DISUSUN OLEH:
Supervisor I :Dr. dr. Andi Alfian Zainuddin, MKM (Bagian IKK & IKP)
Supervisor II : dr. Rudianto Joto, M.Kes (Puskesmas Tabaringan )
ABSTRAK
Proporsi kejadian diabetes mellitus yang paling banyak pada diabetes mellitus
tipe 2 yaitu 85%-95% dari populasi dunia yang mengalami diabetes mellitus. WHO
memproyeksikan bahwa diabetes akan menjadi penyebab kemarian ketujuh didunia
(Adri et al, 2020). Pada orang dewasa, DM tipe 2 didunia sebesar 90-95% kasus dari
diabetes yang lainnya. Pada usia 20 tahun keatas, lebih dari 10 orang menderita
komplikasi akibat diabetes sedangkan 65 tahun keatas, kasus DM tipe 2 meninggkat 1-
4 kali lipat (Meidikayanti, 2017).
Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang memiliki jumlah penderita
diabetes mellitus terbanyak. Pada tahun 2015, jumlah penderita diabetes mellitus di
Indonesia sebanyak 10 juta orang. Dan berdasarkan WHO, prevalensi diabetes mellitus
di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta orang (Kistinata et
al, 2018).
Saat ini pasien rutin mengkonsumsi Obat Oral Anti Diabetes yaitu Metformin dan
Glimepirid. Selain itu pasien juga rutin melakukan pemeriksaan gula darah. Riwayat
hipertensi disangkal, riwayat merokok ada tetapi sudah berhenti selama 3 tahun
terakhir. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat gagal ginjal tidak ada. Riwayat
alergi dan asma disangkal. Pasien juga memiliki riwayat menderita hepatitis saat kecil.
Riwayat pasien menderita TB pada bulan Maret 2020 dan mengkonsumsi OAT selama
6 bulan hingga bulan September. Riwayat penyakit yang sama dikeluarga ada yaitu ibu
pasien. Sebelum pasien didiagnosa dengan diabetes mellitus pasien sering
mengkonsumsi minuman yang manis seperti sirup DHT.
Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum baik, compos mentis.
Status generalis dalam batas normal. Status gizi pasien adalah overweight dengan
berat badan 64 kg dan tinggi badan 167 cm (IMT : 23,8 kg/m 2). Status lokalis dalam
batas normal. Pemeriksaan laboratorium terakhir menunjukkan kadar gula darah adalah
149 mg/dL.
Tn. A merupakan anak kedua dari sembilan bersaudara. Saat ini pasien tinggal
dengan istrinya (44 tahun) dan tiga orang anaknya, dua orang laki-laki dan satu orang
perempuan. Anak pertama berumur sembilan tahun, anak kedua berumur tujuh tahun
dan anak ketiga berumur empat tahun. Tempat tinggal pasien di Jalan Tinumbu dan
dekat dengan pasar. Kebersihan dan ventilasi rumah baik. Setiap ruangan
mendapatkan pecahayaan sinar matahari yang cukup. Sumber air yang digunakan
bersih dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Pasien memiliki jaminan kesehatan berupa BPJS. Pasien dan keluarga sering
memeriksakan kesehatan di Puskesmas Tabaringan. Jarak dari rumah pasien ke
Puskesmas Tabaringan dekat.
Keterangan :
: Laki-laki : Penderita DM
BUDAYA
Komunitas
Sering berinteraksi dengan tetangga
Gaya Hidup
Aktivitas fisik kurang
Keluarga
Paham tentang penyakit pasien dan
memberikan dukungan
Faktor Biologi Lingkungan Fisik
Keluarga dengan penyakit Lingkungan rumah bersih, ventilasi dan
yang sama (DM T2) pencahayaan bagus, kebersihan cukup
HUMAN-MADE ENVIRONMENT
Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan farmakologi dan non
farmakologi. Intervensi non farmakologi yang dapat diberikan adalah menerapkan pola
hidup yang sehat, meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang
teratur,memakan makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi pasien. Perlu juga diberikan dukungan dan nasehat yang positif dari keluarga dan
bila perlu melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PDGM). Pasien juga perlu
melalukan pengecekan secara rutin di fasilitas layanan primer maupun di rumah sakit.
PEMBAHASAN
Tn. A menderita Diabetes Melitus Tipe 2 saat pasien memeriksa kadar gula
darahnya setahun yang lalu. Diagnosis ditegakkan dari hasil pemeriksaan GDS : 300
mg/dl. Pasien tidak memiliki keluhan klasik diabetes mellitus saat itu seperti banyak
makan (Polifagi), banyak minum air (Polidipsi), sering buang air kecil (Poliuri) dan
penurunan berat badan. Pasien hanya mengeluhkan cepat capek. Keluhan pasien saat
ini merasakan kaki sering nyeri. Kriteria diagnosis untuk diabetes mellitus dapat dilihat
pada tabel 2
Jika ditinjau dari teori yang menyatakan bahwa diabetes mellitus dapat terjadi
karena berbagai faktor, diantaranya adalah keturunan dan aktivitas fisik. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Arif (2016) di Kediri, pasien yang menderita diabetes mellitus
hamper seluruhnya memiliki keluarga yang menderita diabetes mellitus dan melakukan
aktivitas fisik yang ringan, sehingga teori tersebut sesuai dengan kondisi Tn. A dimana
ibu dari Tn. A juga menderita diabetes mellitus dan Tn. A juga sudah jarang melakukan
aktifitas fisik.
Menurut WHO, setelah usia 30 tahun, kadar gula darah akan naik 1-2
mg/dL/tahun pada saat puasa, dan akan naik 5.6-13 mg/dL pada 2 jam setelah makan
(Sudoyo, 2016). Pada usia tua juga cenderung memiliki gaya hidup yang kurang aktif
dan pola makan tidak seimbang. Peningkatan risiko diabetes seiring dengan umur
khususnya pada usia lebih dari 40 tahun disebabkan karena adanya proses penuaan
menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pancreas dalam memproduksi insulin.
Selain itu, pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria
di sel–sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di
otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Komairah, 2020)
Selain terapi nonfarmakologi, dalam mengontrol gula darah perlu untuk diberikan
terapi farmakologi. Terapi untuk diabetes mellitus terdiri dari banyak golongan dan
kombinasi tergantung dari kondisi klinis yang diderita pasien. Pemberian obat untuk
terapi diabetes mellitus terbagi menjadi obat antihiperglikemik oral dan antihiperglikemik
suntik (insulin). Obat suntik (insulin) hanya diberikan pada keadaan tertentu saja seperti
kadar HbA1c >9%, penurunan berat badan yang sangat cepat, krisis hiperglikemia, dan
gagal dalam terapi oral (Perkeni, 2015). Untuk Tn. A obat yang berikan metformin dan
glimepirid. Metformin memiliki efek berupa menurunkan glukogenesis dan meningkatkan
penggunaan glukosa di jaringan. Karena kerjanya hanya bila ada insulin endogen, maka
hanya efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet pancreas (Pionas, 2019).
Glimepirid merupakan obat anti diabetes oral golongan sulfenilurea yang mempunyai
mekanisme kerja berupa meningkatkan sekresi insulin pada kelenjar pancreas (Ulfa,
Arfiana. 2020)
KESIMPULAN
Adri, K, dkk. (2020). Faktor Risiko Kasus Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Ulkus
DIabetik Di RSUD Kabupaten Sidrap. JKMM. 3(1). Makassar
Arif, Dkk. (2016). Riwayat Penyakit Keluarga Dengan Kejadian diabetes Mellitus. Jurnal
Care Vol. 4, No.1. Kediri.
Decroli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2.Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Padang
Kistinata, AN, dkk. (2018). Analisis Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Pad Usia
Produktif Dengan Pendekatan WHO Stepwise Step 1 (Core/Inti) Di Puskesmas
Kendalkerep Kota Malang.
Komairah, Rahayu S. (2020). Hubungan usia, Jenis Kelamin dan Indeks Massa Tubuh
dengan Kadar Gula Darah Puasa pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Klinik
Pratama Rawat Jalan Proklamasi, Depok, Jawa Barat. Jurnal Kesehatan Kusuma
Husada.. Vol 11(2):41 –50
Sudoyo, A., et al. (2016). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ulfa, NM. Arfiana, N. (2020). Efektivitas Penggunaan Oral Antidiabetes Kombinasi
Glimepiride Dengan Pioglitazone Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Journal of
Pharmacy and Science. 5(1). Surabaya.