Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS TB PARU DIRUANG ISOLASI

DI RSUD. TOTO KABILA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK II

1. Rahmalia Yacob
2. Moh Aswin
3. Lindawati R Yasin
4. Lia Afriani Napu
5. Sintiyati Dukalang

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERISTAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sumber
penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya (Kemenkes RI, 2017). Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang
dapat menyerang hampir semua bagian tubuh, tetapi paling sering menyerang paru-
paru, kondisi ini disebut ‘tuberkulosis paru-paru’ (Queensland Health, 2017).
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa). Penyakit ini masih menjadi
masalah kesehatan global. Diperkirakan sepertiga dari populasi dunia sudah tertular
TB paru, dimana sebagian besar penderita TB paru adalah usia produktif (15-50
tahun). Tahun 2013 terdapat 9 juta kasus baru dan 1,5 juta kematian akibat penyakit
TB paru (WHO, 2017). TB Paru merupakan penyakit dengan morbiditas tinggi dan
sangat mudah menyebar di udara melalui sputum (air ludah) yang dibuang
sembarangan di jalan oleh penderita TB Paru. Oleh sebab itu TB Paru harus
ditangani dengan segera dan hati-hati apabila ditemukan kasus tersebut di suatu
wilayah (Kemenkes RI, 2017).
TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi,
namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam
dua abad terakhir (KemenKes RI, 2016). Pada Bulan Maret sekitar 1,3 abad yang
lalu tepatnya tanggal 2 Maret 1882 merupakan hari saat Robert Koch mengumukan
bahwa dia telah menemukan bakteri penyebab tuberculosis (TBC) yang kemudian
membuka jalan menuju diagnosis dan penyembuhan penyakit ini (Kemenkes, 2018).
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian
globalDengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian
akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih
menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014.
India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis
terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh penderita di dunia
(WHO, 2015).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang di maksud dengan tuberculosis paru?
2. Apa Etiologi dari penyakit tuberculosis paru?
3. Apa Patofisiologi Tuberculosis paru ?
4. manifestasi klinis tb paru?
5. Apa saja komplikasi yang di timbulkan
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang di gunakan
7. Bagaimana cara pencegahan TB?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tuberculosis paru
2. Untuk mengetahui Etiologi dari penyakit tuberculosis paru
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Tuberculosis paru
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis tb paru
5. Untuk mengetahui Apa saja komplikasi yang di timbulkan
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang apa saja yang di gunakan
7. Untuk mengetahui Bagaimana cara pencegahan TB
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep TB paru
1. Definisi
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TB
(mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia
melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru-paru ke organ tubuh
yang lain melalui peredaran darah seperti kelenjar limfe, saluran pernapasan atau
penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya (Febrian, 2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau ditemukan di
tempat tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau daerah urban, yang
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan terhadap
peningkatan jumlah kasus TB (Ganis indriati, 2015).
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak
ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
a. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
b. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia,
HIV.
c. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
d. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan
gizi, gagal ginjal kronis.
e. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal
Asia Tenggara, Haiti.
f. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
g. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
h. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya
tunawisma atau miskin.
3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise,
sesak nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi
2 bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2013).
a. Gejala sistemik yaitu :\
1) Demam : Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga
timbul gejala demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh
udara ke paru dan menempel pada bronkus atau alveolus untuk
memperbanyak diri, maka terjadi peradangan (inflamasi) ,dan
metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh meningkat dan terjadilah
demam.
2) Malaise : Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan,
pegal-pegal, penurunan berat badan dan mudah lelah.
b. Gejala respiratorik yaitu :
1) Batuk : Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul
peradangan menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih
dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
2) Batuk darah : Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi
akibat dari pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa
bervariasi, berupa garis atau bercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah yang banyak. (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
3) Sesak nafas : Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas
ditemukan jika penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas
atau karena adanya hal lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
4) Nyeri dada : Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang
dirasakan berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke
tempat lain seperti leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila
nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam seperti
ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013).
4. Klasifikasi
1) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari, 2019)
a) Tuberkulosis paru : TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier
TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
b) Tuberkulosis ekstra paru : TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya
kelenjar limfe, pleura, abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi
dan tulang
2) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a) Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB paru
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari satu bulan
(< 28 dosis).
b) Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah menelan OAT
selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
c) Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu
- Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn sembuh dan saat
ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi
- Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru yang pernah
diobati dan gagal pada pengobatan terakhir.
- Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
klien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up
(dikenal sebagai pengobatan klien setelah putus berobat).
- Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat: Pengelompokkan
penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT:
a) Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja.
b) Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c) Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
d) Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT
lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin).
e) Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi.
4) Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
a) Klien TB dengan HIV positif
b) Klien TB dengan HIV negatif
c) Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
5. Patofisiologi
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari
pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini
mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-
layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat Mikrobacterium
Tuberkulosa berhasil menginfeksi paru- paru maka dengan segera akan tumbuh
koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis, bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan
dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB
paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun
tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan bronkopneumonia dan
infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil
yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan -jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif. Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karna gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem
imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman.
Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam
bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerang membentuk jaringan parut. Paru
yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut.
6. Penularan TB
Daya penularan dari seorang TB paru ditentukan oleh: (Notoatmodjo,2011)
a. Banyak nya kuman yang terdapat dalam paru penderita.
b. Penyebaran kuman di udara.
c. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet yang berada disekitar TB
paru.
Kuman pada penderita TB paru dapat terlihat oleh mikroskop pada sediaan
dahaknya (BTA positif) dan infeksius. Sedangkan penderita TB paru yang
kumannya tidak dapat dilihat langsung oleh mikroskop pada sediaan (BTA
negatif) dan kurang menular. Pada penderita TB ekstra paru tidak menular
kecuali pada penderita TB paru. Penderita TB BTA positif mengeluarkan kuman
di udara dalam bentuk droplet pada saat batuk atau bersin. Droplet ini
mengandung kuman TB dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Jika
droplet ini terhirup oleh orang lain dan menetap dalam paru yang menghirupnya
maka kuman ini akan berkembang biak dan terjadi infeksi. Orang yang serumah
dengan penderita TB paru BTA positif adalah orang yang kemungkinan besar
terpapar kuman TB
7. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru
yaitu
a. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
b. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
c. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
1) Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung,
penderita TB diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktu- pagi-sewaktu).
2) Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari pemeriksaan
hasilnya BTA positif.
b. Pemeriksaan dahak
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
2) Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berupa Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung pertama
kali ke pelayanan kesehatan. Saat pulang pasien membawa sebuah pot
dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan kesehatan.
S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat menyerahkan
dahak
2). Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycbacterium
tuberculosis.
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan obat
harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu atau
quality assurance. (Kemenkes,2014).
d. Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada
TB paru meliputi :
1) Laboratorium darah rutin : LED normal/meningkat, limfositosis
2) Pemeriksaan sputum BTA : Untuk memastikan diagnostik paru,
pemeriksaan ini spesifikasi karena klien dapat didiagnosis TB paru
berdasarkan pemeriksaan ini
3) Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) Yaitu uji serologi
imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
4) Tes Mantoux/Tuberkulin Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai
alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil
TB.
5) Teknik Polymerase Chain Reaction : Deteksi DNA kuman melalui
amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen
dapat mendeteksi adanya resistensi.
6) Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC) Deteksi Growth
Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak
oleh kuman TB.
7) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran foto thorak yang menunjang didiagnostis TB paru yaitu :
a) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apical lobus
bawah.
b) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.
c) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
d) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
e) Bayangan millie
9. Penatalaksanaan
a. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):
1) Tujuan pengobatan : Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kekambuhan, mencegah kematian, memutuskan rantai penularan
serta mencegah resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.
2) Prinsip pengobatan : Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip
sebagai berikut: OAT yang diberikan mengandung minimal 4 macam obat
untuk mencegah resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, obat ditelan
secara teratur dan diawasi oleh PMO sampai selesai.
3) Tahapan pengobatan : pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu
tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan.
a) Tahap awal : Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung guna mencegah terjadinya resisten
obat.
b) Tahap lanjutan : Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat
yang lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih lama.
4) Obat anti tuberkulosis
a) Isoniazid (H) : Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat
ini memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan
hepatotoksik. Tanda dari neuritis perifer yaitu mati rasa dan rasa gatal
pada tangan dan kaki. Sedangkan hepatotoksik jarang terjadi, mungkin
terjadi pada anak dengan TB berat dan remaja (Astuti,2010).
b) Rifampisin (R) : Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna
orange pada urine dan air mata dan gangguan saluran pencernaan.
c) Etambutol (E) : Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap
obat yang lain.
d) Pirazinamid (Z) : Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek
samping rasa mual yang disertai nyeri ulu hati dan muntah.
e) Streptomisin : Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa
kesemutan didaerah mulut dan muka setelah obat disuntikan.
b. Panduan OAT di Indonesia
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4H3R3
Obat diberikan selama dua bulan 2 (HRZE). Kemudian dilanjutkan
pada tahap lanjutan yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan
(4H3R3).
Tabel 2.1 Panduan dosis OAT untuk kategori 1 :2(HRZE)/4H3R3

Tahap lanjutan 3
Tahap intensif tiap hari kali seminggu
Berat selama 50 hari RHZE selama 16 minggu
badan (150mg/75mg/400mg/275mg) RH

( 150mg/150mg)

30-37kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Sumber : Kemenkes,2014 Keterangan : H = Isoniasid


R = Rifampisin Z = Pirasinamid E = Etambutol
S = Streptomisin
2) Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan pada pasien BTA positif yang pernah diobat
sebelumnya.
Tabel 2.2 panduan OAT kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Tahap lanjutan 3
Tahap intensif tiap hari RHZE
Berat kali seminggu RH
(150/75/400/275)+S
Badan (150/150)+ E (400)

56 hari 28 hari 20 minggu

2tab 4KDT + 500 mg 2tab 2tab 2KDT + 2 tab


30-37 kg
streptomisin inj. 4KDT Etambutol

3tab 4KDT+750 mg 3tab 3tab 2KDT + 3 tab


38-54 kg
streptomisin inj. 4KDT Etambutol

4tab 4KDT+1000 mg 4tab 4 tab 2KDT + 4 tab


55-70 kg
streptomisin inj. 4KDT Etambutol

5 tab 4KDT+1000 mg 5tab 5 tab 2KDT + 5 tab


71 kg
streptomisin inj. 4KDT Etambutol

Sumber : Kemenkes,2014

3) Obat sisipan (HRZE) : Paket sisipan KDT merupakan paduan paket tahap
intensif atau kategori 1 yang diberikan selama 28 hari (Kemenkes,2011).
Tabel 2.3 KDT sisipan

Tahap intensif tiap hari selama 28 hari


Berat badan RHZE

(150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT

71 kg 5 tablet 4KDT

Sumber : Kemenkes RI,2011


c. Hasil pengobatan TB paru.
1) Sembuh : Penderita telah menyelesaikan pengobatan dan pemeriksaan
dahak ulang hasilnya negatif pada AP ( akhir pengobatan ) dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya.
2) Pengobatan lengkap : Penderita yang menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tapi tidak ada hasil pada pemeriksaan dahak ulang di akhir
pengobatan.
3) Meninggal : Penderita yang meninggal saat masa pengobatan.
4) Pindah : penderita yang dipindah ke unit pencatatan & pelaporan lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui.
5) Putus berobat : penderita TB yang tidak berobat selama 2 bulan atau lebih
sebelum masa pengobatan selesai.
6) Gagal : Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak positif atau kembali
menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih saat masa pengobatan.
7) Keberhasilan pengobatan (Treatment succes)
Penderita yang sembuh dan sudah menyelesaikan pengobatan lengkap.
d. Penatalaksanaan Non Farmakologi
1) Fisioterapi Dada : Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan
vibrasi dada. Tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan
sekresi bronkhial, memperbaiki fungsi ventilasi, dan meningkatkan efisiensi
dari otot-otot sistem pernafasan agar berfungsi secara normal (Smeltzer &
Bare,2013).
2) Latihan batuk efektif : Latihan batuk efektif yaitu tindakan yang dilakukan
agar mudah membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga dapat
mempertahankan jalan nafas yang paten (Smeltzer & Bare,2013).
3) Penghisapan Lendir : Penghisapan lendir atau suction merupakan tindakan
yang dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan
nafas. Penghisapan lendir bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas tetap
paten.
Konsep Asuhan Keperawatan Kasus TB Paru
2. Pengkajian Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru
(Irman Somantri, p.68 2009).
a. Data Pasien Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal
didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari
kedalam rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi pada usia
berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih
sering mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary) disbanding TB paru
dengan perbandingan 3:1. TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama
ditemukan pada usia 5-12 tahun cukup rendah kemudian meningkat setelah
usia remaja dimana TB paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering
disertai lubang/kavis pada paru-paru)
b. Riwayat Kesehatan Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru-paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang
sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan hitam dan
diagfragma menonjol keatas.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit
infeksi menular.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7) Riwayat putus OAT.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada
yang menderita TB paru.Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit
keturunan seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, jantung dan lainnya.
e. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya
2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan
bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang
lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien,
tidak bersemangat dan putus harapan.
g. Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk
TD : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)
Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat
Pernafasan : biasanya nafas pasien meningkat (normal : 16- 20x/i)
Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhu mungkin tinggi
atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam
a) Kepala
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis,
konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak sianosis, mukosa bibir
kering, biasanya adanya pergeseran trakea.
b) Thorak
Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada,
biasanya pasien kesulitan saat inspirasi
Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah Perkusi : Biasanya
saat diperkusi terdapat suara pekak Auskultasi : Biasanya terdapat bronki
c) Abdomen
Inspeksi : biasanya tampak simetris
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
d) Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat,
tidak ada edema
e) Ekremitas bawah Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat,
tidak ada edema
i. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi
48-72 jam).
3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas
bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena
TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
j. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1) Pola aktivitas dan istirahat Subyektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat
timbul. Sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada
malam hari. Obyektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-
41oC) hilang timbul.
2) Pola Nutrisi Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan. Obyektif: turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub
kutan.
3) Respirasi
Subyektif: batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada
Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar
bunyi ronkhi basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan
tidak simetris (effusi pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Obyektif: berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri
bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis
5) Integritas Ego Subyektif: faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan. Obyektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas,
ketakutan, mudah tersinggung
2. Diagnosis Keperawatan
a. bersihan jalan napas
b. pola nafas
c. Gangguan pertukaran gas
d. defisit nutrisi
e. Nyeri akut
g. Kurangnya volume cairan
h. Hipertermi
i. Resiko perdarahan
j. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
k. Intoleransi aktifitas
l. Ansietas
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Intervensi keperawatan
1 Bersihan jalan napas Manajemen batuk efektif
Observasi
1. Identivikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
napas
4. Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah
dan karakteristik)
Terapeutik
1. Atur posisi semi fowleratau fowler
2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
pasien
3. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif detik, ditahan selama 2
detik,kemudian dikeluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu ( dibulatkan)
selama 4 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik
Napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
2 Pola napas Manajemen jalan napas
Obserasi
1. Monitor pola napas (Frekuensi,Kedalaman
2. Usaha napas)
3. Monitor buntu napas tambahan(mis.gurgling,
mengi, wheezing, ronchi kering)
4. Monitor sputum(jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head- tilt dan chin-lift (jaw-
thrustjika curiga trauma servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowlerberikan minuman hangat
3. Lakukan fisioterapi dada, Jika perlu
4. Berikan oksigen, Jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari,
Jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaorasi pemberian bronkodilator,
Ekspektoran, Mukolitik, Jika perlu

3 Gangguan pertukaran gas Pemantauan Respirasi


Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hipeventilasi, kusmaul,cheyna-stokes,
biot, atastik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrian ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik:
1. Atur interval pemantauanrespirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
4 Defisit nutrisi Manajemen Nutrisi Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identiifkasi makanan yang disukai
4. Identiifikasi kebutuhan kalori dan nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan
Selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik:
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jikaperlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet
5 Nyeri akut Manajemen nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yamg memperberat rasa
nyeri
3. Fasilitas istirahat ndan tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri
2. Jelaskna strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesic,jika perlu
6 Hipertermia Manajemen hipertermia
Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Lakukan pendigingan aksternal [mis selimut
kompres dingin]
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena
7 Kurangnya volume cairan Manajemen hipovolemia
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
[mis,frekuensi nadi meningkat
2. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified trendelenbung
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak asupan asupan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
[mis,nacl,RL]
8 Resiko perdarahan Pencegahan
Observasi
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum
dan sesudah kehilangan darah
3. Monitor tanda tanda vital ortostatik
Terapeutik
1.Pertahankan bed rest selama perdarahan
2. Batasi tindakan invasive, jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
3. Anjurkan menghindari aspirin dan antikoagulan
4. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
5. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol darah
2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
9 Ketidakefektifan perfusi Pencegahan syok
perifer Observasi
1. Monitor status oksigenasi
2. Monitor status cairan ( masukan dan
haluaran,turgor kulit,crt)
3. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
4. Periksa riwayat alergi.
Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
2. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis,
jika perlu
3. Pasang jalur IV, jika perlu
4. Pasang kateter urine untuk menilai produksi
urine, jika perlu
5. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi
alergi
Edukasi
1. Jelaskan penyebab risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Anjurkan perbanyak asupan cairan oral
4. Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian transfuse darah
10 Intoleransi aktifitas 1. Manajemen energi
Observasi
1. Megidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan melakukan
aktifitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus(mis, titik cahaya,suara,kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
3. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2.Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.
11 Ansietas Reduksi ansietas
Observasi
1. Identifikasi saat tingkat ansietas
berubah( mis,kondis,waktu,stressor)
2. Identifikasi kemampuan mengambil
keputusan
3. Monitor tanda tanda ansietas ( verbal dan
nonverbal)
Terapeutik
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang
perisitiwa yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara factual
mengenai,diagnosis,pengobatan dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien,jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif,sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih pengunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas,jika
perlu.

Anda mungkin juga menyukai