Anda di halaman 1dari 21

Referat

ADHD

Oleh :

Delvi Aulia Larasati, S.Ked

1930912320111

Pembimbing

dr. Noorsifa,M.Sc, Sp.KJ

BAGIAN/KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA

FK ULM-RSJIWA SAMBANG LIHUM

BANJARMASIN

September, 2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3

BAB III PENUTUP ................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 18

ii
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I

PENDAHULUAN

ADHD (Attention deficit hyperactivity disorder) merupakan kelainan

neurobehavioralyang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan suatu

keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia sekolah, dan

merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak. ADHD ditandai

oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk peningkatan distraktibilitas

dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian; kesulitan mempertahankan kontrol

impuls; overaktifitas motorik dan kegelisahan motorik

ADHD merupakan kelainan perkembangan mental yang menjadi masalah bagi

orang tua apabila tidak dikenali gejalanya sejak dini. Seorang anak kerap dinilai sebagai

anak yang ”pemalas” dan “nakal”. Namun,sebaiknya orang tua harus mengenali dengan

baik apa sebenarnya yang terjadi pada seorang anak, yang menyebabkan nilai seorang

anak disekolah kurang memuaskan atau penyebab laporan kenakalan seorang anak dari

sekolah. ADHD dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Gangguan Hiperaktivitas Defisit

Perhatian (GHDP).1

ADHD ditandai dengan kemampuan yang lemah dalam menyelesaikan tugas,

kesulitan untuk fokus dan memerhatikan sesuatu, kesulitan mengontrol kebiasaan,

aktivitas motorik yang berlebihan, hiperaktivitas (overactivity) dan impulsivitas. Seorang

anak yang mengalami ADHD sering kali gelisah, sulit duduk dalam waktu yang lama,

mudah bingung, sulit menunggu giliran, kesulitan berkonsentrasi dan mengikuti instruksi

yang diberikan, mudah bosan dengan pekerjaan yang dilakukan, berbicara dengan sangat

keras, mengganggu anak lain, jarang mendengarkan apa yang sedang dikatakan, mudah

1
kehilangan barang, sering terlibat dalam kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa

mempertimbangkan akibat yang mungkin terjadi. 1,3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perkembangan

dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak sehingga menyebabkan aktivitas anak-

anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Adapun tiga gejala pokok yang sering

terlihat pada anak ADHD adalah kesulitan memusatkan perhatian, hiperaktivitas ( tidak

mampu mengontrol tindakan seperti gangguan atau pikiran ) dan impulsivitas ( tidak

mampu mengontrol pikiran ).1,4

DSM-V menetapkan ada 3 tipe dari ADHD yaitu tipe yang dominan hiperaktif,

tipe dominan gangguan perhatian dan tipe kombinasi dari keduanya. Anak yang

mengalami gangguan ini sering mengalami masalah dalam pendidikannya, hubungan

interpersonal dengan anggota keluarga dan teman sebaya, dan rasa harga diri yang

rendah. ADHD juga sering bersamaan terjadinya dengan gangguan emosional,

gangguan tingkah laku, gangguan berbahasa, dan gangguan belajar.10

B. Epidemiologi

Prevalensi ADHD di dunia 3.2% prevalensi ini didapatkan dalam ruang lingkup

lingkungan sekolah. Kejadian di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi dari 2%-9,5%

pada Beberapa literatur seperti American Psychiatric Association menyatakan dalam

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5) bahwa 5% anak memiliki

ADHD. Sekitar 11% anak usia 5- 17 tahun (6.4 juta) telah didiagnosis dengan ADHD

pada tahun 2011. Persentasi anak dengan diagnosis ADHD terus meningkat dari 7.8%

pada tahun 2003 hingga 9.5% tahun 2007 dan 11% tahun 2011. Sedangkan perbandingan

3
antara anak laki-laki (13.2%) lebih banyak jika dibandingkan dengan anak perempuan

(5,6%) yang didiagnosis dengan ADHD. 2

Prevalensi yang berbeda dapat disebabkan oleh berbagai hal. Adanya perbedaan

budaya , perbedaan kriteria diagnosis yang digunakan dan faktor lainnya.

C. Etiologi

Genetik sangat dipercaya memainkan peran penting terhadap terjadinya ADHD.

Berdasarkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, rata-rata faktor genetik

mempengaruhi terjadinya ADHD adalah sebesar 77%. Dari penelitian faktor keturunan

pada anak kembar monozigot, didapatkan sekitar 55%-92% anak dengan ADHD

dibandingkan dengan dizigot. anak dengan saudara kandung yang mengalami ADHD juga

diduga memiliki risiko dua kali lebih besar daripada populasi umum. ADHD juga

kemungkinan lebih besar didapatkan dari orang tua biologis yang memiliki riwayat ADHD

daripada orang tua angkat, dengan kemungkinan 50%. 5

Selain akibat dari genetik, ADHD juga didasari oleh pola hidup saat hamil. Diduga

bahwa kebiasaan merokok pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko anak dengan

ADHD, selain itu ayah yang perokok juga dapat menyebabkan memiliki keturunan dengan

ADHD, hal ini memang tidak secara langsung mempengaruhi intrauterin, namun dapat

mempengaruhi faktor genetik dan lingkungan terhadap janin yang dikandung oleh istrinya.

Kebiasaan ibu hamil mengkonsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat menyebabkan

memiliki keturunan dengan ADHD. Hal ini disebabkan pengaruh genetik akibat alcohol

use disorder dapat memberikan efek tambahan yang menguntungkan yang kita kenal

sebagai pleiotropic genetic effect. Faktor lain yang dapat menyebabkan ADHD seperti

trauma otak, pemberian bahan additif pada makanan masih perlu dikaji lebih mendalam.6

4
Menurut beberapa penelitian bahwa neurotransmitter seperti dopamine,

norepinefrin dan serotonin. adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel

neuron akibat perubahan hipersensitivitas transporter dopamin di daerah limbic dan lobus

prefrontal pada kasus ADHD, selain itu juga serotonin dikaitkan dengan keadaan agresif

dan afek labil.9

Disfungsi serebri , menurut beberapa penelitian teknik neuroimaging untuk

mempelajari otak anak dengan ADHD. tehnik pertama menggunakan MRI dengan volume

analisis untuk mengetaahui ukuran tiap lobus prefrontal kanan , nucleus caudatus kanan,

globus pallidus kanan, dan verms serebelum yang terlihat lebih kecil dibandingkan anak

dengan ADHD. fungsi dari lobus prefrontal adalah untuk kognisi dan pengontrol perilaku,

pasien dengan lesi pada daerah ini, sulit untuk berkonsentrasi pada satu aktivitas dan

sangat mudah teralihkan oleh stimulus baru. Fungsi nucleus caudatus adalah dan globus

pallidus sebagai nuclei utama ganglia basalis berperan dalam inisiasi dan modulasi

pergerakan, jika terdapat lesi akan menimbulkan impuls yang berikatan dengan pergerakan

yang lebih atau berkurang. fungsi vermis serebellum adalah mengontrol dan

mengkoordinasikan otot serta mengontrol kekuatan gaya yang diinduksi oleh gerakan dan

lesi pada bagian ini dapat menyebabkan kelainan bicara. 12

D. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Perilaku yang ditunjukkan oleh anak ADHD tampak berlebihan dibandingkan anak

lainnya. Tanda-tanda utamanya kurang perhatian, impulsivitas, hiperaktivitas dan sulitnya

interaksi dengan lingkungan sangat bergantung dengan usia anak, semakin kecil usianya

maka semakin sulit anak tersebut mengendalikan perilakunya. ADHD pada bayi biasanya

ditandai dengan dengan terlalu sensitifnya terhadap rangsangan cahaya, suhu dan

perubahan lingkungan. Bisa juga ditandai dengan tidur yang sedikit, menangis banyak dan

5
tidak mau diam dalam gendongan. Pada anak usia prasekolah dengan ADHD akan

bergerak akif di dalam ruangan, berlari-lari, sering menyentuh benda sesuka hati, berisik

dan sulit dikendalikan saat berinteraksi dengan teman-temannya.9

Anak dengan usia sekolah mungkin menunjukkan perilaku yang lebih ringan, seperti

sulit memusatkan perhatian dalam kelas, tampak melamun dan tampak gelisah di sekolah. 9

A. Pasien dengan ADHD menunjukkan gejala yang presisten dari inatensi dan/atau

hiperaktifitas dan impulsifitas yang dapat mempengaruhi fungsional dan perkembangan

perilaku:

1. Inatensi bila didapatkan enam atau lebih gejala inatensi untuk anak-anak sampai usia 16

tahun, atau lima atau lebih untuk dewasa usia 17 tahun atau lebih; gejala inatensi

ditemukan sekurang-kurangnya 6 bulan dan mereka memiliki perkembangan mental

yang kurang:

a) Sering gagal untuk memberikan perhatian pada detail atau membuat kesalahan

dengan ceroboh dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain

b) Sering memiliki kesulitan untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan atau

aktivitas bermain

c) Sering terlihat tidak mendengar pada saat pembicaraan berlangsung

d) Sering tidak mengikuti instruksi dan salah dalam menyelesaikan pekerjaan

sekolah, tugas atau kewajiban di tempat bekerja (kehilangan fokus,

mengesampingkan pekerjaan)

e) Sering mengalami kesulitan dalam mengorganisir pekerjaan dan aktivitas

f) Sering menghindar, tidak menyukai atau malas untuk mengerjakan pekerjaan

yang membutuhkan kerja pada waktu yang lama (seperti pekerjaan sekolah atau

pekerjaan rumah)

6
g) Sering kehilangan barang yang digunakan untuk suatu pekerjaan dan aktivitas

(misalnya alat tulis, buku, pensil, dompet, kunci, kacamata, kertas, telepon

genggam)

h) Sering merasa kebingungan

i) Sering melupakan aktivitas sehari-hari

2. Hiperaktivitas dan impulsivitas bila didapatkan enam atau lebih gejala hiperaktivitas-

impulsivitas untuk anak-anak sampai usia 16 tahun, atau lima atau lebih untuk dewasa

usia 17 tahun atau lebih; gejala hiperaktivitas-impulsivitas ditemukan sekurang-

kurangnya 6 bulan dan mereka memiliki perkembangan mental yang kurang, antara

lain:

a) Sering merasa gelisah dengan mengetuk kaki atau tangan atau menggeliat di kursi

b) Sering meninggalkan kursi pada situasi yang mengharuskan duduk

c) Sering berlari kesana kemari di situasi yang tidak tepat (pada dewasa atau remaja

dapat dikatakan tidak mudah merasa lelah)

d) Sering tidak dapat bermain atau mengambil posisi tenang atau diam pada waktu

luang

e) Seringkali beraktivitas seperti sedang mengendarai motor

f) Sering berbicara berlebihan

g) Sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan

h) Sering memiliki kesulitan dalam menunggu gilirannya

i) Sering memotong atau memaksakan pada orang lain (misalnya pada percakapan

atau pada permainan)

Sebagai tambahan, beberapa kondisi dibawah ini yang harus ada:

a. Beberapa gejala inatensi dan hiperaktifimpulsif timbul pada usia sebelum 12 tahun.

7
b. Beberapa gejala timbul pada dua atau lebih kondisi (misalnya di rumah, sekolah

atau pekerjaan,dengan teman atau rekan kerja atau di lain aktivitas)

c. Terdapat penemuan gejala yang mempengaruhi kualitas dari fungsi sosial,

akademik atau pekerjaan.

d. Gejala tidak timbul dikarenakan terdapat skizofrenia atau kelainan psikotik lain.

Gejala tidak dapat dijelaskan dengan gangguan mental lain (seperti ganggua mood,

gangguan kecemasan, gangguan disasosiasi, atau gangguan personalitas).

Berdasarkan tipe dari gejala, terdapat tiga jenis ADHD yang dapat timbul:

a. Tipe Kombinasi: Jika memenuhi gejala dari kedua kriteria inatensi dan

hiperaktifimpulsif terlihat pada 6 bulan terakhir.

b. Tipe predominan Inatensi: Jika memenuhi gejala dari kriteria inatensi, namun tidak

pada hiperaktif-impulsif pada 6 bulan terakhir.

c. Tipe predominan hiperaktif-impulsif: Jika memenuhi gejala dari kriteria hiperaktif-

impulsif namun tidak pada inatensi pada 6 bulan terakhir.

Karena gejala dapat berubah-ubah, maka jenis juga dapat berubah-ubah seiring waktu.7

Beberapa tipe gangguan, penulisan ADHD adalah sebagai berikut :

a) 314.01 ADHD, Tipe Kombinasi : bila terdapat baik kriteria A(1) maupun A(2)

dalam 6 tahun terakhir

b) 314.00 ADHD, Tipe Inatesi : bila terdapat kriteria A(1), tetapi tidak terdapat kriteria

A(2) dalam 6 bulan terakhir.

c) 314.01 ADHD, Tipe Hiperaktif-Impulsif : bila terdapat kriteria A(2) tetapi tidak

terdapat kriteria A(1) dalam 6 bulan terakhir.10

A. Anamnesis

1. Riwayat penyakit: sekarang sesuai dengan kriteria ADHD berdasarkan DSM V.

2. Riwayat penyakit dahulu :

8
Temukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki interaksi

negatif dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan, antihipertensi,

obat yang mengandung kafein, pseudoefedrin, monoamin oxidase inhibitors

(MAOIs). Temukan pula adanya penyakit yang memiliki interaksi negatif dengan

ADHD atau pengobatannya seperti: penyakit arterial (mayor), glaukoma sudut

sempit, trauma kepala, penyakit jantung, palpitasi, penyakit hati, hipertensi,

kehamilan, dan penyakit ginjal.

Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50% penderita ADHD

disertai dengan kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang dimaksud

antara lain: gangguan cemas, gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi,

gangguan disosiasi, gangguan makan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan

mood, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik atau tanpa agorafobia,

gangguan perkembangan perfasif, Posttraumatic stress disorder (PTSD), psikotik,

fobia sosial, gangguan tidur, penyalahgunaan zat, sindrom Tourette’s atau gangguan

Tic, dan komorbiditas somatik (tidak ada komorbiditas somatik yang berhubungan

dengan ADHD).

3. Riwayat keluarga

Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD atau mengalami

gejala seperti yang tercantum dalam criteria DSM V.

4. Riwayat sosial

Meliputi: interaksi antar anggota keluarga, masalah dengan hukum, keadaan di

sekolah, dan disfungsi keluarga.

b. Pemeriksaan fisik :

Perlu observasi yang baik terhadap perilaku penderita ADHD karena pada

penderita ADHD menunjukkan gejala yang sedikit pada pemeriksaan fisik.


9
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : tanda vital, tinggi badan, berat badan,

tekanan darah dan nadi. Pemeriksaan fisik umum termasuk penglihatan, pendengaran

dan neurologis. Tidak ada pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik untuk

ADHD. Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara seksama, mungkin dapat

membantu dalam menegakkan diagnosa, dan menyingkirkan kemungkinan penyakit

lain.

c. Pemeriksaan psikologis (mental)

Terdiri dari pemeriksaan terhadap kesan umum berupa refleksi menghisap, kontrol

impuls. Pemeriksaan mental seperti: tes intelegensia, tes visuomotorik, tes

kemampuan bahasa, dan lain-lain.

E. Diagnosis banding

Gangguan medis yang sering menyerupai adalah epilepsi, sindrom tourett,

penyakit tiroid, postinfeksi dan ensefalopati pasca trauma. Gangguan psikiatri yang

sering menyerupai adalah gangguan disosiasi, gangguan cemas, gangguan depresi,

gangguan bipolar, dan keadaan retardasi mental. Gangguan cemas dianggap

menyerupai karena adanya gejala hiperaktif dan mudah mengalihkan perhatian.

Gangguan depresi yang dianggap menyerupai adalah gangguan frustasi persisten yang

menyebabkan kesulitan belajar dan kepribadian depresif. Gangguan bipolar yang

menyerupai ADHD yaitu manik dengan adanya gejala banyak bicara, hiperaktif

motoric, dan mudah mengalihkan perhatian, tetapi gejala ini hilang timbul. 9

F. Tata Laksana

Tujuan terapi pada anak dengan ADHD adalah memperbaiki sikap dan perilaku

dalam menjalani kegiatan sehari-hari secara fungsional dan optimal sesuai dengan usianya.

Tata laksana ADHD yang terbaik adalah dengan pendekatan berdasarkan prinsip Multi

Treatment Approach (MTA). MTA memilik 3 aspek pendekatan terapi yaitu, terapi
10
psikofarmakologi, terapi psikososial dan pemberian edukasi kepada orang tua, pengasuh

dan guru.

1.) Terapi faramakologi

Dari berbagai penelitian pengobatan ADHD, terapi psikofarmakologi pilihan

pertama adalah golongan stimulant. Stimulan yang dapat ditemukan di Indonesia adalah

golongan methylphenidate memiliki keefektifan 60-70% dalam mengurangi gejala

hiperkativitas, impulsivitas dan inatensi. Mekanisme kerjanya adalah merangsang secara

ringan system saraf pusat dengan menghambat ambilan dopamine dan norepinefrin yang

efeknya lebih terlihat pada aktivitas mental dibanding aktivitas motorik.

Jenis methylphenidate releases (IR) dengan sediaan tablet 10 mg dan 20 mg

diberikan dengan dosis 5mg di pagi hari dan 0,3-0,7/kgBB/hari dengan dosis maksimum

60 mg/hari. Jenis methylphenidate slow release (SR) dengan sediaan tablet 20 mg

diberikan dengan dosis 20 mg pada pagi hari dan dilanjutkan 0,3-0,7kgBB/hari dengan

dosis maksimum 60 mg/hari. Jenis methylphenidate osmotic release oral system (OROS)

dengan sediaan 18 mg, 36 mg, 54 mg. diberikan dengan dosis 18 mg di pagi 1 kali sehari

dan ditingkatkan 0,3-0,7 kgBB/hari. Efek samping ang sering timbul dari golongan ini

insomnia, sakit kepala, sakit perut, mual, cemas, penurunan nafsu makan, timbulnya tik.

Efek samping ini timbul biasanya pada pemakaian pertama atau jika ada peningkatan

dosis obat. 9,11

obat golongan anti depresan juga dikatakan memiliki efek untuk anak ADHD.

Golongan SSRI (Serotonin Spesific Reuptake Inhibitor), misalnya fluoxetine yang

diberikan dengan dosis 0,6mg/KgBB memberikan respon sekitar 58% pada anak ADHD

usia 7-15 tahun, Gologan MAOI (Monoamin Oksidase Inhibior) seperti moclebemide

dengan dosis 3-5mg/KgBB/hari dibagi dalam dua dosis pemberian.5

11
Obat golongan baru yang secara struktual berbeda dengan psikostimulan dan

antidepresan trisiklik adalah atomexetine. Mekanisme kerja obat ini adalah memblokir

transporter noradrenergic dengan selektif. Pemakaian dosis 1,8 mgkg terbukti efektif

dalam mengurangi gejala inatensi dan hiperaktif/impulsif pada anak dan remaja dalam

pemakaian 1 minggu. Efek sampingnya antara lain nafsu makan turun dan peningkata

tekanan darah relatif lebih ringan.5

Salah satu keuntungan untuk anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan

efeknya sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun

ketiga saat kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah

dipertahankannya obat ini pada level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga

fenomena rebound dan munculnya iritabilitas dapat dihindari. FDA (The Food and Drug

Administration) menyarankan penggunaan dextroamphetamine pada anak-anak

berusia 3 tahun atau lebih dan methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau

lebih. Kedua obat inilah yang paling sering dipakai untuk terapi ADHD.9,11

2.) Terapi Psikososial5,9

Terapi psikososial dilakukan secara sistematis meliputi berbagai macam terapi

seperti terapi perilaku berbasis pendekatan CBT (Cognitive Behaviour Treatment),

pelatihan orang tua, konsultasi dan pelatihan guru, remedial edukasi, serta terapi

vestibular/keseimbangan.

Pendekatan CBT didasari dengan kemungkinan bahwa gangguan yang terjadi pada

anak ADHD disebabkan dari keadaan sulit mengontrol diri dan kesulitan mengatasi

masalahnya sendiri. beberapa tindakan yang dberikan meliputi pelatihan mengendalikan

diri, mengontrol emosi, dan penguatan diri. keberhasilan terapi ini juga didukung oleh

keaktifan orang tua dan guru dalam menjalankan program. Seperti pada Behaviour

therapy atau terapi perilaku yang mengandalkan orang tua dan guru dalam mengatur

12
sikap anak yang bermasalah menggunakan pendekataan penghargaan dan hukuman pada

anak.

Pemberian terapi remedial edukasi didasari dari keadaan menurunnya prestasi

akademik anak disekolah tanpa kelainan gangguan belajar. mata pelajaran yang

diberikan disesuaikan dengan kesulitan yang dialami anak dengan dengan cara

berinteraksi dengan seorang terapi khusus di dalam kelas.

Studi menunjukkan interfensi yang dilakukan pada orang tua dan guru di sekolah

dapat menurunkan perilaku ADHD dan permasalahan di sekolah. Namun kemajuan yang

lebih besar didapatkan melalui interfensi orang tua dibandingkan yang diberikan oleh

guru di sekolah.

Di sisi lain, penilaian yang diberikan oleh guru tentu saja merupakan indikator yang

baik tentang bagaimana sebenarnya yang dilakukan seorang anak pada saat di sekolah.

Hanya orang tua yang lebih banyak mengetahui kehidupan seorang anak di rumah,

namun guru cenderung lebih memahami peran dan performa seorang anak di sekolah.

Sehingga, peran kedua aspek ini telah dinilai oleh para peneliti sebagai kunci dalam

mengimplementasikan program yang berpengaruh terhadap kesehatan mental dan fisik

anak yang didiagnosis ADHD.

Pada anak dengan ADHD kemampuan beradaptasi dan berinteraksi dengan

lingkungan, pengambilan keputusan, perencanaan dan pengorganisasian juga terganggu.

Sehingga melalui pendekatan yang dilakukan secara holistik dapat menghasilkan

perbaikan. Dengan adanya terapi perilaku dan terapi farmakologis menunjukkan adanya

kemajuan yang bermakna secara statistic.

13
G. Prognosis

Prognosis untuk anak dengan kasus ADHD akan baik jika didiagnosis dari awal dan

mendapat terapi secara komphrensif. Sedikitnya 80% dari anak-anak yang menderita

ADHD, gejalanya menetap sampai remaja bahkan dewasa sampai remaja bahkan

dewasa. Dengan peningkatan usia, maka gejala hiperaktif akan berkurang tetapi gejala

inatensi, impulsivitas, disorganisasi, dan kesulitan dalam membangun hubungan dengan

orang lain biasanya menetap dan semakin menonjol.10

14
BAB III

PENUTUP

ADHD merupakan kelainan neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-

anak, yang juga merupakan suatu keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada

anak-anak usia sekolah, dan merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada

anak-anak. ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk

peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian, kesulitan

mempertahankan kontrol impuls; overaktifitas motorik dan kegelisahan motoric.

Untuk menegakkan diagnosis ADHD kita dapat digunakan kriteria diagnosis

menurut DSM V. Prognosis dari ADHD ini umumnya baik, terutama bila pasien cepat

didiagnosis sehingga segera mendapatkan terapi. Terapi yangdimaksud di sini berupa

terapi medikamentosa, terapi perilaku, terapi gabungan medikamentosa dan perilaku, serta

edukasi keluarga mengenai ADHD.

Tujuan terapi pada anak dengan ADHD adalah memperbaiki sikap dan perilaku

dalam menjalani kegiatan sehari-hari secara fungsional dan optimal sesuai dengan

usianya. Tata laksana ADHD yang terbaik adalah dengan pendekatan berdasarkan prinsip

Multi Treatment Approach (MTA). MTA memilik 3 aspek pendekatan terapi yaitu, terapi

psikofarmakologi, terapi psikososial dan pemberian edukasi kepada orang tua, pengasuh

dan guru. Meskipun terapi farmakologis bisa jadi lebih superior dibandingkan dengan

terapi psikososial dalam memperbaiki gejala ADHD, terapi psikososial saja atau dengan

kombinasi terapi medikamentosa dapat lebih baik dalam memperbaiki gangguan pada

aspek lain seperti hubungan orang tua dan anak, dan akademik anak. Sehingga

pendekatan psikososial dapat dijadikan modalitas terapi disamping terapi medikamentosa.

15
Prognosis dari ADHD ini umumnya baik, terutama bila pasien cepat didiagnosis

sehingga segera mendapatkan terapi. Terapi yang dimaksud di sini berupa terapi

medikamentosa, terapi perilaku, terapi gabungan medikamentosa dan perilaku, serta

edukasi keluarga mengenai ADHD.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Waldo E, Nelson M, Richard E, Behrman M, Robert KM, Ann MA, et al.


Gangguan hiperaktivitas defisit perhatian. Dalam: Wahab S, editor. Ilmu kesehatan
anak nelson (terjemahan). Edisi ke-15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012.

2. Center Disease Control and Prevention. Data & statistic adhad [Internet]. USA:
CDC;2015[diakses tanggal 28 April 2015].Tersedia dari:
http://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/data.html

3. Voeller K. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Natl Institutes Ment


Heal. 2012; 12(3572):1–13

4. Davidson GC, Neale JM, Kring AM. Psikologi abnormal edisi 9. Jakarta: Raja
Grafindo Persada; 2010.

5. Wiguna T. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Buku Ajar Psikiatri.


Edisi 4. Jakarta: Balai penerbit FK UI. 2010; 441-54.

6. Langley K, Heron J, Smith GD, Thapar A. Maternal and parental smoking during
pregnancy and risk of adhd symptoms in offspring: testing for intrauterine effect.
Am J Epidemiol. 2012; 176(3):261–8.

7. Center Disease Control and Prevention. Symptoms and diagnosis adhd [Internet].
2015 [diakses tanggal 13 April 2015]. Tersedia dari:
http://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/diagno sis.html#ref

8. Arnsten T. Toward a new understanding of attention-deficit hyperactivity disorder


pathophysiology: an important role for prefrontal cortex dysfunction. CNS Drugs.
2009;23(1):33–41.

9. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC;2010.

10. American Psyhiatric Association. Diagnosis and statical manual of mental disorder
5th edition (DSM-V). American Psychiatric Association. Washington DC; 2013.

11. Louisa M, Dewoto HR. Perangsang susunan saraf pusat. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta:EGC ;2010.

12. Baehr M, Dewoto HR. Diagnosis topic neurologi DUUS. Edis 4. Jakarta: EGC:
2010: 219-93.

17
18
1
Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai