Anda di halaman 1dari 7

PAPER PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

ADHD
(ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER)

Oleh :

 Ardi Wibowo                                    (121134018)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
A.               Definisi ADHD
ADHD merupakan kependekan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder  atau yang dalam bahasa
Indonesia  ADHD berarti gangguan pemusatan pehatian disertai hiperaktif. Sebelumnya ada istilah lain yaitu ADD
(Attention Deficit Disorder) atau ada yang menulis dengan ADD/H. Maksud dari setiap penulisan istilah tersebut
sebenarnya sama. Dalam bahasa Indonesia ditulis menjadi GPP/H (Gangguan Pemusatan Perhatian dengan/tanpa
Hiperaktif). Istilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional
mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku,
dan tidak medukung rentang perhatian mereka. Secara umum ADHD menjelaskan kondisi yang memperlihatkan ciri
kurang konsentrasi, hiperaktif, dan implusif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas
mereka. ADHD merupakan suatu gangguan kronis (menahun) yang dapat dimulai pada masa bayi dan dapat
berlanjut sampai dengan dewasa.
Ciri-ciri utama:
                     Rentang perhatian yang kurang
                     Impulsivitas yang berlebihan, dan
                     Adanya hiperaktivitas
Gejala-gejala ‘rentang perhatian yang kurang’ meliputi:
                     Gerakan yang kacau
                     Cepat lupa
                     Mudah bingung
                     Kesulitan dalam mencurahkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain
Gejala-gejala ‘impulsivitas’ dan ‘perilaku hiperaktif’ meliputi:
                     Emosi gelisah
                     Mengalami kesulitan bermain dengan tenang
                     Mengganggu anak lain
                     Selalu bergerak
Anak usia sekolah di Amerika Serikat mengalami ADHD dengan rasio 3-5:1 (anak laki-laki:anak perempuan).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Brento pada tahun 1999 (dalam MIF Baihaqi dan M. Sugiarmin) juga
menyebutkan bahwa ADHD lebih banyak dialami oleh anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

B.               Karakteristik ADHD
Kriteria ADHD dari DSM IV (1994)
Berikut ini kriteria ADHD berdasar Diagnostic Statistical Manual.
A1. KURANG PERHATIAN
           Pada kriteria ini penderita ADHD paling sedikit mengalami 6 atau lebih dari gejala-gejala berikutnya, dan
berlangsung paling sedikit 6 bulan,
1.  Seringkali gagal memperhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau membuat kesalahan yang
sembrono dalam pekerjaan sekolah dan kegiatan-kegiatan lainnya.
2.  Seringkali mengalami kesulitan memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain
3.  Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung
4.  Seringkali tidak mengikuti instruksi dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah (bukan disebbkan karena
perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti instruksi)
5.  Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan
6.  Seringkali kehilangan barang/benda penting untuk tugas-tugas dan kegiatan, misalnya kehilangan
permanan;kehilangan tugas sekolah;kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lain.
7.  Sering menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan usaha
mental ang ddukung, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah
8.  Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar
9.  Seringkali lekas lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari

A2.HIPERKAKTIFITAS IMPULSIFITAS
            Paling sedikit 6 atau lebih gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas berikutnya bertahan selama paling sedikit
6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
1. Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di kursi,
2. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya di mana diharapkan agar anak tetap
duduk,
3. Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi dimana hal ini tidak tepat.
4. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara tenang,
5. Sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah dikendalikan oleh motor, dan
6. Sering berbicara berlebihan.
Implusifitas
a. Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
b. Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.
c. Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya memotong pembicaraan atau permainan.

B. Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang menyebabkan gangguan muncul  sebelum
anak berusia 7 tahun.
C. Ada suatu gangguan di satu atau lebih situasi.
D. Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala terjadi karena bukan gangguan zkizofrenia, psikotik atau gangguan mental

C.               Penyebab ADHD
ADHD tidak dapat diidentifikasi secara fisik dengan X-ray atau laboratorium.ADHD hanya dapat dilihat dari
perilaku yang sangat kentara pada diri anak ADHD. Mengapa demikian? Karena ADHD adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan beberapa pola perilaku yang sulit dibedakan di antara anak-anak yang kelak suatu hari
ditemukan perbedaan beserta penyebabya.
Sebuah laporan yang ditulis pada 1987 daam kongres Amerika Serikat yang disebabkan oleh  Inter-Agency of
Learning Disabilities menerangkan, bahwa sebab-sebab ADHD ada kaitannya dengan gangguan fungsi neurologis
khususnya gangguan di dalam otak yang mencakup aspek neurologis dari nerotransnitter. Sayangnya, para peneliti
kurang mengerti dengan jelas mekanisme khusus mengenai bahan kimia neurotransmitter ini. Ternyata
neurotransmitter dapat mempengaruhi perhatian, pengendalian impuls, dan tingkat aktivitas anak.
Berbagai virus, zat-zat kimia berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar, maupun di luar rumah
dalam bentuk limbah pabrik, faktor genetika dari salah satu orang tua atau genetika kedua orang tua, masalah
selama kehamilan ibu pada saat kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan perkembangan otak
berperan penting sebagai faktor penyebab ADHD.
Seperti ibu-ibu merokok, minum-minuman beralkohol, atau mengonsumsi obat-obatan yang tidak tepat selama
kehamilan dapat menimbulkan dampak negatif pada bayi yang sedang dikandungnya. Hal ini didukung oleh
penemuan yang menyatakan, bahwa ada keterkaitan antara merokok selama kehamilan dan ADHD
(Kotimaa,dkk.,2003;Linnet,dkk.,2003). Pemakaian yang berlebihan terhadap alkohol sebelum melahirkan dapat juga
berdampak pada inatensi, hiperaktif, impulsivitas, serta keterhambatan dalam pembelajaran dan perilaku (Mick,
Biderman, Faraone, Sayer, dan Kleinman,2002).
Ada juga bukti yang menyatakan, bahwa ibu dari anak-anak ADHD ternyata menggunakan alkohol, rokok, dan
obat-obatan yang berlebihan dibandingkan orang tua yang terkontrol hidupnya meskipun ketika mereka sedang tidak
hamil (Mick,dkk.,2002). Kerap kali, penggunaan obat-obatan terlarang oleh orang tua dikaitkan dengan ingkungan
rumah yang semrawut, baik sebelummelahirkan maupun sesudah. Dengan demikian, sulit bagi si pengguna,
khususnya ibu hamil untk melepaskan pengaruh kekerasan yang diakibatkan obat-obatan terlarang dan faktor lain.
Penggunaan obat-obatan lain selama kehamilan, seperti kokain an ganja dapat mempengaruhi perkembangan
normal otak dan mengakibatkan kemungkinan yang sangat besar untuk terjadinya ADHD ataupun ganguan
lain(Weissman,dkk.,1999).
ADHD disebabkan oleh berbagai macam faktor. Faktor yang berpengaruh teradap ADHD, yaitu faktor genetika,
neurobiologis, diet, alergi, dan zat timah.
1. Faktor genetik
Beberapa bukti penelitian menyatakan, bahwa faktor genetika adalah faktor penting dalam memunculkan perilaku
ADHD (Kuntsi dan Stevenson,2000;Tannock,1998)
  ADHD terjadi dalam keluarga
Satu Pertiga dari anggota keluarga anak ADHD memiliki gangguan (Farone,dkk.,2000;Smalley,dkk.,2000). Jadi,
jika orang tua mengidap ADHD, anak-anaknya memiliki resiko ADHD sebesar 60% (Biederman,dkk.,1995).
  Studi pada anak adopsi
Angka ADHD mendekati tiga kali lebih banyak terjadi pada keturunan langsung daripada adopsi (Sprich,
Biederman, Crawford, Mundy, dan France, 2000).
  Studi pada anak kembar
Pada anak kembar, jika salah satu anak, yaitu sekitar 70-80% mengidap ADHD (Levy dan
Hay,2001;Thapar,2003).
  Studi gen khusus
Analisis molekul genetika menyatakan, bahwa gen-gen tertentu dapat menyebabkan ADHD pada anak
(Faraone,dkk.,1992). Utamanya adalah gen-gen dalam sistem dopaminergik  dan adrenergik  dengan dua alasan.
Pertama, struktur otak pada anak ADHD penuh dengan innervasi dopamin. Kedua, terapi medis yang meredakan
simtom-simtom ADHD. Pada dasarnya, terapi ini bertujuan menghentikan saluran dopmain (DAT1), reseptor pada
neuron pre-sinaptik berperan sebagai pengurai dopmain yang menyebabkan peningkatan kekuatan dopmain dalam
sinaptik. Karena organ-organ resptor diarahkan oleh gen-gen ini, gen pembawa atau penerima dopamin adalah
pelaku yag paling berpeluang melakukan semua itu. Hingga saat ini, beberapa penemuan mengenai keterkaitan
antara gen pembawa dopmain dan ADHD telah digabung (Cook,dkk.,Gill, Daly, Heron, Hawi, dan Fitzgerald, 1997).
2. Faktor neurobiologis
Dalam beberapa penemuan tentang neurobiologis, terdapat kesamaan ciri dengan anak yang mengalami ADHD
dengan kerusakan fungsi lobus prefrontl. Melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi) menunjukan ada
ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan
bagian dalam bawah korteks serebal secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini berhubungan
dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respon, dan organisai respon. Kerusakan-kerusakan daerah ini
memunculkan ciri-ciri serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks
prefrontal lebih baik dibanding anak tidak ADHD.

D.               Tipe ADHD
Sekarang ini anak ADHD dibedakan ke dalam tiga tipe. Pertama, Tipe ADHD gabungan,. Kedua tipe ADHD
kurang memperhatikan dan hiperaktif implusif. Ketiga, tipe ADHD hiperaktif implusif.
1. Tipe ADHD gabungan
Untuk megetahui ADHD tipe ini, dapat dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk perhatian,
ditambah paling sedikit 6 di antara 9 kriteria untuk hiperaktivitas implusifitas. Munculnya enam gejala tersebut
berkali-kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya beberapa bukti, antara lan sebagai berikut.
1)        Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun.
2)        Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua setting yang berbeda.
3)        Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam kemampuan   akademik.
4)        Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi psikologi atau psikiatri lainnya.
2. Tipe ADHD kurang memerhatikan dan Tipe ADHD hiperaktif implusif
Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh adanya paling sedikit 6 di antara 9 gejala untuk 'perhatian'
dan mengakui bahwa individu-individu tertentu mengalami sikap kurang memerhatikan yang mendalam tanpa
hiperaktivitas / implusifitas. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa dalam beberapa buku teks, kita
menemukan ADHD ditulis dengan garis -AD/HD. Hal ini membedakan bahwa 'ADHD kurang memerhatikan dari jenis
ketiga yang dikenal dengan tipe hiperaktif implusif.
3. Tipe ADHD hiperaktif implusif
Tipe ketiga ini menuntut sedikit 6 di antara 9 gejala yang terdaftar pada bagian hiperaktif implufisitas. Tipe 'ADHD
kurang memperhatikan' ini mengacu pada anak-anak yang mengalami kesulitan lebih besar dengan memori (ingatan)
mereka dan kecepatan motor perseptual(persepsi gerak), cenderung untuk melamun, dan kerap kali menyendiri
secara sosial.

Patofisiologi
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa area kortek frontal, seperti
frontrosubcortical pathways dan bagian frontal kortek itu sendiri, merupakan area utama yang secara
teori bertanggung jawab terhadap patofisiologi ADHD.5 Mekanisme inhibitor di kortek, sistem limbik,
serta sistem aktivasi retikular juga dipengaruhi. ADHD dapat mempengaruhi satu, dua, tiga, atau seluruh
area ini sehingga muncul tipe dan profil yang berbeda dari ADHD.4 Sebagaimana yang diketahui bahwa
lobus frontal berfungsi untuk mengatur agar pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus,
membuat keputusan yang baik, membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita
pelajari,serta dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi di kortek befungsi
untuk mencegah agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol, serta marah pada
keadaan yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari otak kita berfungsi untuk menghambat 30 %
yang lain. Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka
hasilnya adalah apa yang disebut dengan ”dis-inhibitor disorder” seperti 6 perilaku impulsif, quick
temper, membuat keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lainlain. Sedangkan sistem limbik mengatur
emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem limbik teraktivasi secara berlebihan, maka seseorang
memiliki mood yang labil, temperamen yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh
apapun yang ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang normal mengatur
perubahan emosional yang normal, level energi normal, rutinitas tidur normal, dan level stress yang
normal. Disfungsi dari sistem limbik mengakibatkan terjadinya masalah pada hal tersebut.5,6,8
Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek prefrontal mesial kanan penderita
ADHD menunjukkan penurunan aktivasi. Selama pemeriksaan juga terlihat hambatan respon motorik
yang berasal dari isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga menunjukkan aktivitas yang melemah
pada korteks prefrontal inferior kanan dan kaudatum kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi
lewat fungsi lobus frontal adalah katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan noradrenergik terlihat
sebagai fokus utama aktifitas pengobatan yang digunakan untuk penanganan ADHD. Dopamin
merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial, serta mengontrol
aktivitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan perasaan.
Dukungan terhadap peranan norepinefrin dalam menimbulkan ADHD juga ditunjukkan dari hasil
penelitian yang menyatakan adanya peningkatan kadar norepinefrin dengan penggunaan stimulan dan
obat lain seperti desipramine efektif dalam memperbaiki gejala dari ADHD. Pengurangan gejala juga
terlihat setelah penggunaan monoamine oxidase inhibitor, yang mengurangi pemecahan terhadap
norepinefrin sehingga kadar norepinefrin tetap tinggi dan menyebabkan gejala ADHD berkurang.4,

Pemeriksaan a. Anamnesis 5 1. Riwayat penyakit sekarang sesuai dengan kriteria ADHD berdasarkan
DSM IV. 2. Riwayat penyakit dahulu Temukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki
interaksi negatif dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan, antihipertensi, obat yang
mengandung kafein, pseudoefedrin, monoamin oxidase inhibitors (MAOIs). Temukan pula adanya
penyakit yang memiliki interaksi negatif dengan ADHD atau pengobatannya seperti: penyakit arterial
(mayor), glaukoma sudut sempit, trauma kepala, penyakit jantung, palpitasi, penyakit hati, hipertensi,
kehamilan, dan penyakit ginjal. Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50% penderita ADHD
disertai dengan kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang dimaksud antara lain: gangguan
cemas, gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi, gangguan disosiasi, gangguan makan, gangguan
cemas menyeluruh, gangguan mood, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik atau tanpa
agorafobia, gangguan perkembangan perfasif, Posttraumatic stress disorder (PTSD), psikotik, fobia
sosial, gangguan tidur, penyalahgunaan zat, sindrom Tourette’s atau gangguan Tic, dan komorbiditas
somatik (tidak ada komorbiditas somatik yang berhubungan dengan ADHD). 3. Riwayat keluarga
Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD atau mengalami gejala seperti yang
tercantum dalam criteria DSM IV. 12 4. Riwayat sosial Meliputi: interaksi antar anggota keluarga,
masalah dengan hukum, keadaan di sekolah, dan disfungsi keluarga. b. Pemeriksaan fisik : Perlu
observasi yang baik terhadap perilaku penderita ADHD karena pada penderita ADHD menunjukkan
gejala yang sedikit pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : tanda vital, tinggi
badan, berat badan, tekanan darah dan nadi. Pemeriksaan fisik umum termasuk penglihatan,
pendengaran dan neurologis. Tidak ada pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik untuk ADHD.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara seksama, mungkin dapat membantu dalam menegakkan
diagnosa, dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.5 c. Pemeriksaan psikologis (mental) Terdiri
dari pemeriksaan terhadap kesan umum berupa refleksi menghisap, kontrol impuls, dan state of arousal.
Pemeriksaan mental seperti: tes intelegensia, tes visuomotorik, tes kemampuan bahasa, dan lain-lain. d.
Pemeriksaan Laboratorium Complete blood cell counts Liver Function Test  e. Pemeriksaan Imaging
PET (Positron Emision Tomography) MRI  PENATALAKSANAAN Penanganan holistik anak ADHD yang
terbaik adalah1,2,4 : 13 1. Farmakoterapi (Medikamentosa) 2. Terapi perilaku 3. Kombinasi pengobatan
medikamentosa dengan terapi perilaku 4. Edukasi pasien dan keluarga mengenai anak ADHD. Terapi
Medikamentosa Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant, meliputi
sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate, dextroamphetamine, kombinasi
dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan sustained-release untuk
anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya sepanjang hari sehingga anak-anak tidak
perlu minum dosis kedua maupun ketiga saat kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah
dipertahankannya obat ini pada level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga fenomena rebound
dan munculnya iritabilitas dapat dihindari. FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan
penggunaan dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan methylphenidate pada
anak-anak berusia 6 tahun atau lebih. Kedua obat inilah yang paling sering dipakai untuk terapi
ADHD.kaplan Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine dan juga terdiri
dari Agonis reseptor α-Adrenergik seperti clonidine dan guanfacine. Obat antidepresan sebaiknya
diberikan bila pemberian obat psikostimulan tidak efektif hasilnya untuk anak ADHD. 5 Psikostimulan
menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi hingga dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi.
Ternyata efek methylphenidate sangat baik terhadap anak ADHD dimana anak ADHD terjadi hipofungsi
dopamin dan adrenalin di sinaps, 14 sedangkan methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake
dopamin dan noradrenalin kembali ke sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi korteks serebral
dan struktur sub kortikal5 . Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia, berkurangnya
nafsu makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang sakit kepala. Bila sebelum dan saat
pengobatan anak ADHD menunjukkan gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin untuk nafsu
makan. Bila timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam hari tak dilakukan, dilakukan
membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime reading), dapat diberikan obat tidur bila sangat
diperlukan.5,6 Terapi Perilaku Berupa : 1.Intervensi pendidikan dan sekolah Hal ini penting untuk
membangun kemampuan belajar anak. 2.Psikoterapi : pelatihan ADHD, suport group, atau penggunaan
keduanya pada orang dewasa dapat membantu menormalisasi gangguan dan membantu penderita agar
fokus pada informasi umum. Konselor terapi perilaku ini dapat melibatkan psikolog, dokter spesialis
tumbuh kembang anak, pekerja sosial dan perawat yang berpengalaman. Modifikasi prilaku dan terapi
keluarga juga dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Terapi perilaku bertujuan untuk
mengurangi konflik orang tua dan anak serta mengurangi ketidakpatuhan anak. Terapi perilaku ini terdiri
dari beberapa langkah, yakni:3 a. Fase pemberian informasi (Information phase) 15 Memberikan
informasi pada orang tua mengenai keadaan anak sebenarnya termasuk kesukaran tingkah laku anak.
b.Fase penilaian (Assessment phase) Menilai seberapa berat gangguan interaksi anak dengan saudara
atau orang tua. c. Fase pelatihan (Training phase) Menawarkan pelatihan keterampilan sosial pada anak,
orang tua, bila memungkinkan gurunya. d. Fase evaluasi (Review progress) Menilai kemajuan/perbaikan
tingkah laku anak ADHD. Pendekatan pada anak untuk memperbaiki tingkah lakunya di rumah dan
hubungan interpersonal anak-orang tua dilakukan dengan cara :3 a) Mengidentifikasi situasi
permasalahan yang spesifik dan peristiwa yang menimbulkan tingkah laku yang tidak diinginkan
misalnya sikap menentang bila disuruh belajar, sikap tidak bisa diam, dan sebagainya. b) Dilakukan
monitor kemajuan anak dengan menggunakan skala penilaian yang sudah baku. c) Ditingkatkan
hubungan/interaksi yang positif antara orang tua dan anak serta dibatasi interaksi negatif antara orang
tua dengan anak. d) Berusaha untuk berkomunikasi secara efektif dan menetapkan peraturan. e)
Digunakan sistem hadiah (rewards) segera bila anak mencapai target tingkah laku yang dikehendaki. f)
Digunakan “negative reinforcement” (time out) sebagai hukuman pada anak pada masalah tingkah laku
yang serius. 16 Pendekatan yang hampir sama dapat dilakukan oleh guru di sekolah pada anak ADHD
yang mengganggu teman-temannya di sekolah. Dalam terapi perilaku sebaiknya orangtua menunjukkan
perilaku yang baik yang dapat ditiru anak (menunda kemarahan/lebih sabar, memberikan disiplin yang
konsisten dan sesuai dengan usia anak). Mengajarkan pada anak bermain olahraga yang banyak
mempergunakan gerakan adalah lebih baik daripada permainan yang tenang (catur), misalnya sepakbola
dan tenis. Prognosis Prognosis pasien ADHD umumnya baik bila: 1. Tidak ada faktor komorbid utama 2.
Pasien dan yang merawatnya memperoleh cukup edukasi mengenai ADHD dan manajemen
penanganannya 3. Taat dalam melaksanakan terapi 4. Learning disabilities yang menyertai didiagnosa
dan ditinjau ulang dan ditangani. 5. Beberapa dan semua masalah emosional diinvestigasi dan ditangani
dengan baik oleh dokter umum atau pasien dirujuk ke pusat kesehatan jiwa yang profesional.5
Sedikitnya 80% dari anak-anak yang menderita ADHD, gejalanya menetap sampai remaja bahkan
dewasa. Dengan peningkatan usia, maka gejala hiperaktif akan berkurang tetapi gejala inatensi,
impulsivitas, disorganisasi, dan kesulitan dalam membangun hubungan dengan orang lain biasanya
menetap dan semakin menonjol.2

Anda mungkin juga menyukai