Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

PADA TN. “H” DENGAN DIAGNOSA TB MDR DI RUANGAN


EDELWEIS RSUD SAWERIGADING KOTA PALOPO
TAHUN 2021

OLEH :

FIFIN YANTI ABUBAKAR

NS2104008

PRESEPTOR KLINIK PRESEPTOR INSTITUSI

(…………..………………) (…………..………………)

PROGRAM STUDI NERS


STIKES BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO
TAHUN 2021
I. PENGERTIAN

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobakterium Tuberculosis. TB Paru merupakan penyakt infeksi yang menyerang paru-
paru yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis, namun tidak menutup
kemungkinan penyakit ini bisa menyerang organ tubuh lain seperti otak, ginjal, tulang, dll
(TB Ekstra Paru). MDR / Resistensi Ganda adalah: M. tucerkulosis yang resisten minimal
terhadap Rifampisin dan INH secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lainnya.

Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB :

1. Mono-resistance : kebal terhadap salah satu OAT

2. Poly-resistance : kebal terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan
rifampisin.

3. Multidrug-resistance (MDR) : kebal terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan


rifampicin secara bersamaan.

4. Extensive drug-resistance (XDR) : TB- MDR ditambah kekebalan terhadap salah salah
satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua
(kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)

5. Total drug resisten ( Total DR ) : Kekebalan terhadap semua OAT ( lini pertama dan kedua
) yang sudah dipakai saat ini.

II. ETIOLOGI
Kuman Mycobacterium TB yang resisten terhadap sekurang-kurangnya Isoniasid
dan Rifampisin secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain,
misalnya resisten HR,HRE,HRES.

Kriteria Suspek TB MDR

Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan salah satu atau
lebih kriteria suspek dibawah ini:

1. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang gagal (Kasus kronik)


2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
3. Pasien TB yang pernah diobati pengobatan TB Non DOTS
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian sisipan.
6. Pasien TB kambuh
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default
8. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR
9. Pasien koinfeksi TB dan HIV
III.
MEKANISME
TB MDR
Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis resisten secara in vitro terhadap isoniazid
(H) dan rifampisin(R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis
kasus resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya.
Kasus baru resisten obat Tb yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien
baru didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak pernah diobati obat antituberkulosis
(OAT) atau durasi terapi kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb yang
telah resisten obat disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang
telah diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien
selama mendapatkan terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi
galur M Tb yang masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul
resistensi obat atau disebut dengan resistensi sekunder (acquired).

Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini
membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan
berdiri sendiri menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan
galur M. Tb wild type tidak terpajan. Diantara populasi M. Tb wild type
ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT. Resisten lebih 1 OAT jarang
disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan obat yang tidak
adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif
terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya
individu telah terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. Tb berisi organisms
resisten obat. Populasi galur M. Tb resisten mutan dalam jumlah kecil dapat
dengan mudah diobati. Terapi Tb yang tidak adekuat menyebabkan proliferasi
dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi jangka pendek
pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang
digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat
pada populasi juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru.
Meningkatnya koinfeksi Tb HIV menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb
menjadi penyakit dan peningkatan penularan MDR Tb.

IV. MEKANISME KLINIS


Gejala Respiratorik :
1. Batuk kering yang berangsur-angsur menjadi produktif lebih dari 3
minggu, kadang-kadang bercampur dengan dahak
2. Sesak napas dan nyeri dada
Gejala Sistemik

1. Demam terutama dimalam hari


2. Berkeringat dingin malam hari tanpa aktivitas atau sebab yang jelas
3. Penurunan napsu makan
4. Penurunan berat badan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi :
Gambaran thorax menunjukkan adanya lesi berupa infiltrat, fibroinfiltrat/
fibrosis, konsolidasi/ kalsivikasi, tuberkuloma, dan kavitas.
2. Bronchografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
3. Laboratorium :
 Darah : leukositosis/ leukopenia, LED meningkat
 Sputum : BTA S/P/S, kultur sputum gram sensitivity, sputum media LJ,
DST, Gene-Xpert
 Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
Saat ini uji kepekaan M.tuberculosis secara tepat ( rapid test ) sudah
direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai penampisan.
Metode yang tersedia adalah:
a. Line probe assey ( LPA )

 Pemeriksaan molekuler yang di dasarkan pada PCA

 Dikenal dengan Hain test/ Genotiype MDRTB plus

 Hasil pemeriksaan dapat di peroleh dalam waktu kurang lebih 24 jam


 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.tuberculosiss

yang resisten terhadap rifampisi ( R ) ternyata juga resisten terhadap

isoniasis ( H ) sehingga tergolong MDR

b. Gene Xpert

Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam
VI. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada strategi
DOTS.
1. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat
mengakses pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.
2. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang
mengandung OAT lini kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila
terjadi perubahan hasil uji kepekaan M. tuberculosis dengan paduan baru
yang ditetapkan oleh TAK.
Bila diagnosis TB MDR telah ditegakkan, sebelum pengobatan dimulai, akan
dlakukan persiapan awal, termasuk pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang bertujuan untuk mengetahui data awal berbagai fungsi organ (ginjal,
hati, jantung) dan elekrolit. Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
sama dengan jenis pemeriksaan untuk pemantauan efek samping obat.

Persiapan sebelum pengobatan dimulai adalah:


1. Pemeriksaan fisik:
a. Anamnesa ulang untuk memastikan kemungkinan adanya riwayat dan
kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti
sakit kuning (hepatitis), diabetes mellitus, gangguan ginjal, gangguan
kejiwaan, kejang, kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati
perifer). dll..
b. Pemeriksaan fisik diagnostik termasuk berat badan, fungsi penglihatan,
pendengaran, tanda-tanda kehamilan. Bila perlu dibandingkan dengan
pemeriksaan sebelumnya saat pasien berstatus sebagai suspek TB MDR.
2. Pemeriksaan kejiwaan.
Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB MDR dimulai,
hal ini berguna untuk menetapkan strategi konseling yang harus
dilaksanakan sebelum, selama dan setelah pengobatan pasien selesai.
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis, biakan dan uji kepekaan
M.tuberculosis.
b. Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk kadar hemoglobin (Hb),
jumlah lekosit.
c. Pemeriksaan kimia darah:
 Faal ginjal: ureum, kreatinin
 Faal hati: SGOT, SGPT.
 Serum kalium
 Asam Urat
 Gula Darah
d. Pemeriksaan hormon bila diperlukan: Tiroid stimulating hormon (TSH)
e. Tes kehamilan.
f. Foto dada/ toraks.
g. Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri)
h. Pemeriksaan EKG
i. Tes HIV (bila status HIV belum diketahui
Pengkajian (Doegoes, 1999)
1. Aktivitas /Istirahat
- Kelemahan umum dan kelelahan.
- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
- Sulit tidur gn. Demam/kerungat malam.
- Mimpi buruk.
- Takikardia, takipnea/dispnea.
- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2. Integritas Ego :
- Perasaan tak berdaya/putus asa.
- Faktor stress : baru/lama.
- Perasaan butuh pertolongan
- Denial.
- Cemas, iritable.
3. Makanan/Cairan :
- Kehilangan napsu makan.
- Ketidaksanggupan mencerna
- Kehilangan BB.
- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
-
4. Aktivitas /Istirahat
- Kelemahan umum dan kelelahan.
- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
- Sulit tidur gn. Demam/kerungat malam.
- Mimpi buruk.
- Takikardia, takipnea/dispnea.
- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
5. Integritas Ego :
- Perasaan tak berdaya/putus asa.
- Faktor stress : baru/lama.
- Perasaan butuh pertolongan
- Denial.
- Cemas, iritable.
6. Makanan/Cairan :
- Kehilangan napsu makan.
- Ketidaksanggupan mencerna
- Kehilangan BB.
- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
7. Nyaman/nyeri :
- Nyeri dada saat batuk.
- Memegang area yang sakit.
- Perilaku distraksi.
8. Pernapasan :
- Batuk (produktif/non produ\ktif)
- Napas pendek.
- Riwayat tuberkulosis
- Peningkatan jumlah pernapasan.
- Gerakan pernapasan asimetri.
- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
- Suara napas : Ronkhi
- Spuntum : Hijau/purulen, kekuningan, pink
6. Kemanan/Keselamatan :
1 Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
2 Demam pada kondisi akut.
7. Interaksi Sosial :
3 Perasaan terisolasi/ditolak.

VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-


kapiler

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia

4. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis


5. Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot

VIII. INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, bersihan jalan napas
kembali normal.
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan
mudah, tidak ada pursed lips).
b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama dan
frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal).
c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan
napas.
Intervensi (NIC) :

a. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu

b. Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

d. Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction

e. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan


2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan
curah jantung.
Tujuan:

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan gangguan


pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2
b. Bebas dari gejala dan distress pernapasan
Intervensi:
a. Kaji tipe pernapasan pasien
b. Evaluasi tingkat kesadaran, adanya sianosis, dan perubahan warna kulit
c. Tingkatkan istirahat dan batasi aktivitas
d. Kolaborasi medis dalam pemberian oksigen
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
Kriteria hasil
a. Adanya peningkatan berat badan
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
c. Tidak ada tanda malnutrisi
d. Tidak ada penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
c. Anjurkan untuk meningkatkan intake zat besi
d. Anjurkan pasien untuk meningkatan protein dan vitamin C
e. Berikan substansi gula
4. Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulent

Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi indeksi terhadap penyebaran
Kriteria Hasil :
Pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a. Intruksikan kepada klien jika bersin atau batuk menggunakan tissue
b. Jelaskan pentingnya menggunakan alat untuk mengontrol infeksi seperti
masker
c. Monitor suhu sesuai indikasi
d. Anjurkan klien untuk tidak menghentikan terapi
e. Berikan makanan seimbang
f. Kolaborasi pemberian agen anti infeksi
g. Monitor pemeriksaan sputum

5. Nyeri akut berhubungan dengan reaksi imflamasi


a. Monitor TTV
b. Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
c. Lakukan pengkajian nyeri
d. Ajarkan tehnik nonfarmakologi
e. Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai indikasi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
a. Observasi TTV
b. Ajarkan teknik ROM
c. Anjurkan kompres air hangat pada persendian
d. Anjurkan untuk melakukan aktivitas yang ringan
Pathway

Invasi Mycobacterium tuberculosis

Infeksi primer Sembuh

Infeksi pasca primer (reaktivasi) Bakteri dorman

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi infeksi/inflamasi dan merusak parenkim paru

Produksi sputum Kerusakan Perubahan cairan Reaksi sistemik


meningkat, pecahnya membrane intrapleura
pembuluh darah alveolar-kapiler
marusak pleura,
Sesak napas
atelektasis
Anoreksia, mual Lemas
Batuk produktif,
dan muntah
batuh darah
Ketidakefektifan
Nyeri akut Droplet Intoleransi
pola napas
infecrion Sesak napas, ekspansi Ketidakseimbang aktivitas
Ketidakefektifan
thoraks an nutrisi kurang
bersihan jalan
dari kebutuhan
napas
tubuh
Terhirup orang
sehat
Gangguan Gangguan pola
Resiko infeksi pertukaran Gas tidur

Anda mungkin juga menyukai