DISUSUN OLEH:
SUPERVISOR:
1* 1* 1*
Nadya Juliani Rusdi , Andi Muhammad Ghiffari M.M , Astrid Niken Fijayanti , Ahmad Ezra
1* 1* 1* 2*
Saleh , Alfi Saqiyah , Andi Alfian Zainuddin , Rudianto Joto
1) Bagian Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Pencegahan *Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
2) Puskesmas Tabaringan, Makassar, Indonesia
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang mana bersifat basil tahan asam (BTA). Penyakit
tuberkulosis ini menular melalui air droplets dan berkembang pesat terutama di daerah
kemiskinan. Indonesia menempati urutan kedua dengan kasus infeksi TB terbesar di
dunia setelah India dan diikuti oleh China. Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi
sepertiga populasi dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan Kejadian TB
tahunan di Indonesia mencapai 1.020.000 kasus.Tingkat kejadian TB adalah 391
perpopulasi. Studi deskriptif ini diperoleh melalui anamnesis yang diperoleh dari
wawancara melalui komunikasi digital (telefon), perlengkapan data keluarga, analisa
psikososial serta lingkungan, serta penilaian berdasarkan diagnosis holistik. Kasus ini
mendeskripsikan seorang pasien laki-laki 44 tahun dengan TB Paru Kategori 1.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi
penyakit pasien. Didapatkan faktor resiko internal yaitu gaya hidup yang buruk yaitu
pasien merupakn perokk aktif sejak muda dan berhenti sejak 3 tahun yang lalu. Keluarga
merupakan suppport system yang utama yang dimiliki tiap orang, oleh karenanya penulis
akan mengkaji lebih dalam sudut pandang kedokteran keluarga dan melihat secara
holistik. Serta diharapkan hasil dari laporan ini tidak hanya menyelesaikan masalah klinis
pasien, tetapi juga mencari dan memberi solusi atas hal-hal yang mempengaruhi
kesehatan pasien dankeluarga.
ILUSTRASI KASUS
CULTURE
GAYA HIDUP
Aktivitas fisik kurang, aktif dan
bersosialisasi dengan orang lain di
PERILAKU KESEHATAN luar rumah. Riwayat merokok ada. LINGKUNGAN PSIKOSOSIAL DAN
Pengetahuan tentang penyakitnya baik, EKONOMI
pola berobat rutin dibantu denganPMO Hubungan dengan keluarga
keluarga, mencegah faktorresiko dan lingkungan baik, hanya saja
penularan. Dengan selalumenggunakan berbeda dari sebelumnya, jaga jarak
masker. dan alatalat terpisah. Pasien menerima
keadaannya dan besar harapannya
Tn. AA44 tahun, batuk
untuk sembuh.
berulang disertai dahak yang
tidak kunjung sembuh, TD
120/80 mmHg
PELAYANAN KESEHATAN
Rutin hanya berobat di Puskesmas LINGKUNGANPEKERJAAN
Maradekaya, meski sudh tidak Saat ini pasien bekerja sebagai
berada di wilayah cakupan PKM karyawan swasta
FAKTOR BIOLOGI
LINGKUNGANFISIK
44 tahun, laki-lakii, terdapat faktor
Perumahan layak huni,tidak terlalu
resiko yaitu merokok KELUARGA sempit, 5 orang dalam 1 rumah
Keluarga mengira penyakit biasa, dengan masingmasing
mengerti/ memahami penyakit kamar,ventilasi dan pencahayaaan
pasien sekarang . langsung baik..
Wawancara via telepon dilakukan pada tanggal 3/09/2020 hingga 4/09/2020 untuk
pendekatan dan perkenalan terhadap pasien serta menerangkan maksud dan tujuan
wawancara, diikuti dengan anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang telah
diderita. Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan masalah kesehatan yaitu seorang
pasien laki-laki berusia 44 tahun yang di diagnosis klinis dengan Tuberkulosis Paru
Kategori 1 ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapatkan, pasien awalnya
mengeluh batuk berdahak dan berwarna kuning kehijauan tanpa berdarah, demam tidak
ada, sering berkeringat terutama saat malam hari. Dirasakan adanya penurunan nafsu
makan serta penurunan berat badan secara drastis. Tuberkulosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis Gejala klinik tuberkulosis secara
umumnya yaitu batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, gejala sistemik
lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun, Diagnosis tuberkulosis
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik,
radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya (Mansjoer, et all.2001)
Penularan TB sangat dipengaruhi oleh masalah lingkungan, perilaku sehat
penduduk, dan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan. Masalah lingkungan yang
terkait seperti masalah kesehatan yang berhubungan dengan perumahan, kepadatan
anggota keluarga, kepadatan penduduk, konsentrasi kuman, ketersediaan cahaya
matahari. Menurut pasien, kondisi rumahnya lumayan baik dari aspek pencahayaan dan
ventilasi. Selama sakit, pasien mengaku bahwa beliau masih berkumpul bersama
keluarga di dalam rumah dengan istri dan anak namun tidur berasingan dengan istri dan
segala peralatan seperti alatan makan dan mandi juga dipisahkan. Hal ini menunjukkan
bahwa pasien sadar akan penyakitnya dan mencoba untuk tidakmenularkannya.
Hasil wawancara kami juga menunjukkan bahwa pasien memiliki pengetahuan
yang cukup tentang penyakit yang ia derita, yang terlihat oleh pola berobat pasien yang
bersifat rutin control berobat. Saat ini telah menyelesaikan pengobatan 6 bulan.
Penatalaksanaan pada pasien ini dimulai dengan pengobatan diabetes melitus dan
pengendalian OAT. Tujuan pengobatan TB antara lain : Menyembuhkan, mengembalikan
kualitas hidup dan produktivitas pasien, Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek
lanjutan, Mencegah kekambuhan TB, Mengurangi penularan TB kepada orang lain,
Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya (Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2011).
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan) dan fase
lanjutan 4 bulan. Tahap Intensif: mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila diberikan dengan tepat maka
pasien menular menjadi tidak menular dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB
BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan. (Bahar A, et Al . 2009). Tahap lanjutan:
tahap yang sangat penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan. (Bahar A, et Al . 2009). Pada pasien ini, pengobatan dibantu oleh
anak beliau untuk diingatkan agar rutin minum obat, dengan harapan tidak terjadinya
resistensi OAT pada pasien. Pasien sering melakukan kontrol ke puskesmas dan juga
untuk pengambilan obat.
Pada hasil wawancara, pasien termasuk Kategori 1 dengan pasien kasus baru TB
Paru BTA positif yang dimana Kategori 1 (2RHZE/4R3H3), diberikan untuk: Pasien kasus
baru TB paru BTA positif, Pasien kasus baru TB paru BTA negatif foto toraks positif,
Pasien TB ekstra paru (Kementerian Kesehatan RI. 2015).
Berdasarkan wawancara juga didapatkan baik pasien maupun keluarga memiliki
pengetahuan yang baik tentang penyakit tuberkulosis, yang mana pengetahuan dan
pemahaman seseorang tentang penyakit tuberkulosis dan pencegahan penularannya
memegang peranan penting dalam keberhasilan upaya pencegahan penularan penyakit
tuberkulosis. Hal itu dapat dinilai berdasarkan questioner Family APGAR, dimana pasien
mendapatkan dukungan penuh dalam aspek adaptasi, kemitraan, pertumbuhan, kasih
sayang dan kebersamaan dalam menangani penyakitnya terutama istri dan anak yang
selama ini merawat beliau.
Skor dari Family APGAR pasien adalah 10 yang mana mengindikasikan fungsi
keluarga yang sangat baik meski Family circle dari pasiennya kecil. Walau pun begitu,
pasien mendapat dukungan yang sangat baik dari aspek ekonomi, social, spiritual dan
sebagainya dari Family circle tersebut sehingga pasien berasa aman dan puas terhadap
dirinya sekarang. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kepatuhan untuk pengobatan TB Paru, dimana keluarga inti maupun keluarga besar
berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya. Fungsi dasar keluarga
yaitu fungsi perawatan kesehatan.Fungsi perawatan kesehatan adalah kemampuan
keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan (Fatmala
K et. all, 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Trilianto A.E. et all, dari 157 responden (pasien TB) di
Kabupaten Bondowoso, terdapat 139 responden yang mendapatkan dukungan yang baik
dari keluarga mereka dan 132 (94.96%) darinya merupakan responden yang patuh minum
OAT dan tuntas sehingga kembali sembuh. Hal ini menunjukkan bahwa penting dan
besarnya peran dari anggota keluarga dalam membantu pasien mengurus dan melawan
penyakit yang diderita sehingga mendapatkan hasil yang terbaik diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar A, Amin Z. 2009. Tuberkulosis Paru.Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Balai
penerbit FKUI.
Depkes, RI., 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan, Jakarta.
Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2015. Profil kesehatan provinsi Sulawesi.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Petunjuk teknis pelayanan tuberkulosis bagi peserta
jaminan kesehatan nasional.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2011Perhimpunan
dokter paruIndonesia.
WHO ,2004. Global tuberculosis report 2004. World Health Organization,Geneva.
WHO ,2019. Global tuberculosis report 2019. World Health Organization,Geneva.
Fatmala, K. and Satyabakti, P., 2017. Hubungan Pengetahuan, Stigma, Dan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Kusta Di Puskesmas Pragaan. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Media Husada, 6(1), pp.67-78.
Trilianto, A., Hartini, H., Shidiq, P. and R, H., 2020. Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Kepatuhan Pengobatan Klien Tuberkulosis Di Kabupaten Bondowoso.
Jurnal Ilmu Kesehatan MAKIA,10(1).