OLEH
1. GUIDO TANEO 1.REXY ALEXANDER PAKALI
2. JISRAEL E. KAKU 2. RIAN D. TALAEN
3. KRISTINA H. SASI 3. SUSI LETEDARA
4. MARLIN NAU 4. VERA E. MIHA RAJA
5. MELAN Y. FOEH 5. VIRGINIA F. A. DOS SANTOS
6. REMIJA BOAVIDA 6. YANRY S. DIMA LADO
.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB ( Mycobacterium Tuberculosis) yang termasuk dalam family Mycobacteriaceace
dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Micobacteria Tuberculosis masih
keluarga besar genus Mycobacterium. Berdasarkan beberapa kompleks tersebut,
Mycobacteria tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering
dijumpai (Kemenkes, 2016). Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycoba
cterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi
yang paling banyak adalah paru paru (Nurrarif & Kusuma, 2013). Tuberkulosis paru
merupakan penyakit menular pernapasan yang menyerang paru yang disebabkan ole
h Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) teruta
ma pada saat batuk atau bersin (Marni, 2014).
2.2 ETIOLOGI
Penyebab tuberkolusis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet.
Ada 2 macam Mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil
tipe human isa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita
TB terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TB ini bila menghirup bercak ini (Nurra
rif & Kusuma, 2013). Apabila seseorang telah terinfeksi TB Paru namun belum sakit
maka tidak dapat menyebarkan infeksi ke orang lain. Masa inkubasinya yaitu waktu
yang diperlukan mulai terinfeksi sampai terjadinya sakit, diperkirakan selama 4
sampai 6 minggu (Depkes.2008). Kuman ditularkan oleh penderita TB Paru
BTA positif melalui batuk, bersin atau saat berbicara lewat percikan droplet
yang keluar. Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan denganan Annual
Risk of TB Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi
TB Par selama satu tahun (Suarni. 2009).
2.3 KLASIFIKASI
2.9.1 Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
1. Tuberkulosis Paru BTA (+)
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelain
an radiologik menunjukkan gambaran tuberculosis aktif
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
2. Tuberkulosis Paru BTA (-)
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotic spektrum luas
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
c. Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa Berdasar
kan Tipe Penderita
2.9.2 Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada bebe
rapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT (Obat Anti Tuberculosis)
kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi
aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di
suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/Pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan). Penderita dengan hasil BTA negative gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat p
engobatan OAT yang Adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan
gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat
pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran
radiologic
2.9.3 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan
pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
1. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja
2. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
3. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan. Multi drug resistant TB (MDR
TB) didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua agen anti-TB lini pertama
yang paling poten yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin. MDR TB
berkembang selama pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan yang
tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan; Pasien mungkin
merasa lebih baik dan menghentikan pengobatan,persediaan obat habis
atau langka, atau pasien lupa minum obat. Awalnya resistensi ini
muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan pengobatan. Selanjutnya transmisi
strain MDR TB menyebabkan terjadinya kasus resistensi primer. Tuberkulosi
s paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam (BTA)
tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah terjadi
konversi negatif.
4. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
5. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
2.4 PATOFISIOLOGI
Proses infeksi Mycobacterium tuberculosis bervariasi pada penjamu yang
berbeda. Penyakit paru biasanya muncul, tetapi infeksi dapat terjadi pada daerah
lain, meliputi meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Tampaknya semua
penularan TB terjadi dari infeksi paru dengan adanya pelepasan organisme melalui
bersin, batuk, tertawa atau pengeluaran ke udara. Saat pasien TB batuk, inti droplet
terdapat diudara dan diisap orang lain. Sebagai droplet, organisme dapat menyerang
mekanisme perlindungan dijalan napas dan mencapai alveoli. Pada keadaan ini dapat
dikatakan bahwa pasien mengalami infeksi primer. Organisme dilingkupi oleh
makrofag non spesifik dan disebarkan dari paru melalui hematogen dan sistem limfa
ke suluruh tubuh. Setelah itu organisme dikenali oleh sel T dan reaksi kekebalan
spesifik mulai berkembang. Sering kekebalan ini tidak membunuh organisme, tapi
membuat periode laten selama beberapa bulan sampai beberapan tahun. Selama
keadaan laten, organisme hidup tapi tidak berproduksi dan meskipun tidak sakit,
penjamu tetap terinfeksi (Smeltzer & Bare, 2013).
Basil tuberculosis yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebag
ai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih
besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah
berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian
atas lobus bawah) basil tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak me
mbunuh organisme tersebut. Sesudah hari hari pertama maka lekosit diganti oleh m
agrofat (Wijaya, 2013). Alveoli yang terserang akan mengalami perubahan dan
timbul gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang dikelilingi
oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang
mengelingi tuberkel (Wijaya, 2013). Bila peradangan mereda lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus. Sehingga organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan
mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematoge
n merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. I
ni terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organism
e masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ –
organ tubuh (Wijaya, 2013).
2.5 WOC
Invasi Bakteri
Tuberkulosis
Infeksi primer
1.9.4 INTERVENSI
1 Bersihan jalan napas Goal: Bersihan jalan napas Intervensi Utama: Latihan Batuk Efektif:
tidak efektif b.d tidak efektif menjadi teratasi 1) Observasi
spasme jalan, yang selama dalam perawatan. - Identifikasi kemampuan batuk
ditandai dengan: Kriteria Hasil: - Monitor adanya retensi sputum
DS: Dispnea, sulit Luaran utama: Bersihan jalan - Monitor tanda dan gejala infeksi
berbicara, ortopnea napas. saluran napas
DO: batuk tidak Batuk Efektif (5) - Monitor input dan output cairan
efektif, tidak mampu Keterangan:
batuk, sputum 1. menurun 2) Terapeutik
berlebih, mengi, 2. cukup memburuk - Atur posisi semi-fowler atau
wheezing dan/atau 3. sedang fowler
ronkhi kering, 4. cukup membaik - Pasang perlak dan bengkok
meconium dijalan 5. meningkat dipangkuan pasien
napas (pada neonatus), - Buang secret pada tempat
gelisah, sianosis, Produksi seputum (5) sputum
bunyi napas menurun, Mengi (5)
frekuensi napas Wheezing (5) 3) Edukasi
berubah, pola napas - Jelaskan tujuan dan prosedur
Meconium (pada
berubah. batuk efektif
neonatus) (5)
1. meningkat - Anjurkan tarik napas dalam
Gelisa (5)
1. memburuk
2. cukup memburuk
3. sedang
4. cukup membaik
5. membaik
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
PCO2 (5)
PO2 (5)
Takikardia (5)
Pola nafas (5)
Keterangan:
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
2.9.5 IMPLEMENTASI
Tindakan keparawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.
2.9.5 EVALUASI
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah
teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria evaluasi
BAB 3
HASIL STUDI KASUS
3.1 Hasil
Riwayat alergi:
keluarga mengatakan tidak pernah mengalami riwayat alergi
Riwayat pengobatan:
Keluarga mengatakan pasien tidak pernah mengalami pengobatan serupa.
Masalah keperawatan:
Kesadaran: (-) composmentis (-) delirium (-) somnolen (√) apatis (-) koma
GCS: (3) eye (4) verbal (5) motorik
Pupil : (√) isokor (-) unisokor (-) pinpoint (-) medriasis
Refleks cahaya : (√) ada (-) tidak ada
Refleks fisiologis : (√) patela (+/-) (-) lain-lain: tidak ada
Reflek patologis : (√) babinzky ( +/-) (-) kerning ( +/-) (-) lain-lain
Bicara : (-) lancar (-) cepat (√) lambat
Tidur malam : 3 jam tidur siang : - jam
Ansietas : (-) ada (√) tidak ada
Psiko-sosio-spiritual:
a. Orang yang paling dekat: suami
b. Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar: baik
Konsep diri:
a. Gambaran diri: baik
b. Ideal diri: baik
c. Harga diri: baik
d. Peran: baik
e. Identitas diri: baik
Lain-lain : tidak ada
BRAIN
Masalah keperawatan :
TB : 155 cm BB : 45 Kg
Nafsu makan : (-) mual (-) muntah (-) sulit menelan
Makan : frekuensi 2x/hari. Jumlah :10 sendok makan/porsi
Minum : frekuensi 1x/mnt. Jumlah : 1000cc/hr
Perut kembung: (-) ya (√) tidak ada
BAB : (-) teratur (√) tidak
Frekuensi BAB : 1x/hari. Konsistensi : padat, warna : kuning coklat
BOWEL
Regio : -
Skala : -
Timing : -
Kekuatan otot :
3 3
2 2
Leher :
Inspeksi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Palpasi: tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran limfe.
Dada :
Inspeksi: bentuk dada pasien normal, dan gerakan dinding dada simetris, dan terlihat
HEAD TO TOE
Masalah keperawatan :
Ekstremitas :
Inspeksi: terpasang IVFD transfusi darah di kaki kiri
Palpasi: tidak ada edema, kulit teraba hangat
HEAD TO TOE
Hasil laboratorium :
Nama Hasil Satuan
HGB 6,6 g/dl
WBC 5,1
RBC 2,40
HCT 20,2 %
MCV 84,2 FL
MCH 27,5 Pg
MCHC 32,7 g/dl
PLT 234
Interpretasi Dari Nilai Hasil LAB:
a. Hematokrit (HCT)
Pria: 40%-50%
Wanita: 35%-45%
Nilai HCT <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian, HCT >60%
terkait dengan pembekuan darah spontan.
b. Hemoglobin (HB)
Pria: 13-18 g/dl
Wanita: 12-16 g/dl
Nilai HB <5,0 g/dl adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan kematian,
nilai >20 g/dl memicu kapiler clogging sebagai akibat hemokonsentrasi.
c. Eritrosit (RBC)
Pria: 4,4-5,6x106 sel/mm3
Wanita: 3,8-5,0x106 sel/mm3
Secara umum nilai HB dan HCT digunakan untuk memantau derajat anemia, serta
respon terhadap terapi anemia.
d. Mean corpuscular volume (MCV)
Nilai noral: 80-100 fl
e. Mean corpuscular hemoglobin (MCH)
Nilai normal 28-34 pg/sel
Peningkatan MCH mengindikasikan anemia makrositik
Penurunan MCH mengindikasikan anemia mikrositik
f. Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC)
Nilai normal: 32-36 g/dl
MCHC menurun pada pasien kekurangan besi, anemia mikrositik, anemia karena
piridoksin, talasemia dan anemia hipokromik
MCHC meningkat pada sferositosis bukan anemia pernisiosa.
g. Leukosit (WBC)
Nilai normal: 3.200-10.000/mm3
Nilai leukosit yang sangat tinggi dapat disebabkan oleh leukemia.
h. Platelet (PLT)
Nilai normal: 170-380 103/mm3
Jumlah platelet >50x 103/mm3 tidak secara umum terkait dengan pendarahan
spontan.
Terapi medis saat ini :
DIAGNOSTIK
DAN TERAPI MEDIS
Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
IVFD Ns 0.9% 16 tpm
Isdn 2x1 tablet
Nitrokaf 1x1
TEST
Paracetamol 3x500 mg
ANALISA DATA
No Tanggal Data Subjektiv Data Objektiv Etiologi Masalah
1 19/04/2022 Keluarga Keadaan umum Spasme jalan Bersihan jalan
mengatakan pasien lemah, TD: 80/60 napas napas tidak
batuk berdahak, mmHg, N: efektif.
dada terasa sakit, 105x/menit, RR:
nyeri uluh hati dan 28x/menit, SPO2:
pasien merasa 96%.
lemah.
2 19/04/2022 Keluarga Keadaan umum Kelemahan Intoleransi
mengatakan pasien lemah, pasien Aktivitas
merasa lemah dan tampak sianosis di
demam pada malam sekitar mata, TD:
hari. 80/60 mmHg, N:
105x/menit, RR:
28x/menit, SPO2:
96%.
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas yang ditandai dengan keluarga
mengatakan pasien batuk berdahak, dada terasa sakit, nyeri uluh hati dan pasien merasa
lemah, keadaan umum lemah, TD: 80/60 mmHg, N: 105x/menit, RR: 28x/menit, SPO2:
96%.
2. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan yang ditandai dengan keluarga mengatakan pasien
merasa lemah dan demam pada malam hari Keadaan umum lemah, pasien tampak
sianosis di sekitar mata, TD: 80/60 mmHg, N: 105x/menit, RR: 28x/menit, SPO2: 96%.
Intervensi Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Tujuan Intervensi
1 19/04/2022 Bersihan jalan Goal: Bersihan jalan napas Latihan Batuk Efektif
napas tidak tidak efektif akan berkurang 4) Observasi
efektif b.d selama dalam perawatan. - Identifikasi kemampuan
spasme jalan Objectif: Spasme jalan batuk
napas yang nafas akan berkurang - Monitor adanya retensi
ditandai dengan selama dalam perawatan. sputum
keluarga Outcomes: Dalam waktu - Monitor tanda dan gejala
mengatakan 1x24 jam pasien akan infeksi saluran napas
pasien batuk menunjukan: - Monitor input dan output
berdahak, dada cairan
terasa sakit, 1. Batuk efektif (5)
nyeri uluh hati Ket: 5) Terapeutik
dan pasien - (1) menurun - Atur posisi semi-fowler
merasa lemah, - (2) cukup memburuk atau fowler
keadaan umum - (3) sedang - Pasang perlak dan bengkok
lemah, TD: - (4) cukup membaik dipangkuan pasien
80/60 mmHg, - (5) meningkat - Buang secret pada tempat
N: 105x/menit, sputum
RR: 28x/menit, 2. Produksi seputum
SPO2: 96%. (5) 6) Edukasi
Ket: - Jelaskan tujuan dan
- (1) meningkat prosedur batuk efektif
- (2) cukup meningkat - Anjurkan tarik napas dalam
- (3) sedang melalui hidung selama 4
- (4) cukup menurun detik, ditahan selama 2
- (5) menurun detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
3. Frekuensi napas (5) mencucu (dibulatkan)
Ket: selama 8 detik
- (1) memburuk - Anjurkan mengulangi tarik
- (2) cukup memburuk napas dalam hingga 3 kali
- (3) sedang - Anjurkan batuk dengan
- (4) cukup membaik kuat langsung setelah tarik
- (5) membaik napas dalam yang ke-3
2) Terapeutik
- Posisikan semi-fowler atau
fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
3) Edukasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
Pemantauan Respirasi
1) Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produksi
sputum
- Monitor adanya sumbatan
jalan napas
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
2) Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
3) Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
3. Kekuatan tubuh
bagian atas (5)
Ket:
- (1) menurun
- (2) cukup menurun
- (3) sedang
- (4) cukup meningkat
- (5) meningkat
4. Kekuatan tubuh
bagian bawah (5)
Ket:
- (1) menurun
- (2) cukup menurun
- (3) sedang
- (4) cukup meningkat
- (5) meningkat
5. Toleransi dalam
menaiki tangga (5)
Ket:
- (1) menurun
- (2) cukup menurun
- (3) sedang
- (4) cukup meningkat
- (5) meningkat
Implementasi Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Jam Tindakan Keperawatan
Keperawatan
1 19/04/2022 Bersihan jalan Hari Pertama
napas tidak 13.00 1. Mengidentifikasi kemampuan batuk.
efektif b.d 13.05 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
spasme jalan 13.10 3. Mengatur posisi semi-fowler atau fowler
napas. 13.15 4. Menganjarkan teknik batuk efektif
13.20 5. Menganjurkan tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
13.30 (dibulatkan) selama 8 detik
13.35 6. Menganjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
7. Menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ke-3
PEMBAHASAN
Selama memberikan asuhan keperawatan tim penulis tidak menemukan kesenjangan antara
konsep teori dan kasus yang ditemukan. Dalam bab ini tim penulis akan membahasnya sesuai
dengan asuhan keperawatan yang sudah diterapkan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi keperawatan.
4.1 Pengkajian
Dalam pengumpulan data tim penulis menggunakan metode observasi dengan
menggunakan studi dokumentasi pada status pasien. Selama melakukan pengkajian tim
penulis tidak banyak menemui kesulitan, hal ini berkaitan dengan kerjasama tim.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan ditemukan bahwa pasien Ny. Y. M
berumur 45 tahun dengan tanda dan gejala pada pasien yaitu Keluarga mengatakan
pasien batuk berdahak, dada terasa sakit, nyeri uluh hati dan pasien merasa lemah.
Keadaan umum lemah, TD: 80/60 mmHg, N: 105x/menit, RR: 28x/menit, SPO2: 96%.
Tanda dan gejala tersebut sejalan dengan teori (Kemenkes RI, 2018)) yang
menyatakan bahwa Gejala utama pasien TBC paru adalah batuk brdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat dikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam dan meriang lebih
dari 1 bulan.
Menurut Andra & Yessie (2013) keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis
dapat bermacam-macam atau malah banyak ditemukan pasien TB Paru tanpa keluhan
sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang- kadang panas
o
badan dapat mencapai 40-41 C. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya
demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk/ batuk berdahak
Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar, karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama. Mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbulnya peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. kebanyakan batuk darah tuberkulosis pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak Napas
Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasaka sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah
meliputi sebagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keluar keringat malam, dll. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.