Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

CAKRANEGARA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan


Mata Kuliah Sistem Informasi Keperawatan
Program Studi Profesi Ners Angkatan III
Jurusan Keperawatan Mataram
Tahun Akademik 2021/2022

Oleh :

IRMA ZULHAFNI TRIANTARI

NIM. P07120421027N

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM PROFESI NERS
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik jaringan paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, penyakit TB Paru pada
paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP) (Nizar, 2010). TB
dapat menyerang siapa saja terutama usia produktif atau masih aktif bekerja
(15-50 tahun) dan anak-anak. Pada tahun 2019 Organisaasi Kesehatan Dunia
atau The World Health Organization (WHO) melaporkan Indonesia
menduduki posisi ketiga kasus Tuberkulois TB tertinggi didunia setelah yang
pertama india dan kedua tiongkok, WHO menyebutkan jumlah kasus TB di
Indonesia sebanyak 845.000 orang, jumlah ini meningkat dari sebelumnya
sebanyak 843.000 orang (World Health Organization, 2019).
Berdasarkan data tahun 2018 jumlah kasus penderita TB (semua tipe)
di Provinsi NTB mencapai 6390 orang dari Target penemuan 22.245 orang
atau 28,73 %, Angka penemuan kasus TB di Lombok Timur menunjukkan
angka sebanyak 1457 kasus dari 5.451 orang atau 26,73 %, Lombok Tengah
957 kasus dari target 4.094 orang atau 23,38 %, Lombok Barat 948 dari target
3.161 orang atau 29,99 %, Kota Mataram 627 dari 2.328 orang atau 26,93 % ,
Sumbawa 633 kasus dari 1.944 orang atau 32,57 %, Bima 695 kasus dari
1.931 orang atau 35,99%, Dompu 268 kasus dari 1.021 orang atau 26,26 %,
Lombok Utara 330 kasus dari target 936 orang atau 35,26 %, Kota Bima 241
dari 767 orang atau 31,44 % dan Sumbawa Barat 234 dari target 613 orang
atau 38,16 %.(Riset Kesehatan Dasar, 2019).
Puskesmas Cakranegara sebagai salah satu wilayah kerja Kota
Mataram masuk dalam 3 besar wilayah sebagai penyumbang kasus TB
terbesar di Kota Mataram. Pada tahun 2019 Angka Penemuan Kasus (CDR)
pada wilayah kerja Puskesmas Cakranegara tercatat 70% dari 234 kasus yang
diperkirakan. Target temuan kasus Tuberculosis (TB) di Puskesmas
Cakranegara tahun 2020 adalah 280 kasus dengan target kasus suspek sebesar
1.512. (Dinas Kesehatan Provinsi NTB Profil Kesehatan Provinsi Nusa
Tenggara Barat, 2019)
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian TB Paru
2. Untuk mengetahui penyebab/resiko penularan TB Paru
3. Untuk mengetahui cara penularan TB Paru
4. Untuk mengetahui Pengobatan TB Paru
5. Untuk mengetahui Cara pencegahan TB Paru
BAB II

KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian TB Paru
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik jaringan
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, penyakit TB Paru
pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP) (Nizar, 2010).
B. Penyebab TB Paru
Penyebab tuberkulosis paru adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut
sebagai basil tahan asam, intraseluler, dan bersifat aerob. Basil ini berukuran
0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat fakultatif.
Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat mikolik,
kaya akan asam, dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi
kuman terhadap serangan sel liposom tubuh dan juga dapat menahan zat
pewarna fuchsin setelah pembilasan asam (pewarna tahan asam) (Jahja,
2018.). Bakteri tuberkulosis mati pada pemanasan 1000 C selama 5-10 menit
atau pada pemanasan 600 C selama 30 menit, dengan alcohol 70-95% selama
15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama ditempat yang
lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar
atau aliran udara (Widiyono, 2011).
C. Faktor resiko penularan TB Paru
Penyakit TB Paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh
menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian kejadian
penyakit sebagai 18 hasil interaksi antar tiga komponen penjamu (host),
penyebab (agent), dan lingkungan (environmental) (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018).
D. Cara Penularan TB Paru
Penyakit TB Paru ditularkan melalui udara (Droplet nuclei) saat
seorang penderita tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung
bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk,
bersin atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis
tersembur dan terhisap kedalam paru orang yang sehat. Masa inkubasinya
selama 3-6 bulan (Widiyono, 2011). Penyebaran kuman tuberkulosis terjadi
diudara melalui dahak yang berupa droplet. Pada saat penderita batuk atau
bersin kuman TB Paru dan BTA (+) yang berbentuk droplet sangat kecil ini
akan berterbangan diudara. Droplet yang sangat kecil ini kemudian mengering
dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberculosis (S.
S. Naga, 2014). 24 Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran napas atau penyebaran langsung kebagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif, maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan
seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut (Zulkoni, 2011). Droplet yang
mengandung kuman dapat terhisap oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah
menetap dalam paru seseorang yang menghirupnya, kuman mulai membelah
diri (berkembang biak) dan terjadi infeksi. Orang yang serumah dengan
penderita TB Paru BTA (+) adalah orang yang besar kemungkinannya
terpapar kuman tuberculosis (Notoatmojo, 2011). Keberadaan kontak serumah
mempengaruhi proses penularan kepada anggota keluarga yang lain. Pada
umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana droplet (percikan dahak)
ada dalam waktu yang lama (Puji Eka Mathofani, 2019). Setiap satu BTA
Positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan
setiap kontak untuk tertular tuberkulosis adalah 17%. Hasil studi lainya
melaporkan bahwa kontak terdekat (keluarga serumah) akan dua kali lebih
berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah) (Widiyono, 2011).
E. Pengobatan TB Paru
Masa penyembuhan TB Paru berbeda-beda pada setiap penderita, hal
ini bergantung pada kondisi kesehatan penderita TB serta tingkat keparahan
TB yang 25 dialami. Kondisi pasien TB biasanya akan mulai membaik dan
TB berhenti menular setelah mengonsumsi obat TBC selama 2 minggu. Tetapi
untuk memastikan kesembuhan total, pasien TB harus menggunakan obat TB
atau antibiotik yang diberikan dokter selama 6-9 bulan. Pengobatan TB
biasanya memakan waktu cukup lama karena sifat infeksinya yang mudah
menular dan cukup serius. Jika tidak disiplin minum obat, ada peluang besar
untuk berbagai efek samping dan komplikasi TB yang mungkin muncul,
misalnya bakteri yang kebal terhadap antibiotik sehingga gejala malah makin
parah dan makin sulit untuk diobati (Quamila, 2019). Sumber penyebaran
tuberkulosis adalah penderita tuberkulosis itu sendiri, maka perlu
pengontrolan secara efektif penderita tuberkulosis untuk mengurangi pasien
tuberkulisis. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita
tuberkulosis saat ini, yaitu terapi dan imunisasi (Zulkoni, 2011). Terdapat 5
jenis anibiotik yang dapat digunakan bagi penderita TB. Infeksi tuberkulosis
pulmoner aktif seringkali mengandung 1 miliar atau lebih bakteri, sehingga
jika hanya diberikan satu macam obat, maka akan menyisakan ribuan bakteri
yang resisten terhadap obat tersebut. Oleh karena itu, paling tidak diberikan 2
macam obat yang memiliki mekanisme kerja yang berlainan (Humaira, 2013).
Antibiotik yang sering digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pirazinamid,
streptomisin, dan etambutol. Isoniazid, rifampicin, dan pirazinamid dapat
digabungkan dalam satu kapsul. Ketiga obat tersebut dapat menyebabkan
mual dan muntah sebagai akibat dari efeknya terhadap hati (Mahdiana, 2010).
26 (Widiyono, 2011). menyatakan pengobatan TB Paru menggunakan obat
anti tuberkulosis (OAT) dengan metode directly observed treatment
shortcourse (DOTS). Dengan beberapa kategori yaitu :
1. Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru
2. Kategori II (2 HRZES/ HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien
yang pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh).
3. Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+).
4. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir
tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan
BTA (+). Obat diminum sekaligus satu jam sebelum makan pagi.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri
dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien. Paket Kombipak. adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan
pasien yang mengalami efek samping OAT KDT (Depkes, 2019).
F. Cara Pencegahan TB Paru
(Naga, 2012) berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan untuk
mencegah penyakit TB Paru, yaitu :
1. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup
mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak disembarang tempat.
2. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan
meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksin
BCG.
3. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan tentang penyakit TB, yang meliputi gejala, bahayadan akibat
yang ditimbulkan terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.
4. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan
pemeriksaan terhadap orang orang yang terinfeksi atau dengan memberikan
28 pengobatan khusus kepada penderita TB Paru. pengobatan dengan cara
di rawat dirumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dalam katagori berat
dan memerlukan pengembangan program pengobatan sehingga tidak
dikehendaki pengobatan jalan.
5. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi,
seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus
terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit
TB Paru (piring, tempat tidur, pakaian) dan menyediakan ventilasi dan
sinar matahari yang cukup.
6. Melakukan imunisasi bagi orang yang kontak langsung denganpenderita
TB Paru, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatandan orang
lain yang terinfeksi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut yang positif
tertular.
7. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan
penderita TB Paru. Perlu dilakukan tes tuberkulosis bagi seluruh anggota
keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu di ulang
pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan dan perlu pemeriksaan intensif.
8. Dilakukan pengobatan khusus penderita TB Paru aktif perlu pengobatan
yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter
untuk diminum dengan tekun dan teratur, selama 6 sampai 12 bulan. Perlu
diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, denganpemeriksaan lebih
lanjut oleh dokter. Francis (2011) menyatakan pencegahan penyakit TB
dapat dilakukan dengan cara penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang
adekuat, perumahan yang tidak 29 terlalu pada dan udara yang segar
merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan TB Paru.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik jaringan
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, penyakit TB Paru
pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum, Penyakit TB Paru
yang disebabkan terjadi Antara lain tiga komponen penjamu (host), penyebab
(agent), dan lingkungan (environmental), pencegahan penularan dapat
dilakukan dengan menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak
disembarang tempat dan dapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan
terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksin BCG.
B. Saran
Disarankan bagi pembaca bahwa tugas tentang TB Paru ini dapat

dipublikasikan sehingga diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan keperawatan dan teknologi terapan pada bidang keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2019). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

Dinas Kesehatan Provinsi NTB Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
(2019).

Humaira. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan denga prilaku pasien Tuberculosis


Paru. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Denga Prilaku Pasien Tuberculosis
Paru.

Jahja. (n.d.). Etiologi dan Patofisiologi Tuberculosis Paru. 2019.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Pedoman Nasional Pengendalian


Tuberculosis. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis.

Naga, S. s. (2012). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. In Buku panduan
lengkap ilmu penyakit dalam.

Naga, S. S. (2014). Buku panduan lengkap ilmu penyakit dalam. In Buku panduan
lengkap ilmu penyakit dalam.

Nizar. (2010). Pemberantasan dan Penanggulangan Tuberculosis. In Pemberantasan


dan Penanggulangan Tuberculosis.

Notoatmojo, soekidjo. (2011). pendidikan dan prilaku kesehatan. In pendidikan dan


prilaku kesehatan.

Puji Eka Mathofani, R. F. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Serang
Kota. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit
Tuberkulosis (TB) Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Serang Kota.

Quamila. (2019). Hello sehat, Efek samping obat TBC yang perlu anda waspadai. 18
Januari.
Riset Kesehatan Dasar. (2019). Riskesdas.

Widiyono. (2011). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan,


Pemberantasannya. In Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan,
Pemberantasannya.

World Health Organization. (2019). Global Tuberculosis Report 2019.

Zulkoni. (2011). Parasitologi Untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat da Tehnik


Lingkungan. In Parasitologi Untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat da
Tehnik Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai