadi agak mudah marah dan tampak agak hiperaktif selama waktu yang
singkat saat medikasi dihentikan. Pada anak-anak dengan riwayat tik motorik,
harus digunakan dengan berhati-hati, karena, pada beberapa kasus,
methylphenidate dapat menyebabkan eksaserbasi gangguan tik. Permasalahan lain
yang sering tentang methylphenidate adalah apakah obat akan menyebabkan
supresi pertumbuhan.

 Psikoterapi

Medikasi sendiri saja jarang memuaskan kebutuhan terapeutik yang


menyeluruh pada anak ADHD dan biasanya hanya merupakan satu segi dari
regimen multimodalitas. Pada psikoterapi individual, modifikasi perilaku,
konseling orang tua, dan terapi tiap gangguan beajar yang meneyertai mungkin
diperlukan.

Jika menggunakan medikasi, anak dengan ADHD harus diberikan


kesempatan untuk menggali arti medikasi bagi mereka. Dengan melakukan hal itu
akan menghilangkan kekeliruan pengertian (seperti, “saya gila”) tentang
pemakaian medikasi dan menjelaskan bahwa medikasi hanya sebagai tambahan.
Anak-anak harus mengerti bahwa mereka tidak perlu selalu sempurna.

16
Jika anak-anak dengan ADHD dibantu untuk menyusun lingkungannya,
kecemasan mereka menghilang. Dengan demikian, orang tua dan guru mereka
harus membangun struktur hadiah atau hukuman yang dapat diperkirakan, dengan
menggunakan model terapi perilaku dan menerapkannya pada lingkungan fisik,
temporal, dan interpersonal.

Persyaratan yang hampir universal untuk terapi adalah membantu orang


tua untuk menyadari bahwa sikap serba mengizinkan adalah tidak membantu bagi
anak-anak mereka. Orang tua harus juga dibantu untuk menyadari bahwa,
walaupun ada kekurangan pada anak-anak mereka dalam beberapa bidang,
mereka menhadapi tugas maturasi yang normal, termasuk perlu mengambil
tanggung jawab atas tindakan mereka. Dengan demikian, anak-anak dengan
ADHD tidak mendapatkan manfaat dari dibebaskan dari persyaratan, harapan, dan
perencanaan yang berlaku untuk anak lain.

 Terapi Bermain

Terapi bermain sering digunakan untuk menangani anak-anak dengan ADHD.


Melalui proses bermain anak-anak akan belajar banyak hal, diantaranya :

 Belajar mengenal aturan


 Belajar mengendalikan emosi
 Belajar menunggu giliran
 Belajar membuat perencanaan
 Belajar beberapa cara untuk mencapai tujuan melalui proses bermain

 Terapi Back in Control

Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk


menangani anak dengan  ADHD adalah dengan mengkombinasikan beberapa
pendekatan dan metode penanganan. Program terapi “Back in Control”
dikembangkan oleh Gregory Bodenhamer. Program ini berbasis pada sistem yang

17
berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada keinginan anak untuk patuh.
Program ini lebih cenderung ke sistem training bagi orang tua yang diharapkan
dapat menciptakan sistem aturan yang berlaku di rumah sehingga dapat mengubah
perilaku anak.

            Demi efektivitas program, sebaiknya orang tua bekerja sama dengan pihak
sekolah untuk melakukan proses yang sama bagi anaknya ketika dia di sekolah.
Orang tua harus selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan
dan konsisten atas program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini
dilaksanakan bersama-sama dengan pihak sekolah  maka orang tua sangat
memerlukan keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk melakukan proses
monitoring dan evaluasi.

            Dalam program ini, yang harus dilakuan orangtua adalah :

 Definisikanlah aturan secara jelas dan tepat. Buat aturan sejelas mungkin
sehingga pengasuh pun dapat mendukung pelaksanaan tanpa banyak
penyimpangan.
 Jalankan aturan tersebut dengan ketat
 Jangan memberi imbalan atau hukuman atas tanggapan terhadap aturan
itu. Jalankan saja sesuai yang sudah ditetapkan
 Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan. Gunakan kata-
kata kunci yang tidak akan diperdebatkan.

H. Prognosis

Anak-anak dengan ADHD yang gejalanya menetap sampai masa remaja


adalah berada dalam risiko tinggi untuk mengalami gangguan konduksi. Kira-kira
50 persen anak-anak dengan gangguan konduksi akan mengembangkan gangguan
kepribadian antisosial di masa dewasanya. Anak-anak dengan kedua ADHD
dengan gangguan konduksi juga berada dalam risiko mengalami gangguan
berhubungan dengan zat.

18
Secara keseluruhan, hasil akhir ADHD pada masa anak-anak tampaknya
berhubungan dengan jumlah gangguan konduksi yang menetap dan faktor
keluarga yang kacau. Hasil yang optimal tampaknya dipermudah dengan
menghilangkan agresi anak dan dengan memperbaiki fungsi keluarga sedini
mungkin.

Anak-anak didiagnosis dengan ADHD memiliki kesulitan yang signifikan


pada masa remaja, tanpa memperhatikan perawatan. Di Amerika Serikat, 37%
dari orang-orang dengan ADHD tidak mendapatkan ijazah sekolah tinggi
walaupun banyak dari mereka akan menerima layanan pendidikan khusus.
Amerika mengutip pengarahan 1995 ulasan buku tahun 1994 mengatakan hasil
gabungan dari pengusiran dan angka putus sekolah menunjukkan bahwa hampir
separuh dari semua siswa ADHD tidak pernah menyelesaikan SMA. Juga di
Amerika, kurang dari 5% dari orang dengan ADHD mendapatkan gelar sarjana
dibandingkan dengan 28% dari populasi umum. Orang-orang dengan ADHD
sebagai anak-anak mengalami peningkatan risiko dari sejumlah hasil kehidupan
yang merugikan begitu mereka menjadi remaja. Ini termasuk risiko yang lebih
besar otomatis crash, cedera dan biaya pengobatan yang lebih tinggi, lebih awal
aktivitas seksual, dan kehamilan remaja.

Russell Barkley menyatakan bahwa gangguan ADHD dewasa


mempengaruhi "pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, kegiatan seksual, kencan
dan pernikahan, pengasuhan dan keturunan morbiditas psikologis, kejahatan dan
penyalahgunaan narkoba, kesehatan dan berkaitan dengan gaya hidup, manajemen
keuangan, atau berkendara. ADHD dapat ditemukan untuk menghasilkan beragam
dan gangguan serius ". Proporsi anak-anak yang memenuhi kriteria diagnostik
untuk ADHD tetes oleh sekitar 50 % selama tiga tahun setelah diagnosis. Hal ini
terjadi terlepas dari perawatan yang digunakan dan juga terjadi pada anak-anak
yang tidak diobati dengan ADHD.ADHD tetap menjadi dewasa di sekitar 30-50%
dari kasus. Mereka terpengaruh kemungkinan untuk mengembangkan mekanisme
bertahan sebagai mereka dewasa, sehingga kompensasi untuk ADHD sebelumnya.

19
I. Contoh Kasus

Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dirujuk ke dokter psikiatrik anak


atas permintaan sekolahnya karena kesulitan yang dibuatnya di kelas. Ia telah dua
kali diberhentikan sementara dari sekolah dalam setahun. Gurunya mengeluh
bahwa ia sangat tidak dapat diam sehingga murid-murid lain tidak dapat
memusatkan perhatian. Ia tidak pernah berada di bangkunya tetapi berjalan-jalan
di sekolah, berbicara dengan anak lain saat mereka bekerja. Ia tampaknya tidak
pernah mau tahu apa yang harus dikerjakannya kemudian dan kadang-kadang
melakukan sesuatu yang aneh. Pemberhentian sementara dari sekolah terakhir ini
adalah karena ia berayun-ayun dari tiang lampu di atas papan tulis, di mana ia
mendakinya untuk pindah dari satu kelas ke kelas lain; karena tidak dapat turun
lagi, kelas menjadi gaduh.

Ibunya berkata bahwa perilaku anak tersebut telah sulit sejak ia masih
kecil dan bahwa, saat ia berusia tiga tahun, ia sangat banyak bergerak dan
menuntut. Ia hampir selalu membutuhkan tidur sebentar dan terbangun sebelum
orang lain terbangun. Saat ia kecil, “ia masuk ke dalam apa saja”, terutama di pagi
hari, saat ia akan terbangun pada jam 4.30 atau 5.00 pagi dan menuruni tangga
sendirian. Orangtuanya akan terbangun dan menemukan ruang keluarga atau
dapur “berantakan”.

Saat ia berusia empat tahun, ia belajar membuka kunci pintu apartemen


dan berjalan ke jalan utama yang ramai; untungnya ia diselamatkan dari
kecelakaan lalu lintas oleh orang-orang yang lewat. Ia ditolak oleh program
prasekolah karena perilakunya yang sulit. Akhirnya, setelah satu yang penuh
kesulitan di taman kanak-kanak, ia dimasukkan di dalam program perilaku khusus
untuk anak kelas satu dan kelas dua. Ia masuk dalam kelas yang biasanya untuk
sebagian besar mata pelajaran tetapi menghabiskan banyak waktu di ruang khusus
dengan guru khusus.

20
Tes psikologi menemukan bahwa anak laki-laki tersebut memiliki
kemampuan rata-rata, pencapaiannya hanya sedikit di bawah tingkat yang
diharapkan. Rentang perhatiannya dijelaskan oleh ahli psikologis sebagai
“sebenarnya tidak ada”. Ia tidak memiliki minat untuk menonton televisi dan tidak
menyukai permainan dan mainan yang memerlukan konsentrasi atau ketenangan.
Ia tidak populer dengan anak-anak lain. Dan di rumah ia lebih senang berada di
luar, bermain dengan anjingnya atau mengendarai sepedanya. Jika ia bermain
dengan mainan, permainannya adalah merusak dan menghancurkan, ibunya tidak
meminta ia untuk menjaga barang-barangnya.

Ia juga tidak patuh dan dalam tahun-tahun selanjutnya telah provokatif dan
menantang di sekolah dan, dengan suatu tingkat, di rumah. Ia telah mencuri
sejumlah kecil uang dari rumah dan sekolah, dan anak lain telah mengeluh karena
ia telah mengambil mainan kecil mereka yang dibawa dari rumah.

Anak laki-laki tersebut telah diobati dengan stimulan, methylphenidate


(Ritalin), dalam dosis kecil (5 sampai 10 mg sehari); tetapi medikasi tersebut telah
dihentikan setahun yang lalu, tampaknya karena tidak memiliki efek pada sikap
menantang dan masalah kelakuannya. Saat ia menggunakan obat, ia jauh lebih
mudah ditangani di sekolah; ia kurang banyak bergerak dan kemungkinan lebih
banyak memperhatikan dibandingkan sebelumnya, walaupun aspek lain dari
perilakunya tidak memuaskan.

Diskusi

Perilaku anak laki-laki tersebut secara grafis menunjukkan inatensi,


impulsivitas, dan hiperaktivitas yang karakteristik dari gangguan defisit-atensi/
hiperaktivitas. Ia mengalami kesulitan untuk tetap duduk, berpikir, dan tidak dapat
mengikuti instruksi, tidak mempertahankan perhatian, sering terlihat tidak
mendengarkan apa yang dikatakan pada dirinya, berpindah dari satu aktivitas ke
aktivitas lain, memiliki kesulitan dalam bermain dengan tenang, dan sering
terlibat dalam aktivitas fisik yang berbahaya tanpa memikirkan akibatnya. Karena

21
ia hampir selalu memiliki gejala lain gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas
(seperti sulit menunggu giliran, menjawab pertanyaan tanpa dipikir, banyak
bicara, dan mengganggu orang lain) dan karena gejalanya dengan bermakna
mengganggu fungsinya di rumah dan di sekolah, dinyatakan bahwa gangguan
adalah parah.

J. Diagnosis Banding

Suatu kumpulan temperamental yang terdiri dari tingkat aktivitas yang


tinggi dan rentang perhatian yang pendek harus dipertimbangkan pertama kali.
Membedakan karakteristik temperamental tersebut dari gejala utama ADHD
sebelum usia 3 tahun adalah sulit, terutama karena bertumpangtindihnya ciri-ciri
sistem saraf pusat yang imatur secara normal dan timbulnya tanda gangguan
visual-motorik-perseptual yang sering ditemukan pada ADHD.

Kecemasan pada anak perlu diperiksa. Kecemasan mungkin menyertai


ADHD sebagai ciri sekunder, dan kecemasan sendiri mungkin dimanifestasikan
oleh overaktivitas dan distraktibilitas.

Banyak anak dengan ADHD memiliki depresi sekunder sebagai reaksi


terhadap frustrasi terus-menerus yang dirasakan mereka terhadap kegagalan
mereka untuk belajar dan rasa rendah diri mereka. Kondisi tersebut harus
dibedakan dari gangguan depresif primer, yang kemungkinan dibedakan oleh
hipoaktivitas dan menarik diri.

Sering kali, gangguan konduksi dari berbagai jenisnya harus dibedakan


dari ADHD, karena anak-anak mungkin tidak mampu membaca atau mengerjakan
matematika karena gangguan belajar, bukannya inatensi. Tetapi, gangguan defisit-
atensi/ hiperaktivitas sering ditemukan bersama-sama dengan salah satu atau lebih
gangguan belajar, termasuh gangguan membaca, gangguan matematika, dan
gangguan ekspresi menulis.

22
23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering dinyatakan dalam


urutan frekuensi: hiperaktivitas, gangguan motorik perseptual, labilitas
emosional, defisit koordinasi menyeluruh, gangguan atensi (rentang atensi yang
pendek, distraktibilitas, keras hati, gagal menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi
yang buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku denga
tiba-tiba, tidak memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah), gangguan daya
ingat dan pikiran, ketidakmampuan belajar spesifik, gangguan bicara dan
pendengaran, dan tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar.

Laporan tentang insiden ADHD di Amerika Serikat adalah bervariasi dari


2 sampai 20 persen anak-anak sekolah dasar. Anak laki-laki memiliki insidensi
yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan, dengan rasio 3 berbanding 1
sampai 5 berbanding 1. Gangguan paling sering ditemukan pada anak laki-laki
yang pertama. Orangtua dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan peningkatan
insidensi hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan
konversi.

Karena simtom-simtom ADHD bervariasi, DSM-IV-TR mencantumkan


tiga subkategori, yaitu tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah
utamanya adalah rendahnya konsentrasi, tipe predominan Hiperaktif-Impulsif:
anak-anak yang masalah utamanya diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif,
dan tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas.

24
Beberapa penyebab ADHD di antaranya adalah faktor predisposisi yaitu faktor
biologi: genetik, perinatal dan prenatal, serta racun lingkungan; faktor psikologi
dan sosial dan faktor presipitasi yaitu: peristiwa pasca kelahiran, gangguan bahasa
dan pembelajaran, dan sebagainya.

Beberapa terapi untuk penderita ADHD antara lain dengan farmakoterapi


yaitu terapi dengan menggunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala
hiperaktivitas, psikoterapi, terapi bermain, dan terapi back in control.

B. Saran

Kami menganjurkan untuk lebih menambah khasanah pengetahuan


tentang ADHD dengan membaca jurnal-jurnal tentang ADHD. Perlu penelitian
lebih lanjut mengenai penyebab dan cara penanggulangan untuk menekan angka
penderita ADHD dan agar anak yang terkena gangguan ADHD dapat
diperlakukan dengan benar. Di samping itu agar mencari alternatif terapi
(penatalaksanaan) untuk penderita ADHD.

25
DAFTAR PUSTAKA

Davison, Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada.

http://www.scribd.com/doc/71659704/Adhd diakses tanggal 4 November 2012.

http://www.scribd.com/doc/104336205/Makala-Had-Hd diakses tanggal 4


November 2012.

Kaplan, M.D., Halord I, Sadock, M.D., Benjamin J., Grebb, M.D., Jack A. 2010.
Sinopsis Psikiatri, Jilid 2. Terjemahan Dr. Widjaja Kusuma. Tangerang:
Binarupa Aksara.

Komalasari, Erna. 2010. Prognosis ADHD.


http://erna-komalasari.blogspot.com/2010/02/prognosis-adhd.html
diakses tanggal 4 November 2012.

Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Nuryanti, Lusi. 2008. Psikologi Anak. Jakarta : Indeks

26

Anda mungkin juga menyukai