DISUSUN OLEH :
1. BUMBUNAN ERNAWATI
2. DESSY ANGGRAINI
3. EKA MELYANTI
4. FEBRI DWI JAYANTI
5. KASYANTI
6. RIKA DAMAYANTI
7. UGI WULANDARI
STIKES PERTAMEDIKA
JAKARTA SELATAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Mikrobacterium tubercolosis
Merangsang
anoresinogen
F. Manifestasi Klinis
Menurut Amin dan Hardhi ( 2015 ), manifestasi klinis yang muncul pada
pasien dengan TB yaitu :
1. Demam dengan Suhi 40 – 41 serta ada batuk / batuk darah
2. Sesak nafas dan nyeri dada.
3. Malaise , keringat malam ( Brunner & Suddart, 2014 )
4. Suara khas pada perkusi dada dan bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
6. Penurunan berat badan ( Brunner & Suddart, 2014 )
7. Batuk nonproduktif yang berlanjut menjadi sputum mukopurulen
dengan hemoptisis.
G. Komplikasi
TB paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi – komplikasi yang terjadi pada penderita TB Paru
dibedakan menjadi dua ( Brunner & Suddart, 2014 ), yaitu :
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut :
Komplikasi – komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium
lanjut adalah :
1) Hemoptisis massif ( perdarahan dari saluran nafas bawah ) yang
dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau
syok hipovolemik.
2) Kolaps lobus akibat sumbatan duktus.
3) Bronkietaksis ( pelebaran bronkus setempat ) dan fibrosis
( pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif )
pada paru
4) Pneumotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula / blep
yang pecah.
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal,
dan sebagainya.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Abd. Wahid ( 2013 ), ada beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pemeriksaan TB Paru, sebagai berikut :
1. Darah
Pada saat tuberculin baru mulai ( aktif ) akan didapatkan jumlah
leukosit yang sedikit meninggi dengan diffensiasi pergeseran ke kiri.
Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat.
2. Foto Thorak
Pada hasil foto thorak posterior anterior ( PA ), lateral terlihat
gambaran infiltrate atau nodular terutama pada lapangan atas paru,
terlihat kavitas, serta tuberkuloma atau tampak seperti bayangan atau
coin lesion. Pada TB primer tampak gambaran radiologi berupa
infiltrate pada paru – paru unilateral yang disertai pembesaran kelenjar
limfe di bagian infiltrate berada.
3. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkolusis sudah dapat dipastikan, sebanyak
3 kali setiap hari, berdasarkan pemeriksaan pada basil tahan asam
( BTA ) guna memastikan hasil diagnosis. Akan tetapi hanya 30 % -
70 % saja yang dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ini karena
diduga tidak terlalu sensitive.
4. Biopsy Jaringan
Dilakukan terutama pada penderita TB kelenjar leher dan bagian
lainnya, dimana dari hasil terdapat gambaran perkejuan dengan sel
langerhan akan tetapi bukanlah merupakan diagnosis positif dari
tuberculosis oleh karena dasar dari diagnosis yang positif adalah
ditemukannya kuman mycobacterium tuberkulosa.
5. Bronkoskopi
Hasil dari biopsy pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran dan
dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan Basil Tahan Asam ( BTA ).
6. Tes Tuberkulosis
Tes mantoux diberikan dengan menyuntikkan 0,1 cc Derivat Protein
Murni ( PPD ) secara intra muskuler ( IM ), kemudian dapat terlihat
dlam 48 – 72 jam setelah dites, dikatakan positif bila diameter durasi
lebih besar dari 10 mm. gambar berikut ini merupakan gambaran
pemeriksaan tes mantouk.
7. Tes Peroksida Anti Peroksidase ( PAP )
Merupakan uji serologi imunoperoksidase menggunakan alat histogen
imunoperoksidase skrining untuk menentukan IgG spesifik terhadap
basil tuberculosis paru.
I. Penatalaksana Medis
Penatalaksanaan TB Paru terdiri dari pengobatan dan pencegahan
penularan, yaitu :
1. Pengobatan
Pengobatan penderita tuberculosis paru dengan pengguanaan obat anti
mikroba dalam jangka waktu tertentu, dapat ditekankan pada 3 aspek,
antara lain :
1) Regimen haru termasuk obat spectrum luas yang sensitive terhadap
mikroorganisme
2) Minum obat secara teratur
3) Pengobatan harus dilakukan secara terus menerus dan dalam
jangka waktu yang cukup guna menghasilkan efek pengobatan
yang efektif serta aman.
Beberapa cara ( regimen ) pengobatan yang dianjurkan, antara lain
( Abd. Wahid 2013 ) :
1) Alternatif pertama :
a. Isoniazid ( INH ) 300 mg
b. Rifampisin ( Rif ) 600 mg
c. Pirazinamide 25 – 30 mg/kg BB, diberikan selama 2 bulan
berturut – turut dan dilanjutkan INH 300 mg dan Rifampisin
600 mg selama 4 bulan.
2) Alternative kedua
a. INH 300 mg
b. Rif 600 mg, diberikan selama 9 bulan
3) Alternative ketiga
a. INH 900 mg
b. Rif 600 mg, diberikan sebulan dan dilanjutkan dengan 2 kali
seminggu selama 8 minggu.
4) Alternative keempat
Bila terdapat resistensi terhadap INH maka dapat diberikan
Etambutol dengan dosis 15 – 25 mg/kgBB.
2.2 Konsep Lansia
2.2.1 Konsep Lansia
Menurut Depkes RI ( 2003 ) lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih. Adapun beberapa factor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan mereka adalah sebagai berikut :
a. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah memasuki masa lansia umumnya terjadi perubahan patologis,
misalnya tenaga berkurang, kulit keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki
masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini dapat
menimbulkan gangguan atu kelainan fungsi fisik, psikologik maupun
social, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain.
b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti, gangguan jantung,
gangguan metabolisme, missal diabetes mellitus, vaginitis, baru selesai
operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi karena pencernaan
kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang dan penggunaan obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
c. Perubahan Aspek Psikososial
Lansia umumnya mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Fungsi kongnitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain – lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik
meliputi hal – hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat lansia menjadi kurang
cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia.
d. Perubahan yang berkaitan dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, position dan harga diri. Reaksi
setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga diatas.
e. Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat.
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan
pad lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masing
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
2.2.2 Penurunan Fungsi dan masalah kesehatan yang mempengaruhi system
pernafasan pada Lansia
Pada usia lanjut biasanya akan terjadi perubahan anatomi – fisiologi dan
dapat menimbulkan penyakit – penyakit pada system pernafasan. Hal ini tentu
akan sangat mengganggu aktivitas sehari – hari mengingat bernafas
merupakan hal yang penting dalam hidup. Mengalami perubahan dan
gangguan system pernafasan pada masa lansia merupakan hal yang perlu
diwaspadai sejak dini.
System pernafasan memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan,
karena fungsi pernafasan mengambil oksigen ( O2 ) dari atmosfer ke dalam
sel – sel tubuh dan untuk mentranspor karbondioksida ( CO2 ) yang
dihasilkan sel – sel tubuh kembali ke atmosfer. Sedangkan manusia
membutuhkan supply oksigen secara terus – menerus untuk proses respirasi
sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun produk
dari proses tersebut. Pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida
dilakukan agar proses respirasi sel terus berlangsung.
Pada usia lanjut terjadi perubahan – perubahan anatomic yang mengenai
hamper seluruh susunan anatomic tubuh., dan perubahan fungsi sel, jaringan
atau organ yang bersangkutan. Berikut yang mengalami perubahan :
a. Dinding dada : tulang – tulang mengalami osteoporosis, tulang – tulang
rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada.
Sudut epigastrik relative mengecil dan volume rongga dada mengecil.
b. Otot – otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi.
c. Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastic
bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin –
cincin tulang rawan bronkus mengalami perkapuran.
d. Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan
alveolus membesar secara progresif, terjadi emfisema senilis. Struktur
kolagen dan elastin dinding saluran saluran nafas perifer kualitanya
mengurang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim paaru
mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada usia lanjut
dapat karena menurunnya tegangan permukaan akibat pengurangan daerah
permukaan alveolus.
Perubahan – perubahan anatomi di atas dapat menyebabkan gangguan
fisiologi pernafasan sebagai berikut :
a. Gerak pernafasan : adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun
volume rongga dada akan merubah mekanika pernafasan menjadi dangkal,
timbul gangguan sesak nafas, lebih – lebih apabila terdapat deformitas
rangka dada akibat penuaan.
b. Distribusi gas : perubahan struktur anatomic saluran nafas akan
menimbulkan penumpukan udara dalam alveolus ( air trapping ) ataupun
gangguan pendistribusian gangguan udara nafas dalam cabang bronkus.
c. Volume dan kapasitas paru menurun : hal ini disebabkan karena beberapa
factor :
1) Kelemahan otot nafas
2) Elastisitas jaringan parenkim menurun
3) Resistensi saluran nafas ( menurun sedikit )
Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan
ventilasi paru.
d. Gangguan transport gas : pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara
bertahap, penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan ventilasi – perfusi.
Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah alveoli ( difusi ) dan
transport O2 ke jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olahraga.
Penurunan pengambilan O2 maksimal disebabkan antara lain karena :
a. Berbagi perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas.
b. Karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung.
c. Gangguan perubahan ventilasi paru : pada usia lanjut terjadi gangguan
pengaturan ventilasi paru, akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor
perifer, kemoreseptor setral ataupun pusat – pusat pernafasan di medulla
oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa penurunan PaO2, Peninggian
PaCO2, perubahan pH darah arteri dan sebagainya.
Selain perubahan – perubahan anatomic dan ganggua yang terjadi pada
system pernafasan pada lansia, perubahan fisik system pernafasan pada lansia pun
akan terjadi. Berikut perubahan fisik system pernafasan pada lansia :
a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial
terjadi penumpukan secret.
c. Penurunan aktivitas paru ( mengembang dan mengempisnya ) sehingga jumlah
udara pernafasan yang masuk ke paru mengalami penurunan, jika pada pernafasan
yang tenang kira – kira 500 ml.
d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50
m2 ), menyebabkan terganggunya proses difusi.
e. Penurunan oksigen ( O2 ) arteri menjadi 75 mmHg mengganggu proses
oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut ke semua jaringan.
2.2.3 TB pada Lansia
Lansia merupakan bagian dari masyarakat yang rentan tertular
penyakit. Pada orang berusia lanjut gejala klasik infeksi, yaitu : demam tidak
selalu timbul. Terkadang yang terlihat orang berusia lanjut tersebut kurang
nafs makan, merasa lemas, dan ada juga kesadarannya menurun. Menurut
Dzauzi ( 2013 ) infeksi pada orang berusia lanjut gejalanya berbeda dari orang
muda. Ini disebabkan system kekebalan tubuh pada orang berusia lanjut
menurun sehingga pertahanan tubuh kurang berjaa seperti waktu muda.
Demam merupakan upaya tubuh mematikan kuman. Gejala batuk yang
merupakan gejala penting pada TBC pada orang muda teryata pada usia
lanjutn kurang menonjol. Biasanya yang lebih sering dikeluhkan adalah gejala
sesak.
2.2.4 Keluarga dengan Lansia
Keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu memeiliki
peran masing – masing yang merupakan bagian dari keluarga ( Friedman,
2003 ). Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat dan dibagi menjadi
dua tipe yaitu keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga merupakan system
social karena terdiri dari kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki peran
social yang berbeda satu sama lain dengan ciri saling berhubungan dan
ketergantungan antar individu ( Suprajitno, 2003 ). Secara umum fungsi
keluarga menurut Friedman ( 2003 ), yaitu :
a. Fungsi afeksi ; merupakan fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga
berhubungan dengan orang lain.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi : sebagai unit terkecil dari
masyarakat, keluarga merupakan tempat berlatih bagi anak untuk
berkehidupan social.
c. Fungsi reproduksi : fungsi ini bertujuan untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi : keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan / pemeliharaan kesehatan : yaitu fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi.
2.2.5 Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengertian Asuhan Keperawatan
Menurut Mahyar ( 2010 ) asuhan keperawatan adalah merupakan
proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada klien / pasien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan.
b. Pengertian proses asuhan keperawatan
Menurut Mahyar ( 2010 ) Proses keperawatan adalah suatu metode
yang sistematis dan terorganisasi dalam pemberian asuhan
keperawatan, yang difokuskan pada reaksi dan respon unik individu
pada suatu kelompok perorangan terhadap gangguan kesehatan yang
dialami, baik actual maupun potensial.
c. Tahap – tahap proses keperawatan
Menurut Mahyar ( 2010 ) proses keperawatan terdiri dari atas lima
tahap yaitu pengkajian, diagnose, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Setiap tahap dari proses keperawatan saling terkait dan
ketergantungan satu sama lain.
2.2.6 Pengkajian
Pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari
klien, adapun data yang terkumpul mencakup informasi dari klien, keluarga.
Data – data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis
Paru ( Somantri, 2007 dalam Wahid, 2013 )
a. Data Pasien
Penyakit Tuberkulosis ( TB ) dapat menyerang manusia mulai dari usia
anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hamper sama antara laki –
laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien
yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga
masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim. Tuberculosis
pada anak dapat terjadi di usia berapapun, namun usia paling umum
adalah 1 – 4 tahun. Anak – anak lebih sering mengalami TB luar paru –
paru ( extrapulmonary ) disbanding TB paru – paru dengan perbandingan
3 : 1. Tuberculosis luar paru – paru adalah TB berat yang terutama
ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka kejadian ( prevalensi ) TB paru –
paru pada usia remaja dimana TB paru – paru menyerupai kasus pada
pasien dewasa ( sering disertai lubang / kavitas pada paru – paru ).
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
a) Demam : subfebris, febris ( 40 – 41 C ) hilang timbul.
b) Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi
untuk membuang / mengeluarkan produksi radang yang dimulai
dari batuk kering sampai dengan batuk purulent ( menghasilkan
sputum ).
c) Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru – paru.
d) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
f) Sianosis, sesak nafas, kolaps : merupakan gejala atelektasis.
Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung
terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit
tampak bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
g) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan
tetapi merupakan penyakit infeksi menular.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya :
a) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh – sembuh.
b) Pernah brobat tetapi tidak sembuh.
c) Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d) Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e) Daya tahan tubuh yang menurun.
f) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
d. Riwayat Pengobatan Sebelumnya :
a) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan
sakitnya.
b) Jenis , warna, dosis obat yang diminum.
c) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
d) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.\
e. Riwayat Sosial Ekonomi
a) Riwayat pekerjaan : jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja,
jumlah penghasilan.
b) Aspek psikososial : merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi
dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang
mampu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk
sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah
tentang masa depan / pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan
putus harapan.
f. Factor pendukung :
a) Riwayat lingkungan
b) Pola hidup : Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alcohol, pola
istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c) Tingkat pengetahuan / pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
g. Pemeriksaan Diagnostik :
a) Kultur sputum : mikrobakterium Tuberkulosis positif pada tahap
akhir penyakit.
b) Ters Tuberkulin : mantoux test reaksi ( area indurasi 10 – 15 mm
terjadi 48 – 72 jam ).
c) Foto Thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas ; pada tahap
dini tampak gambaran bercak – bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas ; pada kavitas bayangan, berupa cincin ; pada klasifikasi
tampak bayangan bercak – bercak padat dengan densitas tinggi.
d) Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan
paru Karena TB Paru.
e) Darah : peningkatan leucosit dan laju endap darah ( LED ).
f) Spirometri : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital
menurun.
h. Pemeriksaan Fisik
a) Pada tahap dini sulit diketahui.
b) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
c) Hipersonor / tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik.
d) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal dan fibrosis.
e) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura ( perkusi memberikan
suara pekak ).
i. Pola kebiasaan sehari – hari
a) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul.
Sesak ( nafas pendek ), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat
pada malam hari.
Obyektif : takikardia, takipnea / dispnea saat kerja, irritable, sesak
( tahap lanjut ; infiltrasi radang sampai setengah paru ), demam
subfebris ( 40 – 41 C) hilang timbul.
b) Pola nutrisi
Subyektif : anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
Obyektif : Turgor kulit jelek, kulit kering / bersisik, kehilangan
lemak sub kutan.
c) Respirasi
Subyektif : batuk produktif / non produktif sesak nafas, sakit dada.
Obyektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau /
purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembegkakan kelenjar
limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru,
takipneu ( penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural ),
sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris ( efusi
pleural ), perkusi pekak dan penurunan fremitus ( cairan pleural ),
deviasi trakea ( penyebaran bronkogenik ).
d) Rasa nyaman / nyeri
Subyektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obyektif : berhati – hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
e) Intergritas ego
Subyektif : factor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/ tak ada harapan.
Obyektif : menyangkal ( selama tahap dini ), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
2.2.7 Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnose keperawatan.
Diagnose keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang
masalah kesehatan klien yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan
( Wahid, 2013 ).
Diagnose keperawatan pada klien dengan tuberculosis paru menurut
kelompok sebagai berikut :
1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
secret.
2) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan
dengan kurangnya terpapar informasi.
4) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
2.2.8 Perencanaan Keperawatan
Menurut Mahyar ( 2010 ), intervensi keperawatan adalah panduan untuk
perilaku spesifik yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus
dilakukan perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu klien mencapai
hasil yang diharapkan. Tahap perencanaan berfokus pada memprioritaskan,
merumuskan tujuan dan criteria hasil, membuat intruksi keperawatan, dan
mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan. Berikut adalah intervensi
yang disusun berdasarkan SDKI, SLKI,dan SIKI :
Table Intervensi Keperawatan
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas
A. Nama : Tn. A
B. Jenis kelamin : Laki-laki
C. Umur : 62 Tahun
D. Agama : Islam
E. Status Perkawinan : Menikah
F. Pendidikan : SD
G. Pekerjaan : Swasta
H. Alamat Rumah : Kp. Sidoarjo RT/RW 001/002 Kelurahan
Sungai Baru, Kecamatan Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung
3.1.2. Riwayat Kesehatan
A. Masalah kesehatan yang pernah dialami :
Pasien mengatakan 2 tahun yang lalu pernah dirawat di rumah sakit
RSBT Muntok karena penyakit gula.
B. Masalah kesehatan yang dirasakan saat ini :
Pasien mengatakan sejak 3 bulan yang lalu tepat tanggal 03 November
2022 mengeluh batuk-batuk, berobat keklinik dan sembuh, 2 bulan
kemudian pasien mengeluh kembali batuk berdahak dan disertai
bercak darah berwarna merah segar, karena merasa cemas pasien dan
keluarga berobat keklinik karena sakit pasien dirasakan bertambah
parah (setiap batuk mengeluatkan darah kurang lebih satu sendok),
keluarga memutuskan membawa ke RSBT Muntok pada tanggal 12
Febuari 2023, hasil pemeriksaan dokter pasien dianjurkan untuk
dirawat. Pada tanggal 13 Febuari 2023 dilakukan pengkajian pasien
mengeluh batuk berdahak disertai bercak darah berwarna merah segar
dan terasa berat didada, batuk kambuh saat dingin dan berkurrang bila
minum air hangat, saat di auskultasi terdengar bunyi ronkhi
dipercabangan bronkus. Selain batuk pasien juga mengeluh sesak
napas, pasien tampak sesak napas dengan frekuaensi napas 28x/menit,
mual, tidak nafsu makan, badan terasa lemas, pasien tampak batuk,
dan terlihat bercak darah disekretnya, secret tampak kental, pasien
mengatakan tidak tahu jika penyakitnya menular melalui batuk dan
dahak, pasien tampak bingung saat ditanya tentang penyakitnya, dan
pasien bertanya kepada perawat mengenai kondisinya.
C. Masalah kesehatan keluarga/keturunan :
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak mempunyai riwayat
penyakit menular seperti TB paru, hepatitis maupun penyakit kulit.
Pasien mengtakan dalam keluarganya (ibu) mempunyai penyakit
keturunan yaitu DM tidak ada penyakit hipertensi.
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Penyakit yang pernah diderita : DM, Klien mengatakan memiliki
Riwayat Gastritis
2. Riwayat kecelakaan: Tidak ada
3. Pernah dirawat di Rumah Sakit : Pernah dua tahun lalu karena
DM
4. Tindakan Operasi : tidak ada
5. Alergi : tidak ada alergi makanan atau obat
6. Imunisasi : Tidak terkaji
7. Riwayat pemakaian obat: klien mengatakan belum pernah
mengkonsumsi Obat TB Paru, Penggunaan Obat DM
Dari Ilustrasi Ini kita berharap mendapatkan gambaran riwayat apakah keluarga
juga memiliki riwayat penyakit tersebut serta faktor resiko.
Keterangan :
: Pasien : Meninggal
Do :
1. Auskultasi terdengar bunyi
ronkhi dipercabangan
bronkus.
2. Frekuaensi napas 28x/menit
3. Pasien tampak sesak
4. Pasien tampak batuk
5. Terlihat bercak darah
disekretnya
6. Secret tampak kental
Do :
1. Klien mengatakan mudah
capek saat bergerak
3.4. Diagnosa
1. Bersihan Jalan tidak efektif b.d Sekresi yang tertahan, Spasme jalan nafas
(D.0001)
2. Nausea b.d Iritasi lambung, Faktor Psikologis, Sekresi yang tertahan
(D.0076)
3. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (D.0056)
4. Defisit Pengetahuan b.d Kurang terpapar informasi (D.0111)
3.5. Intervensi
No Diagnosa SDKI Tujuan dan Intervensi SIKI
DX Kriteria Hasil
SLKI
1. Bersihan Jalan L.01001. I.01006.
tidak efektif Bersihan jalan Latihan batuk efektif
(D.0001) napas Observasi :
DS : pasien 1. Batuk efektif 1. Identifikasi kemampuan
mengatakan sesak (cukup batuk.
dan batuk berdahak menurun). 2. Monitor adanya retensi
dan ada darah. 2. Mengi (sedang). sputum.
DO : 3. Frekuensi napas 3. Monitor tanda dan
Pasien tampak (cukup gejala infeksi saluran
batuk membaik). nafas.
bercampur 4. Gelisah (cukup Terapetik :
darah. membaik). 1. Atur posisi semi fowler.
RR : 28x/menit 5. Pola napas 2. Buang sekret pada
Ronkhi (cukup tempat sputum.
dipercabangan membaik). Edukasi :
bronkus. 1. Jelaskan tujuan dari
P:
P:
Pasien dapat pulang dan melanjutkan
pengobatan TB dan antiemetik ke Poli
P:
Pasien dapat pulang dan melanjutkan
pengobatan TB ke Poli
BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
TB (Tuberkulosis) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis ini pertama kali
ditemukan pada tahun 1882 oleh Roberth Koch dan akhirnya seiring berjalannya
waktu penyakit ini mulai menyebar ke berbagai belahan dunia, salah satunya di
Indonesia. Dimana Indonesia merupakan negara ketiga setelah India dan China yang
memiliki persentase penderita TB terbesar didunia.
Untuk itu saat pasien sudah didiagnosa TB perlu penanganan cepat dan lebih
lanjut agar dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik pada pasien dengan TB
serta meningkatkan prognosis kesehatan kearah yang lebih baik.
4.2Saran
Diharapkan dengan tulisan ini kedepannya dapat menigkatkan mutu layanan
pada pasien Tb terutama pada Lansia sehingga dapat meningkatkan prognosis
kesehatan serta menjadi bahan pengetahuan bagi tulisan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia