Anda di halaman 1dari 13

HALAMAN SAMPUL

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA: TUBERKULOSIS PARU

DISUSUN OLEH:

Nadya Juliani Rusdi C014182245


Andi Muhammad Ghiffari M.M C014182240
Astrid Niken Fijayanti C014191010
Ahmad Ezra Saleh C014191008
Alfi Saqiyah C014191007

SUPERVISOR:

Dr.dr. Andi Alfian Zainuddin, MKM


dr.Rudianto Joto, M.Kes

BAGIAN KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN KEDOKTERAN PENCEGAHAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
Agustus 2020
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA: TUBERKULOSIS PARU

1* 1* 1*
Nadya Juliani Rusdi , Andi Muhammad Ghiffari M.M , Astrid Niken Fijayanti , Ahmad Ezra
1* 1* 1* 2*
Saleh , Alfi Saqiyah , Andi Alfian Zainuddin , Rudianto Joto
1) Bagian Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Pencegahan *Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
2) Puskesmas Tabaringan, Makassar, Indonesia

ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang mana bersifat basil tahan asam (BTA). Penyakit
tuberkulosis ini menular melalui air droplets dan berkembang pesat terutama di daerah
kemiskinan. Indonesia menempati urutan kedua dengan kasus infeksi TB terbesar di
dunia setelah India dan diikuti oleh China. Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi
sepertiga populasi dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan Kejadian TB
tahunan di Indonesia mencapai 1.020.000 kasus.Tingkat kejadian TB adalah 391
perpopulasi. Studi deskriptif ini diperoleh melalui anamnesis yang diperoleh dari
wawancara melalui komunikasi digital (telefon), perlengkapan data keluarga, analisa
psikososial serta lingkungan, serta penilaian berdasarkan diagnosis holistik. Kasus ini
mendeskripsikan seorang pasien laki-laki 44 tahun dengan TB Paru Kategori 1.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi
penyakit pasien. Didapatkan faktor resiko internal yaitu gaya hidup yang buruk yaitu
pasien merupakn perokk aktif sejak muda dan berhenti sejak 3 tahun yang lalu. Keluarga
merupakan suppport system yang utama yang dimiliki tiap orang, oleh karenanya penulis
akan mengkaji lebih dalam sudut pandang kedokteran keluarga dan melihat secara
holistik. Serta diharapkan hasil dari laporan ini tidak hanya menyelesaikan masalah klinis
pasien, tetapi juga mencari dan memberi solusi atas hal-hal yang mempengaruhi
kesehatan pasien dankeluarga.

Kata kunci : Tuberkulosis, Kedokteran keluarga, Diagnostik Holistik, Puskesmas Maradekaya


LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh bakteri (Mycobacterium tuberculosis) yang


paling sering menyerang paru-paru. TBC dapat disembuhkan dan dicegah. TB menyebar
dari orang ke orang melalui udara. Ketika orang dengan TB paru batuk, bersin atau
meludah, mereka mengluarkan kuman TB ke udara. Seseorang perlu menghirup hanya
beberapa kuman ini agar terinfeksi. Orang yang terinfeksi bakteri TB memiliki risiko 5-15%
seumur hidup jatuh sakit dengan TB. Orang dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti
orang yang hidup dengan HIV, kekurangan gizi atau diabetes, atau orang yang
menggunakan tembakau, memiliki risiko lebih tinggi untuk terinfeksi dengan TBC. World
Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
oleh TB paru. Pada tahun 2018, jumlah kasus TB baru terbesar terjadi di wilayah Asia
Tenggara, dengan 44% kasus baru, diikuti oleh wilayah Afrika, dengan 24% kasus baru
dan Pasifik Barat sekitar 18%. Lebih dari 95% kasus dan kematian terjadi di negara
berkembang (WHO,2019).
Gejala umum TB paru aktif adalah batuk dengan dahak dan darah, nyeri dada,
kelemahan, penurunan berat badan, demam dan keringat malam. Banyak negara masih
mengandalkan metode yang telah lama digunakan yang disebut sputum smear
microscopy untuk mendiagnosis TB. Teknisi laboratorium terlatih melihat sampel dahak di
bawah mikroskop untuk melihat apakah ada bakteri TB. Mikroskopi hanya mendeteksi
setengah dari jumlah kasus TB dan tidak dapat mendeteksi resistansi obatTB adalah
penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan. Penyakit TB aktif yang rentan terhadap
obat diobati dengan standar 6 bulan obat antimikroba yang diberikan dengan informasi
dan dukungan kepada pasien oleh pekerja kesehatan atau sukarelawan terlatih. Tanpa
dukungan seperti itu, kepatuhan pengobatan lebih sulit. Antara 2000 dan 2018,
diperkirakan 58 juta jiwa diselamatkan melalui diagnosis dan perawatan TB (WHO,2019).
Penyakit TB Paru menurutSustainable Development Goals (SDGs) sebagai suatu
penyakit yang menjadi target untuk diturunkan, selain malaria dan HIV & AIDS. Pada level
nasional, upaya dilakukan melalui program Directly Observed Treatment Shortcourse
Chemotherapy (DOTS) (KEMENKES, 2016). Menurut laporan Riskesdas tahun 2013
prevalensi penduduk Sulawesi Selatan yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan
tahun 2007 dan 2013 adalah 0,2% dan 0,3%.Lima kabupaten/kota dengan TB paru
tertinggi ada Luwu Utara (0.54%), Wajo (0,46%), Bantaeng (0,44%), Jeneponto (0,44%)
dan Gowa (0,40%). Prevalensi TB hampir tiga kali lebih tinggi di pedesaan dibandingkan
perkotaan dan lima kali lebih tinggi tingkat pendidikan rendah daripada pendidikan tinggi
(Syakur, 2019).
Oleh karena itu, TB masih menjadi masalah kesehatan yang diprioritaskan oleh
Dinas Kesehatan Kota Makassar. Kasus TB juga masih ditemukan di beberapa
puskesmas. Salah satunya puskesmas Maradekayya dengan total sebanyak 52 kasus
baru pada tahun 2019. Dalam upaya memutus rantai infeksi TB, pengetahuan akan pola
pengendalian penyakit merupakan hal penting untuk diketahui. Analisa ini bertujuan untuk
mengevaluasi kondisi pasien TB dalam sudut pandang kedokteran keluarga untuk
menentukan dan mengevaluasi strategi pemberantasan TB kedepan.

ILUSTRASI KASUS

Bapak AA usia 44 tahun , di diagnosis sebagai penderita tuberkulosisi positif BTA.


saat memeriksakan diri ke dokter di puskesmas maradekaya. Awalnya diagnosa
ditegakkan saat pasien memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan batuk yang tak
kunjung sembuh yang dialami kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya hanya
mengonsumsi obat batuk yang dibeli di toko obat atau warung terdekat dan setelah itu
batuk kambuh lagi. Saat sampai di puskesmas dan bertemu dengan dokter pasien diminta
untuk melakukan pemeriksaan sputum karena gejala yang mengarah ke tuberkulosis,
pasien diperiksakan sputumnya dan hasil positif BTA. Awalnya keluhan berupa batuk
berdahak, tidak ada darah, tidak ada demam. Pasien juga mengeluh sering berkeringat
utamanya pada malam hari. Penurunan berat badan ada.
Saat ini pasien telah menyelesaikan pengobatan selama 6 bulan, terakhir tanggal
31 Agustus 2020. Pengobatan dibantu oleh istri beliau untuk diingatkan agar rutin minum
obat. Pasien sering melakukan kontrol ke puskesmas dan juga untuk pengambilan obat
.
Riwayat menderita tuberkulosis sebelumnya tidak ada, ini kali pertama penyakitnya
diketahui. Riwayat penyakit saat ini diabetes ada sekitar 1 tahun sebelumnya dan rutin
berobat. Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit lain seperti hipertensi, penyakit
jantung,alergi , asma.
Riwayat kontak dengan penderita sebelumnya tidak ada.. Riwayat penderita di
lingkungan sekitar rumah atau tempat kerja tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan
yang sama saat ini tidak ada, baik istri maupun anaknya yang tinggal serumah.
Dari hasil check up pemeriksaan sebelumnya, hasil pemeriksaan fisik pasien
didapatkan keadaan umum baik, komposmentis, terdapat sakit ringan,.suhu:36,7 oC,
tekanan darah:120/80 mmHg, nadi: 82 kali/menit, pernafasan: 18 kali/menit, pemeriksaan
thorax: suara nafas, brochovesicular, rhonki basah (-/-) di kedua apex paru, wheezing (-/-
). pemeriksaan abdomen dalam batas normal, pemeriksaan neurologis dalam batas
normal. Status gizi pasien baik. Pemeriksaan suptum BTA positif (pemeriksaan 5 bulan
lalu).
Pasien saat ini berusia 44 tahun. dan saat ini sudah berkeluarga serta mempunyai
3 orang anak. Saat ini tinggal bersama istri (NAA:44 tahun) dan ketiga anaknya. Pasien
bekerja sebagai karyawan swasta.
Kondisi rumah saat ini merupakan perumahan layak huni, dengan ventilasi rumah
yang baik dan pencahayaan yang baik (sinar matahari). Kondisi di rumah semasa sakit
pasien saat ini untuk tidur pisah dengan istri atau sendiri, dan peralatan makan mandi
semuanya masing masing, namun masih berkumpul bersama keluarga di dalam rumah
dengan istri dan anak. Selama sakit pasien rutin menggunakan masker di dalam rumah
dan menjaga kontak langsung dengan keluarga.
Sementara itu jarak yang ditempuh dari rumah ke fasilitas pelayanan kesehatan
menggunakana kendaraan bermotor ditempuh sekitar 15 menit.Lokasi rumah pak AA
sudah berada di luar wilayah Puskesmas Tabaringan.
Secara subjektif fungsionalitas keluarga pasien dapat dinilai berdasarkan
quuesioner Family APGAR, dimana pasien mendapatkan dukungan penuh dalam aspek
adaptasi, kemitraan, pertumbuhan, kasih sayang dan kebersamaan dalam menangani
penyakitnya terutama istri dan anaknya yang selama ini merawat beliau. Sehingga
didapatkan skor 10. Dari total 10 yang mengindikasikan fungsi keluarga yang baik.(high
fungsional family)
No. Pernyataan Selalu(2) Kadang(1) Tidak(0)
1 Sayapuasbilasayadapatkembalikepada YA
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
2 Saya puas dengan cara keluargamembahas YA
serta membagi masalah dengan saya
3 Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan YA
mendukung keinginan saya melaksanakan
kegiatan dan ataupun arah hidup yang baru.
4 Saya puas dengan cara keluarga saya YA
menyatakan rasa kasih sayang dan
menanggapi emosi
5 Saya puas dengan cara cara keluarga saya YA
membagi waktu bersama

Berdasarkan prinsip diagnosis holistik yang ditegakkan pada pasien adalah


sebagaiberikut:
1. Pada aspek 1, Pasien sadar akan penyakitnya setelah mendapatkan keterangan
dari dokter dan ingin berobat tuntas. Dengan harapan penyakitnya segera sembuh.
Dan bisa berkumpul dengan baik seperti sebelum sakit. Pasien jugamengetahui
faktor resiko penularan penyakitnya sehingga saat ini sementara menggunakan
masker secara rutin di rumah, pisah tempat tidur dengan istri dan maupun
penggunaan alat-alat makan ataupun mandi di rumah.
2. Pada aspek 2, Pasien didiagnosis menderita Tuberkulosis berdasarkan gejala klinis
dan pemeriksaan sputum dengan BTA positif.
3. Pada aspek 3, Kondisi pasien saat ini tidak mempengaruhi kondisi psikologisnya
dan menerima penyakit yang diderita. Saat ini pasien dapat berktivitas seperti
semula sebelumsakit.
4. Pada aspek 4, Dalam hal ekonomi atau pembiayaan pengobatan untuk penyakitnya,
pasien dibantu dengan adanya jaminan kesehatan KIS oleh pemerintah. Lingkungan
sosial dan masyarsakat sekitar baik namun semenjak pandemi pasien jarang
beraktivitas atau berinteraksi sosial diluarrumah.
5. Pada aspek 5, Pasien tidak terpengaruh oleh kondisi penyakitnya, tidak ada
gangguan aktivitas dan bekerja seperti sebelum sakit.(skala fungsional derajat1).

Intervensi holistic dan penanganan secara komprehensif mencakup tindakan


terhadap pasien, keluarga dan lingkungannya, edukasi mengenai penyakit dan
penaganan serta pencegahan penularan yang sejaan dengan penyakit TB yang
diderita. Pemberian nasihat atas kondisi dan kesehatan psikologis pasien dan keluarga
serta pemberiaan support kepada pasien untuk optimis terhadap penyakitnya. Peran
keluarga yang sangat penting khususnya mengenai kondisi fisik, psikologis dan
kesehatan.
Gambar 1.Genogram
Gambar 3 Mandala of Health

CULTURE

GAYA HIDUP
Aktivitas fisik kurang, aktif dan
bersosialisasi dengan orang lain di
PERILAKU KESEHATAN luar rumah. Riwayat merokok ada. LINGKUNGAN PSIKOSOSIAL DAN
Pengetahuan tentang penyakitnya baik, EKONOMI
pola berobat rutin dibantu denganPMO Hubungan dengan keluarga
keluarga, mencegah faktorresiko dan lingkungan baik, hanya saja
penularan. Dengan selalumenggunakan berbeda dari sebelumnya, jaga jarak
masker. dan alatalat terpisah. Pasien menerima
keadaannya dan besar harapannya
Tn. AA44 tahun, batuk
untuk sembuh.
berulang disertai dahak yang
tidak kunjung sembuh, TD
120/80 mmHg
PELAYANAN KESEHATAN
Rutin hanya berobat di Puskesmas LINGKUNGANPEKERJAAN
Maradekaya, meski sudh tidak Saat ini pasien bekerja sebagai
berada di wilayah cakupan PKM karyawan swasta

FAKTOR BIOLOGI
LINGKUNGANFISIK
44 tahun, laki-lakii, terdapat faktor
Perumahan layak huni,tidak terlalu
resiko yaitu merokok KELUARGA sempit, 5 orang dalam 1 rumah
Keluarga mengira penyakit biasa, dengan masingmasing
mengerti/ memahami penyakit kamar,ventilasi dan pencahayaaan
pasien sekarang . langsung baik..

HUMAN MADE ENVIRONMENT


DISKUSI

Wawancara via telepon dilakukan pada tanggal 3/09/2020 hingga 4/09/2020 untuk
pendekatan dan perkenalan terhadap pasien serta menerangkan maksud dan tujuan
wawancara, diikuti dengan anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang telah
diderita. Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan masalah kesehatan yaitu seorang
pasien laki-laki berusia 44 tahun yang di diagnosis klinis dengan Tuberkulosis Paru
Kategori 1 ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapatkan, pasien awalnya
mengeluh batuk berdahak dan berwarna kuning kehijauan tanpa berdarah, demam tidak
ada, sering berkeringat terutama saat malam hari. Dirasakan adanya penurunan nafsu
makan serta penurunan berat badan secara drastis. Tuberkulosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis Gejala klinik tuberkulosis secara
umumnya yaitu batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, gejala sistemik
lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun, Diagnosis tuberkulosis
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik,
radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya (Mansjoer, et all.2001)
Penularan TB sangat dipengaruhi oleh masalah lingkungan, perilaku sehat
penduduk, dan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan. Masalah lingkungan yang
terkait seperti masalah kesehatan yang berhubungan dengan perumahan, kepadatan
anggota keluarga, kepadatan penduduk, konsentrasi kuman, ketersediaan cahaya
matahari. Menurut pasien, kondisi rumahnya lumayan baik dari aspek pencahayaan dan
ventilasi. Selama sakit, pasien mengaku bahwa beliau masih berkumpul bersama
keluarga di dalam rumah dengan istri dan anak namun tidur berasingan dengan istri dan
segala peralatan seperti alatan makan dan mandi juga dipisahkan. Hal ini menunjukkan
bahwa pasien sadar akan penyakitnya dan mencoba untuk tidakmenularkannya.
Hasil wawancara kami juga menunjukkan bahwa pasien memiliki pengetahuan
yang cukup tentang penyakit yang ia derita, yang terlihat oleh pola berobat pasien yang
bersifat rutin control berobat. Saat ini telah menyelesaikan pengobatan 6 bulan.
Penatalaksanaan pada pasien ini dimulai dengan pengobatan diabetes melitus dan
pengendalian OAT. Tujuan pengobatan TB antara lain : Menyembuhkan, mengembalikan
kualitas hidup dan produktivitas pasien, Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek
lanjutan, Mencegah kekambuhan TB, Mengurangi penularan TB kepada orang lain,
Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya (Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2011).
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan) dan fase
lanjutan 4 bulan. Tahap Intensif: mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila diberikan dengan tepat maka
pasien menular menjadi tidak menular dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB
BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan. (Bahar A, et Al . 2009). Tahap lanjutan:
tahap yang sangat penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan. (Bahar A, et Al . 2009). Pada pasien ini, pengobatan dibantu oleh
anak beliau untuk diingatkan agar rutin minum obat, dengan harapan tidak terjadinya
resistensi OAT pada pasien. Pasien sering melakukan kontrol ke puskesmas dan juga
untuk pengambilan obat.
Pada hasil wawancara, pasien termasuk Kategori 1 dengan pasien kasus baru TB
Paru BTA positif yang dimana Kategori 1 (2RHZE/4R3H3), diberikan untuk: Pasien kasus
baru TB paru BTA positif, Pasien kasus baru TB paru BTA negatif foto toraks positif,
Pasien TB ekstra paru (Kementerian Kesehatan RI. 2015).
Berdasarkan wawancara juga didapatkan baik pasien maupun keluarga memiliki
pengetahuan yang baik tentang penyakit tuberkulosis, yang mana pengetahuan dan
pemahaman seseorang tentang penyakit tuberkulosis dan pencegahan penularannya
memegang peranan penting dalam keberhasilan upaya pencegahan penularan penyakit
tuberkulosis. Hal itu dapat dinilai berdasarkan questioner Family APGAR, dimana pasien
mendapatkan dukungan penuh dalam aspek adaptasi, kemitraan, pertumbuhan, kasih
sayang dan kebersamaan dalam menangani penyakitnya terutama istri dan anak yang
selama ini merawat beliau.
Skor dari Family APGAR pasien adalah 10 yang mana mengindikasikan fungsi
keluarga yang sangat baik meski Family circle dari pasiennya kecil. Walau pun begitu,
pasien mendapat dukungan yang sangat baik dari aspek ekonomi, social, spiritual dan
sebagainya dari Family circle tersebut sehingga pasien berasa aman dan puas terhadap
dirinya sekarang. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kepatuhan untuk pengobatan TB Paru, dimana keluarga inti maupun keluarga besar
berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya. Fungsi dasar keluarga
yaitu fungsi perawatan kesehatan.Fungsi perawatan kesehatan adalah kemampuan
keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan (Fatmala
K et. all, 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Trilianto A.E. et all, dari 157 responden (pasien TB) di
Kabupaten Bondowoso, terdapat 139 responden yang mendapatkan dukungan yang baik
dari keluarga mereka dan 132 (94.96%) darinya merupakan responden yang patuh minum
OAT dan tuntas sehingga kembali sembuh. Hal ini menunjukkan bahwa penting dan
besarnya peran dari anggota keluarga dalam membantu pasien mengurus dan melawan
penyakit yang diderita sehingga mendapatkan hasil yang terbaik diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bahar A, Amin Z. 2009. Tuberkulosis Paru.Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Balai
penerbit FKUI.
Depkes, RI., 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan, Jakarta.
Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2015. Profil kesehatan provinsi Sulawesi.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Petunjuk teknis pelayanan tuberkulosis bagi peserta
jaminan kesehatan nasional.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2011Perhimpunan
dokter paruIndonesia.
WHO ,2004. Global tuberculosis report 2004. World Health Organization,Geneva.
WHO ,2019. Global tuberculosis report 2019. World Health Organization,Geneva.
Fatmala, K. and Satyabakti, P., 2017. Hubungan Pengetahuan, Stigma, Dan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Kusta Di Puskesmas Pragaan. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Media Husada, 6(1), pp.67-78.
Trilianto, A., Hartini, H., Shidiq, P. and R, H., 2020. Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Kepatuhan Pengobatan Klien Tuberkulosis Di Kabupaten Bondowoso.
Jurnal Ilmu Kesehatan MAKIA,10(1).

Anda mungkin juga menyukai