PENDAHULUAN
1. Latarbelakang
Tuberkulosis (TBC) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya. Tuberkulosis paru masih terus menjadi
masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang (Andayani & Astuti, 2017).
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan,
kecacatan, dan kematian yang tinggi sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan
(Permenkes RI, 2016).
Pasien tuberkulosis paru seringkali mengalami penurunan status gizi, bahkan dapat
menjadi status gizi buruk bila tidak diimbangi dengan diet yang tepat. Beberapa faktor yang
berhubugan dengan status gizi pada pasien tuberkulosis paru adalah tingkat kecukupan energi
dan protein, perilaku pasien terhadap makanan dan kesehatan, lama menderita TB paru serta
pendapatan perkapita pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi
kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB paru berat dibandingkan dengan
orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan
berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit
(Patiung, Wongkar, & Mandang, 2014).
Tuberkulosis telah ada selama ribuan tahun dan tetap menjadi masalah utama masalah
kesehatan global karena sekitar 10 juta orang setiap tahunnya menderita tuberkulosis.
Tuberkulosis merupakan salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Selama 5 tahun terakhir, tuberkulosis telah menjadi penyebab nomor 2 kematian dari agen
infeksi tunggal setelah HIV/AIDS (WHO, 2017). Penyakit tuberkulosis bertanggung jawab
terhadap kematian hampir 2 juta penduduk setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara
berkembang (Kartasasmita, 2009). Berdasarkan laporan WHO (2015), tuberkulosis
diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun
2014. India, Indonesia, dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak
yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh penderita di dunia (Kemenkes, 2017).
Angka prevalensi tuberkulosis paru pada tahun 2014 menjadi sebesar 647/100.000 penduduk
meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka insidensi tahun 2014
sebesar 399/100.000 penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan angka mortalitas
pada tahun 2014 sebesar 41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada tahun 2013
(WHO, Global Tuberculosis Report, 2015 dalam Kemenkes RI, 2017).
Setiap tahun didapatkan 250.000 kasus TB baru di Indonesia dan kira-kira 100.000
kematian karena TB. Pasien TB di Indonesia terutama berusia antara 15-50 tahun, merupakan
kelompok usia produktif. Lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat,
Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten, dan Papua Barat.Penduduk yang didiagnosis TB
paru oleh tenaga kesehatan, 44,4 persen diobati dengan obat program (Depkes RI, 2013).
Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada kelompok
umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar
19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,39 (Depkes RI, 2013).
Berdasarkan Profil kesehatan Indonesia menggambarkan persentase penderita TB paru
terbesar adalah usia 25- 35 tahun (23,67%), diikuti 35-44 tahun (20,46%), 15-24 tahun
(18,08%), 45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%), lebih dari 65 tahun (6.68%), dan
yang terendah adalah 0-1 tahun (1,31%). Gambaran ini menunjukkan bahwa morbiditas dan
mortalitas meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, dan pada pasien berusia lanjut
ditemukan bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada wanita. Laporan dari
seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 76.230
penderita TB paru BTA (+) terdapat 43.294 laki laki (56,79%) dan 32.936 perempuan (43,
21%). Dari seluruh
Penderita tersebut, Angka kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang
ditargetkan. Rendahnya angka kesembuhan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
penderita (perilaku, karakteristik, sosial, ekonomi), petugas (perilaku, keterampilan),
ketersediaan obat, lingkungan, geografis, PMO (penawas minum obat), serta virulensi
dan jumlah kuman (Widoyono, 2008).
Berdasarkan data dari RS Putera Bahagia pada tahun 2016 terdapat sebanyak 831
kasus dengan jumlah BTA positif sebanyak 91 kasus. Pada tahun 2017 terdapat 935 kasus
dengan jumlah BTA positif sebanyak 118 kasus. Pada tahun 2018 jumlah kasus
TBC sebanyak 778 kasus dengan jumlah BTA positif sebanyak 78 kasus (Laporan
Tahunan medical record RS putera bahagia).
Pada tahun 2016 ditemukan data pasien sembuh total sebanyak 61 orang (10,95
%), pengobatan lengkap sebanyak 4 orang, kambuh 2 orang, meninggal dunia 3 orang, dan
sisanya sedang dalam pengobatan. Tahun 2016 - 2017 ditemukan data drop out (DO)
sebanyak 10 orang dan meninggal dunia 4 orang. Sejak bulan Januari sampai desember
2019 ditemukan data pasien drop out (DO) sebanyak 3 orang dan satu orang meninggal
dunia.
Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk mengangkat kasus tentang
Tuberculosis Paru (TB) untuk presentasi kasus di Rumah Sakit Putera Bahagia Cirebon.
2. Tujuan Penulisan
Mengetahui tentang Tuberculosis Paru (TB)
Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberculosis Paru (TB)
3. Manfaat Penulisan
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
2. Klasifikasi
Kemenkes RI (2014) menyebutkan bahwa pasien dapat dibagi berdasarkan beberapa
klasifikasi.
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
b. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
Poli Resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
Multi Drug Resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
Extensive Drug Resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin
dan Amikasin)
Catatan: Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien, pasien
harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV terakhir.
3. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Myobacterium tuberculosis. Ada 2 macam
mycobacterium yang menyebabkan penyakit tuberkulosis yaitu tipe human (benda dalam
bercak ludah dan droplet) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi. Agen tuberculosis,
Mycobacterium africamam, merupakan anggota ordo Actinomycetes dan family
Mycobacteriaceae. Ciri – ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif lemah,
pleimorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 – 4 μ dan tebal 0,3 – 0,6 μ, tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahati dan ultraviolet (Axtron,
2014).
4. Patofisiologi
Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat
maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini,
ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
5. Manifestasi Klinis
a. Gejala Sistemik/Umum
Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya ata terjadi gagal
tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diebrikan upaya perbaikan gizi yang
baik dalam waktu 1-2 bulan.
Demam lama (>2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid)
Batuk lama > 2 minggu, batuk bersifat non remitten
Lesu atau malaise
b. Gejala Spesifik terkait Organ
Pada tuberkulosis ekstra paru dapat dijumpai gejala dan tanda klinis yang khas pada
organ yang terkena.
1) Tuberkulosis Kelenjar
Biasanya di daerah leher (regio coli)
Pembesaran kelenjar getah bening
Ukuran besar
Tidak berespon terhadap pemberian antibiotika
Bisa terbentuk rongga dan discharge.
2) Tuberkulosis Sistem Saraf Pusat
Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala
akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena
Tuberkuloma Otak: gejal-gejala adanya lesi desak ruang
3) Tuberkulosis Sistem Skeletal
Tulang belakang (spondilis): Penonjolan tulang belakang (gibbus)
Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau peradangan
di daerah panggul
Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab
yang jelas
Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis)
4) Tuberkulosis Mata
Konjungtivitis fliktenularis
Tuberkel koroid
5) Tuberkulosis Kulit
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit atar tepi ulkus (skin
bridge)
6) Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB Ginjal:
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa
sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB
6. Pathway
a) Dahak
Metode pemeriksaan dahak (bukan liur) sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) dengan
pemeriksaan mikroskopis membutuhkan membutuhkan ±5mL dahak dan biasanya
menggunakan pewarnaan panas dengan metode Ziehl Neelsen (ZN) atau pewarnaan dingin
Kinyoun-Gabbet menurut Tan Thiam Hok. Bila dari dua kali pemeriksaan didapatkan hasil
BTA positif, maka pasien tersebut dinyatakan positif mengidap tuberkulosis paru (Widoyono,
2011).
8. Penatalaksanaan
a) Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M.
tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Jenis dan
dosis OAT :
1) Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer,
hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi
dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat
berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH
dapat diteruskan sesuai dosis.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten).
Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam,
trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga
pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau
penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
3) Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia,
hepatitis, atralgia.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik
dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
5) Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah
dan hijau, maupun optic neuritis.
b) Pembedahan
c) Pencegahan
9. Komplikasi
a) Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran pernapasan) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
b) Kolaps lobus retaksi brinkial
c) Bronkhiektasis dan fibrosis fau : terjadi pelebaran bronkus dan terjadi pembentukan
jaringan ikat pada
d) proses pemulihan atau reaktif
e) Pneumotorak spontan : kerusakan jaringan paru dan adanya udara di dalam rongga
pleura
f) Penyebaran infeksi
Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Tuberculosis Paru on OAT di
IGD Rumah Sakit Putera Bahagia Cirebon
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 24 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Swasta
Nomor : 236659
2. Anamnesa
. ANAMNESIS
A. TRIAGE
Cara pasien datang : Sendiri menggunakan Kursi Roda
Jenis Pasien : Non Trauma
Airway : Clear, Open. Cireculation : Akral Hangat
Breathing : Nafas Spontan, Disability : Alert (respon baik)
TD : 110/70 mmhg N : 90 S : 38,2 oC
P : 20 x/mnt SPO2 : 99% BB : 50 Kg
Triage : triage 2 Di kaji oleh : perawat
B. Keluhan Utama(alasan MRS)
- Keluhan saat masuk : klien mengatakan badannya demam 3 hari, batuk
pengobatan TB 4 hari os kerja di rs sidawangi .
- Keluhan saat pengkajian : klien mengatakan demam menggigil batuk dan keringat
dingin.
Riwayat alergi obat : tidak ada
C. Riwayat penyakit sekarang
Paliatif : klien datang dengan menggigil tidak ada riwayat penyakit
Quality : klien dengan keadaan lemas dan batuk
Regio : demam dan batuk
Saverity : skala nyeri 2
Time : demam 3 hari yang lalu
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Tidak ada
4. Pengkajian Fisik
Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan bahwa dalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat
penyakit yang sama seperti klien.
Pemeriksaan kepala dan leher serta wajah
1. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala Dolicephalus,kesimetrisan +, luka -.
Palpasi : Neri tekan +, pusing.
2. Pemeriksaan Mata
a. Inspeksi :
b. Kelengkapan dan kesimetrisan +.
c. Warna iris merah.
d. Kelopak mata/palpebra : oedema -, peradangan -, benjolan -.
e. Pemeriksaan Visus
f. Tanpa Snelen Card : kurang jelas.
g. Konjungtiva dan sclera : konjungtiva anemis dn scera coklat.
3. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi : Pembengkokan -, sekret -, perdarahan -, kotoran -, polip -.
4. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, lesi -, peradangan -, penumpukan serumen -, perdarahan
-, perforasi -.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan palpasi : Kelainan konginetal labio -, warna bibir merah muda, lesi -,
caries +, kotoran +,gigi palsu - ,gingi vitis +, waarna lidah kotor, perdarahan -, abses -.
6. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : ekspresi wajah klien tegang, kondisi klien lesu dan letih,.
7. Pemeriksaan Leher
inspeksi dan palpasi:
a. Bentuk leher simetris, peradangan -, perubahan warna -, masa -.
b. Pembesaran kelenjar tiroid -.
c. Pembesaran vena jugularis +.
8. Keluhan yang dirasakan klien terkait dengan pemeriksaan kepala, wajah, leher:
klien mengeluh kepalanya terasa pusing.
Pemeriksaan dada
a. Inspeksi
- Bentuk thoraks: normal chest,susunan ruas tulang belakang, bentuk dada
simetris.
- Retraksi otot Bantu pernapasan : retraksi intercoste +, retraksi suprasternal-,
pernapasan cuping hidung +.
- Pola nafas : RR 20
b. Palpasi
Pemeriksaan taktil/vocal vermitus: -, getaran antara kanan dan kiri sama, cianosis -.
c. Perkusi
Area paru sonor
d. Auskultasi
1. Suara nafas: Area vesikuler bersih, terdengar bunyi ronkhi pada saat batuk .
2. Suara ucapan : Eghophoni –.
3. Suara tambahan : ronkhi
e. Kelainan lain yang dirasakan klien terkait dengan pemeriksaan thoraks dan paru
yaitu klien batuk tidak berhenti dan demam selama 3 hari.
Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi
Ictus cordis -, pulsasi pada dinding thoraks lemah.
b. Palpasi
Palsasi pada dinding thoraks teraba: tidak teraba/tidak terkaji.
c. Perkusi
Tidak ada pembesaran.
- Batas atas : ICS II.
- Batas bawah : ICS V.
- Batas kiri : ICS VMid Clavikula.
- Batas kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra.
d. Auskultasi
- BJ I : Terdengar “LUB” tunggal (reguler), keras.
- BJ II : Terdengar “LUB” tunggal (reguler), keras.
e. Keluhan lain terkait dengan pemeriksaan jantung : tidak ada kelainan.
Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
- Bentuk abdomen datar.
- Masa atau benjolan -, kesimetrisan +, bayangan pembuluh darah vena -.
b. Auskultasi
Frekuensi peristaltik usus 15x/menit.
c. Palpasi
- Hepar : Perabaan lunak.
- Lien : tidak terdapat nyeri tekan dan tidak ada pembesaran.
- Appendik : Nyeri tekan -, nyeri lepas -, nyeri menjalar kontralateral -.
d. Kelainan yang dirasakan pada saat pemeriksaan abdomen : tidak ada kelainan.
Pemeriksaan Genetalia
Tidak Dikaji.
Pemeriksaan Ekstermitas
a. Inspeksi
Otot antara sisi kanan dan kiri simetris, Deformitas -, fraktur -, terpasang gips -.
c. Palpasi
Oedem tidak ada oedem tungkai
Uji kekuatan otot 5/5 5/5
Pemeriksaan Neurologis
Respon membuka mata spontan, respon verbal 5, respon motorik 6.Kesimpulan
compor mentris.
Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak : peningkatan suhu -, nyeri kepala -,
kaku kuduk -, mual muntah -, kejang -, penurunan kesadaran -.
Memeriksa nervus cranialis :
Nervus III : Ocumua latorius reaksi pupil terhadap cahaya +.
Nervus VIII : Ketajaman pendengaran +.
Nervus XII : Gerakan lidah menjulur dan menonjolkan lidah +.
o Pemeriksaan fungsi motorik :Ukuran otot simetris, atropi -.
o Pemeriksaan fungsi sensorik : Kepekaan benda tumpul +.
Terapi yang telah di berikan di IGD:
Infus RL 500 ml + N5000/ 8jam
Antrain 1mg
Gastridin 50mg
Narfoz 4mg
Cek Lab ( Darah Rutin, GDS)
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiology
Rongent thorax dari RS Sidowangi
Cek Lab ( Darah Rutin, GDS) on process
Analisa Data
Suhu 38,2oC
Hipertermi
2 Ds : Mycobacterium Tuberculose
Pasien mengatakan batuk
ada tapi kadang-kadang Dihirup
Pasien mengatakan batuk
berdahak kadang sulit Masuk ke Paru
keluar
Do: Reaksi Inflamasi Ketidakefektifan
Pasien terlihat batuk Bersihan Jalan
sesekali Penumpukan eksudat dalam Napas
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia behubungan dengan peningkatan laju metabolik (infeksi) ditandai dengan kulit
teraba hangat, suhu 38,2oC
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi mukosa berlebih
ditandai dengan batuk tidak efektif
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi tentang penyakit TB
ditandai dengan kurang pengetahuan terhadap penyakit TB
Rencana Keperawatan
Diagosa Rencana Tidakan
No Tujuan Rasional
Keprawatan Keperawatan
Setelah dilakukan 1. Monitor suhu 1. Memantau
tindakan tubuh tiap 4 jam peningkatan
keperawatan selama 2. Perhatikan Pola suhu tubuh
3x24 jam, napas dan tanda pasien
diharapkan menggigil 2. Memantau
hipertermi teratasi, 3. Batasi peningkatan
dengan kriteria hasil: penggunaan linen pola napas dan
Suhu 36- atau selimut adanya
1 Hipertermia 37,4oC 4. Anjurkan pasien menggigil
Tidak ada banyak minum 3. Membantu
keluhan (jangan air es) panas tubuh
demam 2000cc/24 jam berkurang
Kulit: bila tidak ada 4. Mengatasi
Hangat kontraindikasi dehidrasi
Tidak 5. Kolaborasi 5. Membantu
Kemerahan pemberian O2 memberikan
jika diperlukan intake oksigen
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji Monitor 1. Memonitor
Bersihan Jalan tindakan status adanya
Napas keperawatan selama pernapasan perubahan
3x24 jam kebersihan 2. Auskultasi dan status
jalan napas efektif, catat bunyi pernapasan
dengan kriteria hasil: tambahan 2. Mengetahui
RR: 12- 3. Pertahankan tipe
20x/menit elevasi kepala pernapasan
Batuk efektif pasien
Suara paru 30-45o 3. Membantu
vesikuler 4. Ajarkan batuk membuka
Penggunaan efektif jalan napas
otot bantu tidak 4. Membantu
ada/minimal mengeluarkan
sekret
.3 Kurang Setelah diakukan 1. Kaji 1. Mengetahui
Pengetahuan tindakan pengetahuan tingkat
keperawatan 3x24 pasien tentang pengetahuan
jam diharapkan penyakit TB pasien tentang
kurang pengetahuan 2. Jelaskan TB
teratasi, dengan patofisiologi 2. Membantu
kriteria hasil: penyakit secara pasien dan
Pasien singkat dan keluarga
mengatakan sederhana memahami
sudah mengerti 3. Gambarkan penyakit TB
tentang tanda dan gejala 3. Membantu
penyakit, serta program pasien dan
kondisi, pengobatan keluarga
prognosis dan yang akan mengenal
program dijalani tanda dan
pengobatan gejala serta
Pasien dan pengobatan
Keluarga penyakit TB
mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan
dengan benar
Pasien
melakukan
perubahan gaya
hidup
Catatan Perkembangan
No Dx dan Implementasi Evaluasi
Tanggal
1 Diagnosa 1 Pukul: 12.30 S : S:
13.03.2020 Memonitor suhu tubuh Pasien mengatakan tidak
pasien dan mengigil, tetapi masih
(Respon: Suhu: 38,2) merasa demam.
Memonitor Pola napas O:
dan tanda menggigil Suhu 38,2oC
(Respon: Pola napas RR: 20x/menit
reguler, tidak ada A:
penggunaan otot bantu Masalah hipertermi belum
napas teratasi
RR: 20x/ menit P:
Tidak ada menggigil) Intevensi dilanjutkan
Membatasi penggunaan
linen atau selimut
(Pasien tidak
menggunakan selimut)
Menganjurkan pasien
banyak minum (jangan
air es) 2000cc/24 jam
bila tidak ada
kontraindikasi
(Respon: Pasien
mengatakan akan minum
banyak)
pemberian O2 jika P: