DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK II
1. Rahmalia Yacob
2. Moh Aswin
3. Lindawati R Yasin
4. Lia Afriani Napu
5. Sintiyati Dukalang
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sumber
penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya (Kemenkes RI, 2017). Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang
dapat menyerang hampir semua bagian tubuh, tetapi paling sering menyerang paru-
paru, kondisi ini disebut ‘tuberkulosis paru-paru’ (Queensland Health, 2017).
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa). Penyakit ini masih menjadi
masalah kesehatan global. Diperkirakan sepertiga dari populasi dunia sudah tertular
TB paru, dimana sebagian besar penderita TB paru adalah usia produktif (15-50
tahun). Tahun 2013 terdapat 9 juta kasus baru dan 1,5 juta kematian akibat penyakit
TB paru (WHO, 2017). TB Paru merupakan penyakit dengan morbiditas tinggi dan
sangat mudah menyebar di udara melalui sputum (air ludah) yang dibuang
sembarangan di jalan oleh penderita TB Paru. Oleh sebab itu TB Paru harus
ditangani dengan segera dan hati-hati apabila ditemukan kasus tersebut di suatu
wilayah (Kemenkes RI, 2017).
TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi,
namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam
dua abad terakhir (KemenKes RI, 2016). Pada Bulan Maret sekitar 1,3 abad yang
lalu tepatnya tanggal 2 Maret 1882 merupakan hari saat Robert Koch mengumukan
bahwa dia telah menemukan bakteri penyebab tuberculosis (TBC) yang kemudian
membuka jalan menuju diagnosis dan penyembuhan penyakit ini (Kemenkes, 2018).
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian
globalDengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian
akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih
menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014.
India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis
terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh penderita di dunia
(WHO, 2015).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang di maksud dengan tuberculosis paru?
2. Apa Etiologi dari penyakit tuberculosis paru?
3. Apa Patofisiologi Tuberculosis paru ?
4. manifestasi klinis tb paru?
5. Apa saja komplikasi yang di timbulkan
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang di gunakan
7. Bagaimana cara pencegahan TB?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tuberculosis paru
2. Untuk mengetahui Etiologi dari penyakit tuberculosis paru
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Tuberculosis paru
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis tb paru
5. Untuk mengetahui Apa saja komplikasi yang di timbulkan
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang apa saja yang di gunakan
7. Untuk mengetahui Bagaimana cara pencegahan TB
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep TB paru
1. Definisi
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TB
(mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia
melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru-paru ke organ tubuh
yang lain melalui peredaran darah seperti kelenjar limfe, saluran pernapasan atau
penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya (Febrian, 2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau ditemukan di
tempat tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau daerah urban, yang
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan terhadap
peningkatan jumlah kasus TB (Ganis indriati, 2015).
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak
ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
a. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
b. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia,
HIV.
c. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
d. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan
gizi, gagal ginjal kronis.
e. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal
Asia Tenggara, Haiti.
f. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
g. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
h. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya
tunawisma atau miskin.
3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise,
sesak nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi
2 bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2013).
a. Gejala sistemik yaitu :\
1) Demam : Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga
timbul gejala demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh
udara ke paru dan menempel pada bronkus atau alveolus untuk
memperbanyak diri, maka terjadi peradangan (inflamasi) ,dan
metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh meningkat dan terjadilah
demam.
2) Malaise : Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan,
pegal-pegal, penurunan berat badan dan mudah lelah.
b. Gejala respiratorik yaitu :
1) Batuk : Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul
peradangan menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih
dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
2) Batuk darah : Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi
akibat dari pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa
bervariasi, berupa garis atau bercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah yang banyak. (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
3) Sesak nafas : Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas
ditemukan jika penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas
atau karena adanya hal lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
4) Nyeri dada : Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang
dirasakan berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke
tempat lain seperti leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila
nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam seperti
ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013).
4. Klasifikasi
1) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari, 2019)
a) Tuberkulosis paru : TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier
TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
b) Tuberkulosis ekstra paru : TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya
kelenjar limfe, pleura, abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi
dan tulang
2) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a) Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB paru
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari satu bulan
(< 28 dosis).
b) Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah menelan OAT
selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
c) Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu
- Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn sembuh dan saat
ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi
- Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru yang pernah
diobati dan gagal pada pengobatan terakhir.
- Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
klien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up
(dikenal sebagai pengobatan klien setelah putus berobat).
- Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat: Pengelompokkan
penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT:
a) Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja.
b) Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c) Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
d) Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT
lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin).
e) Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi.
4) Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
a) Klien TB dengan HIV positif
b) Klien TB dengan HIV negatif
c) Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
5. Patofisiologi
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari
pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini
mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-
layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat Mikrobacterium
Tuberkulosa berhasil menginfeksi paru- paru maka dengan segera akan tumbuh
koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis, bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan
dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB
paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun
tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan bronkopneumonia dan
infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil
yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan -jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif. Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karna gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem
imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman.
Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam
bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerang membentuk jaringan parut. Paru
yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut.
6. Penularan TB
Daya penularan dari seorang TB paru ditentukan oleh: (Notoatmodjo,2011)
a. Banyak nya kuman yang terdapat dalam paru penderita.
b. Penyebaran kuman di udara.
c. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet yang berada disekitar TB
paru.
Kuman pada penderita TB paru dapat terlihat oleh mikroskop pada sediaan
dahaknya (BTA positif) dan infeksius. Sedangkan penderita TB paru yang
kumannya tidak dapat dilihat langsung oleh mikroskop pada sediaan (BTA
negatif) dan kurang menular. Pada penderita TB ekstra paru tidak menular
kecuali pada penderita TB paru. Penderita TB BTA positif mengeluarkan kuman
di udara dalam bentuk droplet pada saat batuk atau bersin. Droplet ini
mengandung kuman TB dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Jika
droplet ini terhirup oleh orang lain dan menetap dalam paru yang menghirupnya
maka kuman ini akan berkembang biak dan terjadi infeksi. Orang yang serumah
dengan penderita TB paru BTA positif adalah orang yang kemungkinan besar
terpapar kuman TB
7. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru
yaitu
a. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
b. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
c. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
1) Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung,
penderita TB diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktu- pagi-sewaktu).
2) Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari pemeriksaan
hasilnya BTA positif.
b. Pemeriksaan dahak
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
2) Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berupa Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung pertama
kali ke pelayanan kesehatan. Saat pulang pasien membawa sebuah pot
dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan kesehatan.
S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat menyerahkan
dahak
2). Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycbacterium
tuberculosis.
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan obat
harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu atau
quality assurance. (Kemenkes,2014).
d. Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada
TB paru meliputi :
1) Laboratorium darah rutin : LED normal/meningkat, limfositosis
2) Pemeriksaan sputum BTA : Untuk memastikan diagnostik paru,
pemeriksaan ini spesifikasi karena klien dapat didiagnosis TB paru
berdasarkan pemeriksaan ini
3) Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) Yaitu uji serologi
imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
4) Tes Mantoux/Tuberkulin Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai
alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil
TB.
5) Teknik Polymerase Chain Reaction : Deteksi DNA kuman melalui
amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen
dapat mendeteksi adanya resistensi.
6) Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC) Deteksi Growth
Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak
oleh kuman TB.
7) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran foto thorak yang menunjang didiagnostis TB paru yaitu :
a) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apical lobus
bawah.
b) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.
c) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
d) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
e) Bayangan millie
9. Penatalaksanaan
a. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):
1) Tujuan pengobatan : Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kekambuhan, mencegah kematian, memutuskan rantai penularan
serta mencegah resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.
2) Prinsip pengobatan : Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip
sebagai berikut: OAT yang diberikan mengandung minimal 4 macam obat
untuk mencegah resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, obat ditelan
secara teratur dan diawasi oleh PMO sampai selesai.
3) Tahapan pengobatan : pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu
tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan.
a) Tahap awal : Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung guna mencegah terjadinya resisten
obat.
b) Tahap lanjutan : Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat
yang lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih lama.
4) Obat anti tuberkulosis
a) Isoniazid (H) : Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat
ini memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan
hepatotoksik. Tanda dari neuritis perifer yaitu mati rasa dan rasa gatal
pada tangan dan kaki. Sedangkan hepatotoksik jarang terjadi, mungkin
terjadi pada anak dengan TB berat dan remaja (Astuti,2010).
b) Rifampisin (R) : Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna
orange pada urine dan air mata dan gangguan saluran pencernaan.
c) Etambutol (E) : Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap
obat yang lain.
d) Pirazinamid (Z) : Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek
samping rasa mual yang disertai nyeri ulu hati dan muntah.
e) Streptomisin : Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa
kesemutan didaerah mulut dan muka setelah obat disuntikan.
b. Panduan OAT di Indonesia
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4H3R3
Obat diberikan selama dua bulan 2 (HRZE). Kemudian dilanjutkan
pada tahap lanjutan yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan
(4H3R3).
Tabel 2.1 Panduan dosis OAT untuk kategori 1 :2(HRZE)/4H3R3
Tahap lanjutan 3
Tahap intensif tiap hari kali seminggu
Berat selama 50 hari RHZE selama 16 minggu
badan (150mg/75mg/400mg/275mg) RH
( 150mg/150mg)
Tahap lanjutan 3
Tahap intensif tiap hari RHZE
Berat kali seminggu RH
(150/75/400/275)+S
Badan (150/150)+ E (400)
Sumber : Kemenkes,2014
3) Obat sisipan (HRZE) : Paket sisipan KDT merupakan paduan paket tahap
intensif atau kategori 1 yang diberikan selama 28 hari (Kemenkes,2011).
Tabel 2.3 KDT sisipan
(150/75/400/275)
71 kg 5 tablet 4KDT