Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS

PUSKESMAS DASAN AGUNG

IDENTITAS PASIEN
Tn. Zulkifli/40 th/L/Banjar Dasan Agung

LATAR BELAKANG
Latar Belakang:

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang
sampai saat ini menjadi masalah kesehatan penting di dunia. Tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru‐paru ini merupakan satu‐ satunya bentuk dari TB yang mudah menular dengan penularan secara
droplet. Kebanyakan orang yang terkena TB tidak pernah menunjukan gejala, karena bakteri dapat
hidup dalam bentuk tidak aktif pada tubuh dan dapat menjadi aktif ketika sistem kekebalan tubuh
menurun. Seorang pasien TB, khususnya TB paru pada saat dia bicara,batuk,dan bersin dapat
mengeluarkan percikan dahak yang mengandung M.tb. Orang-orang disekeliling pasien TB tersebut
dapat terpapar dengan cara menghisap percikan dahak (droplet). Infeksi dapat terjadi apabila seseorang
yang rentan menghirup percikan renik yang mengandung kuman TB melalui mulut atau hidung , saluran
pernafasan atas, bronchus hingga mencapai alveoli. Pengobatan penyakit tuberkulosis biasanya
membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan aturan minum obat yang ketat, guna mencegah resiko
terjadinya resistensi antibiotik. Jika tidak ditangani dengan segera, penyakit TBC dapat berakibat fatal.
Meski begitu TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan dan bisa di cegah. Gejala klinis pada TB
dibagi menjadi gejala respiratorius dan sistemik. Gejala respiratorius yang timbul seperti batuk >2
minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada. Sedangkan untuk gejala sistemik yang timbul seperti
demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun. Pada tahun 2015 jumlah
kasus tuberkulosis yang ditemukan sebesar 330.910 kasus, tahun 2016 sebesar 360.565 kasus,
dan tahun 2017 sebesar 425.089 kasus. Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-
2014, prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000
penduduk berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TB BTA positif sebesar 257 per 100.000
penduduk berumur 15 tahun ke atas. Oleh karena itu diberlakukanlah skrining TB yang
dibutuhkan bagi pasien yang mengalami gejala (TB aktif) atau memiliki kondisi tertentu yang
dapat meningkatkan risiko TB. Terdapat beberapa jenis tes yang dilakukan untuk mendeteksi
tuberkulosis. Bagi anak-anak, skrining TB umumnya dilakukan dengan tes Mantoux. Sedangkan
pada pasien dewasa, pemeriksaan ini bisa berupa tes dahak dan rontgen dada. Sesuai Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 67/2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, skrining atau
penemuan kasus merupakan salah satu strategi penanggulangan TB yang dapat dilakukan secara
aktif, pasif, intensif, dan masif.
PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
- Masyarakat masih belum paham terhadap kasus TBC
- Masyarakat masih menggangap batuk lama merupakan keluhan biasa
- Masyaraka tidak datang berobat langsung ketika gejala ringan, namun ketika sudah ada
gejala lain seperti sesak, penurunan BB dan keringat malam hari biasanya, pasien baru
datang ke fayankes dimana pada kondisi ini pasien sudah banyak kontak dengan
keluarga, tetangga dan lain ebagaimanya yang menimbulkan kasus baru.
- Pengobatan TB pada masyrakat seringkali tidak tuntas
- Tidak adanya pengawas minum obat (PMO) ketika merawat pasien TB

PEMILIHAN INTERVENSI
1. Seluruh pasien yang dicurigai TB dengan kondisi memiliki gejala kea rah TB melakukan
pemeriksaan dahak seperti :
Gejala klinis TB paru
Gejala penyakit TB tergantung pada lokasi lesi, sehingga dapat
menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut:
1.Batuk lebih dari sama dengan 2 minggu
2. Batuk berdahak
3. Batuk berdahak dapat bercampur darah
4. Dapat disertai nyeri dada
5. Sesak napas
Dengan gejala lain meliputi :
1. Malaise
2. Penurunan berat badan
3. Menurunnya nafsu makan
4. Menggigil
5. Demam
6. Berkeringat di malam hari
2. Pasien yang sudah mendapatkan hasil TCM positif atau pemeriksaan bakteriologis positif
selanjutnya akan dilakukan konsultasi ke dokter dan petugas TB
3. Pasien diminta untuk datang, melakukan penimbangan berat badan dan biasanya jika
pasien baru terdiagnosis TB diantar oleh kader
4. Pasien yang datang seharusnya di damping oleh keluarga yang tinggal 1 rumah guna
menjadi PMO atau pengawas minum obat untuk mengingkatkan pasien waktu minum
dan waktu control
5. Penanggung jawab program TB akan melakukan tracking guna mencari riwayat kontak
pasien untuk dilakukan skrining selanjutnya.
6. Melihat factor resiko yang mungkin dimiliki saat dilakukannya tracking yakni :
Faktor risiko TB
Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
penyakit TB, kelompok tersebut adalah :
1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.
2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu panjang.
3. Perokok
4. Konsumsi alkohol tinggi
5. Anak usia <5 tahun dan lansia
6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang infeksius.
7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberculosis (contoh: lembaga
permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)
7. Tujuan pengobatan TB ialah :
- Menyembuhkan, mempertahakan kualitas hidup dan produktivitas pasien
- Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutannya
- Mencegah kekambuhan TB
- Mengurangi penularan TB aktif kepada orang lain
- Mencegah perkembangan dan penularan resistensi obat
8. Prinsip Pengobatan TB :
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran
lebih lanjut dari bakteri penyebab TB.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4
macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan obat)
sampai selesai masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta
tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
9. Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :
a. Tahap awal : Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal
pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan
b. Tahap lanjutan : Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang
masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase
lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.

PENATALAKSANAAN
1. Pasien yang sudah mendapatkan hasil TCM atau pemeriksaan bakteriologis positif
dikonsultasikan ke dokter
2. Dokter memberikan terapi sesuai kategori pasien
3. Penanggung jawab TB mengambilkan obat dan memberikan masker dan mencatat di
buku laporan dan melakukan edukasi dan KIE kepada pasien
4. Obat anti TB kategori 1 dimana pasien baru pertama kali terdiagnosis TBC sehingga
untuk pengobatan pasien masuk kategori 1 yaitu Kasus baru adalah pasien yang belum
pernah mendapat OAT sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan
(< dari 28 dosis bila memakai obat program).
Resep yang diberikan ialah : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3
Fase insentif 2 bulan : RHZE
Fase lanjutan 4 bulan : RH
Puskesmas Dasan Agung menggunakan pengobatan menggunakan Kombipak
Kategori 1 atau intensif : Kombipak (HRZE) tiap hari selama 2 bulan
EVALUASI DAN MONITORING
1. Pemantauan respon pengobatan : Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons
terapinya. Pemantauan reguler akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan
tata laksana reaksi obat yang tidak diinginkan. Semua pasien, PMO dan tenaga kesehatan
sebaiknya diminta untuk melaporkan gejala TB yang menetap atau muncul kembali,
gejala efek samping OAT atau terhentinya pengobatan. Berat badan pasien harus
dipantau setiap bulan dan dosis OAT disesuaikan dengan perubahan berat badan. Respon
pengobatan TB paru dipantau dengan sputum BTA. Perlu dibuat rekam medis tertulis
yang berisi seluruh obat yang diberikan, respons terhadap pemeriksaan bakteriologis,
resistensi obat dan reaksi yang tidak diinginkan untuk setiap pasien pada kartu berobat
TB.
2. Efek samping OAT : Penting dilakukannya pemantauan gejala klinis pasien selama
pengobatan sehingga efek tidak diinginkan tersebut dapat dideteksi segera dan ditata
laksana dengan tepat. Neuropati perifer menunjukkan gejala kebas atau rasa seperti
terbakar pada tangan atau kaki.

Anda mungkin juga menyukai