Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNPAD/RSHS BANDUNG

Sari Pustaka
Oleh : Intan Risna Dewi
Subdivisi : Pediatri Sosial dan Tumbuh Kembang
Pembimbing :
Tanggal : Juli 2022

ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) PADA ANAK

PENDAHULUAN
Kesehatan mental merupakan salah satu aspek kesehatan yang seringkali diabaikan tidak
terkecuali pada anak-anak. Salah satu kelainan mental yang banyak terjadi pada anak-anak
adalah attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) yang merupakan gangguan mental
ketiga terbanyak setelah depresi dan gangguan cemas. 1–3
Kondisi ini dialami setidaknya oleh
3-5% anak-anak di dunia dan dapat menetap hingga anak beranjak dewasa. Lebih buruk lagi,
kondisi ADHD diketahui menjadi factor risiko dari gangguan mental lainnya seperti perilaku
defiant, disruptif, dan antisosial, gangguan emosi, perilaku menyakiti diri sendiri, serta
penyalahgunaan zat. Anak dengan ADHD juga diketahui berhubungan dengan berbagai
dampak negative baik bagi anak maupun orang tua dalam berbagai aspek mulai dari aspek
Pendidikan, hubungan sosial, pekerjaan, hingga sosioekonomi. Pengetahuan terkait diagnosis
dan tata laksana ADHD penting untuk diketahui guna mencegah efek negative jangka
Panjang pada anak dengan ADHD.4 Sari pustaka ini dibuat untuk menggambarkan kelainan
ADHD pada anak.

DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI ADHD


Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan hiperkinetik dengan kode
international classification of disease 10th edition (ICD-10) F.90 merupakan salah satu
bentuk kelainan neurologis. The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th
edition (DSM-5) mendefinisikan ADHD dengan suatu kelainan yang ditandai dengan pola
inatensi yang persisten dan/atau impulsivitas dan hiperaktivitas yang mengganggu
perkembangan dan fungsi harian.1 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
edisi III (PPDGJ III) membagi ADHD menjadi gejala kurangnya perhatian serta
hiperaktivitas. Kurang perhatian ditandai dengan “terlalu dini dihentikannya tugas dan
ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai” sementara hiperaktivitas didefinisikan

1
dengan “kegelihasan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan
relative tenang”.2

Secara epidemiologi, ADHD merupakan gangguan kejiwaan ketiga terbanyak di dunia


setelah depresi dan gangguan cemas. Kondisi ini setidaknya dialami oleh 3.4% anak-anak di
dunia.3 Sayal, dkk menyebutkan dalam studinya bahwa secara umum, prevalensi ADHD
berkisar antara 2-7% di dunia. Namun demikian, prevalensi yang dilaporkan melalui ICD-10
ditemukan lebih rendah akibat diagnosis tersebut harus memenuhi kedua kriteria inatensi dan
hiperaktivitas/ impulsivitas. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi ADHD lebih tinggi dari
laporan yang ada.4 The American Academy of Pediatric dalam laporannya bahkan
menyebutkan prevalensi ADHD dapat mencapai 8.7-15.5%.5 Anak laki-laki ditemukan lebih
cenderung mengalami ADHD dibandingkan anak perempuan dengan perbandingan 2:1. Anak
laki-laki juga cenderung mengalami predominansi hiperaktivitas dibandingkan perempuan
yang cenderung mengalami predominansi inatensi.1,5

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO ADHD


Kondisi ADHD merupakan kelainan dengan etiologic yang beragam. Kombinasi antara factor
genetic, neurologis, dan lingkungan berkontribusi terhadap perkembangan ADHD pada
anak.3
Perilaku temperamental seperti ketidakmampuan inhibisi perilaku serta emosi negative yang
dimiliki anak merupakan factor predisposisi terhadap ADHD. Beberapa kondisi mental lain
juga ditemukan merupakan komorbid anak dengan ADHD seperti oppositional defiant
disorder, conduct disorder, disruptive mood dysregulation disorder, specific learning
disorder, gangguan cemas, depresi mayor, dan Intermittent explosive disorder. Kondisi
oppositional defiant disorder merupakan komorbid yang biasa muncul bersamaan setidaknya
pada 50% anak dengan ADHD sementara kondisi conduct disorder dapat muncul pada
setidaknya 25% anak dengan ADHD.1
Anak yang memiliki riwayat keluarga dengan ADHD memiliki risiko tinggi mengalami
ADHD. Kelainan genetic tertentu juga ditemukan berhubungan dengan ADHD seperti
Fragile X syndrome dan 22qll deletion syndrome. Kondisi genetic diketahui berhubungan
dengan perkembangan otak, migrasi sel, dan pembentukan reseptor dan transporter
katekolamin yang berperan dalam perkembangan ADHD. Kelainan pada otak ini ditunjukkan
dengan adanya gangguan struktur dan fungsi aktivasi korteks prefrontal, basal ganglia,
anterior cingulate cortex, dan serebelum. Kondisi biologis lain yang diketahui berhubungan

2
dengan ADHD diantaranya gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, kerusakan otak
hipoksik-anoksik, trauma kepala, kelainan metabolic, gangguan tidur, defisiensi nutrient, dan
epilepsy. 1,3

Lingkungan juga berperan penting dalam perkembangan ADHD bahkan sejak bayi masih
dalam kandungan. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol pada ibu hamil diketahui dapat
meningkatkan risiko anak mengalami ADHD di kemudian hari. Riwayat perdarahan dalam
kehamilan, stress maternal, parapan obat-obatan seperti steroid dan toksin selama kehamilan
juga meningkatkan risiko ADHD. Kondisi kehamilan yang inadekuat juga menyebabkan
anak memiliki berat lahir rendah, kelahiran premature, dan skor APGAR yang rendah.
Riwayat kelahiran dengan berat lahir rendah diketahui meningkatkan risiko ADHD hingga 2-
3x lipat. Riwayat pengasuhan anak yang buruk seperti kekerasan, penelantaran juga
berhubungan dengan kejadian ADHD.1,6 Adanya paparan toksin tertentu seperti timbal,
pestisida organofosfat, dan poliklorinasi bifenil diketahui berhubungan dengan gejala
ADHD.3 Holton, dkk juga menyebutkan dalam studinya bahwa durasi anak menggunakan
sosial media, aktivitas fisik, dan gangguan tidur juga berhubungan dengan kejadian ADHD.7

DIAGNOSIS ADHD
The American Academy of Pediatrics membentuk rekomendasi diagnosis dan tata laksana
anak dengan ADHD yang dirangkum dalam bentuk Key Action Statement (KAS). 5
Penegakkan diagnosis anak dengan ADHD dilakukan melalui pendekatan secara klinis.
Walaupun demikian, diagnosis ADHD tidak dapat hanya dilakukan melalui satu kali
kunjungan namun membutuhkan beberapa kali kunjungan untuk dilakukan penggalian
informasi secara mendetail. Hal tersebut termasuk gejala yang dialami, riwayat prenatal,
riwayat perinatal, riwayat penyakit medis, maupun gangguan mental lainnya. Riwayat
perkembangan pada anak dalam berbagai aspek juga penting untuk diketahui untuk
menunjang diagnosis dan membantu perencaan tata laksana pada anak. Informasi terkait
riwayat keluarga, pola asuh, pola interaksi keluarga juga dapat membantu perencanaan tata
laksana pada anak. Evaluasi berkelanjutan dalam hal akademik dan kemampuan sosial anak
juga dapat membantu perencanaan tata laksana dan menilai efektivitas terapi pada anak. 3
Pendekatan diagnostic ADHD dilakukan pada anak usia 4-18 tahun dengan gangguan
perilaku maupun performa akademik yang dicurigai dengan ADHD (KAS 1). Diagnosis
ADHD harus memenuhi kriteria diagnostik yang tercantum dalam tabel 1 (KAS 2). 1,5 Anak
dengan ADHD dapat mengalami perilaku yang unik dimana inatensi menyebabkan anak sulit

3
untuk focus, tidak mampu melakukan pekerjaan yang membutuhkan persistensi tinggi, tidak
mampu menyelesaikan suatu pekerjaan hingga tuntang, dan sering kali mengalami
disorganisasi dimana hal-hal tersebut tidak diakibatkan oleh anak yang tidak kompeten. 1
Kondisi inatensi dapat dinilai dengan membandingkan inatensi pada anak lain dengan usia
dan nilai intelligent quotient (IQ) yang sama.2 Hiperaktivitas pada anak ADHD menyebabkan
anak mengalami aktivitas motoric yang berlebihan dan tidak sesuai dengan situasi dimana
anak tidak bisa diam, berlari-lari, menggerakan tangan dan kaki terus menerus, atau berbicara
terus menerus. Impulsivitas pada anak dengan ADHD menyebabkan anak dapat melakukan
aksi yang spontan tanpa pemikiran jangka panjang yang berpotensi menyebabkan bahaya
bagi anak maupun orang lain.1 Kondisi hiperaktivitas dan impulsivtas ini dapat dinilai melalui
bagaimana anak berperilaku dalam situasi tertentu dibandingkan dengan anak lain dengan
usia dan nilai IQ yang sama.2

Tabel 1. Kriteria diagnosis ADHD


Pola inatensi dan/atau hiperaktivitas yang mengganggu perkembangan anak yang ditandai dengan kriteria
inatensi (1) dan/atau hiperaktivitas (2)
(1) Inatensi: setidaknya 6 atau lebih gejala persisten selama lebih dari 6 bulan yang inkonsisten dengan
tahap perkembangan anak dan memiliki dampak negative secara langsung terhadap aktivitas sosial
dan akademik.
a. Tidak mampu untuk fokus terhadap detail atau membuat kecerobohan dalam tugas sekolah,
pekerjaan, atau aktivitas lainnya
b. Mengalami kesulitan dalam mempertahankan atensi ketika melakukan aktivitas tertentu
c. Terlihat tidak mendengarkan secara aktif ketika berbicara dengan lawan bicara
d. Tidak mampu mengikuti instruksi dan gagal untuk menyelesaikan tugas secara tuntas baik di
sekolah, rumah, maupun tempat lainnya
e. Mengalami kesulitan dalam mengatur pekerjaan dan aktivitas
f. Menghindari atau membenci pekerjaan yang membutuhkan atensi yang tetap
g. Mudah mengalami kehilangan benda-benda yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas tertentu
h. Mudah terdistraksi oleh stimulus eksternal maupun internal
i. Mudah lupa untuk melakukan aktivitas tertentu
(2) Hiperaktivitas dan impulsivitas: setidaknya 6 atau lebih gejala persisten selama lebih dari 6 bulan
yang inkonsisten dengan tahap perkembangan anak dan memiliki dampak negative secara langsung
terhadap aktivitas sosial dan akademik
a. Tangan atau kaki tidak bisa diam ketika duduk
b. Meninggalkan kursi ketika anak diminta untuk tetap duduk
c. Berlari-lari atau memanjat pada situasi yang tidak sesuai
d. Tidak mampu bermain dengan tenang atau terlibat dalam aktivitas yang membutuhkan suasana
tenang
e. Tidak mampu diam dalam waktu yang lama atau bersifat “on the go” atau bertindak
seolah “driven by a motor”.
f. Berbicara berlebihan
g. Mengalami kesulitan untuk menunggu dalam antrean
h. Memotong pembicaraan atau aktivitas yang orang lain sedang lakukan
Beberapa gejala inatensi atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul sebelum usia 12 tahun
Beberapa gejala inatensi atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul dalam >2 situasi baik di lingkungan rumah,
sekolah, kantor, dengan teman maupun saudara, dan aktivitas lainnya
Terdapat bukti nyata bahwa hal ini telah mengganggu atau menurunkan fungsi sosial, akademik, maupun
pekerjaan
Gejala tidak hanya muncul dalam kondisi skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dapat

4
dijelaskan oleh gangguan mental lainnya
Sumber: American Association of Psychiatry, 2013.1

Kondisi ini dapat terjadi pada anak bahkan sebelum usia 12 tahun dan terjadi dalam
berbagai situasi baik rumah, sekolah, maupun lingkungan lainnya. Orang tua biasanya
pertama kali menemukan adanya aktivitas motoric yang berlebih pada anak ketika usia 4
tahun namun hal ini sulit dibedakan dengan variasi normal aktivitas anak yang meningkat.
Kondisi ADHD seringkali terdiagnosis sejak anak menginjak sekolah dasar namun menjadi
samar ketika anak menginjak usia remaja akibat kondisinya yang lebih stabil. Walaupun
demikian, perilaku gelisah, inatensi, perencanaan yang buruk, dan impulsivitas biasanya
menetap. Pada sebagian anak, kondisi juga dapat memburuk yang menyebabkan perilaku
antisosial. 1
Selain gejala yang termasuk dalam kriteria diagnostic, anak dengan ADHD juga dapat
mengalami berbagai gejala penyerta lain yang non-spesifik terhadap ADHD namun sering
ditemukan bersamaan. Gejala penyerta tersebut diantaranya keterlambatan bahasa dan bicara,
motoric, maupun perkembangan sosial. Anak juga dapat memiliki toleransi frustasi yang
lebih rendah, iritabilita, dan mood yang tidak stabil. Inatensi pada anak dengan ADHD dapat
menyebabkan anak mengalami permasalahan kognitif, fungsi eksekutif, dan memori yang
mengakibatkan penurunan performa akademik.1,8,9 Berbagai komorbid ini penting untuk
dievaluasi untuk menjadi bagian dalam rencana terapi (KAS 3).5
Pemeriksaan penunjang pada dasarnya tidak diperlukan dalam mendiagnosis anak dengan
ADHD namun dapat dilakukan untuk menyingkirkan kelainan organik. Hingga saat ini tidak
ada biomarker yang dapat digunakan dalam mendiagnosis ADHD. Pemeriksaan penunjang
lain yang dapat dilakukan diantaranya elektroensefalogram (EEG) dan magnetic resonance
imaging (MRI). Pada pemeriksaan EEG, anak dengan ADHD dapat ditemukan peningkatan
gelombang lambat. Pada pemeriksaan MRI dapat ditemukan penurnan volume otak dan
keterlambatan maturasi korteks anterior dan posterior. Walaupun demikian, temuan dalam
EEG maupun MRI ini tidak menjadi temuan diagnostic. 1

KLASIFIKASI ADHD
Kondisi ADHD dapat diklasifikasikan berdasarkan presentasi klinis pasien dan derajat
keparahan pasien. Pasien ADHD dapat mengalami presentasi klinis dengan predominan
inatensi dimana kriteria A1 (inatensi) terpenuhi namun kriteria A2 (hiperaktivitas-
impulsivitas) tidak terpenuhi selama 6 bulan; predominan hiperaktif/impulsif dimana kriteria

5
A2 (hiperaktivitas-impulsivitas) terpenuhi namun kriteria A1 (inatensi) tidak terpenuhi
selama 6 bulan; maupun kombinasi dimana kriteria A1 (inatensi) dan kriteria A2
(hiperaktivitas-impulsivitas) terpenuhi selama 6 bulan. Predominansi pada anak dengan
ADHD biasanya terjadi sesuai perkembangan usia anak. Pada anak usia prasekolah, kondisi
biasanya dipredominansi oleh hiperaktivitas sementara pada anak usia remaja, gejala
predominan adalah inatensi. 1
Pasien ADHD dapat mengalami gejala ringan, sedang, maupun berat. Anak dikatakan
mengalami ADHD ringan apabila gejala yang muncul hanya sedikit dan hanya didapatkan
gangguan ringan terhadap fungsi sosial, akademik, maupun pekerjaan. Kondisi ADHD
dikatakan derajat berat apabila terdapat banyak gejala yang muncul dan menyebabkan
gangguan fungsi yang berat pada anak. Kondisi ADHD derajat sedang adalah kondisi antara
ADHD ringan dan berat.1

DAMPAK ADHD
Anak dengan ADHD dapat mengalami berbagai kesulitan menjalani aktivitas sehari-hari.
Kondisi ADHD diketahui berhubungan dengan penurunan performa akademik dan penolakan
sosial. Pada anak usia lanjut, anak dengan ADHD berisiko mengalami conduct disorder,
antisosial, penyalahgunaan zat, hingga tindak kriminalitas. Ketika anak dengan ADHD
beranjak dewasa, pasien dapat mengalami performa kerja yang buruk dan berhubungan
dengan peningkatan angka pengangguran serta permasalahan interpersonal. 1
Dalam hal akademik, anak dengan ADHD memiliki performa yang buruk. Kondisi ADHD
juga berhubungan dengan angka kelulusan yang lebih rendah, angka sekolah tingkat lanjut
yang rendah. Hal ini menyebabkan pada usia dewasa, anak mengalami kesulitan dalam hal
sosioekonomi. Dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, anak dengan ADHD dapat
menunjukkan interaksi yang buruk bahkan terhadap keluarga. Anak juga dapat mengalami
penolakan oleh teman-teman di lingkungannya. Perundungan juga sering terjadi pada anak
dengan ADHD oleh teman-teman sebayanya. Kondisi ADHD juga berhubungan dengan
peningkatan angka kecelakaan kendaraan bermotor dan penyalahgunaan zat. 1,3

TATA LAKSANA ADHD


Kondisi ADHD merupakan kondisi yang kronis dan membutuhkan tata laksana yang
komprehensif (KAS 4).5,10 Tata laksana pada anak dengan ADHD terdiri dari terapi non-
farmakologis dan terapi farmakologis.10 The American Academy of Pediatrics
merekomendasikan kombinasi terapi farmakologi dan non-farmakologi menjadi terapi lini

6
pertama dalam menangani anak dengan ADHD. Walaupun demikian, Shahidullah, dkk dalam
studinya melaporkan bahwa hanya 14% anak yang mendapatkan terapi non-farmakologis
sementara mayoritas (93%) anak mendapatkan terapi farmakologis.11 Selain itu, angka
preskripsi obat-obatan ADHD juga ditemukan meningkat seiring waktu. 10,11 Algoritma tata
laksana anak dengan ADHD tercantum dalam gambar 1.
Terapi non-farmakologis terdiri dari berbagai modalitas. Beberapa contoh terapi
nonfarmakologis tersaji dalam table 2. Pandian, dkk juga menyebutkan intervensi
nonfarmakologi lain berupa terapi berbasis gim bagi anak usia 8-12 tahun dengan ADHD
bernama EndeavorRx yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA). 12
Berbagai pilihan tersebut memberikan manfaat secara spesifik maupun secara luas dan harus
diberikan secara individual berdasarkan tujuan terapi pada anak. Terapi yang dipilih juga
harus disesuaikan dengan usia anak, penerimaan pasien, dan dapat dilakukan oleh pasien,
keluarga, maupun guru pasien. Tujuan terapi secara umum adalah peningkatan fungsi hidup
pasien dan menghilangkan gejala. Namun demikian, pasien dapat mengalami remisi parsial
yang sehingga membutuhkan kombinasi terapi. Pasien ADHD dikatakan mengalami remisi
parsial apabila dalam 6 bulan pasien mengalami gejala yang berkurang dari sebelumnya
namun masih mengganggu fungsi sosial, akademik, dan pekerjaan.1,10,13

Tabel 2. Terapi Nonfarmakologi ADHD


Intervensi Bukti penelitian Konteks penggunaan
Psikoedukasi Studi RCT membandingkan intervensi Ketika menginisiasi proses terapi,
psikoedukasi terstruktur dengan support menyediakan edukasi dan informasi yang
group untuk orang tua dan anak dengan adekuat adalah penting untuk perencanaan
ADHD menunjukkan perbaikan gejala dan implementasi tata laksana yang baik.
dengan manfaat lainnya dalam hal Sebagian besar pasien dan orang tua
perilaku prososial setelah 1 tahun bergantung pada informasi yang diberikan
oleh klinisi baik secara online maupun offline.
Shared Studi kohort longitudinal selama 6 bulan Pada terapi ini, seluruh partisipan
decision- menunjukkan bahwa orang tua yang membagikan informasi yang mereka miliki
making berfokus pada perbaikan performa terkait diagnosis dan terapi sebelum
akademik cenderung untuk melakukan seluruhnya diimplementasikan. Perencanaan
terapi meditasi sementara mereka yang terapi diperkuat dengan adanya tujuan untuk
berfokus pada perilaku cenderung untuk meningkatkan performa akademik, kepatuhan
melakukan terapi perilaku perilaku, dan hubungan interpersonal.
PBT Studi meta-analisis yang menilai Pada anak usia prasekolah, PBT harus
berbagai studi RCT terhadap PBT menjadi pilihan terapi pertama yang
menggunakan observasi dan penilaian dilakukan
guru menunjukkan perbaikan Pada anak dengan ADHD disertai komorbid
kemampuan orang tua dalam menangani perilaku disruptif, memulai terapi PBT
permasalahan conduct. Penilaian oleh sebelum terapi medikamentosa ditemukan
orang tua jiga menunjukkan perbaikan lebih efektif dibandingkan pemberian terapi
gejala ADHD, kemampuan sosial, dan medikamentosa dilanjutkan dengan terapi
performa akademik. PBT.
Manajemen Strategi manajemen perilaku di kelas Guru membantu anak yang berkebutuhan
kelas telah terbukti meningkatkan luaran anak khusus dengan membentuk aturan dalam

7
dengan ADHD kelas dan menyediakan atensi khusus dan
pujian kepada anak serta menawarkan pesan
penerimaan baik secara langsung maupun
tidak.
Kartu laporan Studi RCT mengenai kartu laporan dan Strategi manajemen perilaku yang melibatkan
harian konsultasi psikologis menunjukkan kooperasi orang tua dan guru menunjukkan
peningkatan kepatuhan terhadap aturan peningkatan ketuntasan pekerjaan rumah.
di kelas, produktivitas akademik, dan
perilaku di kelas.
Intervensi Studi RCT dari dua penelitian yang Orang dewasa menggunakan Teknik
perilaku berbeda menunjukkan peningkatan modifikasi perilaku untuk membantu anak
antarteman kemampuan sosial dengan teman dalam meningkatkan kemampuan hubungan teman
kelas sebaya pada situasi rekreasional seperti
summer camp
Pelatihan Tidak ada bukti penelitian yang jelas
kemampuan terkait efikasi peningkatan kemampuan
sosial di kelas maupun kemampuan interaksi
antarteman
Pelatihan Studi RCT dari dua penelitian yang Program ini berfokus pada kesulitan dalam
kemampuan berbeda menunjukkan peningkatan fungsi eksekutif yang biasa dialami anak
organisasi kemampuan organisasi, manajemen dengan ADHD. Intervensi ini biasanay
waktu, dan perencanaan. merupakan intervensi tambahan terhadap
intervensi lainnya.
Pelatihan Studi meta-analisis menunjukkan Intervensi terkomputerisasi untuk defisit
kognitif manfaat dalam kemampuan memori neuropsikologis spesifik membutuhkan
kerja yang ditargetkan melalui intervensi pengembangan lebih lanjut sebelum
terkomputerisasi. Orang tua juga dinyatakan bermanfaat secara klinis
melaporkan peningkatan gejala inatensi
EEG Studi systematic review menunjukkan Intervensi ini membutuhkan pengembangan
Neurofeedback manfaat bagi orang tua sementara lebih lanjut sebelum dinyatakan bermanfaat
manfaat dari studi blinded masih kurang secara klinis
jelas
Diet Efek yang kecil terhadap gejala ADHD Anak dengan kecurigaan defisiensi,
dilaporkan terhadap penggunaan insufisiensi, maupun alergi makanan harus
suplementasi asam lemak dan restriksi dilakukan evaluasi
diet.
Olah raga Studi meta-analisis dari intervensi olah Olah raga memberikan manfaat terhadap
raga menunjukkan peningkatan gejala kesehatan dan kesejahteraan
ADHD serta gangguan cemas dan fungsi
kognitif.
ADHD Attention-deficit hyperactivity disorder; EEG Electro-encephalograph; PBT Parent behaviour
training; RCT Randomized control trial.
Sumber: Feldman, 2018.10

Terapi farmakologis pada pasien dengan ADHD dapat diberikan pada pasien dnegan usia
>6 tahun. Terapi ini diberikan bersamaan dengan terapi non-farmakologis untuk memberikan
manfaat yang lebih luas. Terapi farmakologis ini hanya diberikan apabila terdapat indikasi
dan terapi non-farmakologis belum sepenuhnya berhasil. Terapi yang dapat menjadi pilihan
adalah obat stimulant dan obat non-stimulan. 10 Dalam pemberian terapi farmakologi, obat
harus diberikan dalam dosis awal yang kemudian dititrasi hingga mencapai dosis optimal
dengan efek samping yang rendah (KAS 6).5

8
Pemberian obat stimulant merupakan terapi farmakologi pilihan pertama pada pasien
ADHD. Terapi ini terbukti berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup anak dengan
ADHD dan peningkatan capaian akademik, penurunan gejala kecemasan, dan depresi pada
anak. Penggunaan obat ini mampu meningkatkan fungsi hidup anak dalam berbagai domain
termasuk pembuatan keputusan, kemampuan menulis, dan produktivitas sekolah. Manfaat
lainnya diantaranya adalah peningkatan kemampuan matematika dan membaca, penurunan
angka kecelakaan dan kunjungan unit gawat darurat, dan penurunan morbiditas dan
mortalitas. Pilihan terapi obat stimulant yang dapat digunakan diantaranya methylphenidate
(MPH) dan dextroamphetamine (DEX) dengan formulasi short-, medium-, dan extended
release. Kedua pilihan ini tidak jauh berbeda dan dipilih berdasarkan preferensi dan toleransi
anak. Efek biasanya dirasakan dalam 2-4 minggu pasca inisiasi dan dapat dilakukan
penukaran regimen obat apabila target tidak tercapai sebelum regimen obat stimulant diganti
menjadi obat non-stimulan. Dalam hal formulasi obat, extended release merupakan pilihan
pertama dibandingkan formulasi lainnya. Pemanatauan penting dilakukan pada anak yang
menggunakan obat stimulant dengan efek samping yang biasa terjadi diantaranya iritabilita,
moody, terlalu pendiam, terlalu focus, gejala vaskulopati, peningkatan tekanan darah, dan
peningkatan nadi.10
Pemberian terapi non-stimulan merupakan terapi pilihan kedua setelah obat stimulant
karena angka respon terapi yang lebih rendah dibandingkan obat stimulan. Namun demikian,
terapi non-stimulan memiliki efek penyalahgunaan yang lebih ringan dibandingkan obat-
obatan stimulant sehingga terapi ini dapat menjadi pilihan pada anak dengan komorbid
penyalahgunaan zat. Saat ini terdapat dua pilihan obat non-stimulan yang telah disetujui
untuk digunakan, yaitu atomoxetine dan guanfacine chlorohydrate XR. Kedua obat ini dapat
diberikan sesuai dengan preferensi anak. Efek samping yang biasa terjadi diantaranya gejala
gastrointestinal seperti nyeri perut, penurunan nafsu makan, sensasi mengantuk, lemas, nyeri
kepala, moody, dan iritabilita. Peningkatan tekanan darah dan nadi juga sering dilaporkan
oleh pasien.10
The American Academy of Pediatrics membentuk rekomendasi terapi berdasarkan usia
anak dengan ADHD (KAS 5). Pada anak usia 4-6 tahun dengan ADHD, terapi pilihan
pertama terdiri dari pelatihan orang tua dalam manjemen perilaku dan/atau intervensi kelas.
Terapi farmakologi berupa MPH dapat diberikan apabila intervensi non-farmakologis tidak
menunjukkan hasil yang bermakna. Pada anak usia 6-12 tahun, terapi yang menjadi pilihan
adalah terapi farmakologi yang disertai pelatihan orang tua dalam manjemen perilaku
dan/atau intervensi kelas. Intervensi psikoedukasi dan dukungan instruksional juga dapat

9
membantu anak. Pada anak usia 12-18 tahun, terapi farmakologi menjadi pilihan utama.
Intervensi non-farmakologis dapat membantu meningkatkan luaran pasien. Pada anak yang
memiliki komorbid tertentu, terapi sesuai kondisi anak maupun rujukan ke subspesialis
tertentu untuk penanganan lebih lanjut dapat menjadi pilihan (KAS 7). 5,13

10
Tabel 3. Terapi stimulant dan non-stimulan pada ADHD
Formulasi obat Durasi kerja Mekanisme kerja Pertimbangan Dosis awal | Rentang Catatan
palatabilitas dosis | Dosis maksimal
Methylphenidate
Concerta (OROS-MPH) 8-12 jam Pengeluaran osmotic Kapsul harus ditelah 0.5 mg/kg | 0.8 mg/kg Pilihan pertama pada anak usia lebih
dalam beberapa tahap seluruhnya hingga 1.5 mg/kg | tua
2 mg/kg or 72 mg
Biphentin (MPH-HCl, 6-10 jam Pelapisan enteric Beads dapat ditaburkan 0.5 mg/kg | 0.8 mg/kg Pilihan pertama pada anak usia lebih
controlled release “beads” dalam kapsul dalam makanan lunak hingga 1.5 mg/kg | muda
capsules) (tidak dikunyah) 2 mg/kg or 80 mg
MPH generic 4-5 jam Bubuk kompresi Ditelan seluruhnya 0.5 mg/kg | 0.8 hingga Durasi kerja bisa jadi terlalu pendek
1.5 mg/kg | 2 mg/kg atau untuk bekerja selama 1 hari penuh
72 mg (dalam 2 dosis
dengan dosis kedua saat
makan siang)
Ritalin sustained-release 4-5 jam Bubuk kompresi Ditelan seluruhnya 0.5 mg/kg | 0.8 hingga Durasi kerja bisa jadi terlalu pendek
1.5 mg/kg | 2 mg/kg atau untuk bekerja selama 1 hari penuh
60 mg (dalam 2 dosis
dengan dosis kedua saat
makan siang)

Dextroamphetamine
Vyanse 8-13 jam Zat aktif hanya dapat Kapsul mengandung 0.5 mg/kg | 0.8 mg/kg Pilihan pertama pada anak usia lebih
Lisdexamphetamine tersedia setelah proses bubuk yang dapat hingga 1.5 mg/kg | tua namun dapat pula menjadi pilihan
dimesylate enzimatik lambat dari dicampurkan dalam 2 mg/kg atau 80 mg pertama pada anak usia lebih muda
dexamphetamine makanan atau minuman
Adderall XR Mixed 6-8 jam Pelapisan enteric Beads dapat ditaburkan 0.25 mg/kg | 0.4 mg/kg Pilihan pertama pada anak usia lebih
amphetamine salts “beads” dalam kapsul dalam makanan lunak hingga 0.7mg/kg | 1 mg/kg muda
(tidak dikunyah) atau 30 mg
Dexedrine spansule 4-6 jam Spansule dengan Beads dapat ditaburkan 10 mg per hari| 20 mg Durasi kerja bisa jadi terlalu pendek
kapsul sustained- dalam makanan lunak hingga 30 mg per hari | 40 untuk bekerja selama 1 hari penuh
release (tidak dikunyah) mg

11
Non-stimulan
Stattera (atomoxetine 24 jam Selective Kapsul titelan seluruhnya 0.5 mg/kg/hari | 40 mg per Respon klinis terjadi secara gradual,
HCl) norepinephrine dan tidak boleh dibuka hari 0.5 mg/kg/hari hingga biasanya dapat dinilai dalam 4 minggu
reuptake inhibitor 1.2 mg/kg/hari hingga 3 bulan
Ditingkatkan 0.3 mg/kg Peresepan 1x/hari
tiap 1–2 minggu Terdapat keterbatasan data terkait
Dosis maksimal: 80 mg penggunaan obat 2x/hari dalam hal
atau 1.2 mg/kg/hari peningkatan efektivitas dan
Tidak ada manfaat tolerabilitas
ditunjukkan pada
penggunaan dosis
>1.2 mg/kg/d
Intuniv XR (Guanfacine 24 jam Selective alpha 2a- Tablet matriks harus 1 mg/hari | 0.05 mg/kg/hari Terdapat risiko rebound hypertension
XR) adrenergic receptor ditelan seluruhnya hingga 0.12 mg/ kg/hari, ketika dihentikan tiba-tiba
agonist pada pagi atau malam hari Untuk menghentikan terapi, lakukan
| Pada usia 6–17 tahun: tapering off dosis dengan penurunan 1
4 mg/hari MAKSIMAL, mg tiap 3-7 hari
kombinasi dengan obat
stimulant
Pada anak usia 6–12 tahun:
4 mg/hari MAKSIMAL
monoterapi
Pada anak usia 13–
17 tahun: 7 mg/hari
MAKSIMAL monoterapi
Sumber: Feldman, 2018.

12
Gambar 1. Algoritma perawatan anak dengan ADHD
CYSHCN, children and youth with special health care needs; KAS, key action statements
Sumber: The American Academy of Pediatric, 2019. 14

13
PROGNOSIS ADHD
Anak dengan ADHD cenderung memiliki prognosis yang buruk. Holton, dkk menyebutkan
kondisi ADHD berhubungan dengan luaran kesehatan yang buruk. Karakteristik inatensi,
impulsivitas, dan perencanaan yang buruk pada anak dengan ADHD berkontribusi terhadap
prognosis yang buruk ini.7 Gejala ADHD dapat menjadi menetap bahkan hingga anak
menginjak usia remaja dan dewasa. Anak dengan ADHD diketahui berhubungan dnegan
peningkatan risiko percobaan bunuh diri terutama pada pasien dengan komorbid gangguan
mood, conduct, atau penyalahgunaan zat. Prognosis buruk ini terutama terjadi pada mereka
dengan ADHD tipe kombiasi, gejala yang berat, adanya komorbid depresi mayor atau
gangguan mood lainnya, komorbid yang tinggi serta adanya gangguan cemas.1

SIMPULAN
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan suatu kelainan yang ditandai
dengan pola inatensi yang persisten dan/atau impulsivitas dan hiperaktivitas yang
mengganggu perkembangan dan fungsi harian. Kondisi ini bersifat multifactorial dan
berhubungan dengan berbagai komorbid gangguan mental lainnya. Anak dengan ADHD
memiliki berbagai dampak yang buruk dalam kehidupannya sehingga tata laksana penting
untuk diberikan. Tata laksana pada anak dengan ADHD terdiri dari pendekatan farmakologis
dan non-farmakologis yang diberikan sesuai usia, preferensi, dan toleransi anak. Prognosis
pada anak dengan ADHD pada dasarnya buruk terutama pada mereka dengan kondisi
komorbid tertentu,

14
DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder. 5th ed. The 5-Minute Clinical Consult Standard 2016: Twenty Fourth
Edition. Washington: American Psychiatric Publishing; 2013.
2. Maslim R. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III (PPDGJ
III). 3rd ed. Jakarta: FK Unika Atma Jaya; 2013. 136–137 p.
3. Bélanger SA, Andrews D, Gray C, Korczak D. ADHD in children and youth: Part 1-
Etiology, diagnosis, and comorbidity. Paediatr Child Heal. 2018;23(7):447–53.
4. Sayal K, Prasad V, Daley D, Ford T, Coghill D, Division. ADHD in children and
young people: Prevalence, Care Pathways & Service Provision Kapil. The Lancet
Psychiatry. 2018;5:175–86.
5. Wolraich ML, Hagan Jr JF, Allan C, Chan E, Davison D, Earis M, et al. Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder in Children and Adolescents. Pediatrics.
2019;5(6):537–547.
6. Hanć T, Szwed A, Słopień A, Wolańczyk T, Dmitrzak-Węglarz M, Ratajczak J.
Perinatal Risk Factors and ADHD in Children and Adolescents: A Hierarchical
Structure of Disorder Predictors. J Atten Disord. 2018;22(9):855–63.
7. Holton KF, Nigg JT. The Association of Lifestyle Factors and ADHD in Children. J
Atten Disord. 2020;24(11):1511–20.
8. Sella F, Re AM, Lucangeli D, Cornoldi C, Lemaire P. Strategy Selection in ADHD
Characteristics Children: A Study in Arithmetic. J Atten Disord. 2019;23(1):87–98.
9. Pineda-Alhucema W, Aristizabal E, Escudero-Cabarcas J, Acosta-López JE, Vélez JI.
Executive Function and Theory of Mind in Children with ADHD: a Systematic
Review. Neuropsychol Rev. 2018;28(3):341–58.
10. Feldman ME, Charach A, Bélanger SA. ADHD in children and youth: Part 2-
Treatment. Paediatr Child Heal. 2018;23(7):462–72.
11. Shahidullah JD, Carlson JS, Haggerty D, Lancaster BM. Integrated care models for
ADHD in children and adolescents: A systematic review. Fam Syst Heal.
2018;36(2):233–47.
12. Pandian GSB, Jain A, Raza Q, Sahu KK. Digital health interventions (DHI) for the
treatment of attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) in children - a
comparative review of literature among various treatment and DHI. Psychiatry Res.

15
2021;297:113742.
13. van der Oord S, Tripp G. How to Improve Behavioral Parent and Teacher Training for
Children with ADHD: Integrating Empirical Research on Learning and Motivation
into Treatment. Clin Child Fam Psychol Rev [Internet]. 2020;23(4):577–604.
Available from: https://doi.org/10.1007/s10567-020-00327-z
14. The F, Academy A, Pediatrics OF. Implementing The Key Action Statements Of The
AAP ADHD Clinical Practice Guidelines: An Algorithm And Explanation For Process
Of Care For The Evaluation, Diagnosis, Treatment, And Monitoring Of Adhd In
Children And Adolescents. Am Acad Pediatr. 2019;144(4):1–28.

16

Anda mungkin juga menyukai