Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut

biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam

Paru-Paru, kemudian menyebar dari Paru-Paru ke organ tubuh yang lain

melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernafasan atau

penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI 2002,p.5).

TB Paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah

penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan

nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Menurut laporan WHO

(1999), Indonesia merupakan penyumbang penyakit TB terbesar nomor 3 di

dunia setelah India dan Cina. dengan jumlah pasien sekitar 10 % dari total

jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada

539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA

positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Sedangkan tahun 2006 dari laporan

TB dunia oleh WHO jumlah kasus baru penderita TB sekitar 539.000 dan

jumlah kematian sekitar 101.000 per tahun. (Depkes RI 2007,p. 5)

Data survei Tuberkulosis Nasional tahun 2004 masih mendapatkan

bahwa kasus baru di Indonesia rata-rata 110 per 100.000 penduduk dengan

kematian 100.000 pertahun. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun

1
2

2007 menyatakan penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah

penyakit stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kondisi ini diperparah

oleh kejadian HIV yang semakin meningkat dan bertambahnya jumlah kasus

kekebalan ganda kuman TB paru terhadap OAT atau MDRTB bahkan XDR-

TB. Keadaan ini akan memicu epidemi TB yang sulit dan terus menjadi

masalah kesehatan masyarakat yang utama. (Kementrian Kesehatan RI

2010,p.5)

Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB Paru), khususnya TB Paru

Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB

Paru Paru di Ciloto pada tahun 1969. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) 2006 estimasi prevalensi angka kesakitan di Indonesia sebesar

8 per 1000 penduduk. Hasil survei juga menemukan prevalensi tuberkulosis di

Indonesia pada tahun 2006 menunjukan angka prevalensi tuberkulosis Basil

Tahan Asam (BTA) positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk.

(Depkes RI 2007,p. 26).

Sejak tahun 2000 Indonesia telah berhasil mencapai dan

mempertahankan angka kesembuhan sesuai dengan target global, yaitu

minimal 85% penemuan kasus TB di Indonesia pada tahun 2006 adalah 76%.

Keberhasilan pengobatan TB dengan DOTS pada tahun 2004 adalah 83% dan

meningkat menjadi 91% pada tahun 2005. (Depkes RI 2008,p. 45)

Di Sumatra Barat jumlah penderita TB Paru dari tahun 2010 – 2013

selalu terjadi peningkatan tiap tahunnya, hal ini dapat dilihat pada tabel

berikut:
3

Tabel 1.1
Jumlah Penderita TB Paru di Propinsi Sumatra Barat
Pada Tahun 2010-2013

No Tahun Jumlah penderita


1. 2010 3129 penderita
2. 2011 3410 penderita
3. 2012 3660 penderita
4. 2013 3896 penderita
Sumber : Rekapitulasi Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat tahun
2010-2013.

Berdasarkan data rawatan inap RSUD Lubuk Sikaping jumlah penderita

TB Paru pada tahun 2012 102 orang (6,03 %) meningkat pada tahun 2013

berjumlah 114 orang (6,57 %) sedangkan data yang diperoleh pada bulan

Januari sampai Mei 2014 jumlah penderita TB Paru yang dirawat adalah 53

orang (22,3%) dari 234 klien yang dirawat di ruangan RSUD Lubuk Sikaping

(RSUD Lubuk Sikaping, 2014).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengangkat masalah

asuhan keperawatan pada Tn. D dengan TB Paru di ruangan VIP RSUD Lubuk

Sikaping Tahun 2014.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam pembuatan Karya Ilmiah Akhir Ners ini

adalah untuk mendapatkan gambaran umum tentang penatalaksanaan

keperawatan pada klien dengan TB Paru.


4

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tentang konsep penyakit TB Paru di ruangan VIP RSUD

Lubuk Sikaping Tahun 2014.

b. Mengelola asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru di ruangan

VIP RSUD Lubuk Sikaping Tahun 2014.

c. Menganalisa evidence based yang terkait dengan TB Paru di ruangan

VIP RSUD Lubuk Sikaping Tahun 2014

C. Manfaat

1. Bagi Penulis

Menjadi bahan tambahan atau masukan dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien dengan TB Paru di ruangan VIP RSUD Lubuk

Sikaping Tahun 2014

2. Bagi Intitusi Pendidikan

Makalah ini dapat meningkatkan mutu pendidikan dalam hal

mengembangkan potensi keperawatan terutama dalam pemberian asuhan

keperawatan pada klien dengan TB Paru.

3. Bagi Lahan Penelitian

Data bisa dijadikan perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada

klien dengan TB paru.


5

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Tuberculosis Paru (TB Paru)

1. Pengertian

Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman

TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

(Depkes 2002,p.9)

2. Etiologi

TB Paru disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis

humaris), Mycobacterium tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae.

(Danusantoso 2000,p.97)

3. Patofisiologi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-

paru. Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk

batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin

(wax) yang sulit ditembus zat kimia (Depkes 2005,p.12).

Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian

kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan

terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak

5
6

secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan

tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul

berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel

fagosit (Depkes 2005,p.12).

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk

atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet

(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di

udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau

droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB

tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur.

Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan

(Depkes 2005,p.12).

Kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,

melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau

penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari

seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari

parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin

menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaannya negatif, maka

penderita tersebut dianggap tidak menular (Depkes 2005,p.12).

Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska primer.

Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama

kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli


7

(gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman TB

yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu

terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6

minggu (Depkes, 2005: 13).

Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang

masuk dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan

kuman TB dengan cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat.

Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister”, sehingga daya

tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan kuman,

akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita TB dalam beberapa

bulan (Depkes, 2005: 13).

Pada infeksi primer ini biasanya menjadi terselubung dan berlangsung

tanpa gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi. Tetapi pada orang-orang

dengan sistem imun lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-cirinya

batuk kronik dan bersifat sangat menular. Masa inkubasi sekitar 6 bulan.

Infeksi paska primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah

infeksi primer. Ciri khas TB paska primer adalah kerusakan paru yang luas

dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes, 2005: 13).


8
9

4. Gejala Klinis

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling

sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa

atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret

akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat

penderita bangun pagi hari.

b. Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,

kemudian berubah menjadi purulen/kuning atau kuning hijau sampai

purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi

perlunakan.

c. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-

bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah

sangat banyak.

d. Nyeri dada

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.

Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri

dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau di tempat-tempat

lain).
10

e. Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang

disebabkan oleh sekret, bronkostenosis, peradangan, jaringan granula,

ulserasi dan lain-lain (pada tuberkulosis lanjut).

f. Dispneu

Dispneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberkulosis paru

akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran pernapasan serta loss of

vascular bed / thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi,

hipertensi pulmonal dan korpulmonal (Depkes 2002,p.13).

Gejala-gejala tersebut di atas dijumpai pula pada peyakit paru selain

tubekulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke Puskesmas

dengan gejala tersebut di atas harus dianggap sebagai seorang suspeck

tuberkulosis atau tersangka penderita TBC dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. (Depkes 2002,p.13)

Lebih lanjut gejala-gejala umum dari TB Paru adalah:

a) Panas badan

Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting sering

kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari.

b) Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti

pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi

sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.

c) Keringat malam
11

Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit

tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila

proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor

labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan

sakit kepala timbul bila ada panas.

d) Gangguan menstruasi

Gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru

sudah menjadi lanjut.

e) Anoreksia

Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi

toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila

proses progresif.

f) Lemah badan

Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang

tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan, karena

itu harus dianalisa dengan baik dan harus lebih berhati-hati apabila

dijumpai perubahan sikap dan temperamen (misalnya penderita

yang mudah tersinggung), perhatian penderita berkurang atau

menurun pada pekerjaan, anak yang tidak suka bermain, atau

penyakit yang kelihatan neurotik.

4. Pemeriksaan-pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penderita sering tidak menunjukkan kelainan

apapun. Terutama pada kasus yang dini atau yang sudah terinfiltrasi
12

secara asimtomatik. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas pada

bagian apex paru didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara

nafas yang bronchial.

b. Pemeriksaan Radiologis

 Foto Thorak

Menujukkan lesi awal pada daerah paru atas (apeks paru), tetapi

dapat pula mengenai lobus atau daerah halus.

Karaktersitik radiologik yang menunjang diagnosis selain diatas

adalah:

a. Bayangan yang berawan (potchy) atau bergerak (noduler)

b. Adanya kavitas, tunggal atau ganda

c. Adanya kalsifikasi

d. Bayangan yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa

minggu

e. Bayangan milier

c. Pemeriksaan Laboratorium

1) Darah

Pada saat Tuberculosis baru akan didapatkan jumlah leukosit yang

sedikit meninggi, jumlah limfosit masih di bawah normal, laju

endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah

leukosit kembali normal, jumlah limfosit masih tetap tinggi, laju

endap darah mulai turun ke arah normal. Laju Endap Darah (LED)
13

meningkat terutama pada fase akut dan umumnya nilai-nilai tersebut

kembali normal pada tahap penyembuhan

2) Sputum

Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman

sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberculosis mulai

tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak,

biakan dinyatakan negatif.

d. Tes Tuberkulin

Biasanya dilakukan tes mantoux yakni dengan dosis standar 2 TU

dalam 0,1 ml PPD RT-23. Dasar tes ini adalah reaksi alergi tipe

lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi

berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni

reaksi persenyawaan anti body selular dan antigen tuberkulin. Bila

indurasi terjadi lebih dari 16 mm Mantoux positif kuat (Soeparman

1998,p. 719).

Indurasi 0 – 5 mm = Negatif

6 – 0 mm = Meragukan

10 – 15 mm = Positif

5. Klasifikasi

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru; adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar

pada hilus.
14

2) Tuberkulosis ekstra paru; Tuberkulosis yang menyerang organ

tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung

(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,

saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu

pada TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks

dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan

kuman TB positif.

d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya

BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian

antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran

tuberkulosis.
15

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non

OAT.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat

bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan

paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan

umum pasien buruk.

2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu:

a) TB ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar limfe,

pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang),

sendi, dan kelenjar adrenal.

b) TB ekstra-paru berat, misalnya meningitis, milier,

perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang

belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi

beberapa tipe pasien, yaitu:

1) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).


16

2) Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif

(apusan atau kultur).

3) Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau

lebih dengan BTA positif.

4) Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register

TB lain untuk melanjutkan pengobatannya (Depkes RI 2007, p. 18-

19).

6. Pencegahan Penularan TB Paru

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005,p. 24) pencegahan TB

Paru dapat dilakukan dengan cara :

a. Mencegah penularan kuman dari penderita yang terinfeksi


17

b. Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai

cara, misalnya dengan memberikan obat anti TB yang benar dan

cukup, serta dipakai dengan patuh sesuai ketentuan penggunaan obat.

c. Menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan

terjadinya penularan.

Pencegahan dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko,

yakni pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan perilaku dan

lingkungan, antara lain dengan pengaturan rumah agar memperoleh cahaya

matahari, mengurangi kepadatan anggota keluarga, mengatur kepadatan

penduduk, menghindari meludah sembarangan, batuk sembarangan,

mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan seimbang.

Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah TB Paru

juga dapat dilakukan dengan penyuluhan. Penyuluhan TB dilakukan

berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan

penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peranserta

masyarakat dalam penanggulangan TB. Terapi atau Pengobatan penderita

TB dimaksudkan untuk; 1) menyembuhkan penderita sampai sembuh, 2)

mencegah kematian, 3) mencegah kekambuhan, dan 4) menurunkan tingkat

penularan. (Depkes RI 2005,p. 24)

Sementara itu, penemuan pasien TB merupakan langkah pertama

dalam kegiatan program penanggulangan TB. Kegiatan penemuan pasien

terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit

dan tipe pasien. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara

bermakna bertujuan untuk menurunkan kesakitan, dan kematian akibat TB


18

di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan untuk mencegah

terjadinya penularan TB, karena cara ini dianggap yang paling efektif di

masyarakat (Depkes RI 2005,p. 25).

Adapun strategi penemuan pada tuberkulosis adalah:

a) Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan

promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan

kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas

kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan Kejadian penemuan

tersangka pasien TB.

b) Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka

yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang

menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

c) Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap

tidak efektif dari segi biaya. (Depkes RI 2007,p.12)

Sedangkan penularan TB Paru sangat dipengaruhi oleh berbagai

masalah, di antaranya : (Depkes RI 2005)

(1) Lingkungan

Masalah lingkungan yang terkait seperti masalah kesehatan

yang berhubungan dengan perumahan, kepadatan anggota keluarga,

kepadatan penduduk, konsentrasi kuman, ketersediaan cahaya

matahari, dan sebagainya.

(2) Perilaku sehat penduduk


19

Sedangkan masalah perilaku sehat antara lain akibat dari

meludah sembarangan, batuk sembarangan, kedekatan anggota

keluarga, gizi yang kurang atau tidak seimbang, dan lain-lain.

(3) Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan.

Untuk sarana pelayanan kesehatan, antara lain menyangkut

ketersediaan obat, penyuluhan tentang penyakit dan mutu pelayanan

kesehatan. Masalah lain yang muncul dalam pengobatan TB adalah

adalah adanya resistensi dari kuman yang disebabkan oleh obat

(multidrug resistent organism). Kuman yang resisten terhadap

banyak obat tersebut semakin meningkat.

Kegiatan utama yang disarankan oleh Organisasi Kesehatan

Dunia (World Health Organization/WHO) untuk mencegah

penularan TB adalah :

(1) Ukuran lingkungan adalah:

(a) Ventilasi (alami dan mekanis)

(b) Saringan udara

(c) Radiasi UV

(2) Perlindungan pernapasan pribadi

(a) Masker dapat mencegah penyebaran TB dari pasien tersebut

tetapi dapat menimbulkan stigma; mengajarkan etika berbatuk

mungkin lebih baik.


20

(b) Alat pernapasan (respirator) N95 mungkin melindungi

petugas kesehatan dan pasien tetapi mahal (pada umumnya

hanya disarankan apabila perlindungan lain tidak cukup -

misalnya apabila menghadapi orang dengan TB yang resistan

terhadap obat).

Apabila orang dengan TB paru, meludah, batuk atau bersin

tanpa menutup mulutnya, mereka dapat menyemburkan percikan

liur yang sangat kecil dan mengandung mikrobakteri TB yang

menular ke udara (Smart, 2008: 5). Perkiraan saat ini adalah

bahwa orang TB BTA-positif dapat menyebabkan kurang lebih

8-10 infeksi sekunder per tahun dan hanya kurang lebih tiga dari

sepuluh anggota rumah tangga bersama menjadi tertular walau

terpajan untuk jangka waktu yang lama.

Ciri-ciri lain dari orang yang menular mungkin adalah: 1)

mereka belum memakai pengobatan yang tepat (bayangkan pasien

yang tidak didiagnosis duduk di ruang tunggu) karena tidak ada

proses triage (mendahulukan pasien); 2) mereka belum

mendapatkan manfaat dan pengobatan (umumnya membutuhkan

kurang lebih satu minggu memakai pengobatan yang efektif agar

TB yang sensitif terhadap obat menjadi kurang menular); 3)

pengobatan mereka mungkin tidak berhasil karena resistansi obat;

4) mungkin mereka tidak patuh; 5) dokter memberi resep

pengobatan dengan rejimen yang tidak tepat; atau 6) mutu obat

yang kurang manjur.


21

Orang yang dekat dengan orang TB yang batuk tanpa menutup

mulutnya lebih berisiko dibandingkan orang yang duduk di

seberangnya di dalam ruang tersebut. Walaupun demikian,

percikan liur tersebut dapat mengandung basil yang menular dan

tetap bertahan untuk jangka waktu yang sangat lama di dalam

ruangan yang tidak memiliki ventilasi yang baik.

7. Cara Penularan

a. Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam (TBC

BTA) positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan

kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali

batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

b. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama.

c. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan

d. Sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

e. Percikan dapat bertahan selama beberapa jama dalam keadaan yang

gelap dan lembab.

f. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya.

g. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman tuberkulosis

ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut (Depkes RI 2007).

8. Resiko Penularan TB
22

Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan

dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan

resiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

Resiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko

terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)

orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Infeksi TB

dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif

(Depkes RI., 2007).

9. Pengobatan

1. Bakterisidal : streptomycin, isoniazid, rifampicyn, pirazinamid.


2. Bakteriostatik : ethambutol, ethionamid dan PAS

No Regimen ( dosis biasa ) Keterangan

1. Isoniazid (300 mg) dan rifampisin Terapi efektif untuk pengobatan awal
(600 mg)/hari selama 9-12 bulan pada pasen yang tidak dicurigai
terdapat resistensi obat.

2. Isoniazid (300mg) dan ethambutol Regimen efektif yang paling kurang


(15 mg/kg BB)/hari selama 12-18 toxicnya.
bulan.

3. Isoniazid (300mg) dan tiosetazon Regimen efektif yang paling murah


(150 mg/hari) selama 12-18 bulan.

Streptomycin (0,75-1 g) dapat


ditambahkan perhari selama
8 minggu.

4. Isoniazid (300mg), rifampizin Fase intensif awal untuk regimen


23

(600mg), pirazinamid (2 g) dengan jangka pendek yang terbukti efektif


atau tanpa streptomycin (1 g) atau pada pengawasan pasen yang ketat.
ethambutol (15 mg/kgBB)/hari
selama 2 bulan diikuti oleh salah
satu yang berikut ini :

a. Isoniazid(300 mg), rifampizin


(600 mg )/ hari selama 4 bulan.
b. Isoniazid (300 mg), rifampizin
(600 mg), dan streptomycyn
Cocok untuk terapi yang sepenuhnya
(1 g) 2 x seminggu selama 6
diawasi
bulan.
c. Isoniazid (300 mg) dan
tiosetazon (150 mg)/ hari
selama 6 bulan
Murah

5. Isoniazid (300 mg) dan rifampizin Efektifitas terbukti pada pengobatan


(600 mg/hari) selama 1 bulan rawat jalan di Arkansas. Belum di uji
diikuti isoniazid (900 mg) dan klinis
rifampisin (600 mg) 2x /minggu
selama 8 bulan

10. Komplikasi
a. Dini
Pleuritis, effusi pleura, empiema, laringitis menjalar ke fungsi organ lain.

b. Lanjut
Obstruksi jalan napas, kerusakan faring yang berat, amiloidosis
karsinoma paru dan sindroma gagal napas dewasa.

B. Asuhan Keperawatan Klien Tb Paru


24

1. Pengkajian

a. Identitas klien

b. Riwayat kesehatan dahulu

Pernah mengalami penyakit kronis, infeksi saluran napas atas, malnutrisi

atau kontak dengan anggota keluarga dengan TB paru.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama.

d. Riwayat kesehatan sekarang

 Aktivitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan Umum, napas pendek karena kerja, kesulitan

tidurpada malam atau demam malam hari, menggigil dari/atau

keringat.

Tanda : Takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelemahan otot, nyeri

dan sesak (tahap lanjut)

 Integritas Ego

Gejala : Adanya/faktor stress lama, masalah keuangan/lemah, perasaan

tidak berdaya/tidak ada harapan, populasi budaya/Etnik, Amerika

Asli, Imigran dari Amerika Tengah, Asia Tenggara

Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini, ansietas, ketakutan,

mudah terangsang

 Makanan/cairan
25

Gejala : Kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna, penurunan berat

badan

Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit berisik, kehilangan otot/hilang

lemak subkutan

 Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit , perilaku distraksi, gelisah

 Pernapasan

Gejala : Batuk, produktif atau non produktif , napas pendek.

Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis

parencim paru dan pleura, pengembangan napas tidak simetri

(effusi pleural), perkusi pekak dan penurunan fremitus (Cairan

pleural dasn penebalan pleural ), bunyi napas menurun/tidak ada

secara bilateral atau unilateral (effusi peleural/pneumothorak),

bunyi napas tubuler dana untuk bisikan plektoral diatas lesi luas,

krekels tercatat, diatas Apek Paru selama inspirasi cepat setelah

batuk pendek (krekels posttussic), karaktersitik sputum :

hijau/purulen, mukoid kuning dan bercak darah, deviasi trakeal

(penyebaran bronkogenik).

 Keamanan

Gejala : Adanya kondisi penekanan imun

Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut


26

 Interaksi Sosial

Gejala : Perasaan isolasi/Penolakkan karena penyakit menular, perubahan

pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik utnuk

melaksanakan peran.

 Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan

buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya TB, tidak berpartisipasi

dalam terapi

 Rencana Pemulangan :

Memerlukan bantuan dalam terapi obat, bantuan perawatan diri dan

perwatakkan di rumah.

2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : kesadaran, gizi, tampilan.

Tanda-tanda vital

Pengkajian Thorax dan paru-paru :

Inspeksi : Pernapasan takipnea, peningkatan kerja otot aksesori

pernapasan, kesimetrisan bentuk dada dan adanya sputum dan

haemaptoe

Palpasi : fremitus menguat pada daerah infiltratif

Perkusi : terdengar redup


27

Auskultasi : ronki basah halus, waktu inspirasi dalam yang diikuti dengan

ekspirasi dan terdengar didaerah lesi terutama di puncak paru

3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Kultur sputum : positif untuk Mycobacterium

tuberkulosis pada tahap aktif penyakit.

b. Ziehl – Neelsen ( pemakaian asam cepat pada gelas kaca

untuk usapan cairan darah ) : positif untuk basil asam – cepat.

c. Tes kulit ( PPD, Mantoux, potongan Vollmer ) : reaksi

positif ( area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48 – 72 jam setelah

injeksi intradermal antigen ) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya

antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi

bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB akitf tidak

dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oloeh mycobacterium yang lain.

d. Foto thorak : dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada

area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan.

Perubahan menunjukkan lebih luas Tb dapat termasuk rongga, area fibrosa.

e. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan

gaster; urine dan cairan cerebrospinal, biopsi kulit ) : positif untuk

ycobacterium tuberculosis.

f. Biopsi jarum pada jaringan paru : positif untuk

granuloma TB, adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis

g. Elektrosit : dapat tak normal tergantung pada lokasi dan

beratny6a infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya

retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis.


28

h. GDA : dapat normal tergantung lokasi, berat, dan

kerusakan sisa pada paru.

i. Pemeriksan fungsi paru : penurunan kapasitas vital,

peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru

total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi

parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru, dan penyakit pleural ( TB paru

kronis luas ).

4. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan permukaan efektif paru,

atelektasis, kerusakan membran alveolar – kapiler, Sekret kental dan tebal,

edema Bronkial (Doenges, ME : 245).

2. Bersih jalan napas tidak efektif b/d sekret kental atau sekret darah,

kelemahan, edema tracheal/faringeal (Doenges, ME : 244)

3. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebuthan tubuh b/d kelemahan, sering

batuk/produksi sputum : dispnea, Anoreksia (Doenges, ME, 246)

4. Resiko tinggi penyabaran infeksi b/d pertahanan Primer tidak adekuat,

penurunan kerja silia, kerusakan jaringan, malnutrisi, terpajan lingkungan,

kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan

b/d kurang terpajan pada informasi, keterbatasan konginif, informasi yang

tidak akurat/lengkap (Doenges, ME : 247).

6. Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan

7. Gangguan pola tidur dan istirahat b/d batuk yang yang sering

8. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik


29

BAB III

PENUTUP
30

A. Kesimpulan
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut

biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam

Paru-Paru, kemudian menyebar dari Paru-Paru ke organ tubuh yang lain melalui

peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernafasan atau penyebaran

langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI 2002,p.5).

B. Saran
Penyakit TB paru dapat disembuhkan oleh karena itu diharapkan paisen
yang mengalami batuk dapat memeriksakan dahaknya ke Puskesmas dan menjaga
kebersihan lingkungan rumah sekitar.

Anda mungkin juga menyukai