TBC (Tuberkulosis)
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, Rabb Penguasa
alam, Rabb yang tiada henti-hentinya memberikan kenikmatan dan karunia kepada semua
makhluk-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya,
para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti risalahnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, dengan izin Allah kami telah menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Epidemiologi Penyakit Menular tentang penyakit “TBC (Tuberkulosis)” Penyusunan
makalah ini dapat terwujud tak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai
pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami memohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kesalahan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para mahasiswa kesehatan masyarakat untuk menambah wawasan dalam bidang kesehatan
masyarakat.
Kelompok 3
BAB I
A. Latar Belakang
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang (Anonim, 2007). Di Indonesia dengan prevalensi TBC positif 0,22%
(laporan WHO 1998), penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang setiap tahun
mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan Indonesia timur banyak ditemukan terutama gizi
makanannya tidak memadai dan hidup dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene
dibawah normal (Tjay dan Rahardja, 2007).
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal
jumlah penderita tuberkulosis. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO)
pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar
528.000. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke
posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebanyak 429.000 orang.
Pada Global Report WHO 2010, didapat data TBC Indonesia, total seluruh
kasus TBC tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TBC
baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TBC BTA negatif, 11.215 adalah kasus TBC
ekstra paru, 3.709 adalah kasus TBC kambuh, dan 1.978 adalah kasus pengobatan
ulang diluar kasus kambuh (Anonimc, 2011). Pada anak, TBC secara umum dikenal
dengan istilah “flek paru-paru”. Tuberkulosis pada anak juga mempunyai
permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa, baik dalam aspek diagnosis,
pengobatan, pencegahan, maupun TBC pada kasus khusus, misalnya pada anak
dengan infeksi HIV (Anonima, 2011).
Selain itu, pemeriksaan TBC yang memerlukan sampel dahak dari sang anak
masih sulit diterapkan karena anak kecil sulit mengeluarkan dahak. Akibatnya,
kesulitan dan keraguan dalam aspek diagnosis ini seringkali menimbulkan terjadinya
over diagnosis dan over treatment dalam penanganan TBC anak (Anonimb, 2011).
Perbedaan TBC anak dan TBC dewasa adalah TBC anak lokasinya pada setiap bagian
paru sedangkan pada dewasa di daerah apeks dan infra klavikuler.
Kemudian terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa
tanpa pembesaran kelenjar limfe regional. Pada anak penyembuhan dengan
perkapuran dan pada dewasa dengan fibriosis. Pada anak lebih banyak terjadi
penyebaran hematogen sedangkan pada dewasa jarang (Sulaifi, 2011). Sumber utama
penularan adalah orang dewasa dengan TBC paru dengan sputum positif
(Mycobacterium tuberculosis), dan susu dari hewan yang terinfeksi (Mycobacterium
bovis).
Diagnosis berdasarkan gambaran rontgen toraks dan tes tuberkulin positif.
Sputum biasanya tidak ada, namun hasil tuberkulosis mungkin bisa didapatkan dari
bilas lambung. Pencegahan tergantung pada perbaikan kondisi sosioekonomi, dan
kemudian pada beberapa pemeriksaan termasuk pengenalan serta terapi tepat pada
infeksi TBC dewasa, imunisasi BCG (Meadow dan Newel, 2006).
Sedangkan masalah perilaku tidak sehat antara lain akibat dari meludah
sembarangan, batuk sembarangan, kedekatan anggota keluarga, gizi yang kurang atau
tidak seimbang, dan lain-lain (Anonim, 2006). Usia anak merupakan usia yang sangat
rawan terhadap penularan penyakit tuberkulosis. Angka penularan dan bahaya
penularan yang tinggi terdapat pada golongan umur 0-6 tahun dan golongan umur 7-
14 tahun. Usia anak sangat rawan tertular tuberkulosis dan apabila terinfeksi mereka
mudah terkena penyakit tuberkulosis.
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menyelesaikan tugas dari Dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular untuk
membuat makalah tentang Penyakit Menular TBC
2. Menjabarkan dan mengkaji lebih dalam mengenai tugas yang diberikan.
3. Memahami lebih lanjut mengenai tugas yang diberikan
4. Sebagai bahan pembelajaran dan menambah ilmu pengetahuan mengenai penyakit
menular TBC.
C. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan atau memberikan
informasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengetahuan dan sikap mengenai
penyakit Tuberkulosis (TBC) paru, sehingga penderita tersebut akan sadar dan
bertanggung jawab bahwa mereka akan menjalani pengobatan secara baik dan secara
maksimal, dengan cara patuh dan dalam meminum obat yang teratur akan membantu
proses penyembuhan penyakit secara efektif.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan masukkan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan dalam menangani kasus Tuberkulosis (TBC) di
pelayanan rumah sakit, puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya.
3. Bagi Pemakalah
Untuk menambahkan ilmu pengetahuan tentang penyakit Tuberkulosis (TBC)
paru dan untuk mengetahui tingkat pengetahuan serta mutu pelayanan kesehatan
terhadap kepatuhan untuk meminum obat bagi si penderita penyakit Tuberkulosis
(TBC).
4. Bagi instansi pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan atauy masalah yang dapat diangkat dalam
penuluhan kesehatan bagi pasien, keluarga, masyarakat yang menderita terkena
penyalit Tuberkulosis (TBC) paru agar dapat meningkatkan pengetahuan dan
menggunakan pelayanan yang telah disediakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan ol
eh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
turberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB
(Indriani et al, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenk
im paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,
2002).
B. Etiologi
Penyebab penyakit Tuberculosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis
dan Mycobacterium Bovis. Kuran tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6
mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak
mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid
(terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian
warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut Basil Tahan Asam (BTA).
serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman Tuberculosis juga tahan dalam
keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.
Bakten tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit atau
pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan
gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara
(Widoyono, 2008).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya
menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks
(ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian
besar akan mengalami penyembuhan.
Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan
didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer
(reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang
yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
C. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru (TB paru) ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
klasik, Mantoux test atau tuberculin skin test (TST), pemeriksaan foto rontgen dada,
sputum BTA, kultur sputum, ataupun interferon-gamma release assay (IGRA) spesific
antigen.
Diagnosis banding Tuberkulosis paru (TB paru) dibuat berdasarkan gambaran klinis
yang muncul.
Beberapa penyakit yang bisa didiagnosis banding dengan TB paru adalah:
1. Blastomikosis
2. Tularemia
3. Aktinomikosis
4. Infeksi M avium-intracellulare, M. chelonae, M fortuitum, M gordonae, M
kansasii, M marinum, M xenopi
5. Karsinoma sel skuamosa
D. Gejala
Pengidap tuberkulosis laten atau tidak aktif umumnya tidak akan mengalami
gejala apapun. Meskipun demikian, bakteri sudah berada dalam tubuh. Akan tetapi,
bakteri dalam tubuh belum menyebabkan kerusakan apapun. Saat bakteri mulai aktif,
kondisi inilah yang memicu gejala pada pengidap tuberkulosis. Tuberkulosis
umumnya menyerang paru-paru dengan gejala utama batuk berdahak yang
berlangsung lebih dari 2 minggu. Batuk yang terjadi juga kadang mengeluarkan dahak
berwarna, seperti karat atau batuk darah.
Pengidap TBC juga biasanya akan kehilangan nafsu makan dan mengalami
penurunan berat badan yang disertai dengan demam, keringat malam hari, dan
kelelahan. Jika infeksi tuberkulosis pada paru telah menyebabkan kerusakan pada
paru, akan timbul gejala sesak napas. Beberapa pengidap tuberkulosis juga mengalami
kondisi nyeri tulang. Kondisi ini menandakan bahwa bakteri telah menyerang bagian
tulang. Untuk itu, perlu segera dilakukan pemeriksaan pada rumah sakit terdekat agar
kondisi ini dapat segera ditangani dengan tepat.
Tanda dan gejala dari tuberkulosis aktif adalah :
1. Batuk-batuk yang berlangsung tiga minggu atau lebih
2. Batuk darah
3. Nyeri dada, atau nyeri yang timbul saat bernapas atau batuk
4. Penurunan berat badan yang tidak disengaja
5. Kelelahan
6. Demam
7. Keringat malam
8. Menggigil
9. Penurunan nafsu makan
E. Komplikasi
Penyakit tuberkulosis yang tidak mengalami perawatan dalam jangka panjang
bisa meningkatkan risiko komplikasi beberapa penyakit. Karena penyebab
tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru,
banyak orang berpikir TBC hanya akan merusak paru-paru saja.
Sebenarnya, tidak ada cara khusus yang bisa dilakukan bagi orang sehat untuk
mencegah atau menghindari penularan penyakit TB paru ini. Keberadaan bakteri TBC
yang menyebar melalui udara sangat sulit untuk dideteksi secara langsung. Itu
sebabnya, Anda yang sehat (belum terinfeksi sama sekali) sebisa mungkin
menghindari/membatasi kontak dekat dengan penderita TBC.
Apabila Anda tinggal satu atap sehingga harus berinteraksi setiap hari dengan
penderita atau bahkan perlu merawatnya, penting menggunakan alat pelindung diri
seperti masker dan menerapkan pola hidup bersih sehat. Mencuci tangan, menjaga
kebersihan rumah dan tempat tinggal merupakan upaya pencegahan yang bisa
dilakukan untuk orang sehat dalam pencegahan TBC.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
1. Host (Pejamu)
a. Faktor Umur
Penyakit TB Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi,
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut
>55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan
terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru. Usia memainkan
salah satu peran yang paling penting dalam menentukan berkembangnya
penyakit pada masa anak-anak. Bayi yang terinfeksi memiliki risiko sebesar
50% terkena perkembangan penyakit.
Sementara itu anak usia 1 – 2 tahun memiliki risiko 20% – 30%, untuk
anak berusia 3 – 5 tahun memiliki risiko 5%, anak berusia 5 – 10 tahun
berisiko 2% dan risiko terhadap orang dewasa adalah 5%. Usia anak-anak juga
lebih mungkin untuk mengembangkan bentuk parah dari TB, seperti TB
meningitis atau TB milier. Infeksi pada anak tidak mengenal usia (0-14 tahun),
tetapi sebagian besar kasus terjadi pada usia antara 1 hingga 4 tahun. Hal ini
disebabkan pada usia yang sangat muda, awal kelahiradan pada usia 10 tahun
pertama kehidupan system pertahanan tubuh sangat lemah.
Kemungkinan anak untuk terinfeksi menjadi sangat tinggi. Resiko
terinfeksi tersebut berkembang menjadi TB aktif tergantung pada pertahanan
imun host. Resiko berkembangnya penyakit paling tinggi pada anak dibawah
usia 5 tahun (biasanya terjadi dalam jangka waktu 2 tahun, namun pada bayi
infeksi dapat berubah menjadi sakit TB dalam beberapa minggu saja), dan
paling rendah ada usia akhir masa kanak-kanak.
b. Jenis kelamin
Pada laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena rokok dan minuman
alkohol karena dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh. Meskipun secara
fisik laki-laki cenderung lebih kuat dibandingkan perempuan, namun sejak
bayi hingga dewasa perempuan memiliki daya tahan tubuh lebih kuat
dibandingkan laki-laki, baik daya tahan akan rasa sakit maupun daya tahan
terhadap penyakit. Anak laki-laki lebih rentan terhadap berbagai jenis penyakit
dan cacat dibandingkan anak perempuan. Selain itu, secara neurologis anak
perempuan lebih matang dibandingkan anak laki-laki sejak lahir hingga masa
remaja, begitu juga dengan pertumbuhan fisik anak perempuan lebih cepat
daripada laki-laki.
c. Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan
buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita
tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan
kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis
Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman
tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru
(Fatimah, 2015).
d. Kondisi Sosial Ekonomi
Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan
daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh
terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB
Paru.
3. Environment
a. Iklim
Iklim adalah rata-rata cuaca dalam periode yang panjang (bulan-tahun).
Iklim dan variabelnya yaitu suhu, curah hujan dan kelembaban merupakan
bagian penting dalam penularan penyakit. Penyakit menular terutama yang
sensitif terhadap iklim akan sangat terpengaruh ketika perubahan iklim terjadi.
Perubahan iklim akan membuat suhu meningkat, curah hujan
meningkat dan begitu juga kelembaban. iklim memepengaruhi pola penyakit
infeksi dalam hal virus, bakteri atau parasite dan vektornya, seperti kuman
penyebab TB Paru yaitu micobacterium tuberculosis. (Sulistyawati, 2015).
Perubahan iklim akan menimbulkan efek terhadap kesehatan manusia
secara langsung maupun tidak langsung, efek yang paling langsung terhadap
kesehatan manusia adalahefek ekstrim dingin dan ekstrim panas. suhu tinggi
yang disertai kelembaban rendah menyebabkan tubuh mudah terjadi dehidrasi.
suhu ekstrim panas dan ekstrim dingin menyebabkan morbiditas dan mortalitas
tinggi. Jika disuhu panas terjadi heat stroke sedangkan disuhu dingin terjadi
frozen bite sedangkan efek tidak langsung berkaitan dengan penyakit menular.
(Thabrany, 2007 dalam Erniyasih 2012).
b. Suhu Udara
Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul
dalam atmosfer. Suhu udara merupakan unsur iklim yang sangat penting. Suhu
harian rata-rata didefinisikan sebagai rata-rata pengamatan selama 4 jam (satu
hari) yang dilakukan tiap jam (tjasyono, 2004 dalam Erniyasih 2012) suhu
berperan dalam perkembang biakan mikroorganisme termasuk kuman TB
Paru.
c. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah
dalam waktu tertentu. Awan yang terbentuk sebagai asil dari kondensasi uap
air akan terbawa oleh angin sehingga berpeluang untuk tersebar keseluruh
permukaan bumi (Lakitan 2002 dalam Erniyasih 2015). Curah hujan yang
tinggi dapat membawa agen mikrobiologi kedalam sumber air minum
menyebabkan kejadian giardiasis, amoebiasis, typoid dan lain-lain. (WHO,
2003 dalam Erniyasih 2015).
d. Angin
Angin adalah gerak udara yan sejajar dengan permukaan bumi. Udara
bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara
rendah (Tjasyono 2004 dalam Erniyasih 2015) arah angin dapat
memungkinkan membawa kuman TB.
e. Kelembaban
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu
ruangan yang ideal antara 18°C – 30°C. Bila kondisi suhu ruangan tidak
optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat
bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu
dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat
menimbulkan alergi.
Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan
mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri
spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam
tubuh melalui udara, selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan
membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam
menghadang mikroorganisme.
f. Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan
maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar yang
kemungkinan membawa kuman micobacterium tuberculosis, serta menjaga
kerahasiaan (privacy) penghuninya. (Keman, 2005). Dinding rumah harus
memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah
dibersihkan, jenis dinding pada rumah akan berpengaruh terhadap kelembaban
dan mata rantai penularan tuberkulosis paru. (Kepmenkes
no.829/Menkes/SK/VII/1999).
g. Langit-langit
Langit-langit atau plafon merupakan penutup atau penyekat bagian atas
ruang. Tinggi langit-langit minimal 2,75. Langit-langit dapat berfungsi sebagai
penyekat panas dan bagian atas bangunan agar tidak masuk ke dalam ruangan.
h. Suhu rumah
Suhu merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan TB
Paru. Suhu ruangan sangat dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara,
kelembaban udara, suhu benda-benda yang ada di sekitarnya (Chandra, 2007).
2. Distribusi Orang
3. Distribusi Waktu
C. Frekuensi
GAMBAR 1
Angka penemuan kasus Tuberkulosis paru (CDR%) di Indonesia tahun 2015 yaitu
73,75%, tahun 2016 yaitu 52,57%, tahun 2017 46,68% dan tahun 2018 60,7%
Dari gambar 1 dapat diketahui juga bahwa Jumlah CDR tertinggi yaitu tahun 2015
dengan persentase 73,75%, sedangkan CDR paling rendah yaitu tahun 2017 dengan
persentase 46,68%.
GAMBAR 2
Jumlah kasus baru Tuberkulosis paru (CNR) di Indonesia tahun 2015 yaitu 130, tahun
2016 yaitu 115, tahun 2017 yaitu 138 dan tahun 2018 yaitu 193.
Dari gambar 2 juga menunjukkan bahwa CNR kejadian TB paru selama 4 tahun
terakhir cenderung mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2016 menurun sebesar
115.
D. Determinan
2. Merokok
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Bai, Lee, Chien,
Suk, & Chiang, 2016) juga menunjukkan ada hubungan antara merokok dengan
kejadian TB Paru serta perokok lima kali lebih berpotensi terpapar oleh penyakit TB
Paru. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka menunjukkan bahwa kebiasaan
merokok merupakan perilaku negatif terhadap kesehatan masyarakat. Rokok banyak
mengandung bahan yang berbahaya bagi tubuh seperti nikotin, gas karbon monoksida,
tar, benzene, dan methanol.
Kebiasaan merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga kuman TB
Paru dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh seseorang. Hasil penelitian Rosdiana
2018 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian TB Paru pada penderita TB paru di Labuang Baji Makassar. Secara
ringkas zat-zat yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru, serta respon imunologis pejamu
terhadap infeksi sehingga paru-paru perokok dapat lebih mudah ter-infeksi bakteri
tuberkulosis paru (Rosdiana, 2018).
3. HIV/AIDS
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya 37,9 juta orang
mesti berhadapan dengan HIV pada 2018. Parahnya lagi, WHO memperkirakan
jumlahnya terus meningkat sampai sekarang. Ingat, HIV dan AIDS bukan penyakit
yang bisa disepelekan. Alasannya, komplikasi dari penyakit ini tidak main-main.
Menurut WHO, infeksi dari HIV dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan
menyebabkan AIDS.
Seseorang yang mengalami kondisi ini mengalami gejala seperti
pembengkakan kelenjar getah bening, penurunan berat badan, demam, diare, dan
batuk. Masih menurut WHO, tanpa pengobatan yang tepat pengidap HIV dan AIDS
dapat mengembangkan penyakit parah seperti TB. TB ini disebabkan oleh infeksi
kuman bernama Mycobacterium tuberculosis. Kuman atau bakteri ini bisa menyebar
di udara lewat percikan ludah (droplet) pengidapnya saat berbicara, bersin, atau batuk.
Meski begitu, penularan TB membutuhkan kontak yang cukup dekat dan lama
dengan pengidapnya. Boleh dibilang, penularannya tak semudah penyebaran flu.
Namun, ada beberapa kelompok orang yang rentan terhadap penyakit TB, salah
satunya pengidap HIV dan AIDS. Pengidap HIV dan AIDS memiliki sistem kekebalan
tubuh yang lemah sehingga mudah terserang infeksi virus, kuman, atau pula bakteri.
Di beberapa negara, TB adalah infeksi oportunistik paling umum yang terkait
dengan HIV. Komplikasi HIV dan AIDS berupa TB, menjadi penyebab utama
kematian di antara orang-orang dengan AIDS. Penyakit yang menyerang paru-paru ini
bertanggung jawab atas atas 1 dari 3 kematian terkait HIV.
4. Kontak serumah
Riwayat kontak serumah dengan penderita tuberkulosis paru memberikan
kontribusi terhadap perkembangan tuberkulosis dalam tubuh orang yang sehat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar interferon sebagian besar mengalami penurunan
selama dua tahun (Indreswari & Suharyo, 2014). Dalam penelitian ini ada hubungan
antara kontak serumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Limboto
Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo dan penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Butiop, Kandow, & Palandeng, 2015) dimana hasil analisis
statistik diperoleh p = 0,016 OR = 3,848 dengan CI 95% = 1,231 -12,029 artinya
bahwa resiko terjadinya penularan tuberkulosis pada yang kontak dengan penderita
tiga kali lebih besar dibanding dengan yang tidak kontak dengan penderita.
Risiko terjadinya penularan TB paru pada kontak serumah dengan penderita
tiga kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak ada kontak serumah degan
penderita. Hasil penelitian (Butiop et al., 2015).
5. Perilaku/kebiasaan
a. Kebiasaan membuka jendela setiap hari
Jendela merupakan salah satu ventilasi untuk memperoleh pencahayaan
yang cukup pada siang hari. Cahaya matahari bermanfaat untuk membunuh
bakteri-bakteri patogen di dalam rumah (Suryo, 2010 dalam Zuriya, 2016).
7. Jenis Kelamin
Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibanding perempuan, karena kebiasaan merokok dan minum alkohol sehingga sistem
pertahanan tubuh menurun dan lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB paru
(Aditama, 2000).
8. Status Gizi
Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Keduanya dapat bermula
dari hal yang sama, misalnya kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan
sanitasi yang buruk. Defisiensi gizi meningkatkan risiko infeksi. Status gizi
merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya penyakit TB (Achmadi,
2005). Tuberkulosis dan kurang gizi seringkali ditemukan secara bersamaan. Infeksi
TB menimbulkan penurunan berat badan dan penyusutan tubuh, sedangkan
kekurangan makanan akan meningkatkan risiko infeksi dan penyebaran penyakit TB
karena berkurangnya fungsi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini (Crofton dkk,
2002).
9. Sosial Ekonomi
Lebih dari 95% kasus TB yang terjadi pada negara berkembang berasal dari
keluarga yang miskin. Sementara itu pada negara-negara industri, TB biasanya
menjangkit kelompok-kelompok sosial yang terpinggirkan (Varaine dkk, 2010). WHO
(2003) juga menyebutkan bahwa 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok
sosial ekonomi lemah atau miskin. Crofton dkk (2002) dalam bukunya yang berjudul
Tuberkulosis klinis, mengemukakan bahwa morbiditas TB lebih tinggi pada penduduk
miskin dan daerah perkotaan dibandingkan dengan pedesaan.
Kondisi sosial ekonomi sendiri mungkin tidak hanya berhubungan secara
langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti terbatasnya akses
terhadap pelayanan Kesehatan (Achmadi, 2005). Kemiskinan juga mengarah pada
perumahan yang terlampau padat atau kondisi kerja yang buruk. Keadaan ini dapat
menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat pada mudahnya seseorang terjangkit
infeksi. Orang-orang yang hidup dengan kondisi seperti ini juga sering mengalami gizi
buruk (Crofton dkk, 2002).
Berkurangnya asupan gizi oleh karena mahalnya harga pokok secara tidak
langsung akan melemahkan daya tahan tubuh sehingga memudahkan seseorang
menderita TB (Antariksa, 2008). Kompleks kemiskinan tersebut seluruhnya
memudahkan infeksi TB berkembang menjadi penyakit (Crofton dkk, 2002).
10. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan atau pengajaran yang diberikan seseorang
kepada orang lain untuk dapat memahami sesuatu hal. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka tidak dapat dipungkiri bahwa akan semakin mudah pula
seseorang menerima informasi dan pengetahuan, yang pada akhirnya akan semakin
banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Ummami, Y.H, 2016). Namun sebaliknya
apabila tingkat pendidikan seseorang rendah maka akan menghambat perkembangan
sikap dan pengetahuan seseorang di dalam menerima informasi dan nilai-nilai yang
baru diperkenalkan.
11. Pekerjaan
Pekerjaan. Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan
adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan
keluarga. Pekerjaan bukanlahsumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara
mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan (Wawan dan
Dewi M, 2010).
Paparan infeksi TB pada lingkungan kerja dapat sangat berisiko menyebabkan
seseorang terkena penyakit TB paru, lingkungan kerja yang memiliki risiko tinggi
terinfeksi TB, misalnya petugas pelayanan kesehatan/ laboratorium, dan pekerjaan
yang berisiko terpapar banyak material yang dapat mendorong terjadinya infeksi
seperti pekerja tambang (Noah, 2006).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akan tetapi, upaya tersebut tidak mengurangi angka penderita TB. Pada tahun
2012 indonesia mulai menerima bantuan luar negeri dari Amerika Serikat dibawah
USAID untuk mengurangi tingkat penderita TB, dimana USAID merupakan lembaga
pemerintah Amerika Serikat yang diresmikan oleh Jhon F. Kennedy sebagai bagian
dari undang-undang Amerika tentang bantuan luar negeri tahun 1961.
B. Saran
Saran yang paling tepat untuk pencegahan penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengokonsumsi makanan yang bergizi dan
menerapkan gaya hidup sehat. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang dapat
disembuhkan, namun untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk meminum
obat secara baik dan benar yang sesuai anjuran oleh dokter serta teratur untuk
memeriksakan diri ke rumah sakit, puskesmas, dan tempat pelayanan kesehatan
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/19536959/TUBERKULOSIS
https://www.halodoc.com/kesehatan/tuberkulosis
https://www.halodoc.com/artikel/waspadai-komplikasi-akibat-tuberkulosis
https://www.slideshare.net/GabriellaJermia/tuberkulosis-ppt
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2540/3/Chapter%201.pdf
https://journal.uwgm.ac.id/index.php/KESMAS/article/download/909/528
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-tuberkulosis-
2018.pdf
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/25592/167032102.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
https://www.halodoc.com/artikel/orang-dengan-hiv-dan-aids-berisiko-terkena-tuberkulosis
http://klikpdpi.com/jurnal-warta/jri-04-07/kenyorini.htm