Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. B DENGAN TUBERKULOSIS PARU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

Uum Harum Ulan Sari

(201030100436)

S1 KEPERAWATAN PROGRAM B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA DHARMA HUSADA

2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis dapat
menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara (droplet dahak pasien
tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi Tuberkulosis akan memproduksi droplet yang
mengandung sejumlah basil kuman TB ketika mereka batuk, bersin, atau berbicara.
Orang yang menghirup basil kuman TB tersebut dapat menjadi terinfeksi
Tuberkulosis.
Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi
komitmen global dalam MDG’s (Kemenkes, 2015). Penyakit Tuberkulosis masih
menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Hal tersebut menyebabkan gangguan
kesehatan jutaan orang pertahun penyebab utama kematian penyakit menular di
dunia . Pada tahun 2014, diperkirakan 9,6 juta kasus TB baru yaitu 5,4 juta adalah
laki-laki, 3,2 juta di kalangan perempuan dan 1,0 juta anakanak. Penyebab kematian
akibat TB Paru pada tahun 2014 sangat tinggi yaitu 1,5 juta kematian , dimana sekitar
890.000 adalah laki-laki, 480.000 adalah perempuan dan 140.000 anak-anak (WHO,
2015). Indikator yang digunakan dalam penanggulangan TB salah satunya Case
Detection Rate CDR), yaitu jumlah proporsi pasien baru BTA positif yang ditemukan
dan pengobatan terhadap jumlah pasien baru BTA positif, yang diperkirakan dalam
wilayah tersebut (Kemenkes, 2015). Pencapaian CDR (Case Detection Rate-Angka 2
Penemuan Kasus) TB di Indonesia tiga tahun terakhir mengalami penurunan yaitu
tahun 2012 sebesar 61 %, tahun 2013 sebesar 60 %, dan tahun 2014 menjadi 46 %
(Kemenkes RI, 2015).
Laporan TB dunia oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2015,
masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor tiga di dunia
setelah India dan Cina, diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per
100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000). Penderita
TBC di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 156.723 orang, Provinsi dengan
peringkat 5 tertinggi yaitu Jawa Barat sebanyak 23.774 orang, Jawa Timur sebanyak
21.606 orang, Jawa Tengah sebanyak 14.139 orang, Sumatera Utara sebanyak 11.771
orang, DKI Jakarta sebanyak 9.516 orang (Profil kesehatan Indonesia, 2016).
Penyakit TB Paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
jantung dan saluran pernapasan pada semua kelompok usia serta nomor satu untuk
golongan penyakit infeksi. Korban meninggal akibat TB Paru di Indonesia
diperkirakan sebanyak 61.000 kematian setiap tahunnya (Depkes RI, 2011).
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Menurut Ardiansyah (2012), komplikasi dini antara lain pleuritis, efusi
pleura empiema, laryngitis dan TB Usus. Selain itu juga dapat menimbulkan
komplikasi yang lebih lanjut seperti obstruksi jalan napas dan amiloidosis. Untuk
mencegah komplikasi tersebut maka dibutuhkan peran dan fungsi perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan yang benar meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative yang dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan. Peran perawat dalam promotif dan preventif yakni memberikan
pendidikan kesehatan tentang TB Paru dan penularan TB Paru terhadap keluarga
maupun pasien itu sendiri. Dalam upaya penanggulangan penyakit TB Paru, peran
serta keluarga dalam kegiatan pencegahan merupakan faktor yang sangat penting.
Peran serta keluarga dalam penanggulangan TB Paru harus diimbangi dengan
pengetahuan yang baik, dengan pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga dapat
meningkatkan status kesehatan klien sehingga bila ada anggota keluarga yang sakit
segera memeriksakan kondisi secara dini, memberikan OAT sesuai jangka waktu
tertentu untuk mengobati penyebab dasar dan dalam perawatan diri klien secara
optimal.
Berdasarkan data diatas penderita paru semakin meningkat, padahal TB Paru
penyakit yang bisa disembuhkan apabila cara penanganannya 4 menggunakan
prosedur dengan benar, yaitu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
baik. Pentingnya peran perawat sebagai tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan
keperawatan termasuk berupaya bersama-sama mencegah dan mengendalikan
penyebaran penyakit TB Paru baik dengan cara pendidikan kesehatan kepada klien
dan keluarga yang telah terinfeksi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan TB Paru?
2. Apa etiologi dari TB Paru?
3. Apa saja klasifikasi TB Paru?
4. Bagaimana patofisiologi TB Paru?
5. Apa saja manisfestasi klinik dari TB Paru?
6. Apa saja komplikasi dari TB Paru?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari TB Paru?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. B dengan TB Paru?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien TB Paru
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi TB Paru
b. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi dari TB Paru
c. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi TB Paru
d. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi TB Paru
e. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manisfestasi klinik dari
TB Paru
f. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komplikasi dari TB Paru
g. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari TB
Paru
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Menurut Tabrani (2010) Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru atau diberbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial
oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada
membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan
pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan
terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.
Tuberkulosis Paru atau TB adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberculosis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer dari ghon. (Andra S.F & Yessie M.P, 2013)
Penularan tuberkulosis yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam) positif
melalui percik renik dahak yang dikeluarkan nya. TB dengan BTA negatif juga masih
memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan
yang kecil (kemenkes RI,2015).

B. Etiologi
Penyakit Tb paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
Kuman ini berebntuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
perwarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam (BTA), kuman TB
cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant,
tertidur selama beberapa tahun. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif.
pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Dorplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau dorplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan. Selama kuman tb masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman tb tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, salutran nafas,
atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis :
1. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan
secara genetik
2. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka
kematian dankesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
3. Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi
4. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan
yang cepat, kemungkinaninfeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat
5. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurangnutrisi,
stress emosional, kelelahan yang kronik)Meningkatnya sekresi steroid adrenal
yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkanuntuk penyebarluasan infeksi
6. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi
lebih mudah
7. Nutrisi ; status nutrisi kurangh. Infeksi berulang : HIV, Measles,
pertusisi, Tidak mematuhi aturan pengobatan

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis TB paru terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
seringdikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkanbercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupagaris atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlahsangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Beratringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas : Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karenaada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala initimbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik meliputi :


a. Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lamamakin
panjangserangannya sedang masa bebas serangan makin pendek
b. Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badanserta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan,akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas,
sesak napas walaupun jarangdapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia
c. Gejala tuberkulosis ekstra paru : Tergantung pada organ yang terkena,
misalnya : limfedanitis tuberkulosa.Meningitsis tuberkulosa, dan pleuritis
tuberkulosa.

D. Anatomi dan fisiologi


1. Anatomi
Saluran pengantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Ketika udara masuk ke dalam rongga
hidung, udara tersebut disaring, dilembabkan dan dihangatkan oleh mukosa
respirasi, udara mengalir dari faring menuju ke laring, laring merupakan rangkaian
cincin tulang rawa yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara.
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepati kuda
yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan
dengan sebuah pohon oleh karena itu dinamakan Pohon trakeabronkial. Bronkus
utama kiri dan kanan tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar
dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya
bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea
dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang
lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis, percabangan sampai kesil
sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis. Setelah bronkus terminalis terdapat
asinus yang terdiri dari bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantng
udara atau alveolus, duktus alveoli seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus
alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru. Alveolus hanya mempunyai
satu lapis sel saja yang diameternya lebih kecil dibandingkan diameter sel darah
merah, dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus (Price dan
Wilson,2006). Anatomi pernafasan dapat dilihat pada gambar, seperti dibawah
ini :

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya yaitu
diafragma. Bagian terluar paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin, yang
meluas membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian,
mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali
paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura. Setiap paru dibagi menjadi lobus-
lobus. Paru kiri terdiri dari lobus bawah dan atas, sementara paru kanan
mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi
menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan
pleura. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama
adalah bronkus lobaris yaitu tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri. Bronkus
lobaris dibagi menjadi bronkus segmental terdiri dari 10 pada paru kanan dan 8
pada paru kiri, bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi subsegmental,
bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.
Bronkus segmental membentuk percabangan menjadi bronkiolus yang tidak
mempunyai kartilago pada dindingnya, bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh
sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan yaitu bronkiolus terminalis ,
kemudian bronkus terminalis menjadi bronkus respiratori , dari bronkiolus
respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
kemudian alveoli. Paru terbentuk dari 300 juta alveoli, yang tersusun dalamkluster
antara 15 – 20 alveoli, begitu banyaknya alveoli sehingga jika mereka bersatu
untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi yaitu
seukuran lapangan tenis (Smeltzer dan Bare,2010).
2. Fisiologi
Menurut Price dan Wilson (2010) proses pernafasan dimana oksigen dipindahkan
dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara
ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga proses. Proses yang pertama yaitu ventilasi,
adalah masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru. Proses kedua,
transportasi yang terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antar alveolus
dan kapiler (respirasi eksternal), distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal. Proses
ketiga yaitu reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah.
a. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru karena terdapat
perbedaan tekanan antara intrapulmonal (tekanan intraalveoli dan tekanan
intrapleura) dengan tekanan intrapulmonal lebih tinggi dari tekanan atmosfir
maka udara akan masuk menuju ke paru, disebut inspirasi. Bila tekanan
intapulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfir maka udara akan bergerak
keluar dari paru ke atmosfir disebut ekspirasi.
b. Transportasi oksigen
Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi di dalam paru
terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang terdapat di alveoli kapiler paru,
oksigen mempunyai konsentrasi yang tinggi di alveoli dibanding di kapiler
paru, sehingga oksigen akan berdifusi dari alveoli ke kapiler paru. Sebaliknya,
karbondioksida mempunyai konsentrasi yang tinggi di kapiler paru dibanding
di alveoli, sehingga karbondioksida akan berdifusi dari kapiler paru ke alveoli.
Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh sistem peredaran dara, dari
paru ke jaringan dan sebaliknya, disebut transportasi dan pertukaran oksigen
dan karbondioksida darah. Pembuluh darah kapiler jaringan dengan sel-sel
jaringan disebut difusi. Respirasi dalam adalah proses metabolik intrasel yang
terjadi di mitokondria, meliputi penggunaan oksigen dan produksi
karbondioksida selama pengambilan energi dari bahanbahan nutrisi.
c. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah.
Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi,
yaitu saat dimana metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan
karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan
dikeluarkan oleh paru-paru.
E. Patoflow
Mycobacterium Tuberculosis

Alveolus

Respon radang

Leukosit memfagosit bakteri Demam Pelepasan bahan tuberkel


dari dinding kavitas

Leukosit digantikan oleh Bersihan jalan napas tidak


makrofag efektif Trakeobronkial

Makrofag mengadakan
Penumpukan sekret
infiltrasi

Terbentuk sel tuberkel


Nyeri Batuk Anoreksia, mual, muntah
epiteloid

Nekrosis kaseosa droplet Gangguan keseimbangan


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Granulasi

Gangguan pertukaran Resiko tinggi penyebaran


gas infeksi
Jaringan parut kolagenosa

Kerusakan membran alveolar

Sesak napas Gangguan pola tidur


Sumber: Sylvia dan Lorraine, 2007;
Amin dan Arsil, 2007; NANDA, 2011,
Wilkinson, 2007; Carpenito, 2007;
Inadekuat oksigen untuk Intoleransi aktivitas
Donges, 2005
beraktivitas
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan
tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan
(puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum,
terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. Dalam hal ini
dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minumair
sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat
diperoleh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial
washing atau BAL (bronchnalveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat
dengan cara bilasan lambung. Hal inisering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputumyang akan diperiksa hendaknya
sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-kadang
sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses
penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA
mudah ke luar. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan
5.000 kuman dalam 1 milsputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+)
di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum,
sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) padabiakan yang merupakan diagnosis
pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum.Hasil kultur memerlukan
waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
a. Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan : negative
b. Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
c. Ditemukan 10-99 BTA : 1+
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+
e. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+
2. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosadan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulinadalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 1 - 2 tahun 92%, 2 - 4 tahun 78%, 4 - 6 tahun 75%,
dan umur 6 - 12 tahun51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin
besar usia anak maka hasil ujituberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa
cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux  lebih sering
digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux  umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (kedalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48 –72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
3. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu
kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus
bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat
sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi
yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering
diduga sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih
jelas dengan pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari
klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini
adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini
tampak paling menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana
prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.
4. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif atau stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pitaparenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan
berasbronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial.
Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif
tidak dapat hanyaberdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal,
namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan
secara serial setiapsaat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi
adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan
Rontgen thoraks biasa.
5. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB
parumilier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB
milier akutdiikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif atau menyeluruh serta
mengakibatkan penyakitakut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal
sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada
ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat
tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul
kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-
nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus dikedua lapangan paru. Pada
saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung
banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
6. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang
satu dengan yanglainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat
biokimia pada berbagai media perbedaan kepekaan terhadap OAT dan
kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan
kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan
darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah
pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya
disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
1. Pencegahan Tuberkulosis Paru
a) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
berat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan
meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin
positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12
bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila
positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan
diberikankemoprofilaksis.
b) Mass chest X-ray , yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit atau
puskesmas atau balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-
siswi pesantren.
c) Vaksinasi BCG
d) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit.Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah
bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan
kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di
bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena
resikotimbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di
bawah 20 tahun denganhasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat
dengan penderita TB yang menular,individu yang menunjukkan
konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,penderita yang
menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangkapanjang,
penderita diabetes mellitus.
e) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di
tingkat rumah sakit oleh petugaspemerintah maupun petugas LSM
(misalnya Perkumpulan PemberantasanTuberkulosis Paru
Indonsia – PPTI).
2. Pengobatan Tuberkulosis Paru
a) Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :
b) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
c) Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
d) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu :


1) Fase intensif (2-3 bulan) :
Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang
aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya
dengan obat yang bersifat bakterisidal.Selama fase intensif
yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah
kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi
noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien
dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu
2 bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the
British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan
yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid
35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.
2) Fase lanjutan (4-7 bulan)
Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi
dalam waktu yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama
fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi
resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society  fase
lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk
tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan
pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya
resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk
fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan.Selama fase awal
sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan
haruslahyang masih efektif.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan.Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2010).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO
menganjurkanpanduan obat sesuai dengan kategori penyakit.
Kategori didasarkan pada urutankebutuhan pengobatan dalam
program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat kategori
sebagai berikut:
a. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan
penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB
milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau
bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis,
danpenderita dengan sputum negatif tetapi kelainan
parunya luas, TB usus, TBsaluran perkemihan, dan
sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan
4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga
kali dalam seminggu ( tahaplanjutan).
b. Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum
tetap positif diberikan kepada : Penderita kambuh,
penderita gagal terapi, penderita dengan pengobatan setelah
lalai minun obat
c. Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )
Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan
parunya tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang
disebut dalam kategori I.
d. Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas
pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan
rendah sekali.

3. Obat-obatan anti tuberkalostatik


a) Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga
murah. Sepertirifampisin, INH harus diikut sertakan dalam
setiap regimen pengobatan, kecuali bilaada kontra-indikasi. Efek
samping yang sering terjadi adalah neropati perifer yangbiasanya
terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah seperti diabetes,
alkoholisme, gagal ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam
keadaan ini perludiberikan peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis
sejak awal pengobatan. Efeksamping lain seperti hepatitis dan psikosis
sangat jarang terjadi.
b) Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen
pengobatan.Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu
diikutkan kecuali bila adakontra indikasi. Pada dua bulan pertama
pengobatan dengan rifampisin, seringterjadi gangguan sementara pada
fungsi hati (peningkatan transaminase serum),tetapi biasanya tidak
memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadigangguan
fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat
terutamapada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin
menginduksi enzim-enzim hatisehingga mempercepat metabolisme
obat lain seperti estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan
anti-koagulan. Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang
sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.
c) Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman
intrasel yang aktifmemlah danmycrobacterium tuberculosis. Efek
terapinya nyata pada dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat
bermanfaat untuk meningitis TB karena penetrasinya ke dalam cairan
otak. Tidak aktif terhadap Mycrobacterium bovis. Toksifitas hati yang
serius kadang-kadang terjadi.
d) Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga
ada resistensi. Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan.
Untuk pengobatan yang tidakdiawasi, etambutol diberikan dengan
dosis 25 mg/kg/hari pada fase awal dan 15mg/kg/hari pada fase
lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama pengobatan). Pada pengobatan
intermiten di bawah pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis
30mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek
samping etambutol yangsering terjadi adalah gangguan penglihatan
dengan penurunan visual, buta warnadan penyempitan lapangan
pandang. Efek toksik ini lebih sering bila dosis berlebihan atau bila ada
gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal penglihatan bersifatsubjektif;
bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera
dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak
bisa mengertiperubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi
obat alternative lainnya.Pemberian pada anak-anak harus dihindari
sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan
gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi mataharus dilakukan
sebelum pengobatan.
e) Streptomisin : saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus
resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari.
Untuk berat badankurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun,
diberikan 500-700 mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang
diawasi, streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggudan diturunkan
menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50kg.
Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga
kaliseminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam
plasma harus diukur terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi
ginjal. Efek samping akanmeningkat setelah dosis kumulatif 100 g,
yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-
obat sekunder diberikan untuk TBC yang disebabkan oleh kuman yang
resisten atau bila obat primer menimbulkan efeksamping yang tidak
bisa ditoleransi. Termasuk obat sekunder adalah
kapreomisin,sikloserin, makrolid generasi baru (azitromisin dan
klaritromisin), 4-kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) dan
protionamid.

H. Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkankomplikasi,
diantaranya :
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.
2. Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom Obstruksi
Pasca Tubercolosis) dan kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis
paru, Cor pulmonal,amiloidosis, karsinoma paru, ARDS
I. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberculosis paru
ialah sebagai berikut:
a. Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan utama : batuk produktif dan non produktif
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun.
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
c. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
2) Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir
d. Riwayat Sosial Ekonomi
1) Riwayat pekerjaan : jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
2) Aspek psikososial : Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan
bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah
berhubungandengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang
lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan atau pekerjaan
pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
e. Faktor Pendukung
1) Riwayat lingkungan
2) Pola hidup : nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri
3) Tingkat pengetahuan atau pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
f. Pola aktivitas dan Istirahat
1) Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pen
dek), sulittidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
2) Objektif : takikardia, takipnea, atau dispnea saat bekerja, irritable, sesak
(tahap lanjut infiltrasi radang sampai setegah paru), demam subfebris (40-
410 C) hilang timbul
g. Pola Nutrisi
1) Subjektif : anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
2) Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering atau bersisik, kehilangan lemak
subkutanj
h. Respirasi
1) Subjektif : batuk produktif atau non produktif, sesak napas, sakit dada
2) Objektif : mulai batuk kering sampai dengan sputum hijau atau purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe,
terdengar bunyironkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas,
pengembanganpernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak
dan penurunanfremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
i. Rasa nyaman atau nyeri
1) Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
2) Objektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleuea sehingga timbul
pleuritis.
j. Integritas ego
1) Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya
atau tidak diharapan.
2) Objektif : menyangkal (selama tahap dini, ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung
k. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum : Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir
penyakit.
2) Tes tuberkulin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
3) Foto thorak: Infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas,
pada kavitas bayangan, berupa cincin pada klasifikasi tampak bayangan
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
5) Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED)
6) Spirometri : penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

ASUHAN KEPERAWATAN TN. B DENGAN TUBERCULOSIS PARU DI RUANG


ANYELIR RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

A. Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 16 Maret 2021
Tanggal MRS : 14 Maret 2021
Ruang/ Kelas : Anyelir
Jam : 07.30
No. MR : 278034
Dx Medis : Tuberkulosis Paru
Dokter : dr. Fadlina Sp. P

1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 64 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
Suku Bangsa : Betawi/ Indonesia
Alamat : Jl. Pinus Barat II No. 38 RT 1/24, Pamulang Barat.

2. Riwayat Sakit dan Kesehatan


a. Keluhan utama
Pasien mengeluh batuk dan sesak, pasien mengatakan sulit untuk
mengeluarkan dahak.

b. Riwayat penyakit saat ini


Saat ini pasien mengalami penyakit TB paru, pasien mengatakan sudah minum
obat paru sejak 2 bulan yang lalu. Saat ini pasien mengeluh batuk dan sesak.
Pasien tampak sesak dan kurang nyaman saat istirahat. Pasien mengatakan
tidak mempunyai alergi obat atau makanan. TD: 90/59 N: 90 S: 37,1 RR: 28,
SPO2: 95% dengan menggunakan O2 10 LPM dan 86% tidak menggunakan
oksigen.

c. Riwayat penyakit terdahulu


Pasien mengatakan menderita sakit TB sudah selama 2 bulan yang lalu, dan
mengeluh batuk dan sesak serta sulit mengeluarkan dahak. Pasien mengatakan
sudah minum obat paru sejak 2 bulan yang lalu dan mengalami penurunan
nafsu makan sejak 2 minum obat paru.

d. Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengatakan ibunya pernah mempunyai penyakit TB paru.

e. Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan atau obat-obatan.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : sedang
tingkat kesadaran : composmentis

b. Tanda-tanda vital
TD : 90/59 mmHg
N : 90 X/menit
S : 37,10C
RR : 28 X/menit
SPO2 : 95%
Nilai GCS : 15 (E= 4, V=5, M= 6)

c. Pernafasan
Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh sesak dan batuk berdahak,
pola nafas tidak teratur, jenis pernapasan dipsneu, suara napas ronchi. Pasien
mengatakan sesak bila beraktivitas. Pasien tampak menggunakan otot bantu
pernapasan. klien menggunakan O2 NRM 10 LPM
Masalah: bersihan jalan napas tidak efektif

d. Kardiovaskular
Irama jantung reguler, bunyi jantung normal, CRT kurang dari 2 detik, akral
hangat, tidak ada nyeri dada.
Masalah: tidak ada masalah

e. Persyarafan
Kesadaran composmentis
GCS 15 (E=4 V=5 M=6)
Respek fisiologis normal
Refleks patologis: normal.
Pasien mengatakan agak kurang nyaman saat istirahat karena batuk
mengganggu, terkadang bangun dimalam hari karena batuk tersebut.
Masalah: gangguan rasa nyaman

f. Penginderaan
1) Mata
Pasien mengatakan tidak mempunyai gangguan penglihatan. Pupil isokor,
konjungtiva tidak anemis/ ikterik, tidak ada oedema.
2) Hidung
Pasien tidak memiliki gangguan pendengaran dan penciuman. Tidak ada
secret, klien menggunakan O2 NRM 10 LPM
3) Mulut : mukosa bibir kering , kebersihan gigi bersih, tidak terjadi Sianosis.
4) Telinga : Kemampuan mendengar normal, tidak ada nyeri, tidak ada
sekret / pembengkakan, kebersihan cukup, tidak terpasang alat bantu
dengar
masalah: tidak ada masalah

g. Perkemihan
Kebersihan: bersih, pasien mengatakan jumlah urin selama 24 jam kurang
lebih 2000 cc, warna kuning, bau khas. Pasien menggunakan pempers untuk
kencing / BAB karena merasa lemas dan sesak untuk pergi ke kamar mandi.
Masalah: tidak ada masalah

h. Pencernaan
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, pasien mengaakan mual saat ingin
makan, BB 55 Kg, BB sebelum sakit 65kg TB: 165, pasien mengatakan
makan 2 kali sehari dengan porsi ½ dari porsi yang disediakan rumah sakit,
tetapi terkadang tidak habis setengahnya. Pasien mengatakan minum kurang
lebih sebanyak sebotol besar/ 1liter perhari. Mulut tampak kering, tidak
terdapat stomatitis, abdomen tampak simetris, peristaltik 10x/ mnt, tidak
terdapat pembesaran hepar dan lien. Pasien mengatakan buang air besar 2 hari
sekali, konsistensi lunak, bau khas, warna kuning kecoklatan.
Masalah: resiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

i. Muskoloskeletal/ integumen
Pasien mengeluh lemas, pergerakan sendi bebas, warna kulit sawo matang,
turgor kulit sedang, tidak terdapat oedema dan luka.
Kekuatan otot:
4 4

3 3
Masalah: intoleransi aktivitas

j. Endokrin
Tidak terdapat pembesaran tyroid, tidak mengalami hiperglikemia/
hipoglikemia, GDS: 110 mg/dl
Masalah: tidak ada masalah

k. Personal hygiene
Pasien mengatakan belum mandi sejak masuk ruang rawat inap, sikat gigi 2
kali sehari, kuku tampak bersih. Pasien melakukan personal hygiene dibantu
oleh keluarga.
Masalah: masalah pemenuhan kebutuhan perawatan diri

l. Sosio-Psiko-Spiritual
Pasien mengatakan orang yang paling dekat dengannya adalah istri dan
anaknya, pasien selalu berdoa untuk kesehatan dirinya.
Masalah: tidak ada masalah

4. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium tanggal 14 Maret 2021
HB : 11,3
Leukosit : 8,5
Ertrosit : 3,9
Hematokrit : 32
Trombosit : 405
SGOT : 393
SGPT : 188
Albumin : 3,09
D-Dimer : 1820
GDS Sewaktu : 131
TCM : MTB Detected Medium

Hasil Ronthen Thorax Tanggal 14 Maret 2021


- Cor sulit dinilai
- Sinuses dan diafragma berselubung
- Pulmo:
 Hili kabur
 Corakan bronkovaskuler sulit dinilai
 Tampak infiltrat pada kedua lapang paru
 Tampak rongga lusen avaskuler di hemithorak atas-basah kiri
Kesan:
TBC paru aktif dengan efusi pleura kanan
Pneumothorax sinistra

5. Terapi yang diberikan


RL/12 jam
Curcuma 3x1
OAT FDC 1X4
Levofloxacyn 1x750 mg
Flumucyl 3x1
Methilprednisolone 2x62,5 mg
Ondancentron 3x4 mg

B. Analisa Data

No Data Problem Etiologi


1 S: Bersihan jalan Microbacterium
- Pasien mengeluh batuk dan napas tidak efektif tuberculosa masuk
sesak, pasien mengatakan b.d sekresi yang dalam lapang paru
sulit untuk mengeluarkan tertahan d.d batuk Sampai ke Alveoli,
dahak. tidak efektif, suara terjadi
- Saat ini pasien mengalami napas ronchi pembentukan
penyakit TB paru, pasien (D.0149) Tuberkel
mengatakan sudah minum peradangan maka
obat paru sejak 2 bulan yang muncul Infeksi
lalu. primer pada
O: alveoli
- TTV menyebabkan
TD : 90/59 mmHg Produksi sekret
N : 90 X/menit berlebihan.
S : 37,10C
RR : 28 X/menit
SPO2: 95%
- Pasien tampak sulit
mengeluarkan dahak
- Pasien menggunakan O2 10
LPM
- Suara napas ronchi
2 S: Intoleransi Ketidak
- Pasien mengatakan lemas aktivitas b.d seimbangan suplai
- Pasien mengatakan sesak bila ketidakseimbangan O2, sesak, lemas
beraktivitas antara suplai dan
- Pasien menggunakan kebutuhan oksigen
pempers untuk kencing d.d pasien sesak
karena merasa lemas dan apabila beraktivitas
sesak untuk pergi ke kamar (D.0056)
mandi.
O:
- Pasien tampak lemah dan
sesak
- Pasien terpasang o2 NRM 10
LPM

- Kekuatan otot:

4 4

3 3

3 S: Resiko defisit Bakteremia masuk


- Pasien mengeluh mual saat nutrisi d.d ke Peritonium, As.
makan ketidakmampuan Labung
- Pasien mengatakan tidak mencerna makanan meningkat,Mual,
nafsu makan (D.0032) Muntah, intake
- pasien mengatakan makan 2 nutrisi kurang
kali sehari dengan porsi ½
dari porsi yang disediakan
rumah sakit, tetapi terkadang
tidak habis setengahnya.
O:
- BB: 55kg
- BB sebelum sakit 65 Kg
- Makanan habis ¼ dari porsi
yang disediakan
- mukosa bibir kering

C. Rencana Asuhan Keperawatan


Nama Pasien : Tn. B Nama Mahasiswa : Uum Harum Ulan Sari
Ruangan : Isolasi Paru NPM :
No. MR : 278034

No Tanggal Diagnosa Tujuan dan Intervensi


dan Keperawatan Kriteria Hasil
Jam
1 16 Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
Maret napas tidak efektif tindakan (I.01006)
2021 b.d sekresi yang keperawatan Observasi
08.00 tertahan d.d batuk selama 3 x 24 jam -Identifikasi
tidak efektif, suara bersihan jalan kemampuan batuk
napas ronchi napas meningkat -Monitor adanya retensi
(D.0149) dengan kriteria sputum
hasil (L.1001): -Monitor tanda dan
- Batuk efektif = gejala infeksi saluran
5 (meningkat) napas
- Produksi -Monitor input dan
sputum = 5 output cairan
(menurun) Terapeutik
- Ronchi = 5 -Atur posisi fowler/
(menurun) semi fowler
- Frekuensi -Pasang perlak dan
napas = 5 bengkok dipangkuan
(membaik) pasien
-Buang sekret pada
sputum
Edukasi
-Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk
efektif
-Ajarkan tarik napas
dalam melalui
hidung selama 4
detik, ditahan selama
2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir
mencucu selama 8
detik
-Anjurkan mengulangi
tarik napas selama 3
kali
-Anjurkan batuk dengan
kuat langsung
setelah tarik napas
dalam yang ke 3
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran jika
perlu

Menejemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
-Monitor pola napas
(frekuensi,
kedalaman, usaha
napas)
-Monitor bunyi napas
tambahan
-Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
-Posisikan semi fowler/
fowler
-Berikan minum hangat
-Berikan oksigen
Edukasi
-Anjurkan asupan cairan
2000 ml/ hari
-Ajarkan teknik batuk
efektif

Pemantauan Respirasi
(I.01014)
Observasi
-Monitor frekuensi,
irama, kedalaman
dan upaya napas
-Monitor pola napas
-Monitor kemampuan
batuk efektif
-Monitor adanya
produksi sputum
-Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
-Auskulatasi bunyi
napas
-Monitor saturasi
oksigen

Terapeutik
-Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
-Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
-Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
-Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
2 16 Intoleransi Setelah dilakukan Menejemen Energi
Maret aktivitas b.d intervensi (I.05178)
2021 ketidakseimbangan keperawatan Observasi
08.00 antara suplai dan selama 3 x 24 jam -Identifikasi gangguan
kebutuhan oksigen toleransi aktivitas fungsi yang
d.d pasien sesak meningkat mengakibatkan
apabila beraktivitas (L.05047) kelelahan
(D.0056) Dengan kriteria -Monitor pola dan jam
hasil: tidur
-Saturasi oksigen = Terapeutik
5 (meningkat) -Sediakan lingkungan
-Kemudahan dalam nyaman dan rendah
melakukan stimulus (cahaya,
aktivitas sehari- suara, kunjungan)
hari = 5 -Fasilitasi duduk disisi
(meningkat) tempat tidur, jika
-Kekuatan tubuh tidak dapat
bagian bawah = berpindah atau
5 (meningkat) berjalan
-Keluhan lelah = 5 Edukasi
(menurun) -Anjurkan tirah baring
Dipsneu saat -Anjurkan melakukan
aktivitas = 5 aktivitas secara
(menurun) bertahap
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
3 16 Resiko defisit Setelah dilakukan Menejemen Nutrisi
Maret nutrisi d.d intervensi (I.03119)
2021 ketidakmampuan keperawatan Observasi
08.00 mencerna makanan selama 3 x 24 jam -Identifikasi status
(D.0032) status nutrisi nutrisi
membaik -Identifikasi alergi dan
(L.03030) intoleransi makanan
Dengan kriteria -Identifikasi makanan
hasil: yang disukai
-Porsi makan yang -Monitor asupan
dihabiskan = 5 makanan
(meningkat) -Monitor berat badan
-Berat badan = 5 Terapeutik
(membaik) -Berikan makanan tinggi
-Frekuensi makan = serat untuk
5 (membaik) mencegah konstipasi
-Nafsu makan = 5 -Berikan makanan tinggi
(membaik) kalori dan tinggi
-Membran mukosa protein
= 5 (membaik) -Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
-Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
Kolaborasi
-Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu

D. Implementasi

Tgl/ No Dx Implementasi Ttd


Jam
16 Maret 1 1. Memonitor pola napas (frekuensi, Uum
2021 kedalaman, usaha napas)
08.00 2. Auskultasi bunyi napas
3. Memonitor adanya sumbatan jalan
napas
4. Memonitor kemampuan batuk
efektif
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
6. Mengatur posisi semi fowler
7. Memberikan minum air hangat
8. Mengajarkan batuk efektif
16 Maret 2 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi Uum
2021 yang mengakibatkan kelelahan
08.20 2. Memonitor pola dan jam tidur
3. Menyediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (cahaya, suara,
kunjungan)
4. Memfasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
5. Menganjurkan tirah baring
6. Menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
16 Maret 3 1. Mengidentifikasi alergi dan Uum
2021 intoleransi makanan
08.30 2. Mengidentifikasi makanan yang
disukai
3. Memonitor asupan makanan
4. Memonitor berat badan
5. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
17 Maret 1 1. Memonitor pola napas (frekuensi, Uum
2021 kedalaman, usaha napas)
08.00 2. Auskultasi bunyi napas
3. Memonitor kemampuan batuk
efektif
4. Mengatur posisi semi fowler
5. Memberikan minum air hangat
17 Maret 2 1. Memonitor pola dan jam tidur Uum
2021 2. Menyediakan lingkungan nyaman
08.20 dan rendah stimulus (cahaya, suara,
kunjungan)
3. Memfasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
4. Menganjurkan tirah baring
5. Menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
17 Maret 3 1. Mengidentifikasi alergi dan Uum
2021 intoleransi makanan
08.30 2. Mengidentifikasi makanan yang
disukai
3. Memonitor asupan makanan
4. Memonitor berat badan
5. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
18 Maret 1 1. Memonitor pola napas (frekuensi, Uum
2021 kedalaman, usaha napas)
08.00 2. Auskultasi bunyi napas
3. Memonitor kemampuan batuk
efektif
4. Mengatur posisi semi fowler
5. Memberikan minum air hangat
18 Maret 2 1. Memonitor pola dan jam tidur Uum
2021 2. X Menyediakan lingkungan nyaman
08.10 dan rendah stimulus (cahaya, suara,
kunjungan)
3. Memfasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
4. Menganjurkan tirah baring
5. Menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap

18 Maret 3 1. Memonitor asupan makanan Uum


2021 2. Memonitor berat badan
08.20 3. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

E. Evaluasi

Tanggal No Dx Evaluasi Ttd


16 Maret 1 S: Uum
2021 -Pasien mengatakan batuk berdahak dan
susah mengeluarkan dahak
-Pasien mengatakan belum mengerti
bagaimana cara batuk efektif

O:
-TTV
TD : 100/60 mmHg
N : 91 X/menit
S : 37,10C
RR : 28 X/menit
SPO2: 96%
- Pasien tampak sulit mengeluarkan
dahak
- Suara napas ronchi

A: masalah belum teratasi


P: intervensi dilanjutkan
1. Memonitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Auskultasi bunyi napas
3. Memonitor kemampuan batuk
efektif
4. Mengatur posisi semi fowler
5. Memberikan minum air hangat
16 Maret 2 S: Uum
2021 -Pasien mengatakan masih lemas
-Pasien mengatakan masih sesak bila
beraktivitas
-pasien mengatakan cukup nyaman
dengan lingkungan sekitar
-pasien mengatakan mengerti untuk
beraktivitas secara bertahap sesuai
dengan kondisinya
O:
-Pasien tampak lemas
-Pasien tampak nyaman dengan
lingkungan dan pencahayaan ruangan
-Kekuatan otot
4 4
3 3
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
1. Memonitor pola dan jam tidur
2. Menyediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (cahaya, suara,
kunjungan)
3. Memfasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
4. Menganjurkan tirah baring
5. Menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
16 Maret 3 S: Uum
2021 -Pasien mengatakan masih kurang nafsu
untuk makan
-Pasien mengatakan masih mual
-Pasien mengatakan tidak ada alergi
terhadap makanan
O:
- BB: 55kg
- Makanan habis ¼ dari porsi yang
disediakan
-mukosa bibir kering

A: Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan
1. Mengidentifikasi alergi dan
intoleransi makanan
2. Mengidentifikasi makanan yang
disukai
3. Memonitor asupan makanan
4. Memonitor berat badan
5. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

17 Maret 1 S: Uum
2021 -Pasien mengatakan masih batuk
berdahak
-Pasien mengatakan sudah mengerti cara
batuk efektif
-Pasien mengatakan melakukan batuk
efektif jika ingin mengelurkan dahak
O:
-TTV
TD : 98/62 mmHg
N : 87 X/menit
S : 36,90C
RR : 26 X/menit
SPO2: 96%
-Pasien terpasang O2 8 LPM simple
mask
- Pasien tampak mengerti cara
mengeluarkan dahak dengan cara
batuk efektif
- Suara napas ronchi

A: Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Auskultasi bunyi napas
3. Memonitor kemampuan batuk
efektif
4. Mengatur posisi semi fowler
5. Memberikan minum air hangat
17 Maret 2 S: Uum
2021 -Pasien mengatakan masih lemas
-Pasien mengatakan masih sesak bila
beraktivitas
-pasien mengatakan cukup nyaman
dengan lingkungan sekitar
-pasien mengatakan mengerti untuk
beraktivitas secara bertahap sesuai
dengan kondisinya
O:
-Pasien tampak lemas
-Pasien tampak nyaman dengan
lingkungan dan pencahayaan ruangan
-Pasien terpasang O2 8 LPM simple
mask
-Saturasi: 96%
-Kekuatan otot
4 4
3 3

A: Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan
1. Menyediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (cahaya, suara,
kunjungan)
2. Memfasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
3. Menganjurkan tirah baring
4. Menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap

17 Maret 3 S: Uum
2021 -Pasien mengatakan masih kurang nafsu
untuk makan
-Pasien mengatakan masih mual
O:
- BB: 55kg
- Makanan habis 1/2 dari porsi yang
disediakan

A: Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor asupan makanan
2. Memonitor berat badan
3. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

18 1 S:
Maret -Pasien mengatakan masih batuk
2021 berdahak
-Pasien mengatakan sesak berkurang jika
setelah dahak dikeluarkan
-Pasien mengatakan sudah mengerti cara
batuk efektif
-Pasien mengatakan melakukan batuk
efektif jika ingin mengelurkan dahak

O:
-TTV
TD : 100/62 mmHg
N : 89 X/menit
S : 36,70C
RR : 24 X/menit
SPO2: 96%
-Pasien terpasang O2 8 LPM simple
mask
- Pasien tampak mengerti cara
mengeluarkan dahak dengan cara
batuk efektif
- Suara napas ronchi

A: Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Auskultasi bunyi napas
3. Memonitor kemampuan batuk
efektif
4. Mengatur posisi semi fowler
5. Memberikan minum air hangat
18 Maret 2 S:
2021 -Pasien mengatakan masih lemas
-Pasien mengatakan masih sesak bila
beraktivitas
-pasien mengatakan mengerti untuk
beraktivitas secara bertahap sesuai
dengan kondisinya
O:
-Pasien tampak lemas
-Pasien tampak nyaman dengan
lingkungan dan pencahayaan ruangan
-Pasien terpasang O2 8 LPM simple
mask
-Saturasi: 96%
Kekuatan otot
4 4
4 4
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
1. Menyediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (cahaya, suara,
kunjungan)
2. Memfasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
3. Menganjurkan tirah baring
4. Menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
18 Maret 3 S: Uum
2021 -Pasien mengatakan masih kurang nafsu
untuk makan
-Pasien mengatakan masih mual
O:
- BB: 55kg
- Makanan habis 1/2 dari porsi yang
disediakan

A: Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor asupan makanan
2. Memonitor berat badan
3. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

Anda mungkin juga menyukai