Anda di halaman 1dari 11

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2.

April Juni 2013


MENGENAL, MEMAHAMI, DAN INTERVENSI ANAK ADHD
(ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER)
Oleh:
Dwiyatmi Sulasminah
Fakultas Ilmu Pendidikan UNM

ABSTRAK
Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD adalah gangguan tingkah laku
yang terjadi pada masa perkembangan dimana penderitanya mengalami kesulitan mengontrol
tingkah laku dan pemusatan perhatian dalam jangka waktu tertentu. Jika dibandingkan dengan
anak normal lainnya, mereka tidak memiliki keterampilan social, tidak konsisten, kurang dalam
berpikir logis, dan tidak dapat di prediksi. Hiperaktivitas adalah suatu peningkatan aktifitas
motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi,
setidaknya pada dua tempat dan suasana yang berbeda. Selain kesulitan dalam aspek kognitif,
anak-anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas ini juga mengalami gangguan
tingkah laku. Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui, tetapi, diduga kuat ADHD itu
berhubungan erat dengan faktor genetika. Karena cenderung muncul pada keluarga yang
mempunyai riwayat ADHD. Saudara sepupu dari anak ADHD mempunyai peluang 5 kali lebih
besar dibanding keluarga tanpa riwayat ADHD, sedangkan saudara kandung berpeluang 30%
lebih tinggi untuk sama-sama mengalami gangguan ADHD, dibanding anak yang saudaranya
tidak mengalami ADHD. Sementara anaqk kembar identik mempunyai resiko tinggi untuk
berbagi ADHD dengan saudara kembarnya.
Kata kunci:
PENDAHULUAN

Anak ADHD dan intervensi anak ADHD


nya tidak dapat mengontrol tingkah
laku, mereka selalu bergerak kesana
kemari tanpa rasa lelah. Memanjat, berlarian, mengoceh bahkan menyerang
orang yang ada di dekatnya seperti
mendorong, memukul, marah-marah
merupakan fenomena yang biasa terjadi.
Selain itu, mereka tidak dapat memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang
lama dan menunjukkan tingkah laku
yang impulsive.
Pandangan siapa anak ADHD
terus mengalami perubahan dari waktu
ke waktu. Sebelum abad ke 20 para ahli
menyoroti anak ADHD hanya sebatas
gerak yang ditunjukkan anak, sebagaimana yang
disdeskripsikan oleh

Banyak gejala-gejala penyimpangan yang terjadi di usia sekolah,


yang mungkin akan bertahan sampai
mereka dewasa. Meskipun tidak selalu
menunjukkan gangguan mental yang
serius, tetapi gejala-gejala tersebut dapat
menjadi masalah serius bagi keluarga
dan kehidupan sekolah anak. Bahkan
dapat menjadi reaksi emosional sekunder yang tidak menguntungkan bagi
anak dan keluarga seperti gangguan
tingkah laku disruptif.
Salah satu gangguan tingkah
laku disruptif adalah hiperaktivitas atau
reaksi hiperkinetik. Pada anak-anak
dengan gangguan hiperaktivitas, biasa19 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


Heinrich Hoffman (Saputro, 2009)
bahwa anak dengan gangguan ADHD
sebagai anak yang selalu bergerak, tidak
pernah berhenti walaupun telah ditegur
oleh orang tuanya, tidak mau mendengar apa yang dikatakan orang tua,
anggota tubuhnya tidak mau diam,
selalu bergerak kesana-kemari, naik
turun kursi dan meja, tidak mempedulikan sekitarnya.
Perilaku seperti ini banyak terjadi di usia sekolah, namun ketidakmengertian orangtua dan guru kadang
mereka dibiarkan. Orangtua ataupun
guru merasa sulit mengatasi perilaku
anak didik mereka sehingga untuk
mengurang penyimpangan perilaku
tersebut, orangtua atau pun guru memberikan hukuman seperti mengunci di
kamar, berdiri di depan kelas, tidak
member ijin keluar saat jam istirahat
tiba. Mereka berharap dengan cara
seperti ini diharapkan anak menjadi jera
dan tidak mengulangi kembali.
Akibat perilaku tersebut mereka
diberi julukan sebagai anak nakal,
bandel, bahkan ada yang menyebutnya
sebagai monster atau distroyer/perusak
suasana. Artinya kehadiran mereka
dalam berbagai suasana sering membuat kekacauan. Mereka sulit mendapatkan teman, karena umumnya teman seusianya merasa takut berteman dengan
mereka. Orangtua merasa bahwa
gangguan yang dialami anak mereka
dapat merusak hidup anak, menghabiskan banyak energi, menimbulkan rasa
sakit secara emosional, menurunkan
harga diri, dan secara serius merusak
kekerabatan dan pertemanan (Baihaqi &
Sugiarmin, 2008).

Hiperaktivitas adalah suatu


peningkatan aktifitas motorik hingga
pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi,
setidaknya pada dua tempat dan
suasana yang berbeda. Aktifitas anak
yang tidak lazim dan cenderung berlebihan yang ditandai dengan gangguan
perasaan gelisah, selalu menggerakgerakkan jari-jari tangan, kaki, pensil,
tidak dapat duduk dengan tenang dan
selalu meninggalkan tempat duduknya
meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk degan tenang. Terminologi lain yang dipakai mencakup
beberapa kelainan perilaku meliputi
perasaan yang meletup-letup, aktifitas
yang berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif
yang menetap.
Jika dilihat batasan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian/hiperaktif yang telah dikemukakan di atas,
nampak bahwa pada diri mereka selalu
terdorong untuk sibuk, bergerak terus,
tidak mau diam dan bahkan ada di
antara mereka yang tidak berhenti berbicara walaupun bahasa yang keluar
agak kasar dan tidak sesuai aturan.
Mereka sulit untuk mengendalikan perilaku atau kontrol motorik mereka.
Mereka memiliki kelemahan/kesulitan
dalam memusatkan perhatian bahkan
impulsif. Di masyarakat awam mereka
sering disebut pembangkang, tidak mau
diatur karena mereka tidak dapat mengikuti perintah atau aturan yang ada di
lingkungannya.
SEKELUMIT
ADHD

TENTANG

ANAK

Attention Deficit Hyperactivity


Disorder atau ADHD adalah gangguan
tingkah laku yang terjadi pada masa
perkembangan dimana penderitanya
mengalami kesulitan mengontrol ting-

20 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


kah laku dan pemusatan perhatian
dalam jangka waktu tertentu.
Banyak istilah yang sering digunakan dalam membahas anak ADHD
yaitu kondisi anak yang memperlihatkan simtom-simtom kurang konsentrasi, hiperaktif dan impulsif yang
dapat menyebabkan ketidakseimbangan
sebagian besar aktivitas hidup mereka
(Baihaqi, 2008:2). Istilah-istilah yang
digunakan pun mengalami pergeseran
sesuai kurun waktu. Menurut DSM IV,
anak ADHD ini dikatakan sebagai
gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (Saputro, 2009:24). Biasanya
anak-anak dengan gangguan ini akan
memperlihatkan ciri atau gejala: kurang
konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif
yang dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku,
kesulitan sosial dan kesulitan lain yang
saling mengait (Baihaqi, 2008).
Gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktivitas merupakan gangguan psikiatrik pada anak yang paling
banyak dijumpai pada praktek klinik
ataupun dipopulasi anak usia sekolah
(Saputro, 2009:14). Namun demikian
gangguan perilaku ini kurang dikenali
oleh orangtua ataupun guru di sekolah.
Kebanyakan orang tua atau pun guru
menganggap anak dengan gangguan ini
sebagai anak yang nakal, melawan,
tidak patuh atau kurang konsentrasi
semata.
Barkley
(1998)
menyatakan
bahwa akibat gangguan dalam fungsi
kognitif,
dapat
mengakibatkan
menurunnya derajad intelegensi anak,
penurunan prestasi akademik, peng-

amatan waktu buruk, penurunan daya


ingat verbal ataupun nonverbal, kurang
cakap membuat perencanaan, kurang
peka terhadap kesalahan, dan kurang
cakap mengarahkan perilaku yang bertujuan (Saputro, 2009). Di sekolah,
gangguan ini akan mengakibatkan anak
mengalami kesulitan dalam mengeja,
membaca, berhitung, menulis dan
menghambat perkembangan kemampuan berbahasa.
Selain kesulitan dalam aspek
kognitif, anak-anak dengan gangguan
pemusatan perhatian/hiperaktivitas ini
juga mengalami gangguan tingkah laku.
Beiderman (1992) dan Pliszka (1999)
dalam hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pada anak dan remaja
sekitar 20%-50% mengalami gangguan
tingkah laku, dan sekitar 54%-67%
menunjukkan
sikap
menentang
(Saputro, 2009). Gangguan-ganguan
tingkah laku yang sering ditunjukkan
anak dalam bentuk keras kepala, temper
tantrum, sikap tidak patuh, percakapan
kasar pada orang lain, berbohong, mencuri, membolos, perilaku menyerang
orang lain.
Tahun 1902 Still sebagaimana
dikutip dari Saputro (2009), bahwa anak
ADHD bukan sebatas pola gerak yang
ditunjukkan anak melainkan perilakuperilaku lain sehingga membuat orangorang yang berada di sekitar anak
merasa jengkel, marah, terganggu.
Mereka juga menunjukkan perilaku
negatif lainnya seperti suka berbohong
dan perilaku kriminal, dan ketidakmampuan mengontrol moral. Selanjutnya Still menjelaskan ketidakmampuan

21 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


mengontrol moral pada anak timbul
karena beberapa hal, yaitu: a) Kerusakan
fungsi kognitif dengan lingkungan, b)
kesadaran moral, dan c) Defek pada
kemampuan
menahan
dorongan
keinginannya.
PENYEBAB ADHD
ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak
faktor yang dianggap sebagai penyebab
gangguan ini, diantaranya adalah faktor
genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat
perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik,
sosial dan pola pengasuhan anak oleh
orang tua, guru dan orang-orang yang
berpengaruh di sekitarnya.
Penyebab pasti dari ADHD
belum diketahui, tetapi, diduga kuat
ADHD itu berhubungan erat dengan
faktor genetika. Karena cenderung
muncul pada keluarga yang mempunyai riwayat ADHD. Saudara sepupu
dari anak ADHD mempunyai peluang 5
kali lebih besar dibanding keluarga
tanpa riwayat ADHD, sedangkan
saudara kandung berpeluang 30% lebih
tinggi untuk sama-sama mengalami
gangguan ADHD, dibanding anak yang
saudaranya tidak mengalami ADHD.
Sementara anak kembar identik mempunyai resiko tinggi untuk berbagi
ADHD dengan saudara kembarnya
(Priyatna, 2010).
Ada beberapa faktor yang diduga menjadi faktor penyebab terjadinya ADHD. Saputro (2009:57) mengungkapkan bahwa gangguan perilaku
pada anak akibat hasil interaksi antara
faktor alami (nature), yaitu faktor bawaan dan lingkungan
(nurture).

Suharmini (2005) dalam bukunya


Penanganan Anak Hiperaktif mengemukakan ada beberapa faktor penyebab
hiperaktivitas pada anak, yaitu faktor
neurologis terutama ketidakmatangan
fungsi sentral nervus sistem yang
mempengaruhi hantaran rangsang dari
saraf perifer tidak dapat bekerja dengan
baik akibatnya anak cepat bereaksi
tanpa memikirkan akibat dari perilakunya/impulsivitas. Reaksi toxic atau
keracunan terutama makanan-makanan
yang mengandung zat aditif dan polusi
udara dan air yang mengandung timbal
yang masuk ke dalam tubuh dan
beredar ke otak dan mempengaruhi
fungsi intelektual, persepsi, sensasi,
memori sehingga memori tidak dapat
bekerja dengan baik sehingga anak
berperilaku agresif.
Kondisi prenatal,
kondisi kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan hiperaktivitas sebagaimana dikemukakan
Taylor
(Suharmini,
2005)
seperti
preeclamsia yaitu tekanan darah ibu
hamil meniningkat secara tiba-tiba, ibu
hamil yang memiliki kebiasaan merokok
dan minum minuman keras. penyebab
yang terjadi pada fase pranatal dan
posnatalpun
dapat
mempengaruhi
kondisi janin yang ada dalam kandungan. Pada saat di dalam kandungan
misalnya, ibu hamil yang sering minum
minuman
beralkohol,
merokok,
mengonsumsi obat-obatan terlarang
serta zat-zat kimia berbahaya lainnya
yang dapat memengaruhi kondisi kehamilan, berat badan lahir rendah.
Setelah anak dilahirkan pun dapat terjadi kelainan yang diakibatkan kesalahan nutrisi, kerusakan atau trauma
neurologis sejak dini, dan menderita
penyakit sejak dini. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi perkembangan otak janin dan anak yang ke-

22 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


mungkinan
dapat
mengakibatkan
fungsi kognitif meskipun mereka tidak
simtom-simtom ADHD. Kotima, dkk.,
terdiagnosa sebagai orang yang men2003 dan Linnet, dkk., 2003 (dalam
derita kekurangan perhatian (Semiun,
Baihaqi dan Sugiarmin, 2008) menemu2006). Keterlibatan genetik dan kromokan ada kaitannya antara merokok sesom memang masih belum diketahui
lama kehamilan dengan ADHD. Begitu
secara pasti. Hasil penelitian ditemukan
pun dengan konsumsi alkohol yang
bahwa pada kebanyakan anak ADHD
berlebihan menurut Mick, Biederman,
mempunyai saudara kandung yang
Faraone, Sayer, dan Kleiman (2002)
memiliki kelainan yang sama. Ukuran
dapat mengakibatkan inatensi, hiperaktif, impulsifitas, keterlambatan dalam
otak anak dengan ADHD 5%-10% lebih
pembelajaran dan perilaku.
kecil dibandingkan anak normal juga di
Faktor genetik tampaknya medalam otak anak dengan gangguan
megang peranan terbesar terjadinya
ADHD ini ditemukan perubahan susungangguan perilaku ADHD (semiun,
an kimiawi (Priyatna, 2010).
2006). Beberapa penelitian yang diPREVALENSI ADHD
lakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas
yang terjadi pada seorang anak selalu
ADHD dapat mengenai siapa
disertai adanya riwayat gangguan yang
saja dan dari negara serta budaya apa
sama dalam keluarga setidaknya satu
pun. Rata-rata angka kejadiannya berorang dalam keluarga dekat. Didapatkisar antara 3%-10% (Patternotte, 2010).
kan juga sepertiga ayah dari anak penDi Belanda persentase anak ADHD berderita
hiperaktif
juga
menderita
kisar 2-8% pada anak sekolah usia
gangguan yang sama pada masa kanak
sampai 14 tahun, dimana 2% dari
mereka. Orang tua dan saudara penmereka merupakan ADHD dengan
gejala yang parah, sedang 3-8% adalah
derita ADHD mengalami resiko 2-8 kali
ADHD ringan. Di Amerika dilaporkan
lebih mudah terjadi ADHD, kembar
bahwa penyandang ADHD pada anak
monozygotic lebih mudah terjadi
sekolah mencapai 5-10%, sedang di
ADHD dibandingkan kembar dizygotic
Ukraina antara 2-20%. Di Indonesia senjuga menunjukkan keterlibatan fator
diri angka prevalensi yang dikemukagenetik di dalam gangguan ADHD.
kan Saputro (2009) sesuai dengan
Penelitian yang dilakukan Kuntsi dan
asumsi Walters (1993) untuk anak usia
Stevenson pada tahun 2000 ditemukan
sekolah dasar sebesar 517.017 sampai
bahwa orangtua yang mengidap ADHD
1.292.542 anak dan akan terjadi penambahan baru setiap tahunnya sebanyak
memiliki resiko ADHD sebesar 60%
3000-7500 kasus. Priyatna (2010),
mendekaati tiga kali lebih banyak terjadi
mengungkapkan dalam bukunya Not A
pada keturunan langsung daripada
Little Monster mengungkapkan bahwa
adopsi (Baihaqi & Sugiarmin, 2008).
gangguan ADHD ini ditemukan seBahkan orangtua dari anak-anak yang
banyak 2-10% populasi anak-anak semengalami gangguan hiperaktivitas.
cara global. ADHD adalah kelainan
Angka ADHD cenderung mengalami
perilaku yang dialami kira-kira 8%
masalah yang berhubungan dengan
sampai 10% anak dari seluruh populasi
23 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


anak secara global. Dimana porsi anak
laki-laki lebih banyak tiga kali dibanding anak perempuan (Priyatna,
2010). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia
sekolah sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1%
sangat hiperaktif. Sekitar 30-40% dari
semua anak-anak yang diacu untuk
mendapatkan
bantuan
profesional
karena masalah perilaku, datang dengan
keluhan yang berkaitan dengan ADHD
(Baihaqi&Sugiarmin, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan
Breton pada tahun 1999 ditemukan
bahwa ADHD banyak dialami anak lakilaki daripada anak perempuan dengan
estimasi 2-4% untuk anak perempuan,
dan 6-9% untuk anak laki-laki. Rasio
ADHD anak laki-laki dan perempuan
adalah 3:1. Bahkan hasil penelitian
Lahey, Miller, Gordon, dan Riley (1999)
menunjukkan
perbanding-an
yang
cukup mengejutkan yaitu 6:1 bahkan
lebih (Baihaqi&Sugiarmin (2008). Rasio
ADHD pada anak laki-laki lebih tinggi
diperkirakan karena pada anak laki-laki
lebih menunjukkan agresifitas yang
tinggi dibanding anak perempuan. Hal
ini senada dengan yang dikemukakan
Silverthon, Fric, Kuper, dan Ort (1996)
bahwa pada anak perem-puan tingkat
konsentrasi lebih tinggi dibanding anak
laki-laki yang memiliki gangguan
ADHD (Baihaqi&Sugiarmin, 2008).
Sebagai seorang guru dan orangtua perlu mewaspadai dan mengenal
lebih jauh tentang kebiasaan-kebiasaan
anak didiknya. Pada jangka panjang,
anak-anak ADHD yang tak ditangani
akan membawanya pada konsep diri
yang negatif, yang akan menyebabkan
anak kehilangan dorongan untuk berperilaku sebaik mungkin di sekolah.
Dengan mengenal anak gangguan pe-

musatan perhatian dan hiperaktivitas


sedini mungkin, maka akan dapat dilakukan intervensi dini untuk menghindari terjadinya masalah psikososial
dan gangguan tingkah laku yang
kompleks, serta meningkatkan kemampuan belajar anak seoptimal mungkin.
Sebelum memberikan penanganan kepada anak, orang tua maupun
guru perlu memperhatikan perilakuperilaku yang ditunjukkan anak. Di
dalam kelas, seorang guru dapat mengamati anak saat proses pembelajaran
berlangsung seperti apakah anak selalu
mengganggu temannya, mondar-mandir
ke sana kemari tanpa tujuan yang jelas,
tidak dapat berkonsentrasi, mata tidak
pernah terarah pada guru saat
pembelajaran berlangsung, menunjukkan ekspresi wajah yang tidak tepat
kepada temannya. Begitupun di rumah,
sebagai orang tua perlu memberikan
perhatian terhadap perilaku anak di
rumah, baik perilaku yang diharapkan
maupun yang tidak diharapkan dan
pada kondisi apa perilaku yang tidak
diharapkan tersebut muncul.
Sebelumnya pernah ada istilah
ADD, kependekan dari Attention Defisit
Disorder yang berarti gangguan pemusatan
perhatian.
Kenyataannya,
ADHD ini tidak selalu disertai dengan
gejala hiperaktivitas. Di indonesia,
ADHD sering diterjemahkan sebagai
Gangguan
pemusatan
Perhatian
dengan/tanpa Hiperaktif (GPP/H).
Anak dengan ADHD kerap kali
tumpang tindih dengan kondisi lain
seperti gangguan menentang dan
melawan
(Oppositional
Defiant
Disorder/ODD).
Sebenarnya anak-anak semacam
ini sudah dapat dikenali sejak masih
kecil. Pada saat anak sudah dapat berjalan, menunjukkan aktivitas yang berbeda dengan anak normal. Mereka lebih
banyak bergerak, rewel, gelisah bahkan

24 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


orangtua kadang merasa tidak tahu apa
yang dimaui anak.
GEJALA ADHD
Anak dengan gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktivitas
menunjukkan gejala utama aktivitas
yang berlebihan, tidak dapat diam,
selalu bergerak, tidak mampu
memusatkan perhatian, dan menunjukkan
impulsivitas. Gangguan ini adalah
gangguan biologis pada fungsi otak
yang bersifat kronis yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif anak,
seperti persepsi, pemusatan perhatian,
pemrosesan informasi dan respon
motorik.
Di sekolah gangguan ini merupakan masalah utama yang mengakibatkan anak mengalami kesulitan
belajar atau kesulitan anak dalam berinteraksi dengan anak lainnya dan juga
guru.
Attention
Deficit/hyperavtivity
disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktivitas
adalah gangguan perilaku yang timbul
pada anak dengan pola gejala restless
atau tidak bisa diam, inattentive atau
tidak dapat memusatkan perhatian dan
peri-laku impulsif. ADHD secara internasional dijelaskan dalam buku rujukan
diagnosis Psikiatri oleh Asisiasi Psikiater di Amerika, sebagaimana yang dikutip Semiun (2006:158-159) menyatakan bahwa seseorang untuk dapat didiagnosis mengalami gangguan hiperaktivitas sekurang-kurangnya memiliki
8 dari gejala-gejala yang ada, yaitu:
Tangan dan kakinya selalu bergerakgerak atau menggeliat-geliat di tempat
duduk; (2) Kalau disuruh duduk, sulit
untuk tetap duduk; (3) Mudah terganggu oleh stimulus-stimulus dari luar;
(4) Sulit menunggu gilirannya dalam
permainan-permainannya ata situasi-

situasi
kelompok;
(5)
Seringkali
menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelum selesai ditanyakan; (6) Sulit melaksanakan perintah dari orang lain; (7)
Sulit mempertahankan perhatian dalam
tugas-tugas atau aktivitas permainan; (8)
Seringkali berpindah dari satu aktivitas
yang belum selesai ke aktivitas lain; (9)
Sulit bermain dengan tenang; (10)
Berbicara terlalu banyak (cerewet); (11)
seringkali mengganggu atau mencampuri urusan orang lain; (12) Seringkali melupakan hal-hal yang dibutuhkan untuk tugas-tugas.

Selain gejala-gejala yang ditunjukkan anak di atas, Baihaqi dan


Sugiarmin (2008:46-47) mengelompokkan gejala-gejala hiperaktivitas/ADHD
dari tiga sudut pandang, yaitu:
a. Gangguan Pemusatan perhatian
b. Gejala hiperaktivitas
c. Gejala Impulsivitas
Anak-anak dengan gangguan
pemusatan perhatian ini lebih sering
mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Barkley (1998), Plizska
1999 bahwa:
Di kelas, anak-anak dengan gangguan
ini memiliki tingkah laku yang disruptif,
suka mengganggu orang lain, sekitar
56% anak membutuhkan bimbingan belajar, 30% tidak naik kelas, 30%-40%
membutuhkan kelas khusus, 10%-20%
dikeluarkan dari sekolah, 46% berhenti
melaknjutkan sekolah, 10%-35% dari
mereka tidak mampu melanjutkan ke
sekolah lanjutan atas (Saputro, 2009:3).

Mencermati hasil penelitian yang


dilakukan oleh Barkley dan Plizska tersebut sangat disayangkan jika ada anak
dalam kondisi demikian dibiarkan berlarut-larut. Hal ini dapat merusak masa
depan mereka. Secara akademik mereka
akan mengalami putus sekolah atau
dikeluarkan dari sekolah akibat perilaku

25 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


yang ditunjukkan tidak dapat diterima
lingkungannya.
Anak-anak sebagaimana yang
digambarkan di atas disebut dengan
anak ADHD. Menurut Patternote &
Buitelaar (2010) ADHD (Attention Deficit
Hiperactivity Disorder atau Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas) merupakan gangguan di
dalam otak secara parah yang dapat
mengancam tumbuh kembang anak.
Artinya, kelainan sistem saraf yang ada
di otak dapat menghambat tugas-tugas
akademik, sosial, emosional, bahasa,
dan motorik anak. Dengan aktivitas
yang tidak mau diam/tidak dapat dikontrol mereka berbuat sekehendak
hati. Memanjat, memecahkan perabot,
membuat anak lain menangis merupakan aktivitas yang rutin dialami. Mereka
tidak pernah diam, berlarian ke sana ke
mari bahkan seperti tidak mendengarkan teguran orang disekitarnya.
Di sekolah anak-anak semacam
ini sering menimbulkan masalah karena
pada saat pelajaran sedang berlangsung,
mereka keluar masuk kelas seenaknya,
tidak mengerjakan tugas yang diberikan
guru, tidak mau tenang duduk di
tempatnya, sering memmbuat keributan, dan tidak pernah menyelesaikan
tugas tepat waktu. Konsentrasi mereka
mudah beralih bahkan karena hal-hal
sepele. Mereka tidak disiplin, dan
kurang dapat menyesuaikan dengan
peraturan yang ada.
Andrian, Ashman, dan John
Elkins (1994) yang dikutip Purwanta
(2005)
menyatakan bahwa problem
utama pada anak-anak hiperaktif adalah

ketidakmampuan untuk mengontrol


perilakunya. Selain itu mereka juga
mengalami gangguan dalam kognisi
seperti berpikir, mengingat, membaca,
menggambar, dan kemampuan mengorganisasikan fungsi mental lainnya
(Baihaqi
dan
Sugiarmin,
2008).
Penanganan sedini mungkin dan tepat
dapat membantu anak sehingga mereka
dapat mengejar perkembangan yang
terhambat akibat hiperaktivitas yang
dialami. Penanganan dengan penyimpangan perilaku tidak dapat dibiarkan
begitu saja tanpa
INTERVENSI ANAK ADHD
Sebagai seorang guru dan orangtua perlu mewaspadai dan mengenal
lebih jauh tentang kebiasaan-kebiasaan
anak didiknya. Pada jangka panjang,
anak-anak ADHD yang tak ditangani
akan membawanya pada konsep diri
yang negatif, yang akan menyebabkan
anak kehilangan dorongan untuk berperilaku sebaik mungkin di sekolah.
Dengan mengenal anak gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
sedini mungkin, maka akan dapat dilakukan intervensi dini untuk menghindari terjadinya masalah psikososial
dan gangguan tingkah laku yang
kompleks, serta meningkatkan kemampuan belajar anak seoptimal mungkin.
Penanganan dengan penyimpangan perilaku tidak dapat dibiarkan
begitu saja tanpa penanganan yang
tepat. Penyimpangan perilaku ini akan
menimbulkan masalah bagi perkembangan anak yang optimal dan lingkungannya. Andrian, Ashman, dan John
Elkins (1994) yang dikutip Purwanta

26 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


(2005)
menyatakan bahwa problem
utama pada anak-anak hiperaktif adalah
ketidakmampuan untuk mengontrol
perilakunya. Selain itu mereka juga
mengalami gangguan dalam kognisi
seperti berpikir, mengingat, membaca,
menggambar, dan kemampuan mengorganisasikan fungsi mental lainnya
(Baihaqi
dan
Sugiarmin,
2008).
Penanganan sedini mungkin dan tepat
dapat membantu anak sehingga mereka
dapat mengejar perkembangan yang
terhambat akibat hiperaktivitas yang
dialami.
Menurut Suharmini (2005) ada
beberapa metode terapi yang dapat diberikan bagi anak dengan hiperaktivitas
dan gangguan perhatian.
Pertama,
Therapy Sensory Integrative merupakan
salah satu metode untuk merubah atau
mengurangi penyebab dari disfungsi
integrasi sensori yang merupakan fokus
dari hiperaktif. Ada 4 fokus dalam
metode ini, yaitu: latihan persepsi, latihan koordinasi motorik, rangsang sistem
vestibular, dan rangsang olfaktori.
Kedua, terapi permainan dengan tujuan
untuk memberikan layanan yang bersifat fisik dan psikis sehingga anak
merasa rileks, memperoleh kesenangan
dan menambah teman. Dengan terapi
permainan ini konsentrasi anak dapat
meningkat, mengurangi impulsitas,
mengurangi hiperaktivitas, meningkatkan kerjasama dengan keterampilan
sosial, meningkatkan fungsi kognitif
dan motorik anak. Ketiga, terapi musik.
Nordolf & Robbins (1971) mengemukakan musik sangat signifikan sebagai
terapi psikologis, fisiologis dan gangguan-gangguan kepribadian. Perilaku yang
dapat dipengaruhi melalui). terapi ini
adalah perilaku yang nampak (overt)
dan perilaku yang tidak nampak (covert)
(Suharmini, 2005).

Selama ini program intervensi


bagi anak hiperaktif belum memiliki
standar yang baku. Artinya program
intervensi yang dilakukan masih terpisah-pisah. Akibat program intervensi
yang dilakukan oleh terapis, orang tua
dan guru di sekolah tidak terstandar,
sehingga menimbulkan kebingungan
bagi anak. The Iowa Departemen of
Education (1996) yang dikutip oleh
Bagaskara
(2010)
mengemukakan
standar program intervensi bagi anak
yang terdiri dari sembilan komponen
yang perlu diperhatikan oleh terapis,
guru, sekolah dan orang tua, yaitu:
1. Identifikasi anak
2. Dukungan pembelajaran
3. Dukungan layanan berbasis sekolah
4. Konseling
5. Dukungan masyarakat
6. Keterlibatan orang tua
7. Pelayanan staf dan keterlibatan staf
8. Keterpaduanh antara lingkungan
nondiskriminatif dan akses terbuka
9. System monitoring
Pengaturan tempat duduk, hiasan-hiasan di dalam kelas yang memungkinkan anak untuk beralih perhatian, dan suara gaduh perlu diminimalisir dengan baik.
Pembiaran, kurang pengawasan
orang tua, kurang disiplin di sekolah
terhadap anak ADHD dapat mengakibatkan perilaku criminal sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan
oleh Dewan Pengurus Peradilan Remaja
tahun 2003 menunjukkan pola:
1.
2.
3.
4.

27 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

30% diantara pelanggar muda


tinggal bersama kedua orangtua.
27% sebelumnya telah dikeluarkan
dari sekolah.
41% membolos secara teratur.
42% dinilai sebagai kurang berprestasi di sekolah.

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


5.
6.
7.
8.
9.

40% berhubungan dengan teman


sebaya yang secara aktif terlibat
dalam kegiatan kriminal.
25% memiliki teman-teman yang
melanggar.
50% trercatat sebagai pengguna
obat-obatan berbahasa.
75% dianggap sebagai inmpulsif
dan bertindak tanpa berpikir, serta
9% dianggap menghadapi resiko
melukai diri atau bunuh diri (15%)
terjadi pada wanita (Baihaqi &
Sugiarmin, 2008:43).

Berdasarkan data di atas, kemungkinan terburuk dapat terjadi pada


anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD), olehnya itu penanganan yang tepat sejak
dini dan terpadu dari lingkungan
sekolah, keluarga dan masyarakat perlu
dilakukan. Selain obat-obatan untuk
menghambat munculnya hiperaktivitas
pada anak, terapi perilaku pun dapat
dilakukan.
Di lingkungan pendidikan membangun kepatuhan perlu dilakukan
guru dengan tetap konsisten tetapi
fleksibel dengan aturan main yang ada
mulai dari posisi tempat duduk di kels,
saat pembelajaran, dan saat memberikan
tugas. Hal ini dapat mengurangi kebingungan anak.
Baihaqi & Sugiarmin (2008)
menyarankan aturan yang konsisten
tetapi fleksibel dengan cara mengatur
tempat duduk di dalam kelas seperti:
1. Tempatkan siswa dekat guru.
2. Tempatkan siswa di depan membelakangi kelas.
3. Keliling siswa ADHD dengan model
peran yang baik.
4. Hindari rangsang yang dapat mengalihkan perhatian.
5. Hindari peralihan, perubahan, dan
relokasi fisik.

PENUTUP
Banyak orang tua maupun guru
yang tidak mengetahui perilaku hiperaktif, sehingga mereka tidak memberikan penangan yang cepat dan tepat.
Penderita hiperaktivitas yang tidak ditangani dengan baik, dapat mengalami
penyimpangan periku seperti suka
mengamuk, menyakiti orang atau
menyerang bahkan perilaku criminal
lainnya. Banyak metode yang dapat
digunakan seperti terapi perilaku,
Sonrise, metode bermain, terapi music,
dan terapi kesibukan.
DAFTAR PUSTAKA
Bagaskara, Riana. 2010. Anak beresiko:
Identifikasi, Asesmen, dan Intervensi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Baihaqi

MIF, Sugiarmin M. 2008.


Memahami dan Membantu Anak
ADHD. Bandung: Refika Aditama.

Paternotte, Arga & Buitelaar. 2010.


ADHD. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas). Tanda-Tanda, Diagnosis, Terapi, Serta Penanganannya di Rumah dan Di Sekolah.
Jakarta: Prenada Media Grup.
Priyatna, Andri. 2010. Not a Little
Monster: Memahami, Mengasuh
dan Mendidik Anak Hiperaktif.
Jakarta:
Elex
Media
Komputindo
Purwanto, Edi. 2005. Modifikasi Perilaku:
Alternatif Penanganan Anak Luar
Biasa. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan ketenagaan
Perguruan Tinggi, Direktorat

28 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Ikhtiyar, Volume 11 No. 2. April Juni 2013


Jendral Pendidikan Tinggi,
Departemen
Pendidikan
Nasional.
Saputro, Dwidjo. 2009. ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder).
Jakarta: Sagung Seto.
Semiun,

Yustinus. 2006. Kesehatan


Mental 2: Gangguan-gangguan
Kepribadian,
Reaksi-Reaksi
Simtom
Khusus,
Gangguan
Penyesuaian Diri, Anak-Anak
Luar Biasa, dan Gangguan
Mental Yang Berat. Yogyakarta:
Kanisius.

Suharmini, Tin. 2005. Penanganan Anak


Hiperaktif. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan ketenagaan
Perguruan Tinggi, Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi,
Departemen
Pendidikan
Nasional.
Sujarwanto. 2005. Terapi Okupasi untuk
Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta: Direktorat Pendidikan
Tinggi. Direktorat Pembinaan
Tenaga Kependidikan dan
Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Departemen
Pendidikan
Nasional.

29 UPT. Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Makassar

Anda mungkin juga menyukai