Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA ADHD

DI RUANG POLI OKUPASI


KOTA KENDARI

Disusun oleh :

ERICH KRISSANDY SAPUTRA PONTENGI S.KEP

N202101040

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XII

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2022

A. Definisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


Attention Deficit Hyperactivity Disorder  (ADHD) adalah kelainan
hiperaktivitas kurang perhatian yang sering ditampakan sebelum usia 4 tahun
dan dikarakarakteriskan oleh ketidaktepatan perkembangan tidak perhatian,
impulsive dan hiperaktif (Townsend, 1998). ADHD adalah singkatan dari
Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal
sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal
Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage
(Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif),
dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah
menderita ADHD (Permadi, 2009).
ADHD ( Attention Deficit Hyperactivity Disorder ) adalah
gangguan neurobiologis yang ciri-cirinya sudah tampak pada anak
sejak kecil.
Anak ADHD mulai menunjukkan banyak masalah ketika SD
karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan tenang,
belajar berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman
sebaya sesuai aturan (Ginanjar, 2009). ADHD adalah gangguan
perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga
menyebabkan aktifitas anak- anak yang tidak lazim dan cenderung
berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah,
tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu
meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang
berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka
meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan
(Klikdokter, 2008)

B. Etiologi/Penyebab
Menurut Adam (2008) penyebab pasti belum diketahui. Namun papar Hardiono
ada bukti bahwa faktor biologis dan genetis berperan dalam ADHD. Faktor biologis
berpengaruh pada dua neurotransmitter di otak, yaitu dopamine dan norepinefrin.
Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan
social, serta mengontrol aktifitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi,
memusatkan perhatian, dan perasaan. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah
lingkungan. Karakter dalam keluarga juga dapat berperan menimbulkan gejala ADHD.
Bahkan dari penelitian di beberapa rumah tahanan, sebagian besar penghuninya
ternyata pernah ADHD pada mas kecilnya. Demikian juga terjadi pada
pengguna narkoba. Belum diketahui apa penyebab pasti anak-anak menjadi
hiperaktif. Namun menurut dunia kedokteran, itu terkait dengan faktor biologis dan
genetik, serta lingkungan.

C. Patofisiologi

Sebagian besar profesional sekarang percaya bahwa ADHD terdiri


dari tiga masalah pokok: kesulitan dalam perhatian berkelanjutan,
pengendalian atau penghambatan impuls, kegiatan berlebihan.
Beberapa periset, seperti Barkley, menambahkan masalah-masalah
lain seperti kesulitan metauhi peraturan dan instruksi, adanya
vairiabilitas berlebih dalam berespons situasi, khusunya pekerjaan
sekolah.

Singkatnya ADHD merupakan suatu gangguan perkembangan


yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatus perilaku, khususnya
untuk mengantisipasi tindakan dan keputusan masa depan. Anak yang
mengidap ADHD relative tidak mampu menahan diri untuk
merespons situasi pada saat tertentu. Mereka benar-benar tidak bisa
menunggu. Penyebabnya diperkirakian karena mereka memiliki
sumber biologis yang kuat yang ditemukan pada anak-anak dengan
predisposisi keturunan (Martin, 1998).
Beberapa penelitian belum dapat menyimpulkan penyebab pasti dari
ADHD. Seperti halnya dengan gangguan perkembangan lainnya (autisme),
beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya ADHD adalah faktor genetik,
perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal,
Tingkat kecerdasan (IQ), terjadi disfungsi metabolism, hormonal, lingkungan
fisik dan sosial sekitar, asupan gizi, dan orang-orang dilingkungan sekitar
termasuk keluarga. Beberapa teori yang sering dikemukakan adalah hubungan
antara neurotransmitter dopamine dan epinephrine.

Teori lain menyebutkan adanya gangguan disfungsi sirkuit neuron di otak yang
dipengaruhi oleh berbagai gangguan neurotransmitter sebagai pengatur gerakan dan
control aktifitas diri. Beberapa faktor resiko yang meningkatkan terjadinya ADHD :
kurangnya deteksi dini, gangguan pada masa kehamilan (infeksi, genetic, keracuanan
obat dan alkohol, rokok dan stress psikogenik), gangguan pada masa persalinan
(premature, postmatur, hambatan persalinan, induksi, kelainan persalinan)
(Klikdokter, 2008).

Menurut Isaac (2005) anak dengan ADHD atau attention Deficit Hyperactivity
Disorde mempunyai ciri-ciri antara lain :

1. Sulit memberikan perhatian pada hal-hal kecil.


2. Melakukan kesalahan yang ceroboh dalam pekerjaan sekolah.
3. Sulit berkonsentrasi pada satu aktivitas.
4. Berbicara terus, sekalipun pada saat yang tidak tepat.
5. Berlari-lari dengan cara yang disruptif ketika diminta untuk duduk atau diam.
6. Terus gelisah atau menggeliat.
7. Sulit menunggu giliran.
8. Mudah terdistraksi oleh hal-hal yang terjadi di sekelilingnya.
9. Secara impulasif berkata tanpa berpikir dalam menjawab pertanyaan.
10. Sering salah menempatkan tugas-tugas sekolah, buku atau mainan.
11. Tampak tidak mendengar, sekalipu diajak berbicara secara langsung

Rasio anak laki-laki berbanding perempuan adalah antara 4:1 dalam jenis dan tipe
hiperaktif impulsif dan untuk kurang perhatian rasio anak laki-laki dan
perempuan adalah 1:1. Gejala-gejala ini kurang jelas daripada tipe hiperaktiv impulsif
yang lebih demonstratif. Gejala seperti ini diabaikan dan didiagnosis dengan keliru
pada banyak anak. Menurut penelitian Breton yang dilakukan pada 1999, ADHD
lebih banyak dialami oleh anak laki-laki dari pada perempuan, dengan estimasi 204%
untuk anak perempuan dan 6-9% untuk anak laki-laki usia 6-12 tahun. Anak laki-laki
ADHD lebih banyak terjadi karena mereka lebih menunjukkan perilaku
menantang dan agresif dibandingkan dengan anak perempuan (Baihaqi dan
Sugiarmin, 2006).
Bisa jadi anak perempuan dengan ADHD tidak teridentifikasi atau
tidak tertangkap gejalanya karena guru-guru gagal dalam mengenali
dan mencatat perilaku kurang perhatian anak perempuan ADHD,
kecuali dengan cara membandingkan dengan simptom-simptom yang
digunakan untuk mendiagnosis ADHD dapat pula memberi
sumbangan terhadap perbedaan jenis kelamin pada umumnya
(Baihaqi dan Sugiarmin, 2006). Anak ADHD perempuan cenderung
lebih memperlihatkan karakteristik simptom-simptom kurang
perhatian/tidak teratur dengan respons kognitif yang lambat, misalnya
pelupa, lesu darah, mengantuk, cenderung daycream, semas, depresi
dan cenderung berperilaku hiperverbal dibandingkan hiperaktif
(Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).
Gangguan ADHD dapat merusak hidup anak, menghabiskan
banyak energi, menimbulkan rasa sakit secara emosional,
menurunkan harga diri dan secara serius merusak hubungan
kekerabatan atau pertemaan. Banyak anak ADHD cenderung untuk
mengembangkan masalah emosional sekunder, namun ADHD itu
sendiri dapat berkaitan dengan faktor  –  faktor biologis dans ecara
primer bukan gangguan emosional. Meskipun semikian, masalah
emosional dan perilaku kerap kali dapat terlihat pada anak ADHD
karena adanya masalah yang dihadapi anak-anak di sekolah, di rumah
dan di dalam lingkungan sosial mereka (Baihaqi dan Sugiarmin,
2006).

D. Tipe ADHD
Secara umum gangguan ADHD ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Tipe Predominantly Hyperactive-impulsive.
Ciri-ciri :
a) Tidak bisa diam
b) Berlarian
c) Memanjat-manjat
d) Terburu-buru menjawab meski pertanyaan belum selesai
e) Tak sabar berada dalam antrean
2. Tipe Predominantly Inattentive.
Ciri-ciri :
a) Sulit memusatkan perhatian
b) Ceroboh
c) sering kehilangan barang karena lupa
d) Belum selesai mengerjakan sesuatu sudah ditinggal
untuk mengerjakan hal lain.
3. Kombinasi keduanya (Predominantly Hyperactive-impulsive &
Predominantly Inattentive)
Ciri-ciri :
a) Menunjukkan ciri-ciri dari keduanya.

E. Manifestasi Klinik  
Menurut Townsend (1998) ada beberapa tanda dan gejala yang dapat
dapat ditemukan pada anak dengan ADHD antara lain :
1. Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya
mengeliat-geliat.
2. Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan.
3. Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing.
4. Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatau permainan
atau keadaan di dalam suatu kelompok.
5. Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang belum selesai disampaikan.
6. Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang
lain.
7. Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas
atau aktivitas-aktivitas bermain.
8. Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke
kegiatan lainnya.
9. Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang. 10.  Sering
berbicara secara berlebihan.
10. Sering menyela atau mengganggu orang lain
11. Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang
dikatakan kepadanya.
12. Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas
atau kegiatan-kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan akibatnya (misalnya
berlari-lari di jalan raya tanpa melihat-lihat).

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan
pada anak dengan ADHD antara lain :
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan
hipertiroidatau hipotiroid yang memperberat masalah
2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya
gangguan otak organik
3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya
gangguan ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi
borderline atau anak tidak mampu belajar dan mengkaji
responsivitas social dan perkembangan bahasa
4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya
gejala fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas,
atau gejala alergi lain, infeksi SSP)

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) perawatan yang dapat dilakukan
orang tua terhadap anak yang menderita ADHD antara lain :
1. Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah
dan rumah
2. Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang
merusak di rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta
meningkatkan pro-sosial dan perilaku regulasi diri
3. Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di
kelas, meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku
pro sosial dan regulasi diri
4. Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di
rumah dan keberhasilan ke depan di sekolah dengan
mengombinasikan perlakukan tambahan dan pokok dalam program
terapi.
5. Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan
individu yang berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati
dan permasalahan suami istri
6. Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan
orang tua anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman
mengenai permasalahan umum dan memberi dukungan moral
7. Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak
dapat membahas permasalahan dan curahan hati probadinya.

Menurut Videbeck (2008)intervensi keperawatan yang dapat


dilakukan pada anak dengan Attention Deficyt Hyperactivity Disorder
(ADHD) antara lain :
a. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan :
1) Dapatkan perhatian penuh anak.
2) Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil.
3) Izinkan beristirahat
b. Meningkatkan performa peran dengan cara :
1) Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan.
2) Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang dan bebas
dari distraksi untuk menyelesaikan tugas)
c. Menyederhanakan instruksi/perintah untuk :
1) Tetapkan jadwal sehari-hari.
2) Minimalkan perubahan.
d. Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan mendengarkan
perasaan dan frustasi orang tua.
e. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD

Menurut Verayanti (2008) pengaturan nutrisi ini bermanfaat sebagai salah


satu cara yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala pada anak
ADHD. Selain tidak berbahaya, pengaturan nutrisi ini aman digunakan dalam
jangka panjang. Bagaimana nutrisi yang dianggap tepat untuk anak ADHD :

a. Rendah karbohidrat dan tinggi protein. Untuk makan pagi 60% - 70%
protein dan 30% - 40% karbohidrat, makan siang dan makan malam 50%
protein dan 50% karbohidrat. Karbohidrat yang dikonsumsi juga yang
merupakan karbohidrat kompleks sehingga tidak mudah diubah menjadi
gula, seperti whole wheat, kacang-kacangan, dll.
b. Menghindari bahan-bahan yang membuat alergi pada anak ADHD
karena anak ADHD sangat sensitif sehingga mudah terjadi
alergi yang bermanifestasi dalam bentuk batuk, influenza karena
alergi, dll. Bahan- bahan yang harus dihindari seperti MSG, pewarna,
pengawet, juga susu, tepung, kedelai, jagung, telur, kacang, dll.
c. Rendah gula. Hindari makanan-makanan yang banyak mengandung
gula seperti donat, permen, soft drinks, es krim, dan cokelat. Setiap
sendok gula yang berkurang sangat berguna. Gula menyebabkan usus
halus menjadi permeabel terhadap alergen. Tingginya kadar gula dalam
tubuh juga akan mengakibatkan kadar insulin tinggi. Kadar insulin yang
tinggi akan mengakibatkan emosi yang labil sehingga dapat memperparah
keadaan anak ADHD.
d. Makan banyak sayuran dan buah.
e. Minum banyak air. 80% otak terdiri dari air sehingga dengan
meningkatkan konsumsi air menjadi 7-8 gelas perhari akan baik untuk
otak. Teh, susu, juice tidak termasuk air, jadi hanya air yang dianggap air.
Menghindari makanan yang mengandung salisilat seperti : kacang
almond, plum, prune, apel dan cuka apel, raspberrie, apricot, anggur dan
cuka dari anggur, strawberry, blackberry, teh, ceri, nectarine, tomat, jeruk,
timun dan acar, peach, wine dan cuka dari wine. Salisilat dapat
menghambat kerja enzim dalam otak yang berfungsi untuk mengurangi
kesensitifan otak terhadap reaksi alergi.
f. Mengkonsumsi suplemen seperti vitamin B, zinc, chromium, tembaga, besi,
magnesium, kalsium, amino acid chelates dan flavenoids. Pada anak ADHD
sering terdapat defisiensi zat-zat tersebut karena pengeluaran zat tersebut dari
urine secara berlebihan.
g. Menghindari paparan logam berat seperti tambalan gigi dari amalgam, kawat gigi
dari nikel, dll.
h. Kafein dapat digunakan sebagai stimulant susunan saraf pusat yang mempunyai
efek vasodilator yang dibutuhkan oleh otak karena pada anak ADHD terjadi
kekurangan aliran darah ke bagian-bagian otak.
DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi, MIF, Sugiarmin, M. (2006).  Memahami Anak ADHD. Cetakan I.


Bandung : Penerbit PT Refika Aditama
Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting
Pendidikan Inklusi. Cetakan I. Bandung : penerbit PT Refika Aditama

Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007).  Rencana asuhan


keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Isaac, A. (2005).  Panduan Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik 


(terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai