Anda di halaman 1dari 19

STUDI KASUS FARMASI PRAKTIS

“KOMUNIKASI DOKTER KASUS 3”

Dosen pengampu :

Dr. apt. Suhartinah , M. Sc

Disusun oleh:

I PUTU ANANTA KRISNA WIDIARDANA


2320455080

A4 / 3

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya


berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan
komprehensif (pharmaceutical care) meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi
klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Permenkes RI,2014)
Pemberian konseling dan informasi kepada pasien sangat bermanfaat untuk
meningkatkan kepatuhan dan mencegah kegagalan terapi obat pasien (Monita, 2009).
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat
dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien
rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas
inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian
konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker. Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan
cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi
pasien (patient safety) (Permenkes, 2014).
2014).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara apoteker berkomunikasi dengan dokter untuk menyelesaikan
masalahyang terdapat dalam resep

C. Tujuan
Untuk mengetahui cara apoteker berkomunikasi dengan dokter untuk
menyelesaikanmasalah yang terdapat dalam resep.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi TB
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besarkuman
TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun
bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru)
seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.
B. Etiologi TB
Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara
melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang yang
terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau bicara. Percik renik juga dapat
dikeluarkan saat pasien TB paru melalui prosedur pemeriksaan yang menghasilkan
produk aerosol seperti saat dilakukannya induksi sputum, bronkoskopi dan juga saat
dilakukannya manipulasi terhadap lesi atau pengolahan jaringan di laboratorium. Percik
renik, yang merupakan partikel kecil yang berdiameter 1-5 μm dapat menampung 1-5
basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di dalam udara sampai 4 jam.
Karena ukurannya yang sangat kecil, percik renik ini memiliki kemampuan mencapai
ruang alveolar dalam paru, dimana bakteri kemudian melakukan replikasi.
Ada 3 faktor yang menentukan transmisi M.TB :
1. Jumlah organisme yang keluar ke udara.
2. Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan
ventilasi.
3. Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi.
Penularan TB biasanya terjadi di dalam ruangan yang gelap, dengan minim
ventilasi di mana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang lebih lama.
Cahaya matahari langsung dapat membunuh tuberkel basili dengan cepat, namun
bakteri ini akan bertahan lebih lama di dalam keadaan yang gelap. Kontak dekat dalam
waktu yang lama dengan orang terinfeksi meningkatkan risiko penularan. Apabila
terinfeksi, proses sehingga paparan tersebut berkembang menjadi penyakit TB aktif
bergantung pada kondisi imun individu. Pada individu dengan sistem imun
yang normal, 90% tidak akan berkembang menjadi penyakit TB dan hanya 10% dari
kasus akan menjadi penyakit TB aktif (setengah kasus terjadi segera setelah terinfeksi
dan setengahnya terjadi di kemudian hari). Risiko paling tinggi terdapat pada dua tahun
pertama pasca-terinfeksi, dimana setengah dari kasus terjadi. Kelompok dengan risiko
tertinggi terinfeksi adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun dan lanjut usia.
Orang dengan kondisi imun buruk lebih rentan mengalami penyakit TB aktif
dibanding orang dengan kondisi sistem imun yang normal. 50-60% orang dengan HIV-
positif yang terinfeksi TB akan mengalami penyakit TB yang aktif. Hal ini juga dapat
terjadi pada kondisi medis lain di mana sistem imun mengalami penekanan seperti pada
kasus silikosis, diabetes melitus, dan penggunaan kortikosteroid atau obat-obat
imunosupresan lain dalam jangka panjang.
C. Tatalaksana TB

Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat
M.tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi, Jenis dan
dosis OAT :
1. Isoniazid
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman
dalamkeadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek
sampingyang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam
Bila terjadiikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan
sampai ikterusmembaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri
otot, gatal-gatal.Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai
dosis. b.
2. Rifampisin
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten).
Efeksamping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam,
trombositopenia.Rifampisin dapat menyebabkan warnam merah atau jingga
pada air seni dankeringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau
penderita agar tidakmenjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolism obat dantidak berbahaya.
3. Pirazinamid
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengansuasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia,
hepatitis, atralgia.d.
4. Streptomisin
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik
dankerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
5. Ethambutol
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau,
maupunoptic neuritis.
Prisip dasar pengobatan TB adalah 3 macam obat dan diberikan dalam waktu
6 bulan.OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun
tahap lanjutan dan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT pada anak : 2(RHZ)/4(RH)
yang terdiri dari Rifampisin (R), Isoniazid (H) dan Pirazinamid (Z),
sebagaimana dalam tabel berkut (Kemnekes, 2016):
D. Diagnosis TB
Diagnosis Tb anak pasti dengan menemukan M. tuberculosis pada pemeriksaan
sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
Mengingat kesulitan penegakan diagnosis pasti, maka anamnesis dan pemeriksaan fisis
yang terarah dan cermat sangat diperlukan.
1. Rekomendasi pendekatan diagnosis TB pada anak:
a. Anamnesis (riwayat kontak erat dengan pasien TB dan gejala klinis sesuai
TB)
b. Pemeriksaan fisis (termasuk analisis tumbuh-kembang anak)
c. Uji tuberculin
d. Konfirmasi bakteriologis seperti pemeriksaan TCM, pulasan BTA,
pemeriksaan PCR maupun biakan TB harus diupayakan semaksimal
mungkin
e. Pemeriksaan penunjang lain yang relevan (foto toraks, pungsi lumbal,biopsi
dan yang lainnya sesuai lokasi organ yang terkena)
f. Skrining HIV pada kasus dengan kecurigaan HIV TB anak merupakan
penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling sering terkena adalah paru.
Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai
organ terkait. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa
juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
2. Gejala sistemik / umum TB pada anak:
a. batuk lama atau persisten ≥ 2 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak
pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab lain
batuk telah disingkirkan.
b. Demam lama (≥ 2 minggu)minggu) dan / atau berulang tanpa sebab yang
jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat
malam.
c. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
d. Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi
gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya perbaikan
gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan
e. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
f. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak
disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak.
E. Pencegahan
1. Vaksinasi Bacillus Calmette et Guerin (BCG)
Vaksin BCG masih sangat penting untuk diberikan, meskipun efek proteksi sangat
bervariasi, terutama untuk mencegah terjadinya TB berat (TB milier dan meningitis
TB).29Sebaliknya pada anak dengan HIV, vaksin BCG tidak boleh diberikan
karenan dikhawatirkan dapat menimbulkan BCG-itis diseminata. Halini sering
menjadi dilema bila bayi mendapat BCG segera setelah lahir pada saat status HIV-
nya belum diketahui. Bila status HIV ibu telah diketahui dan Preventing Mother to
Child Transmission of HIV (PMTCT) telah dilakukan maka vaksinasi BCG dapat
diberikan pada bayi yang lahir dari ibu HIV positif, kecuali jika ada konfirmasi
bayi telah terinfeksi HIV.
2. Pengobatan pencegahan dengan INH
Sekitar 50-60% anak kecil yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan
BTA sputum positif, akan terinfeksi TB. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan
mengalami sakit TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB
diseminata yang berat (misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga
diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah sakit TB. Profilaksis
primer diberikan pada balita sehat yang memiliki kontak dengan pasien TB dewasa
dengan BTA sputum positif (+), namun pada evaluasi dengan tidak didapatkan
Indikasi gejala dan tanda klinis TB. Obat yang diberikan adalah INH dengan dosis
10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan, dengan pemantauan dan evaluasi. minimal satu
kali per bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu
diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai dan anak belum
atau tidak terinfeksi (uji tuberkulin negatif).
Pada anak dengan kontak erat TB yang imunokompromais seperti pada HIV,
keganasan, gizi buruk dan lainnya, profilaksis INH tetap diberikan meskipun usia
di atas 5 tahun. Profilaksis sekunder diberikan kepada anak-anak dengan bukti
infeksi TB (uji tuberkulin atau IGRA positif) namun tidak terdapat gejala dan tanda
klinis TB. Dosis dan lama pemberian INH sama dengan pencegahan primer.
Pengobatan pencegahan terhadap anak yang berkontak dengan kasus
indeks TB RO menggunakan ethambutol 15 – 25 mg/kgBB/hari dan levofloksasin
15 – 20 mg/KgBB/hari pada anak balita dan anak imunokompromis disegala usia
yang kontak erat dengan pasien TB RO. Obat diminum 1-2 jam sebelum makan.
Durasi pemberian selama 6 bulan.
3. Pengobatan pencegahan dengan 3HP
Selain pemberian INH selama 6 bulan, WHO 2018 juga merekomendasikan
pemberian regimen lain, yaitu INH-Rifampisin dan INH-Rifapentin (3HP).
Pemberian INH-Rifapentin lebih dipilihkarena pemberiannya yang lebih singkat
yaitu diberikan 1x per minggu selama 12 minggu. Studi menunjukkan kepatuhan
pasien lebih baik pada regimen 3HP sehingga angka keberhasilan menyelesaikan
terapi pencegahan lebih tinggi.

F. Pelayanan kefarmasian di Apotek


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pelayanan farmasi klinik meliputi:
pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat, konseling, pelayanan
kefarmasian di rumah, pemantauan terapi obat, dan monitoring efek samping obat.
1. Pengkajian resep
Kegiatan pengkajian pengkajian resep meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
a. Kajian administrasi meliputi → Nama pasien, umur, jenis kelamin, dan berat badan,
nama dokter, surat izin praktik, alamat, nomor telefon, dan tanggal penulisan resep
b. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas, dan
kompatibilitas
c. Kajian kesesuaian klinis meliputi ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan cara
danlama penggunaan obat, duplikasi dan atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak
diinginkan(alergi, efek samping obat, dan manifestasi klinis lain), kontra indikasi,
dan interaksi.
2. Dispersing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.


Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
a. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep: menghitung kebutuhan jumlah
Obat sesuai dengan Resep; mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.

b. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan


c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: warna putih untuk Obat
dalam/oral; warna biru untuk Obat luar dan suntik; menempelkan label “kocok
dahulu” pada sediaan bentuk suspense atau emulsi.
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda
untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.
BAB III

PEMBAHASAN

KASUS 3

Seorang ibu membawa resep untuk anaknya yang bernama Dimas (6 th). Dimas menderita batuk
serta panas dan dokter telah melakukan foto X terhadapnya.
Setelah membaca resep, saudara selaku farmasis kemudian menghubungi dokternya
untuk menyampaikan permasalahan yang ada pada resep tersebut agar disamping reseptersebut
legal secara administratif juga obat yang diserahkan tepat obat, tepat bentuk sediaan, tepat cara
pemakaian dan tepat dosis, komunikasikan pula pada dokter tersebut bahwa orang tua pasien
termasuk orang yang tidak mampu.
Sediaan Rimfapisin di apotik yang ada 600 mg/kaplet dan INH yang ada di apotik yang
300 mg/tablet.
1. Skrining Administratif

KETERANGAN
NO URAIAN
TIDAK
ADA
ADA
1 INSCRIPTIO
Identitas dokter ✓

Nama dokter ✓

SIP dokter ✓

Alamat praktek ✓

Nomor telepon ✓

Tempat penulisan resep ✓


Tanggal penulisan resep ✓
2 INVOCATIO

Tanda penulisan resep (R/) ✓


3 PRESCRIPTIO/ORDONATIO
Nama obat ✓

Bentuk sediaan ✓

Kekuatan sediaan R/1 ✓


Kekuatan sediaan R/2 ✓

Jumlah obat R/1 ✓

Jumlah obat R/2 ✓

4 SIGNATURA
Aturan pakai obat ✓
5 SUBSCRIPTIO

Tanda tangan/paraf dokter ✓

6 PRO
Nama ✓

BB ✓

Umur ✓
Alamat ✓
2. Skrining Farmasetik
Dosis
Nama Kekuatan Stabilitas
No. Kandungan Dosis
Obat Sediaan Dosis Lazim Obat
Maksimal
1. Rimactane Rifampisin 300 mg Sehari 600 Anak < 12 tahun Dalam wadah
mg
: Sehari 1 x 10- tertutup rapat,
20 mg/KgBB terlindung
dari cahaya
2. Isoniazid Isoniazid 100 mg Sehari300 Anak : Sehari 10 Dalam wadah
mg mg/kgBB (antara tertutup rapat,
sehari 10- terlindung
15mg/kgBB) dari cahaya
3. Vitamin Vitamin B6 10 mg - Anak-anak : Dalam wadah
B6 Sehari 3x ½ tertutup rapat,
4tablet terlindung
dari cahaya

3. Skrining Klinis
No. Nama Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping Interaksi
Obat
1. Rimactane Mengobati Ikterus, Urin berwarna Rimactane dapat
tuberkulosis hipersensitivitas kemerahan, berinteraksi jika
gangguan GI, digunakan bersama
meningkatnya kortikosteroid,
enzim hati, antikoagulan
hepatitis, ikterus, kumarin,
leukopenia, digitoksin,
eosinofilia, sindrom metadon dan
flu (pada terapi tolbutamide.
yang terus-menerus
atau setelah
pengobatan
dihentikan
sementara)
2. Isoniazid Mengobati Hipersensitif Neurotoksis pada Isoniazid
tuberkulosis terhadap saraf perifer dan menghambat enzim
isoniazid, pusat CYP2C19 dan
penyakit hati CYP3A4, interaksi
akut, gangguan dengan konvulsan,
fungsi ginjal benzodiazepin,
fenobarbital,
klorpromazin,
antikoagulan,
alfentanil.
3. Vitamin Membantu Hipersensitif Efek samping Vitamin B6 dapat
B6 memenuhi terhadap vitamin jarang terjadi berinteraksi dengan
kebutuhan B6 seperti : mengantuk, obat lain seperti
vitamin B6 kaki mati rasa, levodopa, fenitoin,
fenobarbital,
barbiturate dan
altretamin.

4. Parameter skrining, permasalahan dan pengatasan


Skrining klinis Keterangan
Ketepatan indikasi Sudah tepat indikasi
Ketepatan dosis obat Tidak tepat
Aturan, cara, lama penggunaan Tidak tepat
Duplikasi obat atau polimorfisme Tidak ada
Kontra indikasi Tidak ada
Interaksi obat Tidak ada
5. Permasalahan dan Pengatasan
Permasalahan Pengatasan
Resep tidak tertera tanggal pembuatan Konfirmasi ke dokter mengenai tanggal
resep penulisan resep
Resep tidak tertera alamat pasien Konfirmasi ke dokter mengenai alamat

pasien
Resep Rimactane tidak ada jumlah obat Konfirmasi ke dokter mengenai jumlah obat
Pemberian dosis rinfampicin diresep 300 Dosis harian untuk rifampisin adalah 225 mg/bb
mg untuk sekali minum, dan isoniazid menyesuaikan berat batan pasien untuk
100mg untuk sekali minum hal tersebut meminimalisir efek samping yang mungkin
tidak sesuai terjadi. Jadi dosis di turunkan
Dosis harian untuk untuk isoniazid adalah
170mg/bb menyesuaikan berat badan pasien
untuk meminimalisir efek samping yang
mungkin terjadi. Jadi dosisnya diturunkan
Pasien mengalami panas/demam akan Maka pasien diberikan sanmol sirup atas
tetapi tidak ada obat untuk mengatasinya persetujuan dokter
diresep

Orang tua pasien merupakan orang yang komunikasikan dengan dokter mengenai
tidak mampu penggantian obat Rimactane menjadi obat
generik
Signa tidak tepat Diganti menjadi sekali sehari
6. Konsultasi Dokter
Suatu hari datang pasien bernama An. Dimas beserta orang tuanya ke Apotek Sehat. Ia
akan menebus resep sang anak diapotek tersebut akan tetapi setelah Apoteker melakukan skrining
resep terdapat beberapa hal yang perlu dikonfirmasi ke dokter penulis resep. Kemudian apoteker
melakukan konfirmasi kepada dokter via telefon.
Apoteker : Halo, selamat siang. Apakah benar ini tempat praktek dr. Melati Putri spesialis
anak?

Dokter : Selamat siang, iya benar dengan saya sendiri dr.Melati Putri. Mohon maaf ini
dengan siapa ya?

Apoteker : Selamat siang dokter, perkenalkan saya Apoteker Ananta yang bertugas di
Apotek Elvita Farma. Mohon maaf dok sebelumnya, apakah dokter berkenan
meluangkan waktu sebentar untuk mendiskusikan resep yang ditulis atas nama
dokter?

Dokter : Ya baik, bisa mas. Ada apa ya?

Apoteker : Baik Dok, terimakasih. Jadi begini dok, saya ingin memastikan salah satu pasien
dokter yang datang menebus resep di Apotek saya. Pasien atas nama Anak Dimas,
umur 6 tahun. Apakah benar pasien dokter?

Dokter : Oh iya betul , apakah ada masalah dengan resepnya ya?

Apoteker : Baik Dok, resep tersebut dituliskan tanggal berapa dan alamatnya dimana ya dok?
karena diresep belum tercantum tanggal penulisan resep dan alamat pasien.

Dokter : Pasiennya datang periksa tadi pagi mas, tanggal 17 Maret 2023, alamatnya
mojosongo.

Apoteker : Baik dok, izin mengkonfirmasi kembali, dokter meresepkan dengan 2 resep obat
yaitu
R/1 Rimactane mg 300
S3dd1 cap ( 1 jam ac)

R/2 INH 100 mg


Vit.B6 10 mg
m.f. da in caps dtd no XC
S3dd1 caps

Apakah betul dok?


Dokter : Iya betul mas

Apoteker : Baik, Dok. Kemudian saya ingin berkonsultasi dengan dokter, bahwa orang tua
pasien ini kurang mampu. Saya menyarankan obat Rimactane diganti menjadi
generiknya yaitu Rifampisin, apa diperkenankan Dok?

Dokter : Jadi begitu ya, boleh kalau begitu, yang penting kandungannya sama.

Apoteker : Kemudian untuk resep rifampisin belum ada nomeronya dok?

Dokter : Untuk rifamfisin nomeronya XC mas

Apoteker : Baik Dok. Kemudian untuk rifampisin di apotek saya ini yang tersedia dosisnya
600 mg, dan menurut pedoman tata laksana tuberkulosis, untuk anak-anak dosis
hariannya berdasarkan berat badan pasien adalah 255 mg/bb per hari. Sehingga
aturan pakainya 1 x sehari 1 kapsul saja dok. Kemudian untuk obat isoniazid, di
apotek saya juga yang tersedia dosisnya 300 mg, untuk anak-anak dosis hariannya
berdasarkan berat badan pasien adalah 170 mg/bb per hari. Sehingga aturan
pakainya juga 1 kali sehari 1 kapsul saja.

Dokter : Mmmm, begitu ya. Baik mas tidak apa-apa, kalau sudah sesuai dengan pedoman,
saya terima ya. Yang penting tidak overdosis.

Apoteker : Baik dok, lalu pasien ini masih berusia 6 tahun untuk resep racikannya disini
tertera kapsul, saya sarankan sediaannya dibuat puyer saja dok untuk memudahkan
pasien, apakah dokter berkenan ?

Dokter : Boleh silahkan, yang penting kandungannya sudah sesuai

Apoteker : Baik dok, lalu pasien ini juga mengalami demamdan diresep tidak ada obat untuk
mengatasi demamnya, jadi bagaimana dok ?

Dokter : Kalua begitu diberi parasetamol saja untuk menurunkan demam pasien.

Apoteker : Baik dok, karana disini pasiennya anak jadi saya kasih sanmol sirup ya dok.

Dokter : Ya mas boleh,


Apteker : Baik dokter, saya izin memverifikasi ulang mengenai perbaikan resep tadi atas
nama An. Dimas usia 6 tahun alamat mojosongo. Obat Rimactane diganti dengan
rifampisin dengan dosis diturunkan menjadi 255 mg dengan aturan pakai 1x sehari
1 bungkus. Obat isoniazid dosis diturunkan menjadi 170 mg dengan aturan pakai
1x sehari 1 bungkus. Kemudian untuk demam pasien diberi obat sanmol sirup
saja.

Dokter : Iya mas sudah betul semua, Apa masih ada lagi mbak?

Apoteker : Sudah cukup, Dok., Terima kasih atas ketersediaan waktu serta penjelasannya ya
dok. Mohon maaf mengganggu waktu dokter. Semoga sehat selalu ya dok,
selamat siang

Dokter : Sama-sama mas, terima kasih juga sudah mengkonfirmasi ulang resep dari
pasien saya. Selamat siang
BAB IV

KESIMPULAN

Maka dapat disimpulkan pemberian rinfampicin dan isoniazid pada resep tidak
sesuai dantelah dilakukan konseling terhadap dokter yang dimana dosis rinfampicin dan
isoniazid diturunkan sesuai dengan berat badan pasien yaitu rinfampicin 255mg/bb per hari
dan isoniazid 170 mg/bb per hari, dan pemberian rinfampicin dan isoniazid diganti
menjadi pulvers karena persedian diapotik hanya ada sediaan yang 600mg dan 300mg, dan
yang terakhir ditambahkan obat sanmol sirup untuk pasien karena pasien demam dan sudah
disetujuai oleh dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro et al. 2020. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach


Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5.
Jakarta: Depkes RI, p441-448
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional
PengengadalianTuberkulosis. Jakarta : Kemenkes RI
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman Nasional Pelayanan
KedokteranTata Laksana Tuberkulosis. Jakarta : Kemenkes RI

Anda mungkin juga menyukai