Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)”

Disusun Oleh:

NURHIDAYAH 202101009
SITTI SYALWAH 202101012
ANDI FATIMAH AZZAHRA 202101045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN (FKK)
ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP
2023
1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Sesuai dengan edisi keempat dari American Psychiatric Association’s
Diagnostic andStatistical Manual (DSM-IV), ADHD adalah suatu keadaan
yang menetap dari inatensi dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas yang lebih
sering frekuensinya dan lebih berat dibandingkan dengan individu lain yang
secara tipikal diamati pada tingkat perkembangan yang sebanding (Tayono,
2013). Gambaran penting ADHD yaitu pola persisten tidak perhatian dan/atau
hiperaktivitas serta impulsivitas yang lebih sering daripada pada anak dengan
usia yang sama (Ballard, Kennedy, & O’Brien, 2014). ADHD merupakan
gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik hingga
menyebabkan aktifitas yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal
tersebut ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam,
tidak bisa duduk dengan tenang. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan
adalah, suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan
(Klik dokter, 2008 dalam Dania, 2019).

2. Etiologi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


Menurut Susanto & Fengkey, (2016) faktor-faktor yang mungkin berperan
dalam terjadinya ADHD, yaitu:
a. Cedera otak : telah lama diperkiraan bahwa anak yang terkena ADHD
mendapat cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem safar
pusatnya selama periode janin dan perinatalnya
b. Faktor neurokimiawi : Neurotransmitter dopamin (DA) dan norepinefrin
(NE) terlibat dalam patofisiologi ADHD; dopamin adalah neurotransmitter
yang terlibat dalam penghargaan, pengambilan risiko, impulsif, dan
suasana hati; norepinefrin memodulasi perhatian, gairah dan suasana hati.
Studi otak pada individu dengan ADHD menunjukkan adanya cacat pada
gen reseptor dopamin D4 (DRD4) dan ekspresi berlebih dari dopamin
transporter-1 (DAT1). Reseptor DRD4 menggunakan DA dan NE untuk
memodulasi perhatian dan tanggapan terhadap lingkungan seseorang.
Protein transporter DAT1 atau dopamin membawa DA / NE ke terminal
saraf prasinaps sehingga mungkin tidak memiliki interaksi yang cukup
dengan reseptor post-sinaptik.
c. Struktur anatomi : pemeriksaan brain imaging yang dilakukan pada anak
dengan ADHD menunjukkan pengecilan volume otak yang bermakna pada
korteks prefrontal dorsolateral, kaudatus, palidum, korpus kalosum, dan
serebelum.
d. Faktor psikososial : Anak-anak dalam institusi seringkali hiperaktif dan
memiliki rentan atensi rendah. Tanda tersebut terjadi akibat adanya
pemutusan hubungan emosional yang lama, dan gejala menghilang jika
faktor pencetus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di
rumah penitipan.

Sedangkan menurut Pieter, H. Z. dkk.(2011) penyebab ADHD, yaitu

a. Dimensi Genetik Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa hiperaktif


yang menyertai ADHD selalu diikuti dengan riwayat keluarga yang
mengalami ADHD. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa hampir 1/3 dari
ayah yang hiperaktif akan memberikan kontribusi 2-8 kali lebih mudah
terkena ADHD yang sama diturunkan pada anaknya. Mereka akan
memperlihatkan gangguan tingkah laku, gangguan perasaan, emosi, dan
substansi (Biederman, dkk, 1992; Faraone, dkk, 2000; dan Faraone, 2003,
dalam ). Salah satu penelitian yang menambahkan penguatan pada
pembentukan ADHD adalah faktor gen. Seperti yang dikatakan oleh
Sprick, dkk, (2000) bahwa gen-gen yang bertanggung jawab pada
pembentukan ADHD adalag gen yang berkaitan dengan unsur kimiawi
saraf (neurochemical), seperti dopamine, norepinefrin, dan serotonin.
b. Volume otak Dari penelitian dan diagnostik pada otak (brain imaging)
ditemukan bahwa terdapat mekanisme otak yang menghasilkan defisit
atensi (gangguan pemusatan perhatian), impulsif, dan hiperaktif pada
penderita ADHD. Salah satu penelitian yang reliabel menunjukkan bahwa
penderita ADHD memiliki volume otak yang lebih kecil dan basal gaglia
yang terletak lebih jauh dalam otak dan cerebrallar vermis. Kecilnya
volume otak sudah bisa dideteksi pada awal-awal perkembangan otak yang
mengalami kerusakan progresif umum. Dipastikan mereka mengalami
penurunan aliran darah pada korpus striatum yang bisa menyebabkan
defisit motivasi dan memicu sikap acuh (Pop-per, dkk, 2003).
c. Kehamilan Adaptif makanan, seperti zat pewarna, perencah dan zat
pengawet makanan diperkirakan turut bertanggung jawab pada
pembentukan gangguan ADHD. Seperti yang dikatakan oleh Linnet, dkk.
(2003). Bahwa kebiasaan ibu merokok saat hamil memberikan konstribusi
besar pada pembentukan gangguan ADHD. Ibu hamil yang merokok
memiliki risiko tiga kali lebih tinggi menghasilkan anak ADHD. Apalagi
jika ibu melahirkan anak kembar monozigot yang dianggap paling rentan
terkena ADHD.
d. Dimensi psikologis dan sosial Dimensi psikologis dan sosial dianggap
turut bertanggug jawab dalam pembentukan ADHD. Respons negatif dari
orang tua, guru, dan teman-teman sebaya sangat berpengaruh pada
perilaku hiperaktif dan impulsif. Respons-respons negatif berupa self-
esteem yang rendah, citra diri yang negatif, dan sikap penolakan terhadap
anak ADHD.

3. Patofisiologi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


Patofisiologi ADHD atau di indonesia dikenal dengan GPPH (Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif) memang tak jelas. Ada sejumlah teori
yang membicarakan patofisiologi ADHD. Penelitian pada anak ADHD telah
menunjukkan ada penurunan volume korteks prefrontal sebelah kiri,
Penemuan ini menunjukkan bahwa gejala ADHD inatensi, hiperaktivitas dan
impulsivitas menggambarkan adanya disfungsi lobus frontalis, tetapi arealain
di otak khususnya cerebellum juga terkena. Penelitian "neuroimaging" pada
anak ADHD tak selalu memberikan hasil yang konsisten, pada tahun 2008
hasilnya neuroimaging hanya digunakan untuk penelitian, bukan untuk
membuat diagnosa. Hasil penelitian "neuroimaging", neuropsikologi genetik
dan neurokimiawi mendapatkan ada 4 area frontostriatal yang memainkan
peran patofsiologi ADHD yakni: korteks prefrontal lateral, korteks cingulate
dorsoanterior, kaudatus dan putamen. Pada sebuah penelitian anak ADHD
ada kelambatan perkembangan struktur otak tertentu rata- rata pada usia 3
tahun, di mana gejala ADHD terjadi pada usia sekolah dasar. (Aditama.
Taylor, Cynthia. 2015)
Kelambatan perkembangan terutama pada lobus temporal dan korteks
frontalis yang dipercaya bertanggung jawab pada kemampuan mengontrol
dan memusat-kan proses berpikirnya. Sebaliknya, korteks motorik pada anak
hiperaktif terlihat berkembang lebih cepat matang daripada anak normal,
yang mengakibatkan adanya perkembangan yang lebih lambat dalam
mengontrol tingkah lakunya, namun ternyata lebih cepat dalam
perkembangan motorik, sehingga tercipta gejala tak bisa diam, yang khas
pada anak ADHD. Hal ini menjadi alasan bahwa pengobatan stimulansia akan
mempengaruhi faktor pertumbuhan dari susunan saraf pusat. (Aditama.
Taylor, Cynthia. 2015)
Pada pemeriksaan laboratorium telah didapatkan bahwa adanya 7 repeat
allele DRD4 gene (Dopamine 04 receptor gene) di mana merupakan 30%
risiko genetik untuk anak ADHD di mana ada penipisan korteks sebelah
kanan otak, daerah otak ini penebalannya jadi normal sesudah usia 10 tahun
bersamaan dengan kesembuhan klinis gejala ADHD. Dari aspek
patofisiologik, ADHD dianggap adanya disregulasi dari neurotransmitter
dopamine dan norepinephrine akibat gangguan metabolisme catecholamine di
cortex cerebral. Neuron yang menghasilkan dopamine dan norepinephrine
berasal dari mesenphalon. Nucleus sistem dopaminergik adalah substansia
nigra dan tigmentum anterior dan nucleus sistem norepinephrine adalah locus
ceroleus. (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)

4. Manifesasi Klinis Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder (DSM),
terdapat 3 gejala utama ADHD, yaitu : (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
1. Inatensi
Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian
dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang
sama. Masalah tersebut antara lain: (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara
detail/rinci
b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh
c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas
bermain
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak
memahami perintah
f. Sering tidak dapat mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang
menuntut ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih
j. Pelupa
2. Hiperaktivitas
Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan
atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik
maupun verbal. Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan
hiperaktivitas: (Aditama. Taylor, Cynthia, 2015)
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras
3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif
Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu
menghambat tingkah lakunya pada waktu memberikan respon terhadap
tuntutan situasional dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan
jenis kelamin yang sama. Berikut merupakan perilaku impulsif yang
mencirikan sebagai anak penderita ADHD: (Aditama. Taylor, Cynthia,
2015)
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain
sedang berbicara atau bermain

5. Pemeriksaan Penunjang Attention Deficit Hyperactivity Disorder


(ADHD)
Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan
pada anak dengan ADHD antara lain :
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau
hipotiroid yang memperberat masalah
2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya
gangguan otak organik
3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan
ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak
mampu belajar dan mengkaji responsivitas social dan perkembangan
bahasa
4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala
fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi
lain, infeksi SSP)
6. Penatalaksaan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
a. Perawatan

Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) perawatan yang dapat


dilakukan orang tua terhadap anak yang menderita ADHD antara lain :
Terapi medis :

 Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan


rumah. Pelatihan manajemen orang tua :
 Mengendalikan perilaku anak yang merusak di rumah,
mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta
meningkatkan pro-sosial dan perilaku regulasi diri.
 Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas, meningkatkan
kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro sosial
dan regulasi diri.
 Merencanakan program-program bulanan
 Melakukan penyesuaian di rumah dan keberhasilan ke depan di
sekolah dengan mengombinasikan perlakukan tambahan dan
pokok dalam program terapi.Melakukan konseling keluarga :
 .Coping terhadap stres keluarga dan individu yang berkaitan
dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan
suami istri.Mencari kelompok pendukung :
 Menghubungkan anak dewasa dengan orang tua anak ADHD
lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai
permasalahan umum dan memberi dukungan moral.Melakukan
konseling individu :
 .Memberi dukungan di mana anak dapat membahas
permasalahan dan curahan hati pribadinya Menurut Videbeck
(2008) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak
dengan Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD)
antara lain :
1. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan
2. Hentikan perilaku yang tidak aman.
3. Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat
diterima dan yang tidak dapat diterima
4. Berikan pengawasan yang ketat.
5. Meningkatkan performa peran dengan cara :
6. Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan.
7. Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang dan
bebas dari distraksi untuk menyelesaikan tugas).
Menyederhanakan instruksi/perintah untuk :
1. Dapatkan perhatian penuh anak.
2. Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil.
3. Izinkan beristirahat.
4. Mengatur rutinitas sehari-hari
5. Tetapkan jadwal sehari-hari

6. Penyuluhan dan dukungan kepada klien atau keluarga dengan


mendengarkan perasaan dan frustasi orang tua.

7. .Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD

b. Pengobatan

Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan


dengan berbagai pendekatan termasuk program pendidikan khusus,
modifikasi perilaku, pengobatan melalui obat-obatan dan konseling.
Disamping pendekatan yang kontroversial antara lain melakukan diet
khusus dan penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu
(Delphie, 2006)

Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan


untuk mengobati ADHD antara lainMetilfenidat (Ritalin) Dosis 10-60
dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan pantau supresi
nafsu makan yang turun, atau kelambatan pertumbuhan, berikan setelah
makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.

Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall) Dosis 3-40


dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau adanya
insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu
makan, efek obat lengkap dalam 2 har
Pemolin (Cylert) Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian.
Intervensi keperawatan pantay peningkatan tes fungsi hati dan supresi
nafsu makan, dapat berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang
lengkap.

7. Diagnosa dan Intervensi Attention Deficit Hyperactivity Disorder


(ADHD)
 Resiko cedera
 Observasi
- Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
- Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
 Terpeutik
- Sediakan pencegahan yang memadai
- Gunakan lampu tidur selama jam tidur
- Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat ( mis,
penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan dan lokasi kamar
mandi)
- Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius
 Edukasi
- Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
- Anjukan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit
sebelum berdiri.

 Koping tidak efektif


 Observasi
- Identifikasi kegiatan jagka pendek dan panjang sesuai tujuan
- Identifikasi kemampuan yang di milii
- Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
 Terapeutik
- Diskusiakan perubahan yang di alami
- Guanakan pendekantanyang tenang dan meyakinkan
- Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri
- Diskusiakan untuk mengklarisifkasi kesalah pahaman dan mengevalusi
perilaku sendiri
 Edukasi
- Anjurkan menjalin hubungan memiiki kepentingan dan tujuan sama
- Anjurkan pengguanaan sumber spiritual, jika perlu
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan prepsepsi
- Anjurkan kelurga terlibat
- Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik

 Resiko gangguan pertumbuhan


 Observasi
- Identifikasi kesehatan dan kemampuan menerimah informasih
- Identifikasi faktor faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
 Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
 Edukasi
- Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajrkan perilaku hidup bersih dan sehat
Ajarkan strategi yang dapat di gunakan untuk menigkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat

Anda mungkin juga menyukai