Disusun oleh :
N202101040
CI LAHAN CI INSTITUSI
KENDARI
2022
B. Etiologi/Penyebab
Menurut Adam (2008) penyebab pasti belum diketahui. Namun papar Hardiono
ada bukti bahwa faktor biologis dan genetis berperan dalam ADHD. Faktor biologis
berpengaruh pada dua neurotransmitter di otak, yaitu dopamine dan norepinefrin.
Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan
social, serta mengontrol aktifitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi,
memusatkan perhatian, dan perasaan. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah
lingkungan. Karakter dalam keluarga juga dapat berperan menimbulkan gejala ADHD.
Bahkan dari penelitian di beberapa rumah tahanan, sebagian besar penghuninya
ternyata pernah ADHD pada mas kecilnya. Demikian juga terjadi pada
pengguna narkoba. Belum diketahui apa penyebab pasti anak-anak menjadi
hiperaktif. Namun menurut dunia kedokteran, itu terkait dengan faktor biologis dan
genetik, serta lingkungan.
C. Patofisiologi
Teori lain menyebutkan adanya gangguan disfungsi sirkuit neuron di otak yang
dipengaruhi oleh berbagai gangguan neurotransmitter sebagai pengatur gerakan dan
control aktifitas diri. Beberapa faktor resiko yang meningkatkan terjadinya ADHD :
kurangnya deteksi dini, gangguan pada masa kehamilan (infeksi, genetic, keracuanan
obat dan alkohol, rokok dan stress psikogenik), gangguan pada masa persalinan
(premature, postmatur, hambatan persalinan, induksi, kelainan persalinan)
(Klikdokter, 2008).
Menurut Isaac (2005) anak dengan ADHD atau attention Deficit Hyperactivity
Disorde mempunyai ciri-ciri antara lain :
Rasio anak laki-laki berbanding perempuan adalah antara 4:1 dalam jenis dan tipe
hiperaktif impulsif dan untuk kurang perhatian rasio anak laki-laki dan
perempuan adalah 1:1. Gejala-gejala ini kurang jelas daripada tipe hiperaktiv impulsif
yang lebih demonstratif. Gejala seperti ini diabaikan dan didiagnosis dengan keliru
pada banyak anak. Menurut penelitian Breton yang dilakukan pada 1999, ADHD
lebih banyak dialami oleh anak laki-laki dari pada perempuan, dengan estimasi 204%
untuk anak perempuan dan 6-9% untuk anak laki-laki usia 6-12 tahun. Anak laki-laki
ADHD lebih banyak terjadi karena mereka lebih menunjukkan perilaku
menantang dan agresif dibandingkan dengan anak perempuan (Baihaqi dan
Sugiarmin, 2006).
Bisa jadi anak perempuan dengan ADHD tidak teridentifikasi atau
tidak tertangkap gejalanya karena guru-guru gagal dalam mengenali
dan mencatat perilaku kurang perhatian anak perempuan ADHD,
kecuali dengan cara membandingkan dengan simptom-simptom yang
digunakan untuk mendiagnosis ADHD dapat pula memberi
sumbangan terhadap perbedaan jenis kelamin pada umumnya
(Baihaqi dan Sugiarmin, 2006). Anak ADHD perempuan cenderung
lebih memperlihatkan karakteristik simptom-simptom kurang
perhatian/tidak teratur dengan respons kognitif yang lambat, misalnya
pelupa, lesu darah, mengantuk, cenderung daycream, semas, depresi
dan cenderung berperilaku hiperverbal dibandingkan hiperaktif
(Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).
Gangguan ADHD dapat merusak hidup anak, menghabiskan
banyak energi, menimbulkan rasa sakit secara emosional,
menurunkan harga diri dan secara serius merusak hubungan
kekerabatan atau pertemaan. Banyak anak ADHD cenderung untuk
mengembangkan masalah emosional sekunder, namun ADHD itu
sendiri dapat berkaitan dengan faktor – faktor biologis dans ecara
primer bukan gangguan emosional. Meskipun semikian, masalah
emosional dan perilaku kerap kali dapat terlihat pada anak ADHD
karena adanya masalah yang dihadapi anak-anak di sekolah, di rumah
dan di dalam lingkungan sosial mereka (Baihaqi dan Sugiarmin,
2006).
D. Tipe ADHD
Secara umum gangguan ADHD ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Tipe Predominantly Hyperactive-impulsive.
Ciri-ciri :
a) Tidak bisa diam
b) Berlarian
c) Memanjat-manjat
d) Terburu-buru menjawab meski pertanyaan belum selesai
e) Tak sabar berada dalam antrean
2. Tipe Predominantly Inattentive.
Ciri-ciri :
a) Sulit memusatkan perhatian
b) Ceroboh
c) sering kehilangan barang karena lupa
d) Belum selesai mengerjakan sesuatu sudah ditinggal
untuk mengerjakan hal lain.
3. Kombinasi keduanya (Predominantly Hyperactive-impulsive &
Predominantly Inattentive)
Ciri-ciri :
a) Menunjukkan ciri-ciri dari keduanya.
E. Manifestasi Klinik
Menurut Townsend (1998) ada beberapa tanda dan gejala yang dapat
dapat ditemukan pada anak dengan ADHD antara lain :
1. Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya
mengeliat-geliat.
2. Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan.
3. Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing.
4. Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatau permainan
atau keadaan di dalam suatu kelompok.
5. Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang belum selesai disampaikan.
6. Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang
lain.
7. Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas
atau aktivitas-aktivitas bermain.
8. Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke
kegiatan lainnya.
9. Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang. 10. Sering
berbicara secara berlebihan.
10. Sering menyela atau mengganggu orang lain
11. Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang
dikatakan kepadanya.
12. Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas
atau kegiatan-kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan akibatnya (misalnya
berlari-lari di jalan raya tanpa melihat-lihat).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan
pada anak dengan ADHD antara lain :
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan
hipertiroidatau hipotiroid yang memperberat masalah
2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya
gangguan otak organik
3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya
gangguan ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi
borderline atau anak tidak mampu belajar dan mengkaji
responsivitas social dan perkembangan bahasa
4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya
gejala fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas,
atau gejala alergi lain, infeksi SSP)
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) perawatan yang dapat dilakukan
orang tua terhadap anak yang menderita ADHD antara lain :
1. Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah
dan rumah
2. Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang
merusak di rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta
meningkatkan pro-sosial dan perilaku regulasi diri
3. Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di
kelas, meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku
pro sosial dan regulasi diri
4. Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di
rumah dan keberhasilan ke depan di sekolah dengan
mengombinasikan perlakukan tambahan dan pokok dalam program
terapi.
5. Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan
individu yang berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati
dan permasalahan suami istri
6. Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan
orang tua anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman
mengenai permasalahan umum dan memberi dukungan moral
7. Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak
dapat membahas permasalahan dan curahan hati probadinya.
a. Rendah karbohidrat dan tinggi protein. Untuk makan pagi 60% - 70%
protein dan 30% - 40% karbohidrat, makan siang dan makan malam 50%
protein dan 50% karbohidrat. Karbohidrat yang dikonsumsi juga yang
merupakan karbohidrat kompleks sehingga tidak mudah diubah menjadi
gula, seperti whole wheat, kacang-kacangan, dll.
b. Menghindari bahan-bahan yang membuat alergi pada anak ADHD
karena anak ADHD sangat sensitif sehingga mudah terjadi
alergi yang bermanifestasi dalam bentuk batuk, influenza karena
alergi, dll. Bahan- bahan yang harus dihindari seperti MSG, pewarna,
pengawet, juga susu, tepung, kedelai, jagung, telur, kacang, dll.
c. Rendah gula. Hindari makanan-makanan yang banyak mengandung
gula seperti donat, permen, soft drinks, es krim, dan cokelat. Setiap
sendok gula yang berkurang sangat berguna. Gula menyebabkan usus
halus menjadi permeabel terhadap alergen. Tingginya kadar gula dalam
tubuh juga akan mengakibatkan kadar insulin tinggi. Kadar insulin yang
tinggi akan mengakibatkan emosi yang labil sehingga dapat memperparah
keadaan anak ADHD.
d. Makan banyak sayuran dan buah.
e. Minum banyak air. 80% otak terdiri dari air sehingga dengan
meningkatkan konsumsi air menjadi 7-8 gelas perhari akan baik untuk
otak. Teh, susu, juice tidak termasuk air, jadi hanya air yang dianggap air.
Menghindari makanan yang mengandung salisilat seperti : kacang
almond, plum, prune, apel dan cuka apel, raspberrie, apricot, anggur dan
cuka dari anggur, strawberry, blackberry, teh, ceri, nectarine, tomat, jeruk,
timun dan acar, peach, wine dan cuka dari wine. Salisilat dapat
menghambat kerja enzim dalam otak yang berfungsi untuk mengurangi
kesensitifan otak terhadap reaksi alergi.
f. Mengkonsumsi suplemen seperti vitamin B, zinc, chromium, tembaga, besi,
magnesium, kalsium, amino acid chelates dan flavenoids. Pada anak ADHD
sering terdapat defisiensi zat-zat tersebut karena pengeluaran zat tersebut dari
urine secara berlebihan.
g. Menghindari paparan logam berat seperti tambalan gigi dari amalgam, kawat gigi
dari nikel, dll.
h. Kafein dapat digunakan sebagai stimulant susunan saraf pusat yang mempunyai
efek vasodilator yang dibutuhkan oleh otak karena pada anak ADHD terjadi
kekurangan aliran darah ke bagian-bagian otak.
DAFTAR PUSTAKA