Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN SEMINAR KASUS PADA PASIEN DENGAN TB PARU

DI RUANGAN ICU RSUD NAIBONAT

OLEH
1. GUIDO TANEO 1.REXY ALEXANDER PAKALI
2. JISRAEL E. KAKU 2. RIAN D. TALAEN
3. KRISTINA H. SASI 3. SUSI LETEDARA
4. MARLIN NAU 4. VERA E. MIHA RAJA
5. MELAN Y. FOEH 5. VIRGINIA F. A. DOS SANTOS
6. REMIJA BOAVIDA 6. YANRY S. DIMA LADO

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular pernapasan yang
menyerang paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
ditularkan melalui udara (droplet nuclei) terutama pada saat batuk atau bersin (Marni,
2014). Penderita tuberkulosis akan mengalami tanda dan gejala seperti berkurangnya
berat badan, demam, keringat, mudah lelah, kehilangan nafsu makan, batuk, sputum
berdarah, nyeri dada, sesak napas (Fachmi, 2014 dalam Mardiono, 2013).
Tuberkulosis paru sering dijuluki the great imitator, yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah klien gejala yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik (Muttaqin, 2018).
Penyakit tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia
dimana World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa setengah
persen dari penduduk dunia terserang penyakit ini. Penderita penyakit
tuberkulosis sebagian besar berada di negara berkembang diantara tahun
2009-2011 hampir 89% penduduk dunia menderita TB (Nizar, 2017).
Menurut laporan WHO (2011) penderita TB di dunia sekitar 12 juta atau 178 per
100.000 dan setiap tahunnya ditemukan 8,5 juta dengan kematian sekitar 1,1 juta
(Nizar, 2017). Di seluruh dunia terdapat sekitar 2-3 juta orang meninggal akibat
terkenaTB setiap tahunnya. Setiap tahun sebesar 1% dari penduduk dunia sudah
tertular oleh kuman TB walaupun belum terjangkit oleh penyakitnya.
Di Indonesia penyakit ini menjadi salah satu pembunuh terbanyak
diantara penyakit menular lainya. Dari hasil laporan WHO ( World Health
Organisation) mengungkapan bahwa di Indonesia pada tahun 2017 terdapat 1.020.000
kasus. Di Jawa timur sendiri terdapat 21.606 kasus yangpositif terkena TB.
Pemerintah dan dinas terkait sangat berperan dalam penanganan kaasus TB di
Indonesia.sehingga angka kejadian ini semakin tahun menurun. Karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan menjaga kebersihan dan merawat anggota keluarga
yang terkena TB menyebabkan mudahnya seseorang tertular penyakit ini. Sehingga
dibutuhkanya edukasi dan promosi kesehatan kepada masyarakat. Sehingga
diharapkan masyarakat mengerti akan penanganan dan pengobatan yang dijalani
selama terkena penyakit TB. Batuk efektif adalah aktivitas perawat untuk
membersihkan sekresi pada jalan nafas, yang bertujuan untuk meningkatkan
mobilisasi sekresi dan mencegah risiko tinggi retensi sekresi (Mutaqin, 2008). Batuk
efektif merupakan suatu metode batuk yang benar, dimana klien dapat menghemat
energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahaksecara maksimal
(Mardiono, 2013).
Batuk efektif dilakukan dengan posisi duduk tegak, perawat memberikan
contoh penempatan tangan di bawah garis tulang iga dan instruksikan menarik napas
secara perlahan sampai pengembangan dada tercapai setelah itu tahan napas selama 3
detik dan hembuskan napas secara perlahan sampai kontraksi maksimal dada tercapai
melalui mulut. Saat sekresi terdengar, setelah itu perawat memberi instruksi untuk
batuk dengan kekuatan abdominal (Somantri, 2018). Hasil penelitian Mardiono,
(2013) membuktikan bahwa latihan batuk efektif sangat efektif dalam pengeluaran
sputum, membantu membersihkan secret pada jalan nafas serta mampu
mengatasi sesak nafas, sebagian besar frekuensi pernafasannya normal,
adanya perbedaaan yang signifikan antara frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah
tindakan latihan batuk efektif.
1.2 Batasan Masalah
Masalah studi kasus ini pada asuhan keperawatan klien yang mengalami TB Paru di
Ruang ICU RSUD Naibonat.
1.3 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraikan makalah diatas dapat dirumuskan sebuah permasalahan
bagaimana memberi pemahaman kepada masyarakat terkait dengan pemahaman
tentang penyakit TB dan penanganan di dalam anggota keluarganya.
1.4 TUJUAN
1.4.1 Tujuan Umum
Memberikan edukasi kemasyarakat dengan menggunakan metode promosi kesehatan
agar masyarakat memahami penyakit TB.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Masyarakat mengetahui penyebab TB
2. Masyarakat mengerti penanganan TB kepada anggota keluarganya
1.5 MANFAAT
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil dari laporan kasus ini dapat menambah wawasan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien TB Paru pada kasus gadar kritis.
5.1.2 Manfaat Praktis
Sebagai informasi bahan pertimbangan untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan perawat, klien,keluarga klien dalam meningkatkan pelayanan perawatan
pada klien TB Paru.

.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB ( Mycobacterium Tuberculosis) yang termasuk dalam family Mycobacteriaceace
dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Micobacteria Tuberculosis masih
keluarga besar genus Mycobacterium. Berdasarkan beberapa kompleks tersebut,
Mycobacteria tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering
dijumpai (Kemenkes, 2016). Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycoba
cterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi 

yang paling banyak adalah paru paru (Nurrarif & Kusuma, 2013). Tuberkulosis paru 
merupakan penyakit menular pernapasan yang menyerang paru yang disebabkan ole
h Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) teruta
ma pada saat batuk atau bersin (Marni, 2014).
2.2 ETIOLOGI
Penyebab tuberkolusis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet.
Ada 2 macam Mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil
tipe human isa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita
TB terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TB ini bila menghirup bercak ini (Nurra
rif & Kusuma, 2013). Apabila seseorang telah terinfeksi TB Paru namun belum sakit
maka tidak dapat menyebarkan infeksi ke orang lain. Masa inkubasinya yaitu waktu
yang diperlukan mulai terinfeksi sampai terjadinya sakit, diperkirakan selama 4
sampai 6 minggu (Depkes.2008). Kuman ditularkan oleh penderita TB Paru
BTA positif melalui batuk, bersin atau saat berbicara lewat percikan droplet
yang keluar. Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan denganan Annual
Risk of TB Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi
TB Par selama satu tahun (Suarni. 2009).
2.3 KLASIFIKASI
2.9.1 Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
1. Tuberkulosis Paru BTA (+)
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelain
an radiologik menunjukkan gambaran tuberculosis aktif
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
2. Tuberkulosis Paru BTA (-)
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotic spektrum luas
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan  biakan
M.tuberculosis positif
c. Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa Berdasar
kan Tipe Penderita
2.9.2 Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada bebe
rapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT (Obat Anti Tuberculosis)
kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi
aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi sekunder
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di
suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/Pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan). Penderita dengan hasil BTA negative gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat p
engobatan OAT yang Adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan
gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat
pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran
radiologic
2.9.3 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan
pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
1. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja
2. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
3. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan. Multi drug resistant TB (MDR
TB) didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua agen anti-TB lini pertama
yang paling poten yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin. MDR TB
berkembang selama pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan yang
tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan; Pasien mungkin
merasa lebih baik dan menghentikan pengobatan,persediaan obat habis
atau langka, atau pasien lupa minum obat. Awalnya resistensi ini
muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan pengobatan. Selanjutnya transmisi 
strain MDR TB menyebabkan terjadinya kasus resistensi primer. Tuberkulosi
s paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam (BTA)
tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah terjadi
konversi negatif.
4. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
5. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
2.4 PATOFISIOLOGI
Proses infeksi Mycobacterium tuberculosis bervariasi pada penjamu yang
berbeda. Penyakit paru biasanya muncul, tetapi infeksi dapat terjadi pada daerah
lain, meliputi meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Tampaknya semua
penularan TB terjadi dari infeksi paru dengan adanya pelepasan organisme melalui
bersin, batuk, tertawa atau pengeluaran ke udara. Saat pasien TB batuk, inti droplet
terdapat diudara dan diisap orang lain. Sebagai droplet, organisme dapat menyerang
mekanisme perlindungan dijalan napas dan mencapai alveoli. Pada keadaan ini dapat
dikatakan bahwa pasien mengalami infeksi primer. Organisme dilingkupi oleh
makrofag non spesifik dan disebarkan dari paru melalui hematogen dan sistem limfa
ke suluruh tubuh. Setelah itu organisme dikenali oleh sel T dan reaksi kekebalan
spesifik mulai berkembang. Sering kekebalan ini tidak membunuh organisme, tapi
membuat periode laten selama beberapa bulan sampai beberapan tahun. Selama
keadaan laten, organisme hidup tapi tidak berproduksi dan meskipun tidak sakit,
penjamu tetap terinfeksi (Smeltzer & Bare, 2013). 
Basil tuberculosis yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebag
ai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih
besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah
berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian
atas lobus bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak me
mbunuh organisme tersebut. Sesudah hari  hari pertama maka lekosit diganti oleh m
agrofat  (Wijaya, 2013). Alveoli yang terserang akan mengalami perubahan dan
timbul gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang dikelilingi
oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang
mengelingi tuberkel (Wijaya, 2013). Bila peradangan mereda lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus. Sehingga organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan
mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematoge
n merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. I
ni terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organism
e masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – 
organ tubuh (Wijaya, 2013).
2.5 WOC

Invasi Bakteri
Tuberkulosis
Infeksi primer

Sembuh dengan fokus


ghon
Bakteri dorman

Bakteri muncul beberapa


tahun kemudian

Reaksi infeksi/ inflasi,


kavitas, dan merusak
parenkim paru

Produksi sekret Kerusakan Perubahan cairan Reaksi sistematis


 memberan alveolar- intrapleura
Pecahnya kapiler merusak
pembuluh
pleura, atelektasis
darah Sesak, sianosis, Anoreksia, Lemah
Batuk produktif Sesak napas, mual, BB
penggunaan otot
Batuk darah ekspansi toraks bantu pernapasan
MK.Ketidakseimban
MK. ngan nutrisi :
MK. Gangguan MK. Pola napas
Ketidakefektifa kurang dari
pertukaran gas tidak efektif
n bersihan jalan kebutuhan tubuh
napas MK. Intoleransi
Aktivitas
2.6 MANIFESTASI KLINIS
1. Demam 40o- 41Oc
2. Batuk atau batuk berdarah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
5. Malaise
6. Keringat malam
7. Suara khas pada perkusi dada
8. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
9. Pada anak :
a. Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang
jelas atau gagal tumbuh.
b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Somantri (2017) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
klien dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :
1. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis
pada stadium aktif.
2. Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif
untuk BTA.
3. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru
paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura.
Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrosa.
4. Biasannya dalam kasus TB Paru akan dilakukan pemeriksaan Mass chest Xray,
yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu
misalnya : Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah
tahanan, siswa-siswi pesantren.
2.8 PENATALAKSANAAN
Menurut Ardiansyah (2012) Penatalaksanaan dari TB dibagi menjadi 2
bagian, yaitu pencegahan dan pengobatan penderita :
1. Pencegahan Tuberkulosis paru.
a. Pencegahan tuberkulosis paru dilakukan dengan pemeriksaan
terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru
BTA positif.
b. Mass chest X-ray. Yaitu Pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok
tertentu misalnya: Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan,
penghuni rumah tahanan, siswa-siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG (bacille Calmette -Guerin); reaksi positif terjadi jika setelah
mendapat vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam
waktu kurang dari tujuh hari.
d. Kemoprofilaksis yaitu dengan menggunakan INH 5mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit
e. Komunikasi, informasi dan edukasi tentang penyakit tuberkulosis paru kepada
masyarakat di tingkat Puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah
atau petugas lembaga swadaya masyarakat.
f. Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang
yang terinfeksi basil tuberkulosis serta mempertahankan asupan nutrisi yang
memadai. Pemberian imunisasi BCG juga diperlukan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
g. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan Pengobatan pada penderita tuberkulosis paru, selain untuk
mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, reistensi
kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis serta memutuskan rantai
penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang
digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama yang digunakan adalah:
 Rifampisin
 INH (Isoniazid)
 Pirazinamid
 Streptomisin
 Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari :
 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg 
  Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya
 Kanamisin
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
 Derivat rifampisin dan INH (Isoniazid)
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan
1.9.1 Pengkajian
a. Anamnesa
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya. Sering terjadi pada akhir
masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan. Pada masa puber dan remaja dimana
masa pertumbuhan yang cepat,kemungkinan infeksi cukup tingggi karena
diet.
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Keluhan respiratoris, meliputi:
 Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek
 Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan dan malaise.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat
dalam melengkapi pengkajian.
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila
beristirahat?
b. Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah
dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang
enak dalam melakukan pernapasan?
c. Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
d. . Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
e. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak,
perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara
terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang
dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan
gejala tersebut pertama kali timbul (onset)
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama
pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening,
dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes
mellitus. Tanyakan mengenai obat obat yang biasa diminum oleh klien pa
da masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif.
 Catat adanya efek samping yang terjadi masa lalu. Kaji lebih dalam tenta
ng seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. 
Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan prose
s  penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang
sering disebabkan karena meminum OAT.
5. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
1.9.2 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum dan tanda vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh.
Selain itu, perlu di nilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri
atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
TTV :
Suhu : Terjadi peningkatan suhu tubuh
Nadi : Denyut nadi meningkat seirama dengan frekuensi napas
dan suhu tubuh
RR : frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas
TD : tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit
seperti hipertensi.
2. B1 / Breath / Pernafasan
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan
pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
a. Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB
paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya
ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada
sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat
bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya men
galami penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya
gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian,
jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada
parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas,
peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien
dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai
adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen.
Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai
adanya brokhiektasis yang membuat klien akan
mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat banyak.
Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai
penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah
diberikan.
b. Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat
bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi
yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal
sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam
gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk
merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.
c. Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi
pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang
sesuai banyaknya akumulasi cairan di di rongga pleura. Apabila
disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan
terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke
sisi yang sehat.
d. Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan
adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien
berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan
didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
3. B2 / Blood / Sirkulasi
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
a. Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
b. Palpasi : denyut nadi perifer melemah
c. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
efusi pleura masif mendorang kesisi sehat
d. Auskultasi : tekanan darah biasanya normal bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
4. B3 / Brain / Persarafan
Kesadaran biasanya compos mentis dengan GCS (4-5-6), ditemukan
adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.
Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada
mata, biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada
TB paru dengan gangguan fungsi hati.
5. B4 / Bladder / Perkemihan
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa
dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan
fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT
terutama rifampisin.
6. B5 / Bowel / Pencernaan
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
7. B6 / Bone / Muskuloskeletal
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.
1.9.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefekttifan bersihan jalan napas
b. Ketidakefektifan pola napas
c. Gangguan pertukaran gas
d. Ketidakseimbanngan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
e. Intoleransi aktivitas

1.9.4 INTERVENSI

N Diagnosa Tujuan Intervensi


o

1 Bersihan jalan napas Goal: Bersihan jalan napas Intervensi Utama: Latihan Batuk Efektif:
tidak efektif b.d tidak efektif menjadi teratasi 1) Observasi
spasme jalan, yang selama dalam perawatan. - Identifikasi kemampuan batuk
ditandai dengan: Kriteria Hasil: - Monitor adanya retensi sputum
DS: Dispnea, sulit Luaran utama: Bersihan jalan - Monitor tanda dan gejala infeksi
berbicara, ortopnea napas. saluran napas
DO: batuk tidak  Batuk Efektif (5) - Monitor input dan output cairan
efektif, tidak mampu Keterangan:
batuk, sputum 1. menurun 2) Terapeutik
berlebih, mengi, 2. cukup memburuk - Atur posisi semi-fowler atau
wheezing dan/atau 3. sedang fowler
ronkhi kering, 4. cukup membaik - Pasang perlak dan bengkok
meconium dijalan 5. meningkat dipangkuan pasien
napas (pada neonatus), - Buang secret pada tempat
gelisah, sianosis,  Produksi seputum (5) sputum
bunyi napas menurun,  Mengi (5)
frekuensi napas  Wheezing (5) 3) Edukasi
berubah, pola napas - Jelaskan tujuan dan prosedur
 Meconium (pada
berubah. batuk efektif
neonatus) (5)
1. meningkat - Anjurkan tarik napas dalam

2. cukup meningkat melalui hidung selama 4 detik,


ditahan selama 2 detik, kemudian
3. sedang keluarkan dari mulut dengan
4. cukup menurun bibir mencucu (dibulatkan)
5. menurun selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas
 Dispnea (5) dalam hingga 3 kali
 Ortopnea (5) - Anjurkan batuk dengan kuat

 Sulit bicara (5) langsung setelah tarik napas

 Sianosis (5) dalam yang ke-3.

 Gelisa (5)
1. memburuk
2. cukup memburuk
3. sedang
4. cukup membaik
5. membaik

 Frekuensi napas (5)


 Pola napas (5)
1. memburuk
2. cukup memburuk
3. sedang
4. cukup membaik
5. membaik

2 Intoleransi aktivitas Goal: Intoleransi aktivitas Intervensi Utama: Manajemen Energi


b.d menjadi teratasi selama 1) Observasi
Ketidakseimbangan dalam perawatan - Identivikasi gangguan fungsi
antara suplai dan tubuh yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen kelelahan
yang ditandai Kriteria Hasil: - Monitor kelelahan fisik dan
dengan: emosional
Luaran Utama: Toleransi
DS: Mengeluh lelah, - Monitor pola dan jam tidur
Aktivitas
merasa lemah, - Monitor lokasi dan
merasa tidak nyaman  Frekuensi nadi (5) ketidaknyamanan selama
setelah beraktivitas,
dispnea saat/setelah  Saturasi oksigen (5) melakukan aktivitas
aktivitas.  Kemudahan dalam
DO: Frekuensi melakukan aktivitas 2) Terapeutik
jantung meningkat > sehari-hari (5) - Lakukan latihan rentang gerak
20% dari kondisi Keterangan: pasif dan atau aktif
istirahat, tekanan - Berikan aktivitas distraksi yang
1. Menurun
darah berubah > 20% menyenangkan
2. Cukup menurun
dari kondisi istirahat, - Fasilitasi duduk ditempat tidur,
3. Sedang
gambaran EKG jika tidak dapat berpindah atau
4. Cukup meningkat
menunjukkan aritmia berjalan
5. Meningkat
saat/setelah
beraktivitas, 3) Edukasi
gambaran EKG  Keluhan lelah (5) - Anjurkan melakukan aktivitas
menunjukkan  Dispnea saat beraktivitas secara bertahap
iskemia, sianosis. (5) - Anjurkan strategi koping untuk

 Perasaan lemah (5) mengurangi kelelahan.

 Aritmia saat aktivitas (5)


 Aritmia setelah aktivitas
(5)
Keterangan:

1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

3 Gangguan pertukaran Goal: Gangguan pertukaran Intervensi Utama:


gas b.d Perubahan gas teratasi selama dalam
Pemantauan Respirasi
membran alveolus- perawatan
kapiler yang ditandai Observasi
dengan:
 Monitor frekuensi, irama,
DS: dispnea, pusing,
penglihatan kabur Kriteria Hasil: kedalamn dan upaya nafas
DO: PCO2  Monitor pola nafas
Luaran Utama: Pertukaran
meningkat/menurun,  Auskultasi bunyi nafas
Gas
PO2 menurun,  Monitor saturasi oksigen
takikardia, pola nafas  Dispnea (5) Terapeutik
abnormal  Pusing (5)
(cepat/lambat,  Atur interval pemantauan respirasi
 Penglihatan kabur (5)
reguler/irreguler, sesuai kondisi pasien
Keterangan:
dalam/dangkal).  Dokumentasikan hasil pemantauan
1. Meningkat Edukasi
2. Cukup meningkat
 Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Sedang
pemantauan
4. Cukup menurun
 Informasikan hasil pemantauan,
5. Menurun
jika perlu

 PCO2 (5)
 PO2 (5)
 Takikardia (5)
 Pola nafas (5)
Keterangan:

1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
2.9.5 IMPLEMENTASI
Tindakan keparawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.
2.9.5 EVALUASI
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah
teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria evaluasi
BAB 3
HASIL STUDI KASUS
3.1 Hasil

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tgl/Jam : Selasa, 19 april 2022 No. RM : 083342


Ruangan : ICU Diagnosis Medis : TB Paru, Anemia,
CAD
Nama/Inisial : Ny. Y. M Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 45 tahun Status Perkawinan : kawin
Agama : kristen protestan Sumber Informasi : Keluarga
Pendidikan : SD Hubungan : Suami
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Suku/bangsa : timor
Alamat : Fatuleu Barat
IDENTITAS
Keluhan utama saat MRS:
Keluarga mengatakan batuk berlendir warna putih, dada sakit dan nyeri uluh hati.

Keluhan utama saat pengkajian:


Keluarga mengatakan batuk berlendir warna putih, dada sakit dan nyeri uluh hati

Riwayat penyakit saat ini:


Keluarga mengatakan batuk berdahak sejak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengeluh demam terutama pada malam hari, dada terasa sakit dan
nyeri uluh hati dan pasien merasa lemah.
RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN

Riwayat alergi:
keluarga mengatakan tidak pernah mengalami riwayat alergi

Riwayat pengobatan:
Keluarga mengatakan pasien tidak pernah mengalami pengobatan serupa.

Riwayat penyakit sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga:


Keluarga mengatakn pasien pernah mengalami penyakit serupa sejak awal januari 2022,
namun keluarga tidak mengalami penyakit serupa.
Jalan nafas (-) paten (√) tidak paten
Obstruksi (-) lidah (-) cairan (-) benda asing (√) tidak ada
(√) muntahan (-) darah (-) odema
Suara nafas (-) snoring (-) gurgling (-) Stridor (√) tidak ada
Nafas (√) spontan (-) tidak spontan
Gerakan dinding dada (√) simetris (-) asimetris
Irama nafas (√) cepat (-) dangkal (-) normal
Pola nafas (-) teratur (√)tidak teratur
Jenis (√) dispnoe (-) kusmaul (-) cyene stoke (-) lain: tidak ada
Suara nafas (-) vesikuler (-) stidor (-) whezing (√) ronchi
Sesak nafas (√) ada (-) tidak ada
Cuping hidung (-) ada (√) tidak ada
Retraksi otot bantu nafas (√) ada (-) tidak ada
Pernafasan (√) pernafasan dada (-) pernafasan perut
Batuk (√) ya (-) tidak ada
Sputum (√) ya, warna: Putih. Konsistensi: - volume: - bau: -
(-) tidak ada
RR : 28 x/mnt
Alat bantu nafas (-) OTT (-) ETT (-) trakeostomi (√) ventilator , keterangan: tidak ada
Oksigenasi 2 lt/mnt (√) nasal kanul (-) simple mask (-) non RBT mask
(-) RBT mask (-) tidak ada
Lain : tidak ada
BREATHNG

Masalah keperawatan: bersihan jalan napas tidak efektif


Nadi : (√) teraba (-) tidak teraba (-) N: 105x/mnt
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Pucat : (√) ya, (-) tidak
Sianosis : (√) ya, (-) tidak
CRT : (√) <2 dtik (-) > 2 detik
Akral : (√) hangat (-) dingin (√) S: 36,5 oC
Perdarahan : (-) ya, lokasi, jumlah .....cc (√) tidak
Turgor : (-) elastis (√) lambat
Diaphoresis : (-) ya, (√) tidak
Riwayat kehilangan cairan berlebihan: (-) diare (-) muntah (-) luka bakar
IVFD : (√) ya (-) tidak , jenis cairan: infus Ns 0,9%
Lain:
BLOOD

Masalah keperawatan:
Kesadaran: (-) composmentis (-) delirium (-) somnolen (√) apatis (-) koma
GCS: (3) eye (4) verbal (5) motorik
Pupil : (√) isokor (-) unisokor (-) pinpoint (-) medriasis
Refleks cahaya : (√) ada (-) tidak ada
Refleks fisiologis : (√) patela (+/-) (-) lain-lain: tidak ada
Reflek patologis : (√) babinzky ( +/-) (-) kerning ( +/-) (-) lain-lain
Bicara : (-) lancar (-) cepat (√) lambat
Tidur malam : 3 jam tidur siang : - jam
Ansietas : (-) ada (√) tidak ada
Psiko-sosio-spiritual:
a. Orang yang paling dekat: suami
b. Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar: baik
Konsep diri:
a. Gambaran diri: baik
b. Ideal diri: baik
c. Harga diri: baik
d. Peran: baik
e. Identitas diri: baik
Lain-lain : tidak ada
BRAIN

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan


Nyeri penggang : (-) ada (√) tidak ada
BAK : (√) lancar (-) inkontenensia (-) anuri
Nyeri BAK : (-) ada (√) tidak ada
Frekuensi BAK : 3x/hari warna : kuning coklat darah : (-) ada (√) tidak ada
Kateter : (-) ada (√) tidak ada, urine out put : -

Hitung jumlah cairan untuk pasien pada:


Hari 1: 1000 cc
Hari 2: 1000 cc
Target urine output pasien: 1000

Balance cairan 24 jam sebelum pengkajian:


1. INPUT:
a. IVFD:
b. Obat:
c. Minum (jumlah dan jenis):
2. OUTPUT:
a. Urine:
b. Muntah:
c. IWL:
3. BALANCE CAIRAN: Input-(Output+IWL):

Lain-lain: tidak ada


BLADDER

Masalah keperawatan :
TB : 155 cm BB : 45 Kg
Nafsu makan : (-) mual (-) muntah (-) sulit menelan
Makan : frekuensi 2x/hari. Jumlah :10 sendok makan/porsi
Minum : frekuensi 1x/mnt. Jumlah : 1000cc/hr
Perut kembung: (-) ya (√) tidak ada
BAB : (-) teratur (√) tidak
Frekuensi BAB : 1x/hari. Konsistensi : padat, warna : kuning coklat
BOWEL

Masalah keperawatan : tidak ada


Nyeri : (-) ada (√) tidak ada
Problem : -
Qualitas/quantitas : -

Regio : -
Skala : -
Timing : -
Kekuatan otot :
3 3
2 2

Deformitas : (-) ya (√) tidak (-) lokasi : -

Contusio : (-) ya (√) tidak (-) lokasi : -

Abrasi : (-) ya (√) tidak (-) lokasi : -


BONE (Muskuloskeletal dan Integument )

Pentrasi : (-) ya (√) tidak (-) lokasi : -

Laserasi: (-) ya (√) tidak (-) lokasi : -

Edema: (-) ya (√) tidak (-) lokasi : -

Luka bakar: (-) ya (√) tidak (-) lokasi :


Aktivitas : (-) 0 (√) 1 (-) 2 (-) 3 (-) 4
BONE (Muskuloskeletal dan Integument )
Makan/minum: (-) 0 (-) 1 (√) 2 (-) 3 (-) 4
Mandi : (-) 0 (√) 1 (-) 2 (-) 3 (-) 4
Toileting : (-) 0 (√) 1 (-) 2 (-) 3 (-) 4
Berpakaian : (-) 0 (√) 1 (-) 2 (-) 3 (-) 4
Mobilisasi di tempat tidur : (-) 0 (-) 1 (√) 2 (-) 3 (-) 4
Berpindah : (-) 0 (√) 1 (-)2 (-)3 (-)4
Ambulasi : (-) 0 (-)1 (-) 2 (-) 3 (-) 4
Keterangan:
Masalah keperawatan : Intoleransi Aktivitas

(fokus pemeriksaan pada daerah trauma/ sesuai kasus non trauma)


Kepala wajah:
Inspeksi: bentuk kepala bulat, besar, dan simetris, posisi kepala tegak lurus dan digaris
tengah tubuh, kulit kepala tidak ada luka, tidak ada ketombe, tidak ada kutu, rambut
rata, keadaan rambut kusam, warna rambut hitam, wajah simetris, bentuk wajah bulat
Palpasi : benjolan tidak ada, dan tidak ada nyeri tekan.

Leher :
Inspeksi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Palpasi: tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran limfe.

Dada :
Inspeksi: bentuk dada pasien normal, dan gerakan dinding dada simetris, dan terlihat
HEAD TO TOE

pasien menggunakan otot bantu pernafasan.


Perkusi: -
Auskultasi: -
Abdomen dan pinggang :
Inspeksi: tidak terdapat benjolan dan lesi.
Palpasi: bising usus 24 x/m
Perkusi: kembung (timpani)
Auskultasi: bising usus 24 x/m

Pelvis dan perineum :


Inspeksi:
Palpasi:
HEAD TO TOE

Masalah keperawatan :

Ekstremitas :
Inspeksi: terpasang IVFD transfusi darah di kaki kiri
Palpasi: tidak ada edema, kulit teraba hangat
HEAD TO TOE

Masalah keperawatan : Tidak ada


TEST DIAGNOSTIK DAN TERAPI MEDIS

Hasil laboratorium :
Nama Hasil Satuan
HGB 6,6 g/dl
WBC 5,1
RBC 2,40
HCT 20,2 %
MCV 84,2 FL
MCH 27,5 Pg
MCHC 32,7 g/dl
PLT 234
Interpretasi Dari Nilai Hasil LAB:
a. Hematokrit (HCT)
Pria: 40%-50%
Wanita: 35%-45%
Nilai HCT <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian, HCT >60%
terkait dengan pembekuan darah spontan.
b. Hemoglobin (HB)
Pria: 13-18 g/dl
Wanita: 12-16 g/dl
Nilai HB <5,0 g/dl adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan kematian,
nilai >20 g/dl memicu kapiler clogging sebagai akibat hemokonsentrasi.
c. Eritrosit (RBC)
Pria: 4,4-5,6x106 sel/mm3
Wanita: 3,8-5,0x106 sel/mm3
Secara umum nilai HB dan HCT digunakan untuk memantau derajat anemia, serta
respon terhadap terapi anemia.
d. Mean corpuscular volume (MCV)
Nilai noral: 80-100 fl
e. Mean corpuscular hemoglobin (MCH)
Nilai normal 28-34 pg/sel
Peningkatan MCH mengindikasikan anemia makrositik
Penurunan MCH mengindikasikan anemia mikrositik
f. Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC)
Nilai normal: 32-36 g/dl
MCHC menurun pada pasien kekurangan besi, anemia mikrositik, anemia karena
piridoksin, talasemia dan anemia hipokromik
MCHC meningkat pada sferositosis bukan anemia pernisiosa.
g. Leukosit (WBC)
Nilai normal: 3.200-10.000/mm3
Nilai leukosit yang sangat tinggi dapat disebabkan oleh leukemia.
h. Platelet (PLT)
Nilai normal: 170-380 103/mm3
Jumlah platelet >50x 103/mm3 tidak secara umum terkait dengan pendarahan
spontan.
Terapi medis saat ini :
DIAGNOSTIK
DAN TERAPI MEDIS
 Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
 IVFD Ns 0.9% 16 tpm
 Isdn 2x1 tablet
 Nitrokaf 1x1
TEST

 Paracetamol 3x500 mg
ANALISA DATA
No Tanggal Data Subjektiv Data Objektiv Etiologi Masalah
1 19/04/2022 Keluarga Keadaan umum Spasme jalan Bersihan jalan
mengatakan pasien lemah, TD: 80/60 napas napas tidak
batuk berdahak, mmHg, N: efektif.
dada terasa sakit, 105x/menit, RR:
nyeri uluh hati dan 28x/menit, SPO2:
pasien merasa 96%.
lemah.
2 19/04/2022 Keluarga Keadaan umum Kelemahan Intoleransi
mengatakan pasien lemah, pasien Aktivitas
merasa lemah dan tampak sianosis di
demam pada malam sekitar mata, TD:
hari. 80/60 mmHg, N:
105x/menit, RR:
28x/menit, SPO2:
96%.

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas yang ditandai dengan keluarga
mengatakan pasien batuk berdahak, dada terasa sakit, nyeri uluh hati dan pasien merasa
lemah, keadaan umum lemah, TD: 80/60 mmHg, N: 105x/menit, RR: 28x/menit, SPO2:
96%.
2. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan yang ditandai dengan keluarga mengatakan pasien
merasa lemah dan demam pada malam hari Keadaan umum lemah, pasien tampak
sianosis di sekitar mata, TD: 80/60 mmHg, N: 105x/menit, RR: 28x/menit, SPO2: 96%.
Intervensi Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Tujuan Intervensi
1 19/04/2022 Bersihan jalan Goal: Bersihan jalan napas Latihan Batuk Efektif
napas tidak tidak efektif akan berkurang 4) Observasi
efektif b.d selama dalam perawatan. - Identifikasi kemampuan
spasme jalan Objectif: Spasme jalan batuk
napas yang nafas akan berkurang - Monitor adanya retensi
ditandai dengan selama dalam perawatan. sputum
keluarga Outcomes: Dalam waktu - Monitor tanda dan gejala
mengatakan 1x24 jam pasien akan infeksi saluran napas
pasien batuk menunjukan: - Monitor input dan output
berdahak, dada cairan
terasa sakit, 1. Batuk efektif (5)
nyeri uluh hati Ket: 5) Terapeutik
dan pasien - (1) menurun - Atur posisi semi-fowler
merasa lemah, - (2) cukup memburuk atau fowler
keadaan umum - (3) sedang - Pasang perlak dan bengkok
lemah, TD: - (4) cukup membaik dipangkuan pasien
80/60 mmHg, - (5) meningkat - Buang secret pada tempat
N: 105x/menit, sputum
RR: 28x/menit, 2. Produksi seputum
SPO2: 96%. (5) 6) Edukasi
Ket: - Jelaskan tujuan dan
- (1) meningkat prosedur batuk efektif
- (2) cukup meningkat - Anjurkan tarik napas dalam
- (3) sedang melalui hidung selama 4
- (4) cukup menurun detik, ditahan selama 2
- (5) menurun detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
3. Frekuensi napas (5) mencucu (dibulatkan)
Ket: selama 8 detik
- (1) memburuk - Anjurkan mengulangi tarik
- (2) cukup memburuk napas dalam hingga 3 kali
- (3) sedang - Anjurkan batuk dengan
- (4) cukup membaik kuat langsung setelah tarik
- (5) membaik napas dalam yang ke-3

4. Pola napas (5) Manajemen Jalan Napas


- (1) memburuk 1) Observasi
- (2) cukup memburuk - Monitor pola napas
- (3) sedang (frekuensi, kedalaman,
- (4) cukup membaik usaha napas)
- (5) membaik - Monitor bunyi napas
tambahan
- Monitor sputum

2) Terapeutik
- Posisikan semi-fowler atau
fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada

3) Edukasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif

Pemantauan Respirasi
1) Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produksi
sputum
- Monitor adanya sumbatan
jalan napas
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen

2) Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan

3) Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.

2 19/04/2022 Intoleransi Goal: Selama dalam Manajemen Energi


Aktivitas b.d perawatan intoleransi 4) Observasi
Kelemahan yang aktivitas dapat teratasi. - Identivikasi gangguan
ditandai dengan Objektif: Kelemahan akan fungsi tubuh yang
keluarga berkurang. mengakibatkan kelelahan
mengatakan Outcomes: Dalam waktu - Monitor kelelahan fisik dan
pasien merasa 1x24 jam pasien akan emosional
lemah dan menunjukan: - Monitor pola dan jam tidur
demam pada - Monitor lokasi dan
malam hari Toleransi Aktivitas: ketidaknyamanan selama
Keadaan umum 1. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
lemah, pasien melakukan aktivitas sehari-
tampak sianosis hari (5) 5) Terapeutik
disekitar mata, Ket: - Lakukan latihan rentang
TD: 80/60 - (1) menurun gerak pasif dan atau aktif
mmHg, N: - (2) cukup menurun - Berikan aktivitas distraksi
105x/menit, RR: - (3) sedang yang menyenangkan
28x/menit, - (4) cukup meningkat - Fasilitasi duduk ditempat
SPO2: 96%. - (5) meningkat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
2. Kecepatan berjalan
(5) 6) Edukasi
Ket: - Anjurkan melakukan
- (1) menurun aktivitas secara bertahap
- (2) cukup menurun - Anjurkan strategi koping
- (3) sedang untuk mengurangi
- (4) cukup meningkat kelelahan.
- (5) meningkat

3. Kekuatan tubuh
bagian atas (5)
Ket:
- (1) menurun
- (2) cukup menurun
- (3) sedang
- (4) cukup meningkat
- (5) meningkat

4. Kekuatan tubuh
bagian bawah (5)
Ket:
- (1) menurun
- (2) cukup menurun
- (3) sedang
- (4) cukup meningkat
- (5) meningkat
5. Toleransi dalam
menaiki tangga (5)
Ket:
- (1) menurun
- (2) cukup menurun
- (3) sedang
- (4) cukup meningkat
- (5) meningkat
Implementasi Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Jam Tindakan Keperawatan
Keperawatan
1 19/04/2022 Bersihan jalan Hari Pertama
napas tidak 13.00 1. Mengidentifikasi kemampuan batuk.
efektif b.d 13.05 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
spasme jalan 13.10 3. Mengatur posisi semi-fowler atau fowler
napas. 13.15 4. Menganjarkan teknik batuk efektif
13.20 5. Menganjurkan tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
13.30 (dibulatkan) selama 8 detik
13.35 6. Menganjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
7. Menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ke-3

2 20/04/2022 Bersihan jalan Hari Kedua


napas tidak 08.30 1. Mengidentifikasi kemampuan batuk
efektif b.d 08.35 2. Mengatur posisi semi-fowler atau fowler
spasme jalan 08.40 3. Menganjarkan teknik batuk efektif.
napas. 08.45 4. Menganjurkan tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
08.50 (dibulatkan) selama 8 detik
5. Menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ke-3

1 19/04/2022 Intoleransi Hari Pertama


Aktivitas b.d 13.40 1. Mengidentivikasi gangguan fungsi tubuh yang
Kelemahan mengakibatkan kelelahan.
13.45 2. Memonitoring lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
13.50 3. Memfasilitasi duduk ditempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
13.55 4. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

2 20/04/2022 Intoleransi Hari Kedua


Aktivitas b.d 08.55 1. Memonitoring lokasi dan ketidaknyamanan selama
Kelemahan melakukan aktivitas
09.00 2. Memfasilitasi duduk ditempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
09.05 3. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Evaluasi Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Evaluasi Nama
1 19/04/2022 Bersihan jalan S: Keluarga mengatakan pasien masih
napas tidak batuk berdahak, dada masih terasa
efektif b.d sakit, masih nyeri uluh hati dan pasien
spasme jalan masih merasa lemah.
napas. O: Keadaan umum lemah, TD: 80/60
mmHg, N: 105x/menit, RR: 28x/menit,
SPO2: 96%.
A: Masalah bersihan jalan napas tidak Yanry Saputra Dima
efektif belum teratasi Lado
P: Intervensi dilanjutkan (1, 3, 4, 5, 7).

2 20/04/2022 Bersihan jalan S: Keluarga mengatakan pasien masih


napas tidak batuk berdahak, dada masih terasa sakit,
efektif b.d masih nyeri uluh hati dan pasien masih
spasme jalan merasa lemah.
napas. O: Keadaan umum masih lemah, TD:
100/60 mmHg, N: 110x/menit, RR:
30x/menit, SPO2: 94%.
A: Masalah bersihan jalan napas tidak
efektif belum teratasi. Yanry Saputra Dima
P: Intervensi dihentikan (pasien Lado
meninggal).

1 19/04/2022 Intoleransi S: Keluarga mengatakan pasien masih


Aktivitas b.d merasa lemah dan demam pada malam
Kelemahan. hari.
O: Keadaan umum masih lemah, pasien
tampak sianosis disekitar mata, TD:
80/60 mmHg, N: 105x/menit, RR:
28x/menit, SPO2: 96%. Yanry Saputra Dima
A: Masalah intoleransi Aktivitas belum Lado
teratasi
P: Intervensi dilanjutkan (2, 3, 4)

2 20/04/2022 Intoleransi S: Keluarga mengatakan pasien masih


Aktivitas b.d merasa lemah dan demam pada malam
Kelemahan. hari.
O: Keadaan umum masih lemah, masih
tampak sianosis disekitar mata, TD:
100/60 mmHg, N: 110x/menit, RR: Yanry Saputra Dima
30x/menit, SPO2: 94% Lado
A: Masalah intoleransi Aktivitas belum
teratasi
P: Intervensi dihentikan (Pasien
meninggal).
BAB IV

PEMBAHASAN

Selama memberikan asuhan keperawatan tim penulis tidak menemukan kesenjangan antara
konsep teori dan kasus yang ditemukan. Dalam bab ini tim penulis akan membahasnya sesuai
dengan asuhan keperawatan yang sudah diterapkan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi keperawatan.
4.1 Pengkajian
Dalam pengumpulan data tim penulis menggunakan metode observasi dengan
menggunakan studi dokumentasi pada status pasien. Selama melakukan pengkajian tim
penulis tidak banyak menemui kesulitan, hal ini berkaitan dengan kerjasama tim.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan ditemukan bahwa pasien Ny. Y. M
berumur 45 tahun dengan tanda dan gejala pada pasien yaitu Keluarga mengatakan
pasien batuk berdahak, dada terasa sakit, nyeri uluh hati dan pasien merasa lemah.
Keadaan umum lemah, TD: 80/60 mmHg, N: 105x/menit, RR: 28x/menit, SPO2: 96%.
Tanda dan gejala tersebut sejalan dengan teori (Kemenkes RI, 2018)) yang
menyatakan bahwa Gejala utama pasien TBC paru adalah batuk brdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat dikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam dan meriang lebih
dari 1 bulan.
Menurut Andra & Yessie (2013) keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis
dapat bermacam-macam atau malah banyak ditemukan pasien TB Paru tanpa keluhan
sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang- kadang panas
o
badan dapat mencapai 40-41 C. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya
demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk/ batuk berdahak
Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar, karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama. Mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbulnya peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. kebanyakan batuk darah tuberkulosis pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak Napas
Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasaka sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah
meliputi sebagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keluar keringat malam, dll. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan pengumpulan data maka dapat
ditegakkan beberapa masalah keperawatan. Adapun masalah keperawatan yang
dialami oleh Ny. M berdasarkan pengumpulan data:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan, yang ditandai dengan:
DS: Dispnea, sulit berbicara, ortopnea
DO: batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing
dan/atau ronkhi kering, meconium dijalan napas (pada neonatus), gelisah, sianosis,
bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
2. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
yang ditandai dengan:DS: Mengeluh lelah, merasa lemah, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas, dispnea saat/setelah aktivitas. DO: Frekuensi jantung
meningkat > 20% dari kondisi istirahat, tekanan darah berubah > 20% dari kondisi
istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah beraktivitas, gambaran
EKG menunjukkan iskemia, sianosis.
3. Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membran alveolus-kapiler yang ditandai
dengan: DS: dispnea, pusing, penglihatan kabur, DO: PCO 2 meningkat/menurun,
PO2 menurun, takikardia, pola nafas abnormal (cepat/lambat, reguler/irreguler,
dalam/dangkal).

4.3. Intervensi Keperawatan


Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan sesuai
dengan kriterianya, maka tim penulis membuat rencana berdasarkan diagnosa yang
sudah ditetapkan. Rencana tindakan dibuat selama 2 hari perawatan. Dari 2 diagnosa
tersebut intervensi yang dilakukan berupa terapi paliatif dapat diterapkan pada kasus
karena berkat kerjasama yang baik antara perawat dan keluarga. Dalam menyusun
tindakan yang akan di lakukan ini disesuaikan dengan diagnosa yang ditemukan
sehingga mendapatkan tujuan yang diinginkan.
Pada diagnosa Bersihan jalan napas tidak efektif menurut kelompok harus segera
ditangani karena obstruksi jalan napas dapat membuat tubuh kekurangan oksigen akan
berpengaruh pada proses metabolisme sel dan akan menimbulkan dampak yang
bermakna bagi tubuh, sala satunya yaitu kematian (Bachtiar, Hidayah, & Ajeng, 2015)
Pada Intoleransi aktivitas, menurut kelompok harus segera ditangani karena bisa
menyebabkan pasien merasa Lelah, frekwensi jantung meningkat lebih dari 20% dari
kondisi isritahat, dispnea saat / setelah aktifitas, tekanan darah berubah lebih dari 20%
dari kondisi istirahat dan terdapat sianosis (Sdki, 2017). Sehingga diberikan kolaborasi
Manajemen Energi:
7) Observasi
- Identivikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
8) Terapeutik
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
- Fasilitasi duduk ditempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
9) Edukasi
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan (Siki, 2018).

4.4 Implementasi Keperawatan


Tahap ini adalah tahap untuk melakukan tindakan-tindakan yang telah direncanakan
sebelumnya. Beberapa tindakan tidak bisa dilakukan, tetapi tim penulis tidak dapat
memberikan perawatan 24 jam karena adanya pergantian dinas yang telah diatur. Berikut
penjelasan per diagnose: Intervensi pada diagnosa Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
spasme jalan napas dapat dijalankan sesuai dengan intervensi yang ditetapkan, intoleransi
aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat dijalankan
sesuai dengan intervensi yang ditetapkan.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Selama perawatan yang dilakukan selama 2 hari, dari diagnosa prioritas yang ditegakkan
yaitu :
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas, yang ditandai dengan:
DS: Dispnea, sulit berbicara, ortopnea
DO: batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan/atau
ronkhi kering, meconium dijalan napas (pada neonatus), gelisah, sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah. Diagnose Intoleransi aktivitas b.d
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan:
DS: Mengeluh lelah, merasa lemah, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, dispnea
saat/setelah aktivitas.
DO: Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat, tekanan darah berubah >
20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah
beraktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis.
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien Ny. Y. M dengan diagnosa TB
Paru selama 2 hari perawatan di ruang ICU Rumah Umum Daerah Naibonat
Kabupaten Kupang dapat diambil kesimpulan:
a. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis yang juga dikenal dengan bakteri tahan asam
(BTA). Kemenkes RI (2018).
b. Selama 2 hari perawatan di rumah sakit, pada Tn. S.B.L ditemukan
diagnosa :
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
2) Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
c. Intervensi dibuat sesuai dengan masalah keperawatan dengan
memperlihatkan kondisi klien serta ketersediaan di ruang termasuk
kemampuan perawat dalam melaksanakannya
d. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan. Tindakan-
tindakan keperawatan dapat dilaksanakan dengan baik berkat adanya
kerjasama keperawatan dan tim kesehatan lainnya.
e. Selama perawatan yang dilakukan selalma 2 dari 2 diagnosa yang
ditegakkan, masalah belum teratasi (Pasien meninggal).
1.2 Saran
1. Bagi mahasiswa/mahasiswi
Agar ada penulis lain yang dapat membuat makalah TBC Paru dengan lebih baik
lagi
2. Bagi institusi pendidikan
Agar dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan proses bimbingan yang
berhubungan dengan TBC Paru.
3. Bagi lahan
Agar dapat membimbing mahasiswa/mahasiswi yang praktek dengan maksimal.

Anda mungkin juga menyukai