FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN (FKK) ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP 2023 1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Sesuai dengan edisi keempat dari American Psychiatric Association’s Diagnostic andStatistical Manual (DSM-IV), ADHD adalah suatu keadaan yang menetap dari inatensi dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas yang lebih sering frekuensinya dan lebih berat dibandingkan dengan individu lain yang secara tipikal diamati pada tingkat perkembangan yang sebanding (Tayono, 2013). Gambaran penting ADHD yaitu pola persisten tidak perhatian dan/atau hiperaktivitas serta impulsivitas yang lebih sering daripada pada anak dengan usia yang sama (Ballard, Kennedy, & O’Brien, 2014). ADHD merupakan gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik hingga menyebabkan aktifitas yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal tersebut ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan (Klik dokter, 2008 dalam Dania, 2019).
Menurut Susanto & Fengkey, (2016) faktor-faktor yang mungkin berperan dalam terjadinya ADHD, yaitu: a. Cedera otak : telah lama diperkiraan bahwa anak yang terkena ADHD mendapat cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem safar pusatnya selama periode janin dan perinatalnya b. Faktor neurokimiawi : Neurotransmitter dopamin (DA) dan norepinefrin (NE) terlibat dalam patofisiologi ADHD; dopamin adalah neurotransmitter yang terlibat dalam penghargaan, pengambilan risiko, impulsif, dan suasana hati; norepinefrin memodulasi perhatian, gairah dan suasana hati. Studi otak pada individu dengan ADHD menunjukkan adanya cacat pada gen reseptor dopamin D4 (DRD4) dan ekspresi berlebih dari dopamin transporter-1 (DAT1). Reseptor DRD4 menggunakan DA dan NE untuk memodulasi perhatian dan tanggapan terhadap lingkungan seseorang. Protein transporter DAT1 atau dopamin membawa DA / NE ke terminal saraf prasinaps sehingga mungkin tidak memiliki interaksi yang cukup dengan reseptor post-sinaptik. c. Struktur anatomi : pemeriksaan brain imaging yang dilakukan pada anak dengan ADHD menunjukkan pengecilan volume otak yang bermakna pada korteks prefrontal dorsolateral, kaudatus, palidum, korpus kalosum, dan serebelum. d. Faktor psikososial : Anak-anak dalam institusi seringkali hiperaktif dan memiliki rentan atensi rendah. Tanda tersebut terjadi akibat adanya pemutusan hubungan emosional yang lama, dan gejala menghilang jika faktor pencetus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di rumah penitipan.
Sedangkan menurut Pieter, H. Z. dkk.(2011) penyebab ADHD, yaitu
a. Dimensi Genetik Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa hiperaktif
yang menyertai ADHD selalu diikuti dengan riwayat keluarga yang mengalami ADHD. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa hampir 1/3 dari ayah yang hiperaktif akan memberikan kontribusi 2-8 kali lebih mudah terkena ADHD yang sama diturunkan pada anaknya. Mereka akan memperlihatkan gangguan tingkah laku, gangguan perasaan, emosi, dan substansi (Biederman, dkk, 1992; Faraone, dkk, 2000; dan Faraone, 2003, dalam ). Salah satu penelitian yang menambahkan penguatan pada pembentukan ADHD adalah faktor gen. Seperti yang dikatakan oleh Sprick, dkk, (2000) bahwa gen-gen yang bertanggung jawab pada pembentukan ADHD adalag gen yang berkaitan dengan unsur kimiawi saraf (neurochemical), seperti dopamine, norepinefrin, dan serotonin. b. Volume otak Dari penelitian dan diagnostik pada otak (brain imaging) ditemukan bahwa terdapat mekanisme otak yang menghasilkan defisit atensi (gangguan pemusatan perhatian), impulsif, dan hiperaktif pada penderita ADHD. Salah satu penelitian yang reliabel menunjukkan bahwa penderita ADHD memiliki volume otak yang lebih kecil dan basal gaglia yang terletak lebih jauh dalam otak dan cerebrallar vermis. Kecilnya volume otak sudah bisa dideteksi pada awal-awal perkembangan otak yang mengalami kerusakan progresif umum. Dipastikan mereka mengalami penurunan aliran darah pada korpus striatum yang bisa menyebabkan defisit motivasi dan memicu sikap acuh (Pop-per, dkk, 2003). c. Kehamilan Adaptif makanan, seperti zat pewarna, perencah dan zat pengawet makanan diperkirakan turut bertanggung jawab pada pembentukan gangguan ADHD. Seperti yang dikatakan oleh Linnet, dkk. (2003). Bahwa kebiasaan ibu merokok saat hamil memberikan konstribusi besar pada pembentukan gangguan ADHD. Ibu hamil yang merokok memiliki risiko tiga kali lebih tinggi menghasilkan anak ADHD. Apalagi jika ibu melahirkan anak kembar monozigot yang dianggap paling rentan terkena ADHD. d. Dimensi psikologis dan sosial Dimensi psikologis dan sosial dianggap turut bertanggug jawab dalam pembentukan ADHD. Respons negatif dari orang tua, guru, dan teman-teman sebaya sangat berpengaruh pada perilaku hiperaktif dan impulsif. Respons-respons negatif berupa self- esteem yang rendah, citra diri yang negatif, dan sikap penolakan terhadap anak ADHD.
Patofisiologi ADHD atau di indonesia dikenal dengan GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif) memang tak jelas. Ada sejumlah teori yang membicarakan patofisiologi ADHD. Penelitian pada anak ADHD telah menunjukkan ada penurunan volume korteks prefrontal sebelah kiri, Penemuan ini menunjukkan bahwa gejala ADHD inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas menggambarkan adanya disfungsi lobus frontalis, tetapi arealain di otak khususnya cerebellum juga terkena. Penelitian "neuroimaging" pada anak ADHD tak selalu memberikan hasil yang konsisten, pada tahun 2008 hasilnya neuroimaging hanya digunakan untuk penelitian, bukan untuk membuat diagnosa. Hasil penelitian "neuroimaging", neuropsikologi genetik dan neurokimiawi mendapatkan ada 4 area frontostriatal yang memainkan peran patofsiologi ADHD yakni: korteks prefrontal lateral, korteks cingulate dorsoanterior, kaudatus dan putamen. Pada sebuah penelitian anak ADHD ada kelambatan perkembangan struktur otak tertentu rata- rata pada usia 3 tahun, di mana gejala ADHD terjadi pada usia sekolah dasar. (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015) Kelambatan perkembangan terutama pada lobus temporal dan korteks frontalis yang dipercaya bertanggung jawab pada kemampuan mengontrol dan memusat-kan proses berpikirnya. Sebaliknya, korteks motorik pada anak hiperaktif terlihat berkembang lebih cepat matang daripada anak normal, yang mengakibatkan adanya perkembangan yang lebih lambat dalam mengontrol tingkah lakunya, namun ternyata lebih cepat dalam perkembangan motorik, sehingga tercipta gejala tak bisa diam, yang khas pada anak ADHD. Hal ini menjadi alasan bahwa pengobatan stimulansia akan mempengaruhi faktor pertumbuhan dari susunan saraf pusat. (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015) Pada pemeriksaan laboratorium telah didapatkan bahwa adanya 7 repeat allele DRD4 gene (Dopamine 04 receptor gene) di mana merupakan 30% risiko genetik untuk anak ADHD di mana ada penipisan korteks sebelah kanan otak, daerah otak ini penebalannya jadi normal sesudah usia 10 tahun bersamaan dengan kesembuhan klinis gejala ADHD. Dari aspek patofisiologik, ADHD dianggap adanya disregulasi dari neurotransmitter dopamine dan norepinephrine akibat gangguan metabolisme catecholamine di cortex cerebral. Neuron yang menghasilkan dopamine dan norepinephrine berasal dari mesenphalon. Nucleus sistem dopaminergik adalah substansia nigra dan tigmentum anterior dan nucleus sistem norepinephrine adalah locus ceroleus. (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder (DSM), terdapat 3 gejala utama ADHD, yaitu : (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015) 1. Inatensi Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Masalah tersebut antara lain: (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015) a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail/rinci b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas bermain d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak memahami perintah f. Sering tidak dapat mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang menuntut ketahanan mental h. Sering kehilangan barang i. Perhatiannya mudah beralih j. Pelupa 2. Hiperaktivitas Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun verbal. Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas: (Aditama. Taylor, Cynthia, 2015) a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang b. Berteriak-teriak di tempat duduknya c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas d. Berlari kesana kemari e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang f. Ada saja hal yang dilakukan g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras 3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat tingkah lakunya pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan situasional dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Berikut merupakan perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak penderita ADHD: (Aditama. Taylor, Cynthia, 2015) a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan b. Sulit menunggu giliran c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain sedang berbicara atau bermain
(ADHD) Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan ADHD antara lain : 1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau hipotiroid yang memperberat masalah 2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya gangguan otak organik 3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu belajar dan mengkaji responsivitas social dan perkembangan bahasa 4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi lain, infeksi SSP) 6. Penatalaksaan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) a. Perawatan
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) perawatan yang dapat
dilakukan orang tua terhadap anak yang menderita ADHD antara lain : Terapi medis :
Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan
rumah. Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang merusak di rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta meningkatkan pro-sosial dan perilaku regulasi diri. Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas, meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro sosial dan regulasi diri. Merencanakan program-program bulanan Melakukan penyesuaian di rumah dan keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan perlakukan tambahan dan pokok dalam program terapi.Melakukan konseling keluarga : .Coping terhadap stres keluarga dan individu yang berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan suami istri.Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan orang tua anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai permasalahan umum dan memberi dukungan moral.Melakukan konseling individu : .Memberi dukungan di mana anak dapat membahas permasalahan dan curahan hati pribadinya Menurut Videbeck (2008) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) antara lain : 1. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan 2. Hentikan perilaku yang tidak aman. 3. Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima 4. Berikan pengawasan yang ketat. 5. Meningkatkan performa peran dengan cara : 6. Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan. 7. Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang dan bebas dari distraksi untuk menyelesaikan tugas). Menyederhanakan instruksi/perintah untuk : 1. Dapatkan perhatian penuh anak. 2. Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil. 3. Izinkan beristirahat. 4. Mengatur rutinitas sehari-hari 5. Tetapkan jadwal sehari-hari
6. Penyuluhan dan dukungan kepada klien atau keluarga dengan
mendengarkan perasaan dan frustasi orang tua.
7. .Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD
b. Pengobatan
Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan
dengan berbagai pendekatan termasuk program pendidikan khusus, modifikasi perilaku, pengobatan melalui obat-obatan dan konseling. Disamping pendekatan yang kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu (Delphie, 2006)
Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan
untuk mengobati ADHD antara lainMetilfenidat (Ritalin) Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.
dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau adanya insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat lengkap dalam 2 har Pemolin (Cylert) Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi keperawatan pantay peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang lengkap.
7. Diagnosa dan Intervensi Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD) Resiko cedera Observasi - Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera - Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera Terpeutik - Sediakan pencegahan yang memadai - Gunakan lampu tidur selama jam tidur - Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat ( mis, penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan dan lokasi kamar mandi) - Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius Edukasi - Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga - Anjukan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit sebelum berdiri.
Koping tidak efektif
Observasi - Identifikasi kegiatan jagka pendek dan panjang sesuai tujuan - Identifikasi kemampuan yang di milii - Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan Terapeutik - Diskusiakan perubahan yang di alami - Guanakan pendekantanyang tenang dan meyakinkan - Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri - Diskusiakan untuk mengklarisifkasi kesalah pahaman dan mengevalusi perilaku sendiri Edukasi - Anjurkan menjalin hubungan memiiki kepentingan dan tujuan sama - Anjurkan pengguanaan sumber spiritual, jika perlu - Anjurkan mengungkapkan perasaan dan prepsepsi - Anjurkan kelurga terlibat - Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
Resiko gangguan pertumbuhan
Observasi - Identifikasi kesehatan dan kemampuan menerimah informasih - Identifikasi faktor faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat Terapeutik - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan - Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi - Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan - Ajrkan perilaku hidup bersih dan sehat Ajarkan strategi yang dapat di gunakan untuk menigkatkan perilaku hidup bersih dan sehat