Anda di halaman 1dari 56

Zoom Meeting, 2 Oktober 2021

TUBERKULOSIS
MARIANI RASJID HS
Pendahuluan
◦ Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh infeksi bakteri berbentuk batang, Mycobacterium
tuberculosis (M.TB) penyakit TB sebagian besar mengenai
parenkim paru (TB paru) namun bakteri ini juga memiliki
kemampuan untuk menginfeksi organ lain (TB ekstra paru).

◦ Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB:


Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis,
Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti and
Mycobacterium cannettii.

◦ Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain


lewat udara melalui percik renik atau droplet nucleus (<5
microns) yang keluar ketika seorang yang terinfeksi TB paru
atau TB.
SITUASI TB DUNIA

Sumber: Global Tuberculosis Report 2020


◦ Ada 3 faktor yang menentukan transmisi
M.TB :
1. Jumlah organisme yang keluar ke
udara.
2. Konsentrasi organisme dalam udara,
ditentukan oleh volume ruang dan
ventilasi.
3. Lama seseorang menghirup udara
terkontaminasi.

• Dosis yang diperlukan terjadinya suatu infeksi TB adalah 1 sampai 10 basil.

• Penularan dari pasien sputum positif, dengan hasil 3+ merupakan kasus paling infeksius.

• Kasus TB ekstra paru hampir selalu tidak infeksius, kecuali bila penderita juga memiliki TB paru.
Faktor risiko TB
1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais
lain.
2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka
waktu panjang.
3. Perokok
4. Konsumsi alkohol tinggi
5. Anak usia <5 tahun dan lansia
6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif
yang infeksius.
7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis
(contoh: lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka
panjang)
8. Petugas kesehatan
Patogenesis tuberkulosis
Gejala Klinis TB
Pemeriksaan Fisis

◦Tidak spesifik → tergantung


luas lesi dan adanya
komplikasi
BASIL TAHAN ASAM (BTA) Tes Cepat Molekuler (TCM)
Pemeriksaan Penunjang Lain
◦ Foto Thorax
◦ Histo PA → Ekstra Paru
◦ SEROLOGI TIDAK DIREKOMENDASIKAN
DIAGNOSIS TB
TB TERKONFIRMASI BAKTERIOLOGIS TB TERKONFIRMASI KLINIS

◦ KLINIS TB (+) ◦ KLINIS TB (+)


◦ BAKTERIOLOGIS (BTA; Xpert MTB RIF ; ◦ BAKTERIOLOGIS (BTA; Xpert MTB RIF ;
Kultur) → POSITIF Kultur) → NEGATIF
◦ Radiologis MENDUKUNG GAMBARAN
TB (+)
Gambaran Umum
Kelainan Parenkim Pada TB Paru

Nodul Infiltrat
Gambaran Umum
Kelainan Parenkim Pada TB Paru (cont’d)

Kavitas Fibrosis
TB Milier
ALUR DIAGNOSIS 2021
A. DIAGNOSIS
1. Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk penegakan
diagnosis Tuberkulosis
2. Pemeriksaan TCM digunakan untuk mendiagnosis TBC, baik TBC paru maupun TBC ekstra paru, baik
riwayat pengobatan TBC baru maupun yang memiliki riwayat pengobatan TBC sebelumnya, dan
pada semua golongan umur termasuk pada ODHA.
3. Pemeriksaan TCM dilakukan dari spesimen dahak (untuk terduga TBC paru) dan non dahak (untuk
terduga TBC ekstra paru, yaitu dari cairan serebro spinal, kelenjar limfe dan jaringan).
4. Seluruh terduga TBC harus dilakukan pemeriksaan TCM pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
saat ini sudah mempunyai alat TCM.
5. Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 2 (dua) dahak, volume 3-5 ml dan mukopurulen. Hasil
pemeriksaan TCM terdiri dari MTB pos Rif resistan, MTB pos Rif sensitif, MTB pos Rif indeterminate,
MTB negatif dan hasil gagal (error, invalid, no result).
6. Penegakan diagnosis TBC klinis harus didahului pemeriksaan bakteriologis. Fasyankes bersama
dinkes mengevaluasi proporsi pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis dibandingkan klinis (60:40)
A. Diagnosis (2)
6. Fasilitas pelayanan kesehatan yang belum/tidak mempunyai TCM, harus merujuk terduga TBC atau dahak dari terduga
TBC tersebut ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM.
Merujuk dahak lebih direkomendasikan dibanding merujuk terduga TBC terkait alasan pengendalian infeksi.
7. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota mengatur jejaring rujukan dan menetapkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
TCM menjadi pusat rujukan pemeriksaan TCM bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan di sekitarnya.
8. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota menyiapkan sumber daya di fasilitas pelayanan kesehatan yang akan
mengoperasikan TCM.
9. Jika fasilitas pelayanan kesehatan mengalami kendala mengakses layanan TCM berupa kesulitan transportasi, jarak dan
kendala geografis maka penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis.
10. Pasien TBC yang terdiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis harus dilakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan
TCM.
Dinas kesehatan berperan mengatur jejaring rujukan spesimen ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM terdekat.
Jumlah dahak yang dikirimkan adalah sebanyak 2 dahak.
Pemeriksaan TCM ini bertujuan untuk mengetahui status resistansi terhadap Rifampisin.
Klasifikasi berdasarkan Lokasi

◦ TB Paru
TB yang mengenai paru dan pohon
traceobronchial.
TB Milier masuk dalam klasifikasi TB
Paru karena didapatkan lesi di paru.

◦ TB extra Paru
TB pada organ selain paru
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan

Riwayat
pengobatan

Pasien baru Pasien pernah Riw.


TB diobati TB Pengobatan
tidak
Kambuh diketahui

Gagal terapi
Loss to follow up
(drop out)
STRATEGI
DOTS
Directly Observe Treatment
Shortcourse
1
KOMITMEN (DOKTER)
2
DIAGNOSIS UTAMA TB :
IDENTIFIKASI KUMAN (BTA) VIA
HAPUSAN DAHAK LANGSUNG

3 KETERSEDIAAN OBAT

4 PENGOBATAN JANGKA PENDEK &


PENGAWASAN LANGSUNG

5 PENCATATAN & PELAPORAN


YANG BAKU
Tujuan Pengobatan TB

1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien


2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
3. Mencegah kekambuhan TB
4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
5. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat
Prinsip pengobatan TB
◦ Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.
OAT Lini 1

• Usia >60 tahun direkomendasikan dosis 10 mg/kg BB pada pasien kelompok usia ini.

• Pasien dengan berat badan di bawah 50 kg tidak dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-
750 mg perhari.
TB RESISTEN OBAT (RO)
TB Resisten Obat
1. Monoresistance: Resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid (H).
2. Polyresistance: Resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid (H) dan rifampisin (R),
misalnya resistan isoniazid dan etambutol (HE), rifampisin etambutol (RE), isoniazid etambutol dan
streptomisin (HES), rifampisin etambutol dan streptomisin (RES).
3. Multi-drug resistance (MDR): Resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini
pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.
4. Pre-extensive drug resistance (pre-XDR): TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat
golongan fluorokuinolon atau salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan
amikasin).
5. Extensive drug resistance (XDR) : TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan
fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin).
6. TB resistan rifampisin (TB RR): Resistan terhadap rifampisin (monoresistan, poliresistan, TB MDR, TB
XDR) yang terdeteksi menggunakan metode fenotip atau genotip dengan atau tanpa resistan OAT
lainnya.
Terduga TB-RO
1. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2.
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan.
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon
dan obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1 bulan.
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 2 bulan pengobatan.
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT kategori 1 dan kategori 2.
7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default).
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB- RO, termasuk dalam hal ini warga
binaan yang ada di lapas/rutan, hunian padat seperti asrama, barak, buruh pabrik.
9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis maupun klinis terhadap pemberian
OAT, (bila pada penegakan diagnosis awal tidak menggunakan TCM TB).
Panduan TB RO jangka Pendek non Injeksi
TB PADA KONDISI KHUSUS
TB HIV
◦ Tuberkulosis pada pasien HIV/AIDS (TB-HIV)
sering dijumpai dengan prevalensi 29-37 kali prevalensi koinfeksi TB/HIV
lebih banyak dibandingkan dengan TB tanpa
HIV

penemuan dini TB
pada pasien HIV

deteksi dini HIV


pada pasien TB
Pengobatan TB-HIV
◦ Prinsip tata laksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV sama seperti pasien TB tanpa HIV.
◦ Obat TB pada pasien HIV sama efektifnya dengan pasien TB tanpa HIV.
◦ Pada koinfeksi TB HIV sering ditemukan infeksi hepatitis sehingga mudah terjadi efek samping obat yang
bersifat hepatotoksik.
Pencegahan tuberculosis pada HIV (ppTB)
◦ Mencegah terjadinya TB aktif pada ODHA.
◦ PP TB diberikan pada ODHA yang tidak terbukti TB dan tidak mempunyai kontraindikasi
terhadap pilihan obat.
◦ Regimen pemberian pengobatan pencegahan Tuberkulosis menurut rekomendasi WHO :
◦ 1. PP INH selama 6 bulan, dengan dosis INH 300 mg/hari selama 6 bulan dan ditambah dengan B6
dosis 25mg/hari.
◦ 2. Rifapentine dan INH, seminggu sekali selama 12 minggu ( 12 dosis), dapat digunakan sebagai
alternatif.
◦ Dosis yang digunakan adalah INH 15 mg/BB untuk usia > 12 tahun dengan dosis maksimal 900 mg dan
dosis Rifapentine 900 mg untuk usia >12 tahun dan BB > 50 Kg (untuk BB 32 – 50 kg = 750 mg)
Tuberkulosis dengan diabetes melitus
◦ Pevalensi TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi pasien DM.
◦ Frekuensi DM pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih tinggi
pada pasien diabetes dibandingkan dengan yang non-diabetes.
◦ Pada setiap penyandang DM harus dilakukan skrining TB dengan pemeriksaan gejala TB dan foto toraks.
◦ Prinsip pengobatan TB DM sama dengan TB tanpa DM
◦ Kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan.

• Gangguan pada mata → Etambutol atau retinopati diabetic ??


• Rifampisin → mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga
dosisnya perlu ditingkatkan
• Etambutol, karena pasien DM sering mengalami komplikasi pada mata.
Pemberian INH dapat menyebabkan neuropati perifer yang dapat memperburuk atau
menyerupai diabetik neuropati maka sebaiknya diberikan suplemen Vitamin B 6 atau
piridoksin
Tuberkulosis dengan kelainan hati

Kondisi yang mengHARUSkan


OAT di stop: Paduan OAT yang direkomendasikan WHO
1. Klinis (+), LFT > 3x normal 2RHES/6 RH atau 2HES/10 HE
2. Klinis (-). LFT > 5x normal
3. Bilirubin > 2

OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:

1) 2 obat yang hepatotoksik


2 HRSE / 6 HR
9 HRE
6-9 RZE
2) 1 obat yang hepatotoksik
2 HES / 10 HE
3) Tanpa obat yang hepatotoksik
18-24 SEQ
Tuberkulosis dengan Gangguan Fungsi Ginjal

1) Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB khususnya pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis.

2) Pemberian OAT TB pada pasien dengan gangguan ginjal harus dilakukan dengan
hati–hati, sebaiknya pirazinamid dan etambutol tidak diberikan karena diekskresi
melalui ginjal.

3) Perlu diberikan tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah terjadinya neuropati
perifer.

4) Apabila ada gangguan ginjal dan tidak bisa ditangani sebaiknya dirujuk ke
fasyankes yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap.
TB MIlier
◦ Manifestasi klinis TB milier tidak spesifik.
◦ Presentasi klinis sesuai dengan diagnosis tuberkulosis seperti demam dengan peningkatan suhu di
malam hari, penurunan berat badan, anoreksia, takikardi, keringat malam.
◦ Foto toraks menunjukkan gambaran klasik pola milier.
◦ Pemeriksaan histopatologis dari biopsi jaringan, pemeriksaan biakan M. tuberculosis dari sputum,
cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dapat menunjukkan gambaran tuberkulosis.
◦ Pemeriksaan funduskopi dapat dilakukan untuk mencari tuberkel koroid.
◦ Pengobatan TB milier perlu rawat inap bila sesuai indikasi.
◦ Paduan OAT yang diberikan adalah 2 RHZE / 4 RH.
◦ Pada keadaan khusus atau sakit berat pengobatan fase lanjutan dapat diperpanjang.
◦ Pemberian kortikosteroid tidak dilakukan secara rutin, hanya diberikan pada keadaan tertentu yaitu
apabila terdapat tanda / gejala meningitis, sesak napas, tanda / gejala toksik, demam tinggi.
Pengobatan TB pada Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Bayinya, dan
Pengguna Kontrasepsi

Ibu Hamil Pasien TB pengguna


kontrasepsi
- Tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya.
- OAT aman untuk kehamilan → kecuali golongan Edukasi → kontrasepsi non-hormonal
Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin karena berinteraksi dengan kontrasepsi
(ototoksik pada bayi) hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB)
- Pemberian Piridoksin 50mg/hari dianjurkan pada ibu sehingga dapat menurunkan efektifitas
hamil yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan kontrasepsi tersebut (Rifampicin)
pemberian vitamin K 10 mg/hari.

Ibu menyusui dan bayinya


- Prinsipnya pengobatan sama.
- Semua jenis OAT Lini 1 aman untuk ibu menyusui, kecuali Streptomisin.
- Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus diberikan ASI.
- Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan
berat badannya.
Tuberkulosis dengan reaksi alergi pada kulit
◦ Bila gatal tanpa ruam dan tidak ada penyebab yang jelas selain OAT →terapi simtomatik dengan antihistamin
dan pelembab kulit, dan pengobatan TB dapat dilanjutkan sambil dimonitor.
◦ Jika terjadi ruam kulit, semua obat anti-TB harus dihentikan.
◦ Dosis secara bertahap ditingkatkan selama 3 hari seperti yang tertera di tabel berikut.
MONITORING /
EVALUASI SELAMA
PENGOBATAN

1. bakteriologik
2. radiologis
3. klinis
4. efek samping
5. keteraturan minum
obat
  BATUK 
DEMAM BIASANYA
MEMBAIK DLM 1-2 MG 1 BULAN

RESPONS
TERAPI
TB
 PERBAIKAN CONVERSION SPUTUM
RONTGENOLOGIS → INDEX TX RESPONS
 3 BULAN PLG AKURAT 
1, 2 ,3 >> dipengaruhi faktor2 eksternal (ko-morbid)

Anda mungkin juga menyukai