Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN ATTENTION DEFICYT


HIPERAKTIVITY DISORDER (ADHD)

DISUSUN OLEH
SUTRISNO (200203122)

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA


TAHUN AJARAN 2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN ATTENTION DEFICYT
HIPERAKTIVITY DISORDER (ADHD)

A. DEFINISI
Menurut American Academy Pediactrics, Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD) adalah gangguan yang diketahui sebagai gangguan hiperaktifitas defisit-perhatian
adalah suatu kondisi kronologis kronis yang diakibatkan dari adanyagangguan fungsi pada
sistem sistem saraf pusat dan tidak berkaitan dengan jeniskelamin, tingkat kecerdasan, atau
lingkungan kultural.
Gangguan hiperaktifitas defisit perhatian adalah istilah terakhir dari serangkaian istilah
yang dgunakan oleh ahli psikiatri dan neuorologi untuk menjelaskan anak dengan intelegensi
normal atau hampir normal, tetapi memperlihatkan pola perilaku abnormal yang terutama
ditandai dengan kurangnya perhatian, mudah teralih perhatiannya,
inpulsif, dan hiperaktif serta sering disertai gangguan belajar serta agresifitas.
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatukondisi
yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian),
Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan
kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif),dan Hyperactive (Hiperaktif).
Ada kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah menderita ADHD.
Dapat disimpulkan bahwa ADHD adalah gangguan neurobiologis yang menyebabkan
kelainan hiperaktifitas, kecenderungan untuk mengalami masalah pemusatan perhatian,
kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi yang mulai ditunjukkan oleh anak
sebelum usia 4 tahun, dan hal tersebut menyebabkan anak ADHD akan menunjukkan banyak
masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar
berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan

B. ETIOLOGI
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini,
meliputi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik dan
penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan Y kromosom
(XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas yangmenyertai
kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah kesulitanmemusatkan
perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacatgenetik. Pada anak
perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan kesulitan memusatkan
perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang.
b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak
Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak, olehkarena itu
didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh adanya patologi diarea prefrontal
dan atau sagital frontal pada otak dengan predominasi padakorteks otak. Adanya
kerusakan otak merupakan resiko tinggi terjadinya gangguan psikiatrik termasuk
ADHD. Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling sering disebabkan oleh
kondisi hipoksia. Keadaan hipoksia memiliki kecenderungan menyebabkan
terjadinya patologi yang merata pada korteks otakyang menimbulkan gangguan
fungsi integrasi koordinasi dan pengendaliankortikal. Korteks frontal dianggap
memiliki peran penting dalam aktivasi danintegrasi lebih lanjut dari bagian otak
lain. Oleh karena itu, patologi yang merata pada korteks otak dianggap sebagai
penyebab terjadinya gejala lobus frontalis.

c. Faktor Neurotransmitter
Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas motorikyang
berlebihan pada ADHD secara patofisiologi disebabkan oleh fungsinorepinefrin
abnormal. Sedangkan gejala lain , yang tidak mampu memusatkan perhatian dan
penurunan vigilance disebabkan oleh fungsi dopaminerjik abnormal. Gangguan
pada sistem norepinefrin berpean pada terjadinya gejalaADHD, tetapi tidak
menjadi penyebab tunggal. Terjadinya ADHD disebabkanoleh beberapa sistem
yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang erat. Sistemtersebut memiliki peran
yang berbeda terhadap metabolisme dopamin ataunorepinefrin. Meskipun berbagai
obat anti ADHD memiliki komposisi kimiawi berbeda, mekanisme kerja obat
tersebut sama baik dengan dopaminerjik ataupun norepinefrinerjik. Norepinefrin
dan dopamin adalah poten agonis pada reseptor D4 di celah pascasinaptik, gen
reseptor dopamin D4 (DRD 4) sampai saat initelah dianggap sebagai penyebab
gangguan ini ( Landau et al ., 1997 ;Biederman, 2000)
d. Faktor Psikososial
Willis dan Lovaas berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas disebabkan oleh
buruknya rangsang pengendalian oleh perintah dari ibu, dan pengaturan perilaku
yang buruk pada anak timbul dari manjemen pengasuhan orangtua yang buruk.
Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan
terhadap terjadinya gangguan ini seperti stimulasi berlebihan oleh orangtua pada
waktu mengasuh anak dan masalah psikologis yang terjadi pada orang tua.
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai penyebab ADHD.
Seperti keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi. Akan tetapi berbagai
penelitian terhadap faktor tersebut belum ada yang menunjukkan bukti adanya
hubungan yang bermakna antara faktor tersebut dengan ADHD.
2. Faktor Predisposisi
a. Teori psikodonamika.
Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD adalah tetap
pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum membedakan diri dengan
ibunya. Perkembangan ego mundur, dan dimanifestasikan perilaku impulsif dan
diperintahkan oleh id.
b. Teori biologia.
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat (SSP), seperti
adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan perilaku- perilaku
neurologis yang menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor predisposisi.
Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta penyiksaan dan
pengabaian terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor predisposisi pada
beberapa kasus.
c. Teori dinamika keluarga.
Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada hubungan pasangan
disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada anak, dimana perilakunya
lambat laun mulai mencerminkan pola-pola dari gangguan fungsi system.
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder (DSM), terdapat 3
gejala utama ADHD, yaitu :
1. Inatensi
Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian dibandingkan
dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Masalah tersebut antara
lain:
a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail/rinci
b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh
c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas bermain
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak memahami perintah
f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang menuntut
ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih
j. Pelupa

2. Hiperaktivitas
Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan atau
tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun verbal.
Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas:
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras
3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif
Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat
tingkah lakunya pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan situasional
dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama.
Berikut merupakan perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak penderita
ADHD:
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain sedang
berbicara atau bermain)

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi ADHD atau di indonesia dikenal dengan GPPH (Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktif) memang tak jelas. Ada sejumlah teori yang membicarakan
patofisiologi ADHD. Penelitian pada anak ADHD telah menunjukkan ada penurunan
volume korteks prefrontal sebelah kiri, Penemuan ini menunjukkan bahwa gejala ADHD
inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas menggambarkan adanya disfungsi lobus frontalis,
tetapi area lain di otak khususnya cerebellum juga terkena.
Penelitian “neuroimaging” pada anak ADHD tak selalu memberikan hasil yang
konsisten, pada tahun 2008 hasilnya neuroimaging hanya digunakan untuk penelitian, bukan
untuk membuat diagnosa. Hasil penelitian “neuroimaging”, neuropsikologi genetik dan
neurokimiawi mendapatkan ada 4 area frontostriatal yang memainkan peran patofsiologi
ADHD yakni : korteks prefrontal lateral, korteks cingulate dorsoanterior, kaudatus dan
putamen. Pada sebuah penelitian anak ADHD ada kelambatan perkembangan struktur otak
tertentu rata-rata pada usia 3 tahun, di mana gejala ADHD terjadi pada usia sekolah dasar.
Kelambatan perkembangan terutama pada lobus temporal dan korteks frontalis yang
dipercaya bertanggung jawab pada kemampuan mengontrol dan memusat-kan proses
berpikirnya. Sebaliknya, korteks motorik pada anak hiperaktif terlihat berkembang lebih
cepat matang daripada anak normal, yang mengakibatkan adanya perkembangan yang lebih
lambat dalam mengontrol tingkah lakunya, namun ternyata lebih cepat dalam
perkembangan motorik, sehingga tercipta gejala tak bisa diam, yang khas pada anak
ADHD. Hal ini menjadi alasan bahwa pengobatan stimulansia akan mempengaruhi faktor
pertumbuhan dari susunan saraf pusat.
Pada pemeriksaan laboratorium telah didapatkan bahwa adanya 7 repeat allele DRD4
gene (Dopamine 04 receptor gene) di mana merupakan 30% risiko genetik untuk anak
ADHD di mana ada penipisan korteks sebelah kanan otak, daerah otak ini penebalannya
jadi normal sesudah usia 10 tahun bersamaan dengan kesembuhan klinis gejala ADHD.
Dari aspek patofisiologik, ADHD dianggap adanya disregulasi dari neurotransmitter
dopamine dan norepinephrine akibat gangguan metabolisme catecholamine di cortex
cerebral. Neuron yang menghasilkan dopamine dan norepinephrine berasal dari
mesenphalon. Nucleus sistem dopaminergik adalah substansia nigra dan tigmentum anterior
dan nucleus sistem norepinephrine adalah locus ceroleus.
E. BAGAN PATWAY

DISFUNGSI OTAK GENETIK

HIPOFUNGSI SISTEM
HIPOKSIA OTAK
DOPAMIN DAN NOREPRIM

DISFUNGSI KORTIKO SATRIAL

DISFUNGSI KORTEKS PREFONTAL

DEFEK FUNGSI KONITIF

 KEGAGALANINHIBISI PERILAKU
 TERTUNDANYA RESPON PERILAKU

GEJALA UTAMA ADHD YAITU


INATTENTIVENESS dan IMPULSIVITAS

DIAGNOSA ADHD Deteksi dini ADHD (Guru, Orang Tua)


(DOKTER UMUM) Dan Diagnosis ADHD - Akurasi Meningkat
(Dokter Umum)

Skema ADHD (Dr. Dwidjo Saputro, 2009)


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis gangguan
kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan
jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram
mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologik atau epilepsi yang
progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Menurut Doenges et. al
(2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan ADHD antara lain :
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau hipotiroid yang
memperberat masalah
2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya gangguan otak organik
3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas,
mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu belajar dan
mengkaji responsivitas social dan perkembangan bahasa
4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala fisik (misalnya
ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi lain, infeksi SSP)

Selain itu juga ada pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa ADHD yaitu
dengan Skrining DDTK pada anak pra sekolah dengan ADHD. Tujuannya adalah untuk
mengetahui secara dini anak adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH) pada anak umur 36 bulan ke atas.
Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada
keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader
kesehatan, BKB, petugas PADU, pengelola TPA, dan guru TK.Keluhan tersebutdapat
berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
1. Anak tidak bisa duduk tenang
2. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
3. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive
Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale) yaitu formulir yang terdiri dari
10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orangtua / pengasuh anak / guru TK dan
pertanyaan yang perlu pengamatan dari pemeriksa.
1. Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH :
a. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku yang
tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan kepada orangtua / pengasuh
anak untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
b. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan pada
formulir deteksi dini GPPH.
c. Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun anak berada,missal
ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dll. Setiap saat dan ketika anak dengan siapa
saja.
d. Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama dilakukan pemeriksaan.
Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab

2. Format formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH


(Abbreviated Conners Ratting Scale)

No Kegiatan yang Diamati 0 1 2 3

1 Tidak kenal lelah, atau aktivitas yang berlebiham


2 Mudah gembira, impulsive.
3 Mengganggu anak-anak lain
Gagal menyelesaikan kegiatan yang telah dimulai, rentang
4
perhatian pendek
Menggerak-gerakkan anggota badan atau kepala secara terus-
5
menerus
6 Kurang perhatian,mudah teralihkan
7 Permintaannya harus segera dipenuhi, mudah menjadi frustasi
8 Sering dan mudah menangis
9 Suasana hatinya mudah berubah dengan cepat dan drastis
10 Ledakkan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan tak terduga
Jumlah
Nilai total :

3. Interpretasi :
a. Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak
b. Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak
c. Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak
d. Nilai 3 : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak.
Bila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH.
4. Intervensi :
a. Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke Rumah Sakit yangmemiliki:
fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang anak untuk konsultasi lebih lanjut.
b. Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan pemeriksaan ulang
1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan kepada orang-orang terdekat dengan anak
(orang tua, pengasuh, nenek, guru,dsb).

F. KOMPLIKASI
1. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas.
2. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan mengerjakan
aritmatika (seringkali akibat abnormalitas konsentrasi).
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (seringkali akibat perilaku agresif dan kata-
kata yang diungkapkan).
G. PENGKAJIAN
Menurut Hidayat (2005) pengkajian perkembangan anak berdasarkan umur atau usia
antara lain:
1. Neonatus (0-28 hari)
a. Apakah ketika dilahirkan neonatus menangis ?
b. Bagaimana kemampuan memutar-mutar kepala ?
c. Bagaimana kemampuan menghisap ?
d. Kapan mulai mengangkat kepala ?
e. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya kemampuan untuk mengikuti
garis tengah bila kita memberikan respons terhadap jari atau tangan) ?
f. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (menangis, bereaksi terhadap suara atau
bel) ?
g. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi (misalnya tersenyum dan mulai
menatap muka untuk mengenali seseorang ?
2. Masa bayi /Infant (28 – 1 tahun)
1. Bayi usia 1-4 bulan.
a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya mengangkat kepala saat
tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, dapat duduk dengan
kepala tegak, jatuh terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri,
komtrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring terlentang,
berguling dari terlentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi
danm berusaha untuk merangkan) ?
b. Bagaimanan kemampuan motorik halus anak (misalnya memegang suatu objek,
mengikuti objek dari satu sisi ke sisi lain, mencoba memegang benda dan
memaksukkan dalam mulut, memegang benda tetapi terlepas, memperhatikan
tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, menagan benda di
tangan walaupun hanya sebentar)?
c. Bagimana kemampuan berbahasan anak (kemampuan bersuara dan tersenyum,
dapat berbunyi huruf hidup, berceloteh, mulai mampu mengucapkan kata
ooh/ahh, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan atau berekasi dengan
mengoceh) ?
d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : mengamati
tangannya, tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak tersenyum,
mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak,
tersenyum pada wajah manusia, walaupun tidur dalams ehari lebih sedikit dari
waktu terhaga, membentuk siklus tidur bangun, menangis menjadi sesuatu yang
berbeda, membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal, senang
menatap wajah-wajah yang dikenalnya, diam saja apabila ada orang asing) ?

2. Bayi Umur 4-8 bulan


a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya dapat telungkup pada
alas dan sudah mulau mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan
kedua tangannya dan pada bulan keempat sudah mulai mampu memalingkan ke
kanan dan ke kiri , sudah mulai mampu duduk dengan kepala tegak, sudah
mampu membalik badan, bangkit dengan kepala tegak, menumpu beban pada
kaki dan dada terangkat dan menumpu pada lengan, berayun ke depan dan
kebelakang, berguling dari terlentang ke tengkurap dan dapat dudu dengan
bantuan selama waktu singkat) ?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : sudah mulai
mengamati benda, mulai menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk
memegang, mengeksplorasi benda yangs edang dipegang, mengambil objek
dengan tangan tertangkup, mampu menahan kedua benda di kedua tangan
secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan,
memindahkan obajek dari satu tangan ke tangan yang lain) ?
c. Bagaimana kemampuan berbahasan anak (misalnya : menirukan bunyi atau
kata-kata, menolek ke arah suara dan menoleh ke arah sumber bunyi, tertawa,
menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak, menggunakan kata yang
terdiri dari dua suku kata dan dapat membuat dua bunyi vokal yang bersamaan
seperti ba-ba)?
d. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (misalnya merasa terpaksa jika
ada orang asing, mulai bermain dengan mainan, takut akan kehadiran orang
asing, mudah frustasi dan memukul-mukul dengan lengan dan kaki jika sedang
kesal)?

3. Bayi Umur 8-12 bulan


a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya duduk tanpa pegangan,
berdiri dengan pegangan, bangkit terus berdiri, berdiri 2 detik dan berdiri
sendiri) ?
b. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya mencari dan meraih
benda kecil, bila diberi kubus mampu memindahkannya, mampu mengambilnya
dan mampu memegang dengan jari dan ibu jari, membenturkannya dan mampy
menaruh benda atau kubus ketempatnya)?
c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mulai mengatakan papa
mama yang belum spesifik, mengoceh hingga mengatakan dengan spesifik,
dapat mengucapkan 1-2 kata)?
d. Bagaimana perkembangan kemampuan adaptasi sosial anak (misalnya
kemampuan bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai minum
dengan cangkir, menirukan kegiatan orang lain, main-main bola atau lainnya
dengan orang) ?

3. Masa Toddler
a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: mampu melanhkah dan
berjalan tegak, mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang, mampu
berlari-lari kecil, menendang bolan dan mulai melompat)?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : mencoba menyusun atau
membuat menara pada kubus)?
c. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (misalnya : memiliki sepuluh
perbendaharaan kata, mampu menirukan dan mengenal serta responsif terhadap
orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu
mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan lambaian anggota
badan) ?
d. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi sosial (misalnya: membantu
kegiatan di rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba
memakai baju) ?

4. Masa Prasekolah (Preschool)


a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: kemampuan untuk berdiri
dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan
tumit ke jari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkan dan berjalan dengan
bantuan) ?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : kemampuan
menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis
yang lebih panjang dan menggambar orang, melepas objek dengan jari lurus,
mampu menjepit benda, melambaikan tangan, menggunakan tangannya untuk
bermain, menempatkan objek ke dalam wadah, makan sendiri, minum dari cangkir
dengan bantuan menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan jari,
membuat coretan diatas kertas)?
c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mampu menyebutkan empat
gambar, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda,
menghitung atau mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan, mengertio
beberapa kata sifat dan sebagainya, menggunakan bunyi yntum mengidentifikasi
objek, orang dan aktivitas, menirukan bebagai bunyi kata, memahami arti larangan,
berespons terhadap panggilan dan orang-orang anggota keluarga dekat)?
d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : bermain dengan
permainan sederhana, menagis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana
dengan gaya tubuh, menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan,
mengenali anggota keluarga) ?

5. Masa school age


a. Bagaimana kemampuan kemandirian anak dilingkungan luar rumah ?
b. Bagaimana kemampuan anak mengatasi masalah yang dialami disekolah ?
c. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (menyesuaikan dengan lingkungan
sekolah)?
d. Bagaimana kepercayaan diri anak saat berada di sekolah ?
e. Bagaimana rasa tanggung jawab anak dalam mengerjakan tugas di sekolah?
f. Bagaimana kemampuan anak dalam berinteraksi sosial dengan teman sekolah ?
g. Bagaimana ketrampilan membaca dan menulis anak ?
h. Bagaimana kemampua anak dalam belajar di sekolah ?

6. Masa adolensence
a. Bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi masalah yang dialami secara
mandiri ?
b. Bagaimanan kemampuan remaja dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan
bentuk dan fungsi tubuh yang dialami ?
c. Bagaimana kematangan identitas seksual ?
d. Bagaimana remaja dapat menjalankan tugas perkembangannya sebagai remaja ?
e. Bagaiman kemampuan remaja dalam membantu pekerjaan orang tua di rumah
(misalnya membersihkan rumah,memasak) ?
Menurut Videbeck (2008) pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt
Hiperactivity Disorder (ADHD) antara lain :
1. Pengkajian riwayat penyakit
a. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalah saat
bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia todler atau
masuk sekolah atau day care.
b. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang utama,
seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau bahkan
perilaku yang membahayakan di rumah.
c. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi
perilaku anak.
d. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan anak
atau mengubah perilaku anak dans emua itu sebagian besar tidak berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motoric
a. Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat serta bergoyang-goyang saat
mencoba melakukannya.
b. Anak mungkin lari mengelilingi ruangan dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c. Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan suatu
percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan berakhir dan
gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d. Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang
lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tahap perkembangannya

3. Mood dan Afek


a. Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper tantrum.
b. Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c. Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki
sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan
kemarahan
4. Proses dan isi piker
Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk mengkaji
anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tahap perkembangan

5. Sensorium dan proses intelektual


a. Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi
seperti halusinasi.
b. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi tergangguan
secara nyata.
c. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau 3 menit
pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
d. Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya tidak
tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat
berhenti memikirkan sesuati.
e. Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang mampu
menyelesaikan tugas

6. Penilaian dan daya tilik diri


a. Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk dan
sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
b. Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan impulsif, seperti
berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.
c. Meskipun sulit untuk mengkaji penilaian dan daya tilik pada anak kecil.
d. Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika
dibandingkan dengan anak seusianya.
e. Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama sekali
bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
f. Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku di
sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan perilaku
mereka sendiri.
7. Konsep diri
a. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapis ecara umum harga
diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat mempunyai banyak teman, dan
mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka biasanya merasa
terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai orang
yang buruk dan bodoh

8. Peran dan hubungan


a. Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademik maupun sosial.
b. Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan
perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
c. Orang tua sering menyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan
berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan
diterapi.
d. Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan yang
terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan
memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki keluarga.
e. Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.
f. Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh atau
babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami ADHD yang
meningkatkan penolakan anak.

9. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri


Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan
waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan. Masalah
penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang terjadi. Jika
anak melakukan perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan proses pikir.
2. Resiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan mendeteksi bahaya.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif
4. Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi /koping idividu
tidak efektif.
5. Ketidakefektifankoping individu berhubungan dengankelainan fungsi darisystem
keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan penelantaran
anak.

I. INTERVENSI

1. Dx 1 : kerusakan interaksi social berhubungan dengan perubahan proses pikir.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan interaksi sosial berjalan
baik.
KH:
1. Interaksi dengan teman.
2. Interaksi dengan tetangga
3. Interaksi dengan keluarga
4. Ikut serta dalam aktivitas luang
5. Ikut serta dalam aktivitas sukarela
Intervensi:
1. Anjurkan klien dalam membangun hubungan teman, keluarga.
R/ membangun hubungan dengan teman dan keluarga dapat memberikan stimulus
pada anak untuk berinteraksi.
2. Anjurkan beraktivitas sosial dan komunitas
R/ aktivitas sosial dan komunitas dapat membentuk perilaku anak yang positif.
3. Anjurkan penggunaan komunikasi verbal
R/ penggunaan komunikasi verbal mengajarkan anak untuk berkomunikasi dengan
baik.
4. Berikan tanggapan positif ketika klien bergaul dengan yang lain
R/ tanggapan positif pada anak dapat menimbulkan rasa percaya diri anak dalam
bergaul dengan orang lain.
5. Anjurkan merencanakan kelompok kecil untuk aktivitas tertentu
R/ kelompok kecil dapat memberikan stimulus pada anak dalam berinteraksi
dengan baik.

2. Dx2 : Resiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan mendeteksi


bahaya.
Tujuan : Anak tidak akan melukai diri sendiri atau orang lain dan dapat mendeteksi
bahaya.
KH :
1. Kecemasan dipertahankan pada tingkat di mana pasien merasa tidak perlu
melakukan agresi.
2. Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang sebenarnya.
3. Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan konsekuensi dari
perilaku maladaptif diri sendiri.
Intervensi:
1. Amati perilaku anak secara sering. Lakukan hal ini melalui aktivitas sehari-hari
dan interaksi untuk menghindari timbulnya rasa waspada dan kecurigaan
R/ Anak-anak pada risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran memerlukan
pengamatan yang seksama untuk mencegah tindakan yang membahayakan bagi
diri sendiri atau orang lain
2. Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada tindakan bunuh diri
R/ Peryataan-pernyataan verbal seperti "Saya akan bunuh diri, " atau "Tak lama ibu
saya tidak perlu lagi menyusahkan diri karena saxa" atau perilaku-perilaku non
verbal seperti memnbagi-bagikan barang-barang yang disenangi, alam perasaan
berubah. Kebanyakan anak yang mencoba untuk bunuh diri telah menyampaikan
maksudnya, baik secara verbal atau nonverbal.
3. Dapatkan kontrak verbal ataupun tertulis dari anak yang menyatakan
persetujuannya untuk tidak mencelakaka diri sendiri dan menyetujui untuk mencari
staf pada keadaan dimana pemikiran kearah tersebut timbul
R/ Diskusi tentang perasaan-perasaan untuk bunuh diri dengan seseorang yang
dipercaya memberikan suatu derajat perasaan lega pada anak. Suatu perjanjian
membuat permasalahan menjadi terbuka dan menempatkan beberapa tanggung
jawab bagi keselamatan dengan anak. Suatu sikap menerima anak sebagai
seseorang yang patut diperhatikan telah disampaikan.
4. Bantu anak mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk menerima perasaan-
perasaan tersebut sebagai miliknya sendiri. Apakah anak telah menyimpan suatu :
buku catatan kemarahan" dimana catatan yang dialami dalam 24 jam disimpan.
R/ Informasi mengenai sumber tambahan dari merahan, respon perilaku dan
persepsia nak terhadap situasi juga harus dicatat. Diskusikan asupan data dengan
anak, anjurkan juga respons-respons perilaku alternatif yang diidentifikasi sebagai
maladaptif.
5. Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya dari lingkungan anak
R/ Keselamatan fisik anak adalah prioritas dari keperawatan.
6. Berikan obat-obatan penenang sesuai dengan pesanaan dokter atau dapatkan
pesanaan jika diperlukan. Pantau kefektifan obat-obatan dan efek –sfek samping
yang merugikan
R/ Obat-obatan antiansietas (misalnya diazepam, klordiazepoksida, alprazolam)
memberikan perasaan terbebas dari efek-efek imobilisasi dari ansietas dan
memudahkan kerjasama anak dengan terapi.

3. Dx3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif


Tujuan : Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7 jamn
setiap malam.
KH:
1. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
2. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
3. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7 jam
tanpa terbangun
Intervensi :
1. Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur
R/ Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan
2. Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan dengan rasa
takut dan ansietas-ansietas tertentu
R/ Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur anak sehingfga
perlu diidentifikasi penyebabnya
3. Duduk dengan anak sampai dia tertidur
R/ kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman
4. Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein dihilangkan dari
diet anak
R/ Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur
5. Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok punggung,
latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu hangat dan mandi air hangat)
R/ Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat bisa tidur
6. Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini
R/ Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus rutin dari istirahat
dan aktivitas
7. Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada malam hari dan
dalam keadaan ketakutan
R/ Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

4. Dx4: Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi /koping
idividu tidak efektif.
Tujuan :Anak memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang meningkat saat pulang,
ditandai dengan
KH:
1. Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan rasa takut
yang ektrim terhadap kegagalan.
Intervensi:
1. Pastikan bahwa sasaran-sasaran yang akan dicapat adalah realistis
R/ Hal ini penting bagi pasien untuk mencapai sesuatu, maka rencana untuk
aktivitas-aktivitas di mana kemungkinan untuk sukse adalah mungkin dan
kesuksesan ini dapat meningkatkan harga diri anak
2. Sampai kan perhartian tanpa syarat bagi pasien
R/ Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadap anak sebagai makhluk hidup
yang berguna dapat meningkatkan harga diri
3. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok
R/ Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa dia berharga
bagi waktu anda
4. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari diri anak
R/ Aspek positif yang dimiliki anak dapat mengembangkan rencana-rencana untuk
merubah karakteristik yang dilihatnya sebagai hal yang negatif.
5. Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu mekanisme sikap
defensive
R/ Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi amsalah dan pengembangan
dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif. Penguatan positif membantu
meningkatkan harga diri dan meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang
dapat diterima oleh pasien.
6. Memberikan dorongan dan dukungan kepada pasien dalam menghadapi rasa takut
terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan melaksanakan
tugas-tugas baru dan berikan pengakuan tentang kerja keras yang berhasil dengan
penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan
R/ Pengakuan dan pengyatan positif meningkatkan harga diri
7. Beri umpan balik positif kepada klien jika melakukan perilaku yang mendekati
pencapaian tugas
R/ Pendekatan ini yang disebut shaping adalah prosedur perilaku ketika pendekatan
yang beturut-turut akan perilaku yang diinginkan, dikuatkan secara positid. Hal ini
memungkinkan untuk memberikan penghargaan kepada klien saat ia menunjukkan
harapan yang sebenarnya secara bertahap.

5. Dx5: Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengankelainan fungsi dari system


keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan penelantaran
anak.
Tujuan : Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang sesuai
dengan umur dan dapat diterima sosial.
KH:
1. Anak mampu penundaan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa terpaksa untuk
menipulasi orang lain.
2. Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima secara
sosial.
3. Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternatif yang
dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang ia rencanakan
untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa frustasi.
Intervensi:
1. Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis.
R/ Penting untuk anak untuk nmencapai sesuatu, maka rencana untuk aktivitas-
aktivitas di mana kemungkinan untuk sukses adalah mungkin. Sukses
meningkatkan harga.
2. Sampaikan perhatian tanpa syarat pada anak.
R/ Komunikasi dari pada penerimaan Anda terhadapnya sebagai makhluk hidup
yang berguna dapat meningkatkan harga.
3. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok.
R/ Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa ia berharga
untuk waktu anda.
4. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positis dari dan dalam
mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang melihatnya
sebagai negatif.
R/ Identifikasi aspek-aspek positif anak dapat membantu mengembangkan aspek
positif sehingga memiliki koping individu yang efektif.
5. Bantu anak mengurangi penyangkalan sebagai suatu mekanisme bersikap
membela.
R/ Penguatan ypositif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan
penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh anak.
6. Beri pengakuan tentang kerja keras yang berhasil dan penguatan positif untuk
usaha-usaha yang dilakukan.
R/ Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri.

J. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jenis tindakan pada implementasi ini
terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan / kolaborasi, dan tindakan rujukan /
ketergantungan.Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan

K. EVALUASI
1. Resiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan mendeteksi bahaya
dapat teratasi dengan criteria hasil :
a. Kecemasan dipertahankan pada tingkat di mana pasien merasa tidak perlu
melakukan agresi.
b. Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang sebenarnya.
c. Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan konsekuensi dari
perilaku maladaptif diri sendiri.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif dapat teratasi dengan
criteria hasil :
a. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
b. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
c. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7 jam
tanpa terbangun
3. Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi /koping idividu
tidak efektif dapat teratasi dengan criteria hasil:
a. Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
b. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan rasa takut
yang ektrim terhadap kegagalan.

Anda mungkin juga menyukai