(Kasus TB-MDR)
SUTAPRARAMA (162200026)
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
2018
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
- Mengetahui dan melakukan pencegahan agar tidak terjadi lebih banyak lagi
kasus terkait TB MDR
- Mengetahui cara berkolaborasi yang baik dengan profesi tenaga kesehatan lain
dan dapat diterapkan nantinya dalam dunia kerja
BAB II
ANALISIS KASUS
2.1 KASUS TB –MDR
c. Alat pelindung diri yang wajib digunakan oleh petugas kesehatan saat
melakukan pelayanan pada pasien TB:
1. Sarung tangan
Sarung tanga dapat melindungi dari bahan infeksius dan melindungi
pasien dari mikroorganisme pada tanga perawat. Sarung tangan
merupakan alat pelindung diri terpentingdalam mencegah terjadinya
penyebaran infeksi. Penggunaan sarung tangan haruslah diganti dengan
setiap kontak pada satu pasien ke pasien lainnya dalam mencegah
terjadinya infeksi silang.
2. Masker
Masker merupakan alat pelindung diri digunakan untuk menahan cipratan
yang keluar sewaktu perawat berbicara, mengurangi masuknya air borne
yang masuk ke saluran pernapasan perawat, ketika batuk dan bersindan
juga menahan cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk
kedalam saluran pernapasan. Pada penggunaannya, masker digunakan
untuk menutupi hidung sampai dengan dagu.
3. Baju pelindung
Baju pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa
atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian baju
pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas
kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui
atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan
harus mengenakan baju pelindung setiap memasuki ruangan untuk
merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah,
cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan
area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak
kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera
untuk mencegah berpindahnya organisme.
5. Sudut Pandang Psikolog ( Grace Noviana Chandra, S.Psi., M.Psi., Psi. )
Menurut pandangan seorang psikolog, pada kasus pasien dengan TB MDR,
efek psikologis pasien yang masih berusia muda tentunya akan muncul perasaan
tidak siap pada awalnya dan terpuruk bahkan mungkin tidak terima kenapa
dirinya mengalami sakit seperti itu, lalu bisa juga menyangkal bahwa dirinya
sakit.
Dalam ilmu psikologi dikenal teori yang disebut “The Five Stages of Grief”.
Teori ini membagi respons psikologis dalam lima tahap, yaitu penyangkalan
(denial), marah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression) dan
penerimaan (acceptance). Dalam teori ini, tahap yang diharapkan adalah tahap
penerimaan, yaitu kondisi pasien menerima kenyataan sebagai sesuatu diluar
kendalinya, tetapi harus dijalani dengan lapang dada dan mulai menyusun rencana
untuk kehidupan yang lebih baik.
Untuk menolong pasien seperti pada kasus ini, dimana pasien merupakan
seorang perempuan yang tergolong usia muda, dari sisi psikologisnya
kemungkinan muncul berbagai respon psikologis yang tidak diharapkan seperti
marah, sampai depresi dan akhirnya tidak minum obat. Diperlukan penjelasan
yang cukup detail tentang tingkat keparahan penyakit, apa dampak jika tidak
patuh minum obat, dan dokter/media yg menangani. Lalu perlu dibangkitkan
kembali semangat pasien agar tidak putus asa. Untuk menumbuhkan harapan
untuk sembuh juga harus dilakukan pendampingan oleh orang terdekat sekaligus
sebagai kontrol kepatuhan minum obatnya. Pasien perlu mendapat dukungan
psikologis dan keyakinan bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Sebaiknya,
keluarga dan komunitas tidak mengucilkan pasien, tetapi memberi semangat dan
motivasi kepada pasien.
6. Sudut Pandang Apoteker
Menurut pandangan seorang apoteker pada kasus TB-MDR terkait
pengobatan pasien. Pada kasus ini dapat dilakukan analisis terkait kasus dengan
menggunakan metode SOAP (Subjek, Objek, Asessment , Plan ) untuk
mengetahui apa saja yang dibutuhkan pasien dan melihat kesesuaian pengobatan
yang diberikan pada pasien.
a. Subjek : Pasien perempuan (17tahun), keluhan batuk berdahak lebih dari 1
bulan disertai darah, nafsu makan menurun yang disertai penurunan berat
badan, berkeringat dingin pada malam hari. Riwayat keluarga dengan orang
tua mengalami keluhan serupa dan sudah terdiagnosis TB dengan pengobatan
yang tidak teratur dan tidak tuntas
b. Objektif :
c. Asessment :
Rencana pengobatan yang diberikan:
Adapun interaksi dari beberapa obat dalam kasus ini ditunjukkan pada table berikut
tidak
1. ethambutol ethionamide ya Menggunakan Risiko Pasien harus
etambutol bersama neuropati dipantau secara
dengan etionamid perifer dapat ketat untuk gejala
dapat meningkat neuropati seperti
meningkatkan selama terbakar,
risiko kerusakan penggunaan kesemutan, nyeri,
saraf, bersamaan dua atau mati rasa di
atau lebih agen tangan dan kaki.
yang terkait Pertimbangan
dengan efek pengurangan
buruk yang dosis atau
merupakan penghentian
efek samping pengobatan ini
potensial dari secara langsung
kedua obat pada pasien bila
tersebut. terjadi
Dalam pengembangan
beberapa neuropati perifer
kasus, untuk membatasi
neuropati kerusakan lebih
dapat lanjut. Jika
berkembang memungkinkan,
atau menjadi terapi umumnya
tidak dapat harus dilakukan
dipulihkan kembali setelah
meskipun gejala neuropati
penghentian atau kembalinya
pengobatan gejala ke status
awal. Dalam
beberapa kasus,
pengurangan
dosis permanen
mungkin
diperlukan
2. ethionamide cycloserine ya Peningkatan Kemungkinan Pasien harus
keracunan central terjadinya dipantau secara
nervous system toksisitas pada ketat untuk
(CNS) CNS terjadinya
disebabkan toksisitas dengan
efek melihat kadar
pharmakodina obat dalam darah
mik kedua obat dari kedua obat
tersebut secara tersebut, bila kada
sinergis obat sangat tinggi
perlu dilakukan
penurunan dosis
dari kedua obat
tersebut
Kepatuhan pasien
Pemberian obat yang diawasi secara langsung, atau dikenal dengan istilah DOT
(Directly Observed Therapy), pasien diawasi secara langsung ketika menelan
obatnya, dimana obat yang diberikan harus sesuai standard. Dalam aturan
pengobatan tuberkulosis jangka pendek yang berlangsung selama 6 – 8 bulan
dengan menggunakan kombinasi obat anti TB yang adekuat. Pemberian obat
harus berdasarkan apakah pasien diklasifikasikan sebagai kasus baru atau kasus
lanjutan/kambuh, dan diberikan secara gratis kepada seluruh pasien
tuberkulosis. Pengawasan pengobatan secara langsung adalah penting
setidaknya selama tahap pengobatan intensif (2 bulan pertama) untuk
meyakinkan bahwa obat digunakan dengan kombinasi yang benar dan jangka
waktu yang tepat. Dengan pengawasan pengobatan secara langsung, pasien
tidak memikul sendiri tanggung jawab akan kepatuhan penggunaan obat. Para
petugas pelayanan kesehatan, petugas kesehatan masyarakat, pemerintah dan
masyarakat semua harus berbagi tanggung jawab dan memberi banyak
dukungan kepada pasien untuk melanjutkan dan menyelesaikan pengobatannya.
Pengawas pengobatan bisa jadi siapa saja yang berkeinginan, terlatih,
bertanggung jawab, dapat diterima oleh pasien dan bertanggung jawab
terhadap pelayanan pengawasan pengobatan tuberkulosis
Penyediaan obat
Jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu, sangat
diperlukan guna keteraturan pengobatan. Masalah utama dalam hal ini adalah
perencanaan dan pemeliharaan stok obat pada berbagai tingkat daerah. Untuk
ini diperlukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti
misalnya jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani
pada waktu lalu (untuk memperkirakan kebutuhan), data akurat stok masing-
masing gudang yang ada, dan lain-lain
BAB IV
PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan
Pagi: Malam:
Selain kotak berbagai warna diatas, dapat juga disisipkan kertas kecil berisi
kata-kata motivasi atau penyemangat, seperti berikut:
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan