Anda di halaman 1dari 13

HALAMAN SAMPUL

STUDI KASUS DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN PENDEKATAN


KEDOKTERAN KELUARGA

DISUSUN OLEH:

Nabil Ainun Sajid C014182125


Muhammad Fikri Hidayat C014182243
Muhammad Nadhiev C014182260
A.Idha Dzulhijani C C014191006
Gianina Helena Manapa S C014191009

Supervisor I :Dr. dr. Andi Alfian Zainuddin, MKM (Bagian IKK & IKP)
Supervisor II : dr. Rudianto Joto, M.Kes (Puskesmas Tabaringan )

BAGIAN KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN KEDOKTERAN PENCEGAHAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
AGUSTUS 2020
STUDI KASUS DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN PENDEKATAN
KEDOKTERAN KELUARGA
Nabil Ainun Sajid1*, Muhammad Fikri Hidayat1*, Muhammad Nadhiev1*, Andi Idha
Dzulhijani Caecaria1*, Gianina Helena Manapa Sampetoding1*, Andi Alfian Zainuddin1*,
Rudianto Joto1*,

1) Bagian Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Pencegahan

2) Puskesmas Tabaringan, Makassar, Sulawesi Selatan

*Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

ABSTRAK

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insuli, kerja insulin atau kedua-
duanya. Proporsi kejadian diabetes mellitus yang paling banyak pada diabetes mellitus
tipe 2 yaitu 85%-95% dari populasi dunia yang mengalami diabetes mellitus. Pada tahun
2015, jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia sebanyak 10 juta orang. Diabetes
mellitus di Sulawesi selatan menempati urutan kedua setelah penyakit jantung dan
pembuluh darah dengan persentasi kasus 15,76%. Studi kasus ini diperoleh melalui
anamnesis, pemeriksaan fisis, perlengkapan data keluarga, analisa psikososial serta
lingkungan, serta penilaian berdasarkan diagnosis holistik. Kasus ini mendeskripsikan
seorang pasien berusia 44 tahun dengan diagnosis diabetes mellitus dan mempunyai
faktor risiko genetic serta gaya hidup yang kurang baik., seperti jarang melakukan
aktivitas fisik. Pasien diberikan obat anti diabetes oral serta konseling kesadaran untuk
berobat secara rutin serta melakukan pola hidup yang sehat. Pengobatan yang
dilakukan membutuhkan kerjasama antara dokter keluarga, keluarga pasien serta
pasien itu sendiri. Hal ini dapat meningkatkan upaya pasien dalam melakukan
pengobatan secara rutin, pola hidup yang sehat agar dapat mencapai target
pengelolaan yang ideal.

Kata Kunci : Diabetes Mellitus, Kedokteran Keluarga, Puskesmas Tabaringan


LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insuli, kerja insulin atau kedua-
duanya. (Perkeni, 2015). Diabetes mellitus ditandai dengan kadar gula darah melebih
normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dL dan kadar gula
darah puasa diatas sama dengan 126 mg/dL (Dita, 2017). Diabetes mellitus
diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM getasional dan DM
tipe lain (Perkeni, 2015).

Proporsi kejadian diabetes mellitus yang paling banyak pada diabetes mellitus
tipe 2 yaitu 85%-95% dari populasi dunia yang mengalami diabetes mellitus. WHO
memproyeksikan bahwa diabetes akan menjadi penyebab kemarian ketujuh didunia
(Adri et al, 2020). Pada orang dewasa, DM tipe 2 didunia sebesar 90-95% kasus dari
diabetes yang lainnya. Pada usia 20 tahun keatas, lebih dari 10 orang menderita
komplikasi akibat diabetes sedangkan 65 tahun keatas, kasus DM tipe 2 meninggkat 1-
4 kali lipat (Meidikayanti, 2017).

Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang memiliki jumlah penderita
diabetes mellitus terbanyak. Pada tahun 2015, jumlah penderita diabetes mellitus di
Indonesia sebanyak 10 juta orang. Dan berdasarkan WHO, prevalensi diabetes mellitus
di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta orang (Kistinata et
al, 2018).

Prevalensi diabetes mellitus yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi


terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%)
dan Nusa Tenggara Timur (3,3%) (Riskesdas, 2013). Kejadian diabetes mellitus di
Sulawesi Selatan menempati urutan kedua penyakit tidak menular setelah penyakit
jantung dan pembuluh darah pada tahun 2017 sebanyak 15,76% (Dinkes SulSel, 2018)

Tingginya prevalensi dan persentasi kematian yang disebabkan oleh diabetes


mellitus menyebabkan kesadaran akan pentingnya pengobatan diabetes dalam
masyarakat. Selain itu dapat meminimalisir terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh
diabetes mellitus
DESKRIPSI KASUS

Tn. A, usia 44 tahun, seorang karyawan swasta didiagnosis memiliki penyakit


diabetes mellitus tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu. Diagnosa ditegakkan ketika pasien
melakukan pemeriksaan tes gula darah pertama kali dengan hasilnya 300 mg/dL.
Pasien tidak mengalami gejala spesifik diabetes mellitus, pasien hanya mengeluhkan
cepat capek. Pasien juga melakukan medical check-up pada awal tahun 2020 dan pada
hasil pemeriksaan tes gula darah hasilnya tinggi tetapi pasien tidak dapat mengingat
hasilnya. Keluhan saat ini pasien merasakan kaki sering nyeri.

Saat ini pasien rutin mengkonsumsi Obat Oral Anti Diabetes yaitu Metformin dan
Glimepirid. Selain itu pasien juga rutin melakukan pemeriksaan gula darah. Riwayat
hipertensi disangkal, riwayat merokok ada tetapi sudah berhenti selama 3 tahun
terakhir. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat gagal ginjal tidak ada. Riwayat
alergi dan asma disangkal. Pasien juga memiliki riwayat menderita hepatitis saat kecil.
Riwayat pasien menderita TB pada bulan Maret 2020 dan mengkonsumsi OAT selama
6 bulan hingga bulan September. Riwayat penyakit yang sama dikeluarga ada yaitu ibu
pasien. Sebelum pasien didiagnosa dengan diabetes mellitus pasien sering
mengkonsumsi minuman yang manis seperti sirup DHT.

Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum baik, compos mentis.
Status generalis dalam batas normal. Status gizi pasien adalah overweight dengan
berat badan 64 kg dan tinggi badan 167 cm (IMT : 23,8 kg/m 2). Status lokalis dalam
batas normal. Pemeriksaan laboratorium terakhir menunjukkan kadar gula darah adalah
149 mg/dL.

Tn. A merupakan anak kedua dari sembilan bersaudara. Saat ini pasien tinggal
dengan istrinya (44 tahun) dan tiga orang anaknya, dua orang laki-laki dan satu orang
perempuan. Anak pertama berumur sembilan tahun, anak kedua berumur tujuh tahun
dan anak ketiga berumur empat tahun. Tempat tinggal pasien di Jalan Tinumbu dan
dekat dengan pasar. Kebersihan dan ventilasi rumah baik. Setiap ruangan
mendapatkan pecahayaan sinar matahari yang cukup. Sumber air yang digunakan
bersih dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Pasien memiliki jaminan kesehatan berupa BPJS. Pasien dan keluarga sering
memeriksakan kesehatan di Puskesmas Tabaringan. Jarak dari rumah pasien ke
Puskesmas Tabaringan dekat.

Dalam mengevaluasi status kesehatan Tn. A maka digunakan konsep Mandala


of Health. Genogram keluarga Tn. A menunjukkan adanya riwayat penyakit yang sama
pada keluarga

Keterangan :

: Laki-laki : Penderita DM

: Perempuan : Tinggal serumah

Gambar 1. Genogram Keluarga Tn. A


Pasien Istri

Anak Anak Anak


Laki- Perem- Laki-
laki puan laki

Gambar 2. Family Circle

Secara subjektif, fungsionalitas keluarga pasien dapar dievaluasi menggunakan


Family APGAR. Menurut penilaian subjektif pasien, keluarga mendukung oenuh dalam
aspek adaptasi, kemitraan, pertumbuhan, kasih saying dan kebersamaan dalam
mengobati penakitnya. Jika dijumlahkan, maka hasilnya adalah 10 yang menunjukkan
fungsi keluarga sudah berjalan dengan baik (highly functional family). (Tabel 1)
Sering/ Kadang- Jarang/
No. Pernyataan
Selalu (2) kadang (1) Tidak (0)
Saya puas bahwa saya dapat kembali

1. kepada keluarga saya, bila saya
menghadapi masalah
Saya puas dengan cara2 keluarga saya

2. membahas serta membagi masalah
dengan saya
Saya puas bahwa keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan √
3.
saya melaksanakan kegiatan dan
ataupun arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara2 keluarga saya

4. menyatakan rasa kasih sayang dan
menanggapi emosi
Saya puas dengan cara2 keluarga saya √
5.
membagi waktu bersama

Tabel 1. Fungsionalitas keluarga berdasarkan Family APGAR

Dalam melakukan evaluasi status kesehatan pasien secara komprehensif,


digunakan konsep Mandala Of Health. Diagnosis holistik yang dapat ditegakkan sebagai
berikut : Aspek 1. Pasien pertama kali didiagnosis diabetes mellitus satu tahun yang
lalu saat melakukan pemeriksaan kesehatan. Saat itu pasien tidak memiliki keluhan.
Pasien merasa khawatir apabila penyakit yang diderita memburuk sehingga pasien rutin
melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Aspek 2. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosa dengan Diabetes
Mellitus Tipe 2 (E10-E11). Aspek 3. Aspek resiko internal yang didapatkan dari pasien
adalah pasien ibu dari pasien yang menderita penyakit yang sama. Hal ini menunjukkan
adanya faktor genetik pada pasien. Pasien mengaku dulu sering melakukan olahraga
seperti bermain bulu tangkis dan futsal tetapi untuk sekarang sudah sangat jarang
dilakukan. Aspek 4. Aspek psikososial keluarga, istri dan anak pasien memberikan
dukungan yang baik dalam melakukan pengontrolan pengobatan pasien. Lingkungan
social pasien dengan saudara dan masyarakat sekitar juga baik. Untuk sosial ekonomi
pasien saat ini bekerja sebagai karyawan swasta dan memiliki BPJS. Aspek 5. Skala
fungsional pasien menunjukkan pasien tidak terpengaruh buruk oleh kondisi
penyakitnya (skala fungsional derajat 1). (Gambar 3)

BUDAYA

Komunitas
Sering berinteraksi dengan tetangga

Gaya Hidup
Aktivitas fisik kurang

Perilaku kesehatan Lingkungan Psikososial


Rutin pengontrolan kesehatan di
Tn. A Dan Ekonomi
puskesmas Hubungan dengan keluarga
dan tetangga baik

Pelayanan Kesehatan Lingkungan Pekerjaan


Puskesmas dekat dengan rumah Pasien merupakan seorang karyawan swasta

Keluarga
Paham tentang penyakit pasien dan
memberikan dukungan
Faktor Biologi Lingkungan Fisik
Keluarga dengan penyakit Lingkungan rumah bersih, ventilasi dan
yang sama (DM T2) pencahayaan bagus, kebersihan cukup

HUMAN-MADE ENVIRONMENT

Gambar 3. Mandala Of Health

Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan farmakologi dan non
farmakologi. Intervensi non farmakologi yang dapat diberikan adalah menerapkan pola
hidup yang sehat, meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang
teratur,memakan makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi pasien. Perlu juga diberikan dukungan dan nasehat yang positif dari keluarga dan
bila perlu melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PDGM). Pasien juga perlu
melalukan pengecekan secara rutin di fasilitas layanan primer maupun di rumah sakit.
PEMBAHASAN

Tn. A menderita Diabetes Melitus Tipe 2 saat pasien memeriksa kadar gula
darahnya setahun yang lalu. Diagnosis ditegakkan dari hasil pemeriksaan GDS : 300
mg/dl. Pasien tidak memiliki keluhan klasik diabetes mellitus saat itu seperti banyak
makan (Polifagi), banyak minum air (Polidipsi), sering buang air kecil (Poliuri) dan
penurunan berat badan. Pasien hanya mengeluhkan cepat capek. Keluhan pasien saat
ini merasakan kaki sering nyeri. Kriteria diagnosis untuk diabetes mellitus dapat dilihat
pada tabel 2

Jika ditinjau dari teori yang menyatakan bahwa diabetes mellitus dapat terjadi
karena berbagai faktor, diantaranya adalah keturunan dan aktivitas fisik. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Arif (2016) di Kediri, pasien yang menderita diabetes mellitus
hamper seluruhnya memiliki keluarga yang menderita diabetes mellitus dan melakukan
aktivitas fisik yang ringan, sehingga teori tersebut sesuai dengan kondisi Tn. A dimana
ibu dari Tn. A juga menderita diabetes mellitus dan Tn. A juga sudah jarang melakukan
aktifitas fisik.

Menurut WHO, setelah usia 30 tahun, kadar gula darah akan naik 1-2
mg/dL/tahun pada saat puasa, dan akan naik 5.6-13 mg/dL pada 2 jam setelah makan
(Sudoyo, 2016). Pada usia tua juga cenderung memiliki gaya hidup yang kurang aktif
dan pola makan tidak seimbang. Peningkatan risiko diabetes seiring dengan umur
khususnya pada usia lebih dari 40 tahun disebabkan karena adanya proses penuaan
menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pancreas dalam memproduksi insulin.
Selain itu, pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria
di sel–sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di
otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Komairah, 2020)

Dalam perjalanan penyakitnya pasien diterapi dengan terapi non farmakologis


dan farmakologis untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pada pengelolaan pasien DM
Tipe 2 harus direncanakan terapi non farmakologis dan pertimbangan terapi
farmakologis. Hal yang paling penting pada terapi non farmakologis adalah monitor
sendiri kadar glukosa darah dan pendidikan berkelanjutan tentang penatalaksanaan
diabetes pada pasien. Latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30
menit/ kali), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM Tipe 2. Kegiatan sehari-
hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, dan berkebun harus tetap
dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, joging, dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk
mereka yang relative sehat, intensitas latihan jasmani bias ditingkatkan. Sementara bagi
mereka yang sudah mengalami komplikasi DM, intensitas latihan jasmani dapat
dikurangi. Terapi nutrisi medis dilaksanakan dalam beberapa tahap. Pengenalan
sumber dan jenis karbohidrat, pencegahan dan penatalaksanaan hipoglikemia harus
dilakukan terhadap pasien. Terapi nutrisi medis ini bersifat bersifat individu. Secara
umum, terapi nutrisi medis meliputi upaya-upaya untuk mendorong pola hidup sehat,
membantu control gula darah, dan membantu pengaturan berat badan. (Decroli, 2019).

Selain terapi nonfarmakologi, dalam mengontrol gula darah perlu untuk diberikan
terapi farmakologi. Terapi untuk diabetes mellitus terdiri dari banyak golongan dan
kombinasi tergantung dari kondisi klinis yang diderita pasien. Pemberian obat untuk
terapi diabetes mellitus terbagi menjadi obat antihiperglikemik oral dan antihiperglikemik
suntik (insulin). Obat suntik (insulin) hanya diberikan pada keadaan tertentu saja seperti
kadar HbA1c >9%, penurunan berat badan yang sangat cepat, krisis hiperglikemia, dan
gagal dalam terapi oral (Perkeni, 2015). Untuk Tn. A obat yang berikan metformin dan
glimepirid. Metformin memiliki efek berupa menurunkan glukogenesis dan meningkatkan
penggunaan glukosa di jaringan. Karena kerjanya hanya bila ada insulin endogen, maka
hanya efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet pancreas (Pionas, 2019).
Glimepirid merupakan obat anti diabetes oral golongan sulfenilurea yang mempunyai
mekanisme kerja berupa meningkatkan sekresi insulin pada kelenjar pancreas (Ulfa,
Arfiana. 2020)

KESIMPULAN

Diagnosis Diabetes Mellitus yang dimiliki Tn. A didapatkan melalui pemeriksaan


penunjang. Saat itu pasien tidak memiliki keluhan klasik dari diabetes mellitus yaitu
polidipsi, polifagi dan poliuri. Pasien didiagnosis diabetes mellitus sejak satu tahun yang
lalu. Penatalaksanaan dalam kasus diperlukan pasien adalah terapi farmakologi yaitu
rutin mengkonsumsi obat OAD (metformin dan glimepirid)) yang telah diberikan serta
rutin melakukan pengecekan gula darah di puskesmas serta terapi nonfarmakologi yang
dapat diberikan adalah modifikasi gaya hidup dengan mengkonsumsi makanan sesuai
dengan kebutuhan dan melakukan aktivitas fisik yang rutin. Keluarga merupakan
support system yang utama bagi pasien terutama dalam ketaatan meminum obat setiap
harinya. Hal ini diperlukan agar pasien dapat teratur dalam mejalani pengobatan yang
baik sehingga pasien tidak mencapai tahap komplikasi dan kualitas hidup pasien tetap
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adri, K, dkk. (2020). Faktor Risiko Kasus Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Ulkus
DIabetik Di RSUD Kabupaten Sidrap. JKMM. 3(1). Makassar

Arif, Dkk. (2016). Riwayat Penyakit Keluarga Dengan Kejadian diabetes Mellitus. Jurnal
Care Vol. 4, No.1. Kediri.

Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (2018)

Decroli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2.Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Padang

Hestiana, DW. (2017). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam


Pengelolaan Diet Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kota
Semarang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2(2). Semarang

Kistinata, AN, dkk. (2018). Analisis Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Pad Usia
Produktif Dengan Pendekatan WHO Stepwise Step 1 (Core/Inti) Di Puskesmas
Kendalkerep Kota Malang.

Komairah, Rahayu S. (2020). Hubungan usia, Jenis Kelamin dan Indeks Massa Tubuh
dengan Kadar Gula Darah Puasa pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Klinik
Pratama Rawat Jalan Proklamasi, Depok, Jawa Barat. Jurnal Kesehatan Kusuma
Husada.. Vol 11(2):41 –50

Meidikayanti, W. Wahyuni, CU. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas


Hidup Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Pademawu. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 5(2). Surabaya.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2015). Konsensus Pengelolaan dan


Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2019).
Soelistijo, S. et al. (2019) Konsesus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia 2015, Perkeni

Sudoyo, A., et al. (2016). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ulfa, NM. Arfiana, N. (2020). Efektivitas Penggunaan Oral Antidiabetes Kombinasi
Glimepiride Dengan Pioglitazone Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Journal of
Pharmacy and Science. 5(1). Surabaya.

World Health Organiztion. (2020). Diabetes.

Anda mungkin juga menyukai