TUBERKULOSIS
MARIANI RASJID HS
Pendahuluan
◦ Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh infeksi bakteri berbentuk batang, Mycobacterium
tuberculosis (M.TB) penyakit TB sebagian besar mengenai
parenkim paru (TB paru) namun bakteri ini juga memiliki
kemampuan untuk menginfeksi organ lain (TB ekstra paru).
• Penularan dari pasien sputum positif, dengan hasil 3+ merupakan kasus paling infeksius.
• Kasus TB ekstra paru hampir selalu tidak infeksius, kecuali bila penderita juga memiliki TB paru.
Faktor risiko TB
1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais
lain.
2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka
waktu panjang.
3. Perokok
4. Konsumsi alkohol tinggi
5. Anak usia <5 tahun dan lansia
6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif
yang infeksius.
7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis
(contoh: lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka
panjang)
8. Petugas kesehatan
Patogenesis tuberkulosis
Gejala Klinis TB
Pemeriksaan Fisis
Nodul Infiltrat
Gambaran Umum
Kelainan Parenkim Pada TB Paru (cont’d)
Kavitas Fibrosis
TB Milier
ALUR DIAGNOSIS 2021
A. DIAGNOSIS
1. Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk penegakan
diagnosis Tuberkulosis
2. Pemeriksaan TCM digunakan untuk mendiagnosis TBC, baik TBC paru maupun TBC ekstra paru, baik
riwayat pengobatan TBC baru maupun yang memiliki riwayat pengobatan TBC sebelumnya, dan
pada semua golongan umur termasuk pada ODHA.
3. Pemeriksaan TCM dilakukan dari spesimen dahak (untuk terduga TBC paru) dan non dahak (untuk
terduga TBC ekstra paru, yaitu dari cairan serebro spinal, kelenjar limfe dan jaringan).
4. Seluruh terduga TBC harus dilakukan pemeriksaan TCM pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
saat ini sudah mempunyai alat TCM.
5. Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 2 (dua) dahak, volume 3-5 ml dan mukopurulen. Hasil
pemeriksaan TCM terdiri dari MTB pos Rif resistan, MTB pos Rif sensitif, MTB pos Rif indeterminate,
MTB negatif dan hasil gagal (error, invalid, no result).
6. Penegakan diagnosis TBC klinis harus didahului pemeriksaan bakteriologis. Fasyankes bersama
dinkes mengevaluasi proporsi pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis dibandingkan klinis (60:40)
A. Diagnosis (2)
6. Fasilitas pelayanan kesehatan yang belum/tidak mempunyai TCM, harus merujuk terduga TBC atau dahak dari terduga
TBC tersebut ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM.
Merujuk dahak lebih direkomendasikan dibanding merujuk terduga TBC terkait alasan pengendalian infeksi.
7. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota mengatur jejaring rujukan dan menetapkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
TCM menjadi pusat rujukan pemeriksaan TCM bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan di sekitarnya.
8. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota menyiapkan sumber daya di fasilitas pelayanan kesehatan yang akan
mengoperasikan TCM.
9. Jika fasilitas pelayanan kesehatan mengalami kendala mengakses layanan TCM berupa kesulitan transportasi, jarak dan
kendala geografis maka penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis.
10. Pasien TBC yang terdiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis harus dilakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan
TCM.
Dinas kesehatan berperan mengatur jejaring rujukan spesimen ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM terdekat.
Jumlah dahak yang dikirimkan adalah sebanyak 2 dahak.
Pemeriksaan TCM ini bertujuan untuk mengetahui status resistansi terhadap Rifampisin.
Klasifikasi berdasarkan Lokasi
◦ TB Paru
TB yang mengenai paru dan pohon
traceobronchial.
TB Milier masuk dalam klasifikasi TB
Paru karena didapatkan lesi di paru.
◦ TB extra Paru
TB pada organ selain paru
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan
Riwayat
pengobatan
Gagal terapi
Loss to follow up
(drop out)
STRATEGI
DOTS
Directly Observe Treatment
Shortcourse
1
KOMITMEN (DOKTER)
2
DIAGNOSIS UTAMA TB :
IDENTIFIKASI KUMAN (BTA) VIA
HAPUSAN DAHAK LANGSUNG
3 KETERSEDIAAN OBAT
• Usia >60 tahun direkomendasikan dosis 10 mg/kg BB pada pasien kelompok usia ini.
• Pasien dengan berat badan di bawah 50 kg tidak dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-
750 mg perhari.
TB RESISTEN OBAT (RO)
TB Resisten Obat
1. Monoresistance: Resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid (H).
2. Polyresistance: Resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid (H) dan rifampisin (R),
misalnya resistan isoniazid dan etambutol (HE), rifampisin etambutol (RE), isoniazid etambutol dan
streptomisin (HES), rifampisin etambutol dan streptomisin (RES).
3. Multi-drug resistance (MDR): Resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini
pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.
4. Pre-extensive drug resistance (pre-XDR): TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat
golongan fluorokuinolon atau salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan
amikasin).
5. Extensive drug resistance (XDR) : TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan
fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin).
6. TB resistan rifampisin (TB RR): Resistan terhadap rifampisin (monoresistan, poliresistan, TB MDR, TB
XDR) yang terdeteksi menggunakan metode fenotip atau genotip dengan atau tanpa resistan OAT
lainnya.
Terduga TB-RO
1. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2.
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan.
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon
dan obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1 bulan.
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 2 bulan pengobatan.
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT kategori 1 dan kategori 2.
7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default).
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB- RO, termasuk dalam hal ini warga
binaan yang ada di lapas/rutan, hunian padat seperti asrama, barak, buruh pabrik.
9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis maupun klinis terhadap pemberian
OAT, (bila pada penegakan diagnosis awal tidak menggunakan TCM TB).
Panduan TB RO jangka Pendek non Injeksi
TB PADA KONDISI KHUSUS
TB HIV
◦ Tuberkulosis pada pasien HIV/AIDS (TB-HIV)
sering dijumpai dengan prevalensi 29-37 kali prevalensi koinfeksi TB/HIV
lebih banyak dibandingkan dengan TB tanpa
HIV
penemuan dini TB
pada pasien HIV
1) Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB khususnya pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis.
2) Pemberian OAT TB pada pasien dengan gangguan ginjal harus dilakukan dengan
hati–hati, sebaiknya pirazinamid dan etambutol tidak diberikan karena diekskresi
melalui ginjal.
3) Perlu diberikan tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah terjadinya neuropati
perifer.
4) Apabila ada gangguan ginjal dan tidak bisa ditangani sebaiknya dirujuk ke
fasyankes yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap.
TB MIlier
◦ Manifestasi klinis TB milier tidak spesifik.
◦ Presentasi klinis sesuai dengan diagnosis tuberkulosis seperti demam dengan peningkatan suhu di
malam hari, penurunan berat badan, anoreksia, takikardi, keringat malam.
◦ Foto toraks menunjukkan gambaran klasik pola milier.
◦ Pemeriksaan histopatologis dari biopsi jaringan, pemeriksaan biakan M. tuberculosis dari sputum,
cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dapat menunjukkan gambaran tuberkulosis.
◦ Pemeriksaan funduskopi dapat dilakukan untuk mencari tuberkel koroid.
◦ Pengobatan TB milier perlu rawat inap bila sesuai indikasi.
◦ Paduan OAT yang diberikan adalah 2 RHZE / 4 RH.
◦ Pada keadaan khusus atau sakit berat pengobatan fase lanjutan dapat diperpanjang.
◦ Pemberian kortikosteroid tidak dilakukan secara rutin, hanya diberikan pada keadaan tertentu yaitu
apabila terdapat tanda / gejala meningitis, sesak napas, tanda / gejala toksik, demam tinggi.
Pengobatan TB pada Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Bayinya, dan
Pengguna Kontrasepsi
1. bakteriologik
2. radiologis
3. klinis
4. efek samping
5. keteraturan minum
obat
BATUK
DEMAM BIASANYA
MEMBAIK DLM 1-2 MG 1 BULAN
RESPONS
TERAPI
TB
PERBAIKAN CONVERSION SPUTUM
RONTGENOLOGIS → INDEX TX RESPONS
3 BULAN PLG AKURAT
1, 2 ,3 >> dipengaruhi faktor2 eksternal (ko-morbid)