Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak yang
ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak
sekehendak hatinya atau impulsif. Gangguan hiperaktivitas diistilahkan sebagai
gangguan kekurangan perhatian yang menandakan gangguan-gangguan sentral yang
terdapat pada anak-anak yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperkinesis,
kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal, biasa disebut dengan istilah
ADHD (Attention Deficit Hyperaktivity Disorder).
Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan tingkat
gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap
perkembangan dan gangguan ini dapat terjadi disekolah maupun di rumah (Isaac,
2005).
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah
sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif.
Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan bantuan
professional karena masalah perilaku, datang dengan keluhan yang berkaitan dengan
ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006). Di beberapa negara lain, penderita ADHD
jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah
anak hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta. Sedangkan di Amerika Serikat jumlah
anak hiperaktif 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena bila dihitung dari 300 anak
yang ada, 15 di antaranya menderita hiperaktif. "Untuk Indonesia sendiri belum
diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung meningkat (Pikiran
rakyat, 2009). Dengan terus meningkatnya jumlah anak dengan ADHD, kami tertarik
untuk membahas tentang anak dengan ADHD. Disini kami akan membahas lebih
dalam ADHD dan asuhan keperawatannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan ADHD?
2. Apakah yang menyebabkan seorang anak menderita ADHD?
3. Bagaimanakah patofisiologi dari ADHD ?

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 1


4. Bagaimanakah tanda dan gejala yang menunjukkan anak menderita ADHD?
5. Bagaimanakah tumbuh kembang anak ADHD?
6. Bagaimanakah pemberian Nutrisi yang tepat pada anak ADHD?
7. Bagaimanakah pendidikan kesehatan pada orangtua yang memilki anak ADHD?
8. Bagaimankah peran perawat pada anak ADHD?
9. Pemeriksaan apa sajakah yang dapat menegakkan diagnosa seorang anak
menderita ADHD?
10. Komplikasi apa saja yang dapat ditimbulkan dari anak yang menderita ADHD?
11. Bagaimanakah penatalaksanaan pada anak ADHD?
12. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada anak ADHD?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak , serta
untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan Attention
Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
2. Tujuan Khusus
a. Bagi pembaca : diharapkan dengan paparan materi yang diberikan dapat
memberika pengetahuan mengenai anak dengan ADHD.
b. Bagi penyusun : setelah penyusunan makalah ini diharapkan penyusun dapat
lebih memahami materi mengenai anak ADHD, yaitu :
- Untuk mengetahui definisi ADHD
- Untuk mengetahui penyebab seorang anak menderita ADHD
- Untuk mengetahui patofisiologi dari ADHD
- Untuk mengetahui tanda dan gejala yang menunjukkan anak menderita
ADHD
- Untuk mengetahui tumbuh kembang anak ADHD
- Untuk mengetahui pemberian Nutrisi yang tepat pada anak ADHD
- Untuk mengetahui pendidikan kesehatan pada orangtua yang memilki anak
ADHD
- Untuk mengetahui bagaimankah peran perawat pada anak ADHD
- Untuk mengetahui pemeriksaan apa sajakah yang dapat menegakkan
diagnosa seorang anak menderita ADHD

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 2


- Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang dapat ditimbulkan dari anak
yang menderita ADHD
- Untuk mengetahui penatalaksanaan pada anak ADHD
- Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak ADHD
c. Bagi mahasiswa keperawatan : dapat dijadikan sebagai landasan pengetahuan
dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak ADHD

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 3


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi ADHD (Attention Deficit Hyperaktivity Disorder)


Menurut American Academy Pediactrics, Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) adalah gangguan yang diketahui sebagai gangguan hiperaktifitas
defisit-perhatian adalah suatu kondisi kronologis kronis yang diakibatkan dari adanya
gangguan fungsi pada sistem sistem saraf pusat dan tidak berkaitan dengan jenis
kelamin, tingkat kecerdasan, atau lingkungan kultural.
Gangguan hiperaktifitas defisit perhatian adalah istilah terakhir dari
serangkaian istilah yang dgunakan oleh ahli psikiatri dan neuorologi untuk
menjelaskan anak dengan intelegensi normal atau hampir normal, tetapi
memperlihatkan pola perilaku abnormal yang terutama ditandai dengan kurangnya
perhatian, mudah teralih perhatiannya, inpulsif, dan hiperaktif serta sering disertai
gangguan belajar serta agresifitas.
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu
kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan
perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain
Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif),
dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah menderita
ADHD.
Dapat disimpulkan bahwa ADHD adalah gangguan neurobiologis yang
menyebabkan kelainan hiperaktifitas, kecenderungan untuk mengalami masalah
pemusatan perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi yang
mulai ditunjukkan oleh anak sebelum usia 4 tahun, dan hal tersebut menyebabkan
anak ADHD akan menunjukkan banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk
memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar berbagai ketrampilan akademik, dan
bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan.

B. Etiologi
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini, meliputi
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 4


Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik
dan penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan Y
kromosom (XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas yang
menyertai kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah kesulitan
memusatkan perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat
genetik. Pada anak perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan
kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang.
b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak
Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak, oleh
karena itu didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh adanya patologi di
area prefrontal dan atau sagital frontal pada otak dengan predominasi pada
korteks otak. Adanya kerusakan otak merupakan resiko tinggi terjadinya
gangguan psikiatrik termasuk ADHD. Kerusakan otak pada janin dan neonatal
paling sering disebabkan oleh kondisi hipoksia. Keadaan hipoksia memiliki
kecenderungan menyebabkan terjadinya patologi yang merata pada korteks otak
yang menimbulkan gangguan fungsi integrasi koordinasi dan pengendalian
kortikal. Korteks frontal dianggap memiliki peran penting dalam aktivasi dan
integrasi lebih lanjut dari bagian otak lain. Oleh karena itu, patologi yang merata
pada korteks otak dianggap sebagai penyebab terjadinya gejala lobus frontalis.
c. Faktor Neurotransmitter
Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas motorik
yang berlebihan pada ADHD secara patofisiologi disebabkan oleh fungsi
norepinefrin abnormal. Sedangkan gejala lain , yang tidak mampu memusatkan
perhatian dan penurunan vigilance disebabkan oleh fungsi dopaminerjik
abnormal. Gangguan pada sistem norepinefrin berpean pada terjadinya gejala
ADHD, tetapi tidak menjadi penyebab tunggal. Terjadinya ADHD disebabkan
oleh beberapa sistem yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang erat. Sistem
tersebut memiliki peran yang berbeda terhadap metabolisme dopamin atau
norepinefrin. Meskipun berbagai obat anti ADHD memiliki komposisi kimiawi
berbeda, mekanisme kerja obat tersebut sama baik dengan dopaminerjik ataupun
norepinefrinerjik. Norepinefrin dan dopamin adalah poten agonis pada reseptor
D4 di celah pascasinaptik, gen reseptor dopamin D4 (DRD 4) sampai saat ini
telah dianggap sebagai penyebab gangguan ini ( Landau et al., 1997 ;
Biederman, 2000)

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 5


d. Faktor Psikososial
Willis dan Lovaas berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas disebabkan
oleh buruknya rangsang pengendalian oleh perintah dari ibu, dan pengaturan
perilaku yang buruk pada anak timbul dari manjemen pengasuhan orangtua
yang buruk.
Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan
terhadap terjadinya gangguan ini seperti stimulasi berlebihan oleh orangtua pada
waktu mengasuh anak dan masalah psikologis yang terjadi pada orngtua.
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai penyebab
ADHD. Seperti keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi. Akan tetapi
berbagai penelitian terhadap faktor tersebut belum ada yang menunjukkan bukti
adanya hubungan yang bermakna antara faktor tersebut dengan ADHD.

2. Faktor Predisposisi
a. Teori psikodonamika.
Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD adalah
tetap pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum membedakan diri
dengan ibunya. Perkembangan ego mundur, dan dimanifestasikan perilaku
impulsif dan diperintahkan oleh id.
b. Teori biologia.
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat (SSP),
seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan perilaku-
perilaku neurologis yang menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor
predisposisi. Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta
penyiksaan dan pengabaian terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor
predisposisi pada beberapa kasus.
c. Teori dinamika keluarga.
Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada hubungan pasangan
disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada anak, dimana perilakunya
lambat laun mulai mencerminkan pola-pola dari gangguan fungsi system.
C. Patofisiologi
Patofisiologi ADHD atau di indonesia dikenal dengan GPPH (Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif) memang tak jelas. Ada sejumlah teori yang

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 6


membicarakan patofisiologi ADHD. Penelitian pada anak ADHD telah menunjukkan
ada penurunan volume korteks prefrontal sebelah kiri, Penemuan ini menunjukkan
bahwa gejala ADHD inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas menggambarkan adanya
disfungsi lobus frontalis, tetapi area lain di otak khususnya cerebellum juga terkena.
Penelitian “neuroimaging” pada anak ADHD tak selalu memberikan hasil
yang konsisten, pada tahun 2008 hasilnya neuroimaging hanya digunakan untuk
penelitian, bukan untuk membuat diagnosa. Hasil penelitian “neuroimaging”,
neuropsikologi genetik dan neurokimiawi mendapatkan ada 4 area frontostriatal yang
memainkan peran patofsiologi ADHD yakni : korteks prefrontal lateral, korteks
cingulate dorsoanterior, kaudatus dan putamen. Pada sebuah penelitian anak ADHD
ada kelambatan perkembangan struktur otak tertentu rata-rata pada usia 3 tahun, di
mana gejala ADHD terjadi pada usia sekolah dasar.
Kelambatan perkembangan terutama pada lobus temporal dan korteks frontalis
yang dipercaya bertanggung jawab pada kemampuan mengontrol dan memusat-kan
proses berpikirnya. Sebaliknya, korteks motorik pada anak hiperaktif terlihat
berkembang lebih cepat matang daripada anak normal, yang mengakibatkan adanya
perkembangan yang lebih lambat dalam mengontrol tingkah lakunya, namun ternyata
lebih cepat dalam perkembangan motorik, sehingga tercipta gejala tak bisa diam, yang
khas pada anak ADHD. Hal ini menjadi alasan bahwa pengobatan stimulansia akan
mempengaruhi faktor pertumbuhan dari susunan saraf pusat.

Pada pemeriksaan laboratorium telah didapatkan bahwa adanya 7 repeat allele


DRD4 gene (Dopamine 04 receptor gene) di mana merupakan 30% risiko genetik
untuk anak ADHD di mana ada penipisan korteks sebelah kanan otak, daerah otak ini
penebalannya jadi normal sesudah usia 10 tahun bersamaan dengan kesembuhan
klinis gejala ADHD.
Dari aspek patofisiologik, ADHD dianggap adanya disregulasi dari
neurotransmitter dopamine dan norepinephrine akibat gangguan metabolisme
catecholamine di cortex cerebral. Neuron yang menghasilkan dopamine dan

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 7


norepinephrine berasal dari mesenphalon. Nucleus sistem dopaminergik adalah
substansia nigra dan tigmentum anterior dan nucleus sistem norepinephrine adalah
locus ceroleus.

D. Manifestasi Klinik ADHD


Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder (DSM), terdapat 3
gejala utama ADHD, yaitu :
1. Inatensi

Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian dibandingkan


dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Masalah tersebut
antara lain:
a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail/rinci
b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh
c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas bermain
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak memahami
perintah

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 8


f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang
menuntut ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih
j. Pelupa
2. Hiperaktivitas

Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan atau tidak
sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun verbal.
Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas:
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras
3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif

Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat tingkah
lakunya pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan situasional
dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama.

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 9


Berikut merupakan perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak penderita
ADHD:
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain
sedang berbicara atau bermain)
E. Tumbuh Kembang Anak ADHD
1. ADHD sebagai Gangguan Perkembangan
Gangguan perilaku ADHD merupakan gangguan perkembangan yang berawal
dari masa kanak-kanak dengan manifestasi gangguan perilaku yang kadang justru
semakin jelas pada usia-usia sesudahnya (Durand & Barlow, 2006). Gangguan
ADHD akan mengganggu kapasitas untuk mengatur dan mencegah perilaku yang
tidak semestinya, serta mengganggu atensi dalam melaksanakan tugas
perkembangan secara semestinya (Rief, 2008). Anak dengan ADHD akan
mengalami hambatan dalam prinsip sekuensial perkembangan manusia. Prinsip
sekuensial sendiri adalah kemampuan yang dicapai pada fase sebelumnya yang
akan menjadi pijakan perkembangan pada masa sesudahnya dengan tidak
menghilangkan kemampuan sebelumnya tersebut, dan sebaliknya (Taylor &
Houghton, 2008).
2. ADHD sebagai Gangguan Maladaptive
Jika dilihat dari perilaku yang ditunjukkan oleh anak ADHD, maka termasuk
dalam gangguan perilaku maladaptive. Maksudnya adalah perilaku-perilaku yang
muncul pada ADHD, yakni terlalu banyak bergerak, kehilangan perhatian, dan
impulsif akan menyebabkan hambatan penyesuaian diri dengan lingkungan
(maladaptif). Hal tersebut dapat terjadi karena anak kesulitan memilah stimulus
yang semestinya direspon dan diabaikan. Perilaku maladaptif pada anak ADHD
dikarenakan tidaka adanya kemampuan untuk mengontrol aktivitasnya sesuai
permintaan lingkungan. Adapun pada gejala impulsifitas, perilaku maladaptive
muncul karena mereka terlalu cepat an tidak terarah dalam merespon stimulasi
lingkungannya (Hardman, 1990)
3. ADHD sebagai Permasalahan Akademik
Hubungan anatara ADHD dengan gangguan belajar sangat bisa dimengerti ketika
anak dengan ADHD kehilangan perhatian dan konsentrasi pada pelajarannya, dan
justru beralih perhatian pada situasi-situasi umum di lingkungan belajarnya seperti

ASKEP ADHD KELOMPOK 16 10

Anda mungkin juga menyukai