Anda di halaman 1dari 49

Farmakoterapi

Kelompok 2
Rani Stmarotul F 11151020000007
Difa Zhuhra 11151020000008
Dhimas Aditya 11151020000023
Devi Ananda 11151020000025
Mariyatul Qibtiyah 11151020000047
Kasus 1
a. Bagaiamna cara yang tepat untuk
menggunakan antipiretik pada penangan
pasien yang sedang dalam pengobatan
antibiotik?
 Antipiretik dapat menghambat atau meningkatkan pertumbuha bakteri
atau jamur, mengubah kepekaan bakteri terhadap antiobiotik, serta
dapat menginduksi atau megnurangi frekuensi mutasi yang
menyebabkan resistensi antimikroba. beberapa antipiretik daoat
mempengaruhi aktivitas anitmikroba
 Contohnya asam salisilat dapat meningkatkan resistensi antimikroba
terhadap beberapa patogen, kemudian asam salisilat dapat
meningkatakan resistensi H.pylori terhadap claritomycin dan
amoxiciliin
 Solusinya adalah dengan monitoring penggunaan antibiotik dan
antipiretik. jika menghambat kerja antibiotik, maka segera hentikan
pengugunaan antipiretik
b. Hal-hal yang dapat mengkonfirmasi
adanya infeksi
 demam
 nyeri
 terjadi pembengkankan/penegangan/kemerahan pada daerah

yang dirasa terinfeksi


 jumlah sel darah putih meningkat
Daftar Pustaka
 Feby, Rahma Astri (2016) IDENTIFIKASI BAKTERI PENYEBAB
INFEKSI NOSOKOMIAL PADA TELEPON SELULER MAHASISWA
KLINIK FK UNAND DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG. Diploma
thesis, Universitas Andalas.
 Zimmermann, Petra, and Nigel Curtis. 2017. Antimicrobial

effects of antipyretics. Journal of Antimicrob Agents


Chemother v.61(4)
Kasus 2
Nyonya A berusia 36 tahun masuk ke rumah sakit dengan
riwayat batuk selama 2 bulan. Yang akhir-akhir ini menjadi
produktif. Dia juga mengalami fatigue, berkeringat pada malam
hari, dan kehilangan bobot badan seberat 7 kg. Saat ini Ny A
juga sedang dalam pengobatan diabetes mellitus yang dikontrol
dengan insulin tiap hari dengan dosis 10 unit, dengan status
nutrisi yang tidak baik akibat diet. Ny A bekerja sebagai
sukarelawan pada rumah perawatan selama beberapa hari per
minggu. Terakhir ditemukan 2 orang pasien yang dia rawat yang
mengidap TB aktif yang tak terdiagnosa.
1. Apa saja yang terjadi pada diri Ny A yang dapat
mengarahkan diagnosa pada TB?
Jawab :
 Riwayat batuk selama 2 bulan (akhir-akhir ini menjadi lebih

produktif)
 Mengalami fatigue
 Berkeringat pada malam hari
 Kehilangan bobot badan seberat 7 kg
2. Jelaskan cara-cara transmisi/penularan dari penyakit TB! Faktor
apa saja yang mempengaruhi penularan TB tersebut pada
sesorang? Bagaimana upaya untuk mencegah penularan tersebut?
Jawab :
Sumber penyebaran adalah individu actively-infected (penderita TB
aktif). Pada waktu batuk atau bersin, penderita ini menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Seseorang dapat terinfeksi jika droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC
tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya yaitu
melalui sistem peredaran darah,sistem saluran limfe, saluran nafas
atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Rafflesia,
2014).
Faktor yang mempengaruhi penularan TB
Faktor pengetahuan, semakin tinggi
Perilaku merokok dapat memicu pengetahuan seseorang tentang
kemungkinan tertularnya kuman TB kesehatan maka akan semakin tinggi
seperti hasil penelitian Soejadi kesadaran untuk berperan serta dalam
(2006), responden yang mempunyai kesehatan (Notoatmojo, 2010).
kebiasaan merokok terdapat 70,3 % Menurut (Soejadi, 2006) menunjukan
menderita TB. ada pengaruh tingkat pengetahuan
terhadap kejadian TB sebesar 65,9% .

Faktor kondisi sosial ekonomi ,


Faktor environment, diantaranya
WHO (2012) menyebutkan 90%
keadaan ventilasi dan lantai rumah
penderita TB di dunia menyerang
yang tidak memenuhi syarat. Ventilasi
kelompok sosial ekonomi miskin.
yang kurang dan lantai yang lembab
Status gizi yang rendah ataupun
menyebabkan bakteri akan mudah
menurun akan memudahkan bakteri
berkembang biak dan viabilitas yang
menyerang dan menyebabkan
lebih lama.
penyakit TB (Almatsier, 2003).
Upaya Pencegahan TBC
 Vaksin yang digunakan untuk mencegah penyakit TB yaitu
vaksin BCG. Vaksin BCG biasanya diberikan pada bayi
berumur 3-14 bulan.
 Tutup mulut mengunakan masker, hal ini merupakan
langkah pencegahan TB secara efektif bila berhadapan
dengan penderita TB aktif. Jangan lupa untuk membuang
masker secara teratur.
 Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah
begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh
orang lain.
3. Apa yang dimaksud dengan TB laten dan TB
aktif?
TB laten ialah ketika seseorang terinfeksi M. tuberculosis namun
tidak memiliki tanda atau gejala penyakit TB serta tidak infeksius,
tetapi tetap memiliki risiko menjadi TB aktif dan infeksius. Infeksi
tuberkulosis laten (ITBL) adalah kondisi respons imun persisten
terhadap stimulasi antigen Mycobacterium tuberculosis tanpa ada
bukti klinis TB aktif, kelainan radiografik, dan bakteriologis (Center
for Disease Control and Prevention. Latent tuberculosis
infection;2013).
TB aktif ialah kondisi dimana seseorang yang terinfeksi M.
tuberculosis dan menunjukan gejala-gejala TB serta biasanya
menampilkan hasil positif terhadap diagnosis TB
Sumber:
www.Kalbemed.com
4. Tahap-tahap apa yang perlu dilakukan Ny A untuk
memastikan yang bersangkutan mengalami TB, jelaskan!

 Suspek TB dilakukan pemeriksaan sputum atau dahak secara mikroskopis. Hasil


pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya
positif.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pagi pada hari kedua Apabila hanya 1 spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan
dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang.
 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2
spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan
mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.
 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu


memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis. (Depkes RI, 2011).
5. Apakah Ny A pelu dites infeksi HIV?
Ya, Ny A perlu melakukan tes HIV karena, salah satu faktor resiko oarang yang
terkena TB ialah Orang yang bekerja atau tinggal di fasilitas atau institusi
dengan risiko tinggi TB, seperti rumah sakit yang melayani pasien TB,
tunawisma, rumah perawatan, atau tempat tinggal pasien dengan infeksi HIV/
AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Penderita TBC laten dapat terkena TBC aktif kelak, terutama jika juga menderita
HIV. HIV melemahkan sistem imunitas – “HIV membuka pintu untuk infeksi lain”
– maka, jika Ny A menderita HIV dan TBC laten, Ny A lebih mungkin terkena TBC
aktif. Jika dua infeksi ini tidak dirawat, infeksinya akan bersama menyebabkan
penyakit yang sangat serius. (Indonesia TB-HIV Connection)
Begitu pula dengan orang dengan HIV seharusnya diperiksa untuk ITBL sesegera
mungkin setelah diketahui status HIVnya, sebab berisiko 10 kali lebih besar
menjadi penyakit TB dibandingkan. (Wijaya, 2017)
6. Adakah hubungan antara penyakit diabetes melitus yang dialami oleh Ny A
dengan kemungkinan dia terkena TB?
Jawab :
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko tersering pada
pasien TB paru. Saat ini, prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring
dengan peningkatan prevalensi pasien DM. Frekuensi DM pada pasien TB
dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini 2-5 kali lebih
tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang non-diabetes
(Kemenkes RI, 2013).
Peningkatan resiko terjadinya TB aktif pada penderita DM diduga akibat
gangguan sistem imun. Pada penderita diabetes, imunitas seluler berkurang
yang berdampak pada berkurang limfosit Th1 termasuk produksi TNFα, IL 1β
dan IL6. Padahal marker ini memainkan peranan penting dalam pertahanan
terhadap kuman M.Tb. Terjadinya keadaan hiperglikemia juga menciptakan
lingkungan yang mendukung untuk tumbuh dan berkembangnya kuman
M.Tb (Arliny, 2015).
7. Jika diagnosa telah ditegakkan atas Ny A dan dikatakan
mengalami TB aktif, Jelaskan langkah terapi yang akan
diberikan kepada Ny A tersebut!
Jawab :
WHO merekomendasikan pengobatan dengan paduan harian
sepanjang periode pengobatan OAT (2RHZE/4RH) pada pasien
dengan TB paru kasus baru.
Lanjutan…
Dengan demikian terapi untuk
Ny. A adalah 2RHZE/4RH
(Kemenkes RI, 2013).

 2 Bulan Fase Intensif (setiap


hari)
Rifampisin (10 mg/KgBB)
Isoniazid (5 mg/KgBB)
Pirazinamid (25 mg/KgBB)
Etambutol (15 mg/KgBB)
 4 Bulan Fase Lanjutan
Rifampisin (10 mg/KgBB)
Isoniazid (5 mg/KgBB)
8. Apa yang perlu diperhatikan dan dilakukan terhadap NY A selama yang
bersangkutan melakukan pengobatan dengan antituberkulosis, jelaskan!
Jawab :

Rekomendasi pengobatan TB dengan Diabetes Mellitus (Kemenkes RI, 2013)


 Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar

gula darah terkontrol.


 Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada

mata; sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata.


 Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mendeteksi dini bila

terjadi kekambuhan.
 Efek samping INH berupa gejala-gejala saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di

kaki, dan nyeri otot. Pasien DM juga sering disertai dengan gejala neuropati,
maka perlu diberi vitamin B6 (piridoksin) 100 mg/hari untuk mencegah
neuropati perifer akibat pemberian INH (Wijaya, 2015).
9. Jika Nyonya A lupa minum obat sebanyak 3 kali bertururt-turut, apa
yang perlu dilakukan oleh yang bersangkutan? Haruskah Ny A memulai
terapinya dari awal lagi?

Kepatuhan pasien dalam minum obat sangat mempengaruhi


kesembuhan penyakit. Obat TB seharusnya diminum rutin
sesuai jadwal pengobatan. Jika obat tidak diminum sampai
beberapa hari dikarenakan lupa ataupun hal lainnya maka hal
itu akan sangat mempengaruhi kesembuhan pasien.
Ketidakteraturan ataupun ketidakpatuhan minum obat
mengakibatkan kegagalan pengobatan dan akibatnya
pengobatan akan diulang dari awal lagi. (Siamsidah, 2011)
10. Jika diagnosa terhadap Ny A
adalah TB laten, terapi apa yang
menjadi pilihan untuk yang
bersangkutan?

Pemilihan regimen
untuk ITBL dapat
didasarkan pada
rekomendasi WHO
(WHO 2015) dan
disesuaikan dengan
kondisi pasien masing-
masing, sebagai berikut
ini:
11. Apa saja yang menjadi penyebab
resistensi terhadap antituberkolosis?
Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah
ulah manusia, baik penyedia layanan, pasien, maupun program/sistem layanan
kesehatan yang berakibat terhadap tatalaksana pengobatan pasien TB yang
tidak sesuai dengan standar dan mutu yang ditetapkan (Depkes RI, 2011)

Resistensi OAT sebagian besar disebabkan karena ; (Nugrahaeni dan Upep,


2015).
Pengobatan sebelumnya di diagnosis tidak tepat,
Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat,
Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat,
 Tidak teratur menelan obat anti tuberkulosis,
Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
 Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
 Center for Disease Control and Prevention. Latent tuberculosis infection: A guide for primary health care
providers. Georgia; 2013.
 Notoatmojdo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
 Soejadi, Teddy Bambang; Desy Ari Apsari. Suprapto. 2006. Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Kasus Tuberculosis Paru. Yogyakarta. Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Ahmad Dahlan.
 Arliny, Yunita. 2015. Tuberkulosis Dan Diabetes Mellitus Implikasi Klinis Dua Epidemik. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala, Vol.15, No. 1.
 www.kemkes.go.id
 Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.
Jakarta : Kemenkes RI.
 Rafflesia, Ulfasari. 2014. Model Penyebaran Penyakit Tuberkulosis (TBC). Jurnal Gradien Vol. 10 No. 2, hlm.
983-986.
 WHO. Guidelines on the management of latent tuberculosis infection [Internet]. 2015. Available from:
http://www.who.int/tb/publications/latent-tuberculosisinfection/en/
 Wijaya, Victor Nugroho . 2017. Infeksi Tuberkulosis Laten - Diagnosis dan Tatalaksana. Jambi: CDK-257/
vol. 44 no. 10 th. 2017
 Wijaya, Indra. 2015. Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Melitus. Departemen Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, CDK-229/ vol. 42 no. 6
Kasus 3
PENYEBAB DIARE
1. Diare akibat virus
 Diare ini disebabkan oleh virus yang melekat pada sel-sel mukosa usus yang rusak sehingga kapasitas reabsorpsi menurun.
Diare akan berlangsung selama beberapa hari, yaitu berkisar 3-6 hari, hingga virus benar-benar hilang. Contohnya antara
lain : rotravirus, adenovirus, norwalk (Atmaja. W., 2011).
 2. Diare akibat bakteri
 Diare ini disebabkan oleh kurangnya higienisitas makanan. Bakteri masuk ke dalam mukosa dan memperbanyak diri serta
membentuk toksin-toksin yang dapat direabsorpsi kedalam darah dan menimbulkan gelaja hebat seperti demam tinggi,
nyeri kepala dan kejang, serta feses berdarah dan berlendir. Contohnya : salmonella, shigella, dan E. Coli (Atmaja. W., 2011)
 3. Diare akibat parasit
 Diare akibat parasit ditandai dengan ekskresi tinja yang terus menerus dan bertahan lebih dari satu minggu. Gejala lainnya
dapat berupa nyeri perut, demam, anoreksia, nausea, muntah-muntah dan rasa letih (malaise). Contoh : protozoa
Entamoeba histolytica, Giardia Llambia, Cryptosporidium ( Atmaja. W., 2011).
 4. Diare akibat enterotoksin
 Diare ini disebabkan oleh kuman-kuman yang membentuk enterotoksin. Toksin melekat pada sel mukosa dan merusaknya.
Diare ini akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam waktu lima hari setelah sel-sel mukosa yang baru.
Contoh : enterotoksin dari E. Coli dan Vibrio cholera, enterotoksin dari Shigella, salmonella dan Entamoeba histolytica
( Atmaja. W., 2011).
Kasus 4
Tn B dan C (23 tahun) sedang berlibur ke negara Meksiko. Pada
hari pertama kedatangan di Meksiko, mereka berdua mengkonsumsi
buah dan sayuran segar dari penjual jalanan dan meminum air
tanpa kemasan. Pada hari kedua, Tn C mengalami 1-2 kali BAB
berair tanpa darah dan tanpa gejala saluran pencernaan lainnya.
Tuan B lebuh berat, dengan BAB 6-7 kali, feses berdarah. Keduanya
tanpa merasakan pusing atau haus. Keduanya terus minum air
dalam jumlah yang cukup untuk menghindari dehidrasi. Apa yang
mungkin dialami oleh kedua pelancong tersebut? Penanganan apa
yang harus dilakukan terhadap tuan B dan C baik non maupun
farmakologi? Adakah cara untuk mencegah kejadian ini?
Assesment
• Identitas Pasien
 Nama pasien : Tn B dan Tn C
 Umur pasien : 23 tahun
• Data Subjektif
 Tn C mengalami 1-2 kali BAB berair tanpa darah dan tanpa gejala saluran
pencernaan lainnya. Tuan B lebuh berat, dengan BAB 6-7 kali, feses berdarah.
Keduanya tanpa merasakan pusing atau haus.
• Kemungkinan penyebab
 Pada hari pertama kedatangan di Meksiko, mereka berdua mengkonsumsi buah
dan sayuran segar dari penjual jalanan dan meminum air tanpa kemasan.
• Data Objektif
 Tidak ada (-)
Klasifikasi diare
1. Menurut onset terjadinya
 Berdasarkan waktu onset dan durasi, diare dikelompokkan menjadi akut dan kronis.
Episode diare akut umumnya hilang dalam waktu 72 jam dari onset. Diare kronis
menyebabkan frekuensi buang air besar yang lebih sering dan periode diare yang lebih
panjang (Elin, et al., 2009). Menurut WHO (2005) diare terdiri dsri beberapa jenis yaitu :
a. Diare akut
 Diare akut adalah penurunan konsistensi feses, feses menjadi cair, biasanya buang air
besar lebih dari 3x sehari berlangsung kurang dari 14 hari. Kebanyakan pasien diare
menderita akut ringan sampai sedang. Diare ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 3-7
hari (Guarino, dkk, 2014).
 b. Diare akut berdarah
 Diare akut berdarah yang disebut disentri, mempunyai bahaya utama yaitu kerusakan
mukosa usus, sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi seperti dehidrasi.
 c. Diare persisten
 Adalah diare yang berlangsung 14 hari atau lebih, bahaya utamanya adalah malnutrisi dan
infeksi non-usus serius dan dehidrasi.
 d. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiokor)
 Adalah diare yang mempunyai bahaya utama infeksi yang parah, dehidrasi, gagal jantung
dan kekurangn vitamin dan mineral.
 2. Menurut penyebabnya
a. Diare osmpotik
 Diare osmotik terjadi bila bahan-bahan tertentu yang tidak dapat diserap ke dalam
darah, tertinggal di usus. Bahan tersebut menyebabkan peningkatan kandungan air
dalam tinja, sehingga terjadi diare. Makanan tertentu (buah dan kacang-kacangan) dan
sorbitol juga manitol (pengganti gula dalam makanan dietetik, permen dan permen karet)
dapat menyebabkan diare osmotik.
 b. Diare sekretorik
 Sindrom malabsorpsi juga bisa menyebabkan diare. Pada penderita sindrom ini tidak
dapat mencerna makanan secara normal. Pada malabsorpsi secara menyeluruh, lemak
tertinggal diusus besar dan menyebabkan diare sekretorik.
 c. Diare eksudatif
 Diare eksudatif terjadi jika lapisan usus besar mengalami peradangan dan membentuk
tukak, lalu melepaskan protein, darah, lendir dan cairan lainnya, yang akan
meningkatkan kandungan serat dan cairan pada tinja.
 d. Pertumbuhan bakteri berlebih
 Pertumbuhan bakteri berlebih adalah pertumbuhan bakteri alami usus dalam jumlah yang
sangat banyak atau pertumbuhan bakteri yang secara alami tidak ditemukan diusus. Hal
ini bisa menyebabkan diare. Bakteri alami usus memegang peranan penting dalam proses
pencernaan. Karena itu , gangguan pada bakteri usus bisa menyebabkan diare
(Soegianto, 2009).
 3. Berdasarkan derajat dehidrasinya
a. Diare dengan dehidrasi berat
 Anak yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena secara
cepat dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral
segera setelah anak membaik. Pada daerah yang sedang mengalami kolera,
berikan pengobatan antibiotik yang efektif terhadap kolera (WHO, 2009).
 b. Diare dengan dehidrasi sedang/ringan
 Pada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi ringan/sedang harus diberi
larutan oralit, dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam
pemantauan dan ibunya diajari cara menyiapkan dan memberikan larutan
oralit ( WHO, 2009).
 C. Diare tanpa dehidrasi
 Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus
mendapatkan cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya
dehidrasi. Anak harus terus mendapatkan diet yang sesuai dengan umur
mereka, termasuk meneruskan pemberian ASI (WHO, 2009).
Apa yang dialami oleh TN c ?
 Tn C mengalami 1-2 kali BAB berair tanpa darah dan tanpa gejala
saluran pencernaan lainnya. Tn C tidak mengalami diare, karena
menurut Juffrie diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan
konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya dan paling
sedikit 3 kali dalam 24 jam. (Juffrie, 2010).
 Menurut teori Juffrie, mungkin Tn C tidak mengalami diare, tetapi Tn
C juga dapat dikatakan diare menurut Sumadibrata (2006), tetapi
tidak termasuk pada kategori diare akut. Menurut Simadibrata (2006)
diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Apa yang dialami tn b ?
 Tn B mengalami diare akut hal ini terlihat dari gejala yang ditimbulkan yaitu dengan BAB
6-7 kali, feses berdarah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan Diare akut adalah
penurunan konsistensi feses, feses menjadi cair, biasanya buang air besar lebih dari 3x
sehari berlangsung kurang dari 14 hari. Kebanyakan pasien diare menderita akut ringan
sampai sedang. Diare ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 3-7 hari (Guarino, dkk,
2014).
 Penyebab dari gelaja tersebut yaitu TN B mengkonsumsi buah dan sayuran segar dari
penjual jalanan dan minum air tanpa kemasan, kemungkinan yang terjadi buah, sayur dan
air tersebut mengandung bakteri, hal ini menyebabkan Tn B BAB 6-7 kali dengan feses
berdarah.
 diare yang dialami TN B ini disebabkan oleh bakteri yang ada pada makanan, yang masuk
kedalam mukosa usus, memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin yang
direabsorpsi kedalam darah sehingga menimbulkan feses berdarah.
 TN B dan C tidak mengalami dehidrasi, akan tetapi TN B dan C membutuhkan cairan
tambahan untuk mencegah dehidrasi.
Terapi farmakologi
 Penatalaksanaan :
1. Penggantian cairan dan elektrolit
 Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat

dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini


dilakukan dengan rehidrasi oral, yang harus dilakukan pada
semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau diare
hebat membahayakan jiwa yang memerlukan hidrasi intavena.
Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram
natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram
kalium klorida, dan 20 gram glukosa per liter air.
 2. ANTIBIOTIK
 Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada

diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh


kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik.
 Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda

diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada


feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong, dan pasien immunocompromised adalah
sebagai berikut : (pada slide selanjutnya)
 3. OBAT ANTI-DIARE
 Kelompok Anti-sekresi Selektif Terobosan terbaru milenium ini adalah mulai tersedianya
secara luas racecadotril yang bermanfaat sebagai penghambat enzim enkephalinase,
sehingga enkephalin dapat bekerja normal kembali. Perbaikan fungsi akan menormalkan
sekresi elektrolit, sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan. Hidrasec sebagai
generasi pertama jenis obat baru anti-diare dapat pula digunakan dan lebih aman pada
anak.
a. Kelompok Opiat
 Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl, serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari, loperamid
2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan
mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan benar cukup aman dan dapat
mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Obat ini tidak dianjurkan pada diare akut
dengan gejala demam dan sindrom disentri
 b. Kelompok Absorbent
 Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan
infeksius atau toksin. Melalui efek tersebut, sel mukosa usus terhindar
kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit
 c. Zat Hidrofilik
 Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis, dan Catechu dapat membentuk
koloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi dan
konsistensi feses, tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 mL/2 kali sehari dilarutkan dalam air
atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet
 d. Probiotik
 Kelompok probiotik terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila meningkat
jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek positif karena
berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Untuk
mengurangi/ menghilangkan diare harus diberikan dalam
jumlah adekuat
Terapi non farmakologi
1. Memperbanyak minum air putih
2. Menjaga kebersihan makanan dan minuman yang akan
dikonsumsi
3. Mencuci tangan ketika akan mengkonsumsi makanan
4. Mengkonsumsi makanan berserat.
Pencegahan diare kasus tn b dan c
1. Mencuci tangan sebelum mengkonsumsi makanan
2. Mencuci sayur dan buah yang akan di konsumsi
3. Minum air putih yang terhindar dari paparan bakteri, air
dengan kemasan yang tertutup.
4. Lebih baik memotong buah dan sayur sendiri, karena jika
orang lain kita tidak pernah tahu apakan pisau yang
digunakan berkarat atau tidak karena bisa saja ada paparan
bakterinya
5. Memilih makanan yang terhindar dari paparan polusi jalanan,
agar makanan terhindar dari bakteri.
Daftar pustaka
 Amin, Lukman Zulkifli. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Continuing medical education. CDK-230/Vol. 42 no 7.
Jakarta : departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia/ RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo.
 Atmaja, Wahyu. 2011. laporan praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit marinir cilandak : identifikasi drug
related problem s (DRPS) pasien rawat inap diare akut dirumah sakit marinir cilandak. Laporan tugas akhir. Jurusan
apoteker departemen farmasi uiniversitas indonesia.
 Elin, Yulinah Iskandar., dkk. 2009.ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI
 Guarino, alfredo., shai ashkenazi, dominique gendrel, dkk. 2014. european society for pedriatic gastroenterology,
hepatology, and nutrition/european society for pedriatric infectious disease evidence based guidelines for the
management of acute gastroenteritis in children europe. Update 2014. JPGN. Vol 59, No 1 July 2014.
 Juffrie, M., et al. 2010. buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jilid 1. Jakarta : balai penerbit IDAI.
 Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2010. p.548-56.
 Soegijanto, soegeng. 2009. kumpulan makalah penyakit tropis dan infeksi di indonesia jilid 7. Airlangga university
press.
 WHO. 2005. A treatment of diarrhoea a manual for physicians and other senior health workers.
 Wutsqo, nabilah urwatul. 2016. identifikasi drug related problems (DRPs) diare akut infeksi pada pasien pedriatri di
instalasi rawat inap RS “X” dikota tangerang selatan periode januari-desember 2015.
Kasus 5
Ny.B (49 tahun) datang ke IGD dengan riwayat demam tifoid 1 minggu,
nyeri abdomen, sakit kepala, anoreksia dan diare. Satu hari sebelum
masuk IGD, Ny.B melihat ruam merah yang baru pada dadanya. Riwayat
penyakit ini sangat berkaitan dengan kepulangannya dari perjalanan ke
India 10 hari yang lalu dan tinggal bersama kerabat yang beberapa
diantaranya baru sembuh dari demam tifoid. Pada saat masuk IGD, dia
merasakan sakit yang sedang. Tanda-tanda vital sebagai berikut: suhu
tubuh 38,3 derajat celcius, denyut nadi 60 detak/menit. Tekanan darah
stabil. Pemeriksaan fisik: splenomegali dan hepatomegali. Hasil lab:
WBC3 X 160/mm3; test fungsi hati terjadi peningkatan sedikit dan hasil
kultur darah masih menunggu.
A. Kenapa riwayat penyakitnya saat ini,
penggambaran dan hasil laboratoriumnya
mengarah pada diagnosa demam tifoid?
 Keluhan dan gejala mengarah pada demam tifoid.
 Riwayat penyakit Ny.B berkaitan dengan kepulangannya dari

perjalanan ke India 10 hari yang lalu dan tinggal bersama


kerabat yang beberapa diantaranya baru sembuh dari demam
tifoid.
 Demam tifoid berkaitan dengan rumah tangga, yaitu
adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam
tifoid (Vollard AM et.al, 2004)
b. Sebutkan tanda-tanda dari demam tifoid
 Demam  Insomnia
 Sakit Kepala  Hepatomegali
 Kelemahan  Splenomegali
 Nausea  Penurunan Kesadaran
 Nyeri abdomen  Bradikari relatif
 Anoreksia  Kesadaran berkabut
 Muntah  Fases berdarah
 Gangguan gastro

intestinal
Sumber: Kep.MENKES RI No.364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid
c. Terapi apa yang tepat untuk Ny.B dengan
dugaan yang kuat untuk demam tifoid ini? Apakah
penanganan ini termasuk terapi empiris atau
definitif?
 Penanganan pada kasus Ny.B merupakan terapi empiris
karena kasus ini belum diketahui jenis bakteri penyebabnya
(masih menunggu hasil kultur darah)
 Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka

waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi


berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien
serta data penunjang lainnya (Kemenkes RI., 2010 dan IFIC.,
2010 ).
 Antibiotik golongan fluoroquinolone
(ciprofloxacin, ofloxacin, dan pefloxacin)
merupakan terapi yang efektif untuk
demam tifoid yang disebabkan isolat
tidak resisten terhadap fluoroquinolone
dengan angka kesembuhan klinis
sebesar 98%, waktu penurunan demam 4
hari, dan angka kekambuhan dan fecal
carrier kurang dari 2%. 1
 Fluoroquinolone yang saat ini telah

diteliti dan memiliki efektivitas yang baik


adalah levofloxacin .
 Saat ini levofloxacin lebih bermanfaat

dibandingkan ciprofloxacin dalam hal


waktu penurunan demam, hasil
mikrobiologi dan secara bermakna
memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan ciprofloxacin. 2
Disamping penanganan dengan antibiotik,
terapi pendukung apalagi yang diperlukan?
 Istirahat
 Pemberian cairan elektrolit dan antipiretik
 Dijaga asupan kalori dan protein agar mencukupi
 Makanan dan minuman yang higienis
 Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
 Sanitasi yang baiks
DAFTAR PUSTAKA
1 Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S. Typhoid fever and paratyphoid fever. Lancet 2005;
366: 749-62.
2 Nelwan RHH, Lie KC, Hadisaputro S, Suwandoyo E, Suharto, Nasronudin, et al. A

single-blind randomized multicentre comparative study of effi cacy and safety of


levofl oxacin vs ciprofloxacin in the treatment of uncomplicated typhoid fever.
Paper presented at: 55th Annual Meeting ASTMH; 2006 Nov; Atlanta, USA.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011
Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik
Nelwan R.H.H., 2012, Tata Laksana Terkini Demam Tifoid, Continuing Medical
Education, CDK-192/Vol. 39, no 4, halaman 248-249.
Keputusan MENKES RI No.364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian
Demam Tifoid
Danke!

Anda mungkin juga menyukai