Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latarbelakang
Tuberkulosis (TBC) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya. Tuberkulosis paru masih terus menjadi
masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang (Andayani & Astuti, 2017).
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan,
kecacatan, dan kematian yang tinggi sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan
(Permenkes RI, 2016).
Pasien tuberkulosis paru seringkali mengalami penurunan status gizi, bahkan dapat
menjadi status gizi buruk bila tidak diimbangi dengan diet yang tepat. Beberapa faktor yang
berhubugan dengan status gizi pada pasien tuberkulosis paru adalah tingkat kecukupan energi
dan protein, perilaku pasien terhadap makanan dan kesehatan, lama menderita TB paru serta
pendapatan perkapita pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi
kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB paru berat dibandingkan dengan
orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan
berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit
(Patiung, Wongkar, & Mandang, 2014).
Tuberkulosis telah ada selama ribuan tahun dan tetap menjadi masalah utama masalah
kesehatan global karena sekitar 10 juta orang setiap tahunnya menderita tuberkulosis.
Tuberkulosis merupakan salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Selama 5 tahun terakhir, tuberkulosis telah menjadi penyebab nomor 2 kematian dari agen
infeksi tunggal setelah HIV/AIDS (WHO, 2017). Penyakit tuberkulosis bertanggung jawab
terhadap kematian hampir 2 juta penduduk setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara
berkembang (Kartasasmita, 2009). Berdasarkan laporan WHO (2015), tuberkulosis
diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun
2014. India, Indonesia, dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak
yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh penderita di dunia (Kemenkes, 2017).
Angka prevalensi tuberkulosis paru pada tahun 2014 menjadi sebesar 647/100.000 penduduk
meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka insidensi tahun 2014
sebesar 399/100.000 penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan angka mortalitas
pada tahun 2014 sebesar 41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada tahun 2013
(WHO, Global Tuberculosis Report, 2015 dalam Kemenkes RI, 2017).
Setiap tahun didapatkan 250.000 kasus TB baru di Indonesia dan kira-kira 100.000
kematian karena TB. Pasien TB di Indonesia terutama berusia antara 15-50 tahun, merupakan
kelompok usia produktif. Lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat,
Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten, dan Papua Barat.Penduduk yang didiagnosis TB
paru oleh tenaga kesehatan, 44,4 persen diobati dengan obat program (Depkes RI, 2013).

Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada kelompok
umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar
19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,39 (Depkes RI, 2013).
Berdasarkan Profil kesehatan Indonesia menggambarkan persentase penderita TB paru
terbesar adalah usia 25- 35 tahun (23,67%), diikuti 35-44 tahun (20,46%), 15-24 tahun
(18,08%), 45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%), lebih dari 65 tahun (6.68%), dan
yang terendah adalah 0-1 tahun (1,31%). Gambaran ini menunjukkan bahwa morbiditas dan
mortalitas meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, dan pada pasien berusia lanjut
ditemukan bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada wanita. Laporan dari
seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 76.230
penderita TB paru BTA (+) terdapat 43.294 laki laki (56,79%) dan 32.936 perempuan (43,
21%). Dari seluruh

Penderita tersebut, Angka kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang
ditargetkan. Rendahnya angka kesembuhan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
penderita (perilaku, karakteristik, sosial, ekonomi), petugas (perilaku, keterampilan),
ketersediaan obat, lingkungan, geografis, PMO (penawas minum obat), serta virulensi
dan jumlah kuman (Widoyono, 2008).
Berdasarkan data dari RS Putera Bahagia pada tahun 2016 terdapat sebanyak 831
kasus dengan jumlah BTA positif sebanyak 91 kasus. Pada tahun 2017 terdapat 935 kasus
dengan jumlah BTA positif sebanyak 118 kasus. Pada tahun 2018 jumlah kasus
TBC sebanyak 778 kasus dengan jumlah BTA positif sebanyak 78 kasus (Laporan
Tahunan medical record RS putera bahagia).
Pada tahun 2016 ditemukan data pasien sembuh total sebanyak 61 orang (10,95
%), pengobatan lengkap sebanyak 4 orang, kambuh 2 orang, meninggal dunia 3 orang, dan
sisanya sedang dalam pengobatan. Tahun 2016 - 2017 ditemukan data drop out (DO)
sebanyak 10 orang dan meninggal dunia 4 orang. Sejak bulan Januari sampai desember
2019 ditemukan data pasien drop out (DO) sebanyak 3 orang dan satu orang meninggal
dunia.
Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk mengangkat kasus tentang
Tuberculosis Paru (TB) untuk presentasi kasus di Rumah Sakit Putera Bahagia Cirebon.

2. Tujuan Penulisan
 Mengetahui tentang Tuberculosis Paru (TB)
 Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberculosis Paru (TB)
3. Manfaat Penulisan

Membantu perawat meningkatkan kualitas pelayanan dalam merawat pasien-


pasien dengan tuberculosis paru di Rumah Sakit Putera Bahagia Cirebon.
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:
M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae, dsb. yang juga dikenal sebagai Bakteri
Tahan Asam (BTA) (Permenkes RI, 2016).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri


Mycobacterium tuberculosis, yang terdapat di berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit
ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2017).

2. Klasifikasi
Kemenkes RI (2014) menyebutkan bahwa pasien dapat dibagi berdasarkan beberapa
klasifikasi.
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:

a. Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.


Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura
tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan
sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru,
misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra
paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberkulosis.
Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,
diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan
gambaran TB yang terberat.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

a. Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan


TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
(˂ dari 28 dosis).

b. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:

 Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh


atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar
kambuh atau karena reinfeksi).

 Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang


pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.

 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):


adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah
putus berobat /default).

 Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir


pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
 Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


a. Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
 Mono Resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja

 Poli Resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan

 Multi Drug Resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
 Extensive Drug Resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin
dan Amikasin)

 Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau


tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

4. Klasifikasi berdasarkan status HIV


Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah pasien TB dengan:
 Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART; atau

 Hasil tes HIV positif [ada saat diagnosis TB


 Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasien TB dengan:
 Hasil tes HIV negatif sebelumnya;

 Hasil tes HIV negatif pada saat terdiagnosis TB


 Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan

Catatan: Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien, pasien
harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV terakhir.

3. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Myobacterium tuberculosis. Ada 2 macam
mycobacterium yang menyebabkan penyakit tuberkulosis yaitu tipe human (benda dalam
bercak ludah dan droplet) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi. Agen tuberculosis,
Mycobacterium africamam, merupakan anggota ordo Actinomycetes dan family
Mycobacteriaceae. Ciri – ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif lemah,
pleimorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 – 4 μ dan tebal 0,3 – 0,6 μ, tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahati dan ultraviolet (Axtron,
2014).
4. Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan
area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons
dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil
dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma
terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari
massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju
(necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat
maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini,
ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
5. Manifestasi Klinis

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2017), gejala klinis tuberkulosis dapat berupa


gejala sistemik/umum atay sesuai organ terkait. Gejala umum tuberkulosis pada anak yang
sering dijumpai adalah batuk persisten, berat badan turun atau gagal tumbuh, demam lama
serta lesu dan tidak aktif. Gejala gejala tersebut sering dianggap tidak khas karena juga
dijumpai pada penyakit lain. Namun demikian, gejala tuberkulosis bersifat khas yaitu
menetap (lebih dari 2 minggu) walaupun sudah diberikan terapi yang adekuat.

a. Gejala Sistemik/Umum
 Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya ata terjadi gagal
tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diebrikan upaya perbaikan gizi yang
baik dalam waktu 1-2 bulan.
 Demam lama (>2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid)
 Batuk lama > 2 minggu, batuk bersifat non remitten
 Lesu atau malaise
b. Gejala Spesifik terkait Organ
Pada tuberkulosis ekstra paru dapat dijumpai gejala dan tanda klinis yang khas pada
organ yang terkena.
1) Tuberkulosis Kelenjar
 Biasanya di daerah leher (regio coli)
 Pembesaran kelenjar getah bening
 Ukuran besar
 Tidak berespon terhadap pemberian antibiotika
 Bisa terbentuk rongga dan discharge.
2) Tuberkulosis Sistem Saraf Pusat
 Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala
akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena
 Tuberkuloma Otak: gejal-gejala adanya lesi desak ruang
3) Tuberkulosis Sistem Skeletal
 Tulang belakang (spondilis): Penonjolan tulang belakang (gibbus)
 Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau peradangan
di daerah panggul
 Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab
yang jelas
 Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis)
4) Tuberkulosis Mata
 Konjungtivitis fliktenularis
 Tuberkel koroid
5) Tuberkulosis Kulit
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit atar tepi ulkus (skin
bridge)
6) Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB Ginjal:
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa
sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB
6. Pathway

Sumber : NANDA (2013) dan Soemantri (2010)


7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis penyakit tuberkulosis, perlu dilakukan pemeriksaan


laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan lain yang dilakukan yaitu dengan
pemeriksaan kultur bakteri, namun biayanya mahal dan hasilnya lama (Widoyono, 2011).

a) Dahak

Metode pemeriksaan dahak (bukan liur) sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) dengan
pemeriksaan mikroskopis membutuhkan membutuhkan ±5mL dahak dan biasanya
menggunakan pewarnaan panas dengan metode Ziehl Neelsen (ZN) atau pewarnaan dingin
Kinyoun-Gabbet menurut Tan Thiam Hok. Bila dari dua kali pemeriksaan didapatkan hasil
BTA positif, maka pasien tersebut dinyatakan positif mengidap tuberkulosis paru (Widoyono,
2011).

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan


pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Kementerian
Kesehaan RI, 2014):

1) S (Sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien tuberkulosis datang


berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
2) P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasilitas
pelayanan kesehatan.
3) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
b) Cairan pleura
Cairan pleura diperoleh dengan melakukan fungsi percobaan pada kasus kasus
yang diduga tuberkulosis disertai dengan efusi pleura (dengan pemeriksaaan fisik) dan
dilakukan pemeriksaan baik makroskopis maupun mikroskopis.
c) Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk menyokong
diagnose tuberkulosis paru, Karena hasil pemeriksaan darah tidsk menunjuk kan hasil
pemeriksaan yang khas. Gambaran darah kadang kadang dapat membantu
menentukan aktivitas penyakit.
d) Laju endap darah
Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang
normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis aktif.
e) Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit tergantung pada proses yang aktif.
f) Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai anemia derajat sedang. Bersifat
normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.
g) Radiologi
Terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran pembesaran kelenjar
paratrakeal, penyebaran milier, penyebaran bronkogen, atelektasis, pleuritis dengan
efusi, cairan asites.
h) Kultur sputum
Kultur bilasan lambung atau sputum, cairan pleura, urine, cairan serebrospinal cairan
nodus limfe ditemukan basil tuberkulosi.
i) Uji BCG
Reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung terdapat reaksi lokal
yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.
j) Infeksi TB
Hanya diperlihatkan oleh skin test tuberkulin positif penyakit TB.
k) Tes kulit TB mantoux menggunakan PPD (Purified Protein Derivative)
Derivate protein yang telah dimurnikan tuberculin yang di injeksikan secara
intradermal dan akan menghasilkan reaksi inflamasi lokal ditempat injeksi tersebut
dalam waktu 48 hingga 72 jam.
l) Pemeriksaan rontgen dada dapat mengungkap adanya kawah, rongga efusi pulmonal,
dan kerusakan paru terkait, tetapi tidak mendiagnosis tuberkulosis laten atau primer.
m) Acid fast smear (tes bakteri tahan asam)
Bagian terluar yang berlilin pada kapsul basil tuberkel akan menyerap zat warna
merah ketika zat warna tahan asam dioleskan di kaca objek.
Alur Diagnosis TB Paru

Bagan Penegakan Diagnosis Tuberkulosis (Kemenkes RI, 2014)

8. Penatalaksanaan
a) Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M.
tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Jenis dan
dosis OAT :
1) Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer,
hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi
dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat
berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH
dapat diteruskan sesuai dosis.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten).
Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam,
trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga
pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau
penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
3) Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia,
hepatitis, atralgia.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik
dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
5) Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah
dan hijau, maupun optic neuritis.
b) Pembedahan

Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan


paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi
untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru
yang rusak.

c) Pencegahan

Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,


mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang
telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga
dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
d) Prioritas keperawatan TB

Mempertahankan oksigenasi adekuat, mencegah penyebaran infeksi,


mendukung perilaku mempertahankan kesehatan, meningkatkan strategi koping
efektif,

9. Komplikasi
a) Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran pernapasan) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
b) Kolaps lobus retaksi brinkial
c) Bronkhiektasis dan fibrosis fau : terjadi pelebaran bronkus dan terjadi pembentukan
jaringan ikat pada
d) proses pemulihan atau reaktif
e) Pneumotorak spontan : kerusakan jaringan paru dan adanya udara di dalam rongga
pleura
f) Penyebaran infeksi
Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Tuberculosis Paru on OAT di
IGD Rumah Sakit Putera Bahagia Cirebon

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 24 Tahun

Jenis kelamin : Laki -Laki

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Status : Belum Kawin

Pendidikan : Sarjana

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jln. Kesepuhan no. 78 Lembahungkup, Cirebon

Catatan masuk rumah sakit : 13 Maret 2020

Tanggal masuk : 13 Maret 2020

Nomor : 236659

Ruang : IGD Isolasi

Diagnosa medis : TB Paru on OAT

2. Anamnesa

. ANAMNESIS
A. TRIAGE
Cara pasien datang : Sendiri menggunakan Kursi Roda
Jenis Pasien : Non Trauma
Airway : Clear, Open. Cireculation : Akral Hangat
Breathing : Nafas Spontan, Disability : Alert (respon baik)
TD : 110/70 mmhg N : 90 S : 38,2 oC
P : 20 x/mnt SPO2 : 99% BB : 50 Kg
Triage : triage 2 Di kaji oleh : perawat
B.  Keluhan Utama(alasan MRS)
-          Keluhan saat masuk : klien mengatakan badannya demam 3 hari, batuk
pengobatan TB 4 hari os kerja di rs sidawangi .
-          Keluhan saat pengkajian : klien mengatakan demam menggigil batuk dan keringat
dingin.
Riwayat alergi obat : tidak ada
C.     Riwayat penyakit sekarang
Paliatif             : klien datang dengan menggigil tidak ada riwayat penyakit
Quality            : klien dengan keadaan lemas dan batuk
Regio               : demam dan batuk
Saverity           : skala nyeri 2
Time                : demam 3 hari yang lalu
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Tidak ada
4. Pengkajian Fisik
 Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan bahwa dalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat
penyakit yang sama seperti klien.
Pemeriksaan kepala dan leher serta wajah
1.      Pemeriksaan Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala Dolicephalus,kesimetrisan +, luka -.
Palpasi   : Neri tekan +, pusing.
2.      Pemeriksaan Mata
a. Inspeksi :
b. Kelengkapan dan kesimetrisan +.
c. Warna iris merah.
d. Kelopak mata/palpebra : oedema -, peradangan -, benjolan -.
e. Pemeriksaan Visus
f. Tanpa Snelen Card : kurang jelas.
g. Konjungtiva dan sclera : konjungtiva anemis dn scera coklat.
3.      Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi : Pembengkokan -, sekret -, perdarahan -, kotoran -, polip -.
4.      Pemeriksaan Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, lesi -, peradangan -, penumpukan serumen -, perdarahan
-, perforasi -.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5.      Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan palpasi : Kelainan konginetal labio -, warna bibir merah muda, lesi -,
caries +, kotoran +,gigi palsu - ,gingi vitis +, waarna lidah kotor, perdarahan -, abses -.
6.      Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : ekspresi wajah klien tegang, kondisi klien lesu dan letih,.
7.      Pemeriksaan Leher
inspeksi dan palpasi:
a.       Bentuk leher simetris, peradangan -, perubahan warna -, masa -.
b.      Pembesaran kelenjar tiroid -.
c.       Pembesaran vena jugularis +.
8.      Keluhan yang dirasakan klien terkait dengan pemeriksaan kepala, wajah, leher:
klien mengeluh kepalanya terasa pusing.
Pemeriksaan dada
a.       Inspeksi
-          Bentuk thoraks: normal chest,susunan ruas tulang belakang, bentuk dada
simetris.
-          Retraksi otot Bantu pernapasan : retraksi intercoste +, retraksi suprasternal-,
pernapasan cuping hidung +.
-          Pola nafas : RR 20
b.      Palpasi
Pemeriksaan taktil/vocal vermitus: -, getaran antara kanan dan kiri sama, cianosis -.
c.       Perkusi
Area paru sonor
d.      Auskultasi
1.      Suara nafas: Area vesikuler bersih, terdengar bunyi ronkhi pada saat batuk .
2.      Suara ucapan : Eghophoni –.
3.      Suara tambahan : ronkhi
e.       Kelainan lain yang dirasakan klien terkait dengan pemeriksaan thoraks dan paru
yaitu klien batuk tidak berhenti dan demam selama 3 hari.
Pemeriksaan Jantung
a.       Inspeksi
Ictus cordis -, pulsasi pada dinding thoraks lemah.
b.      Palpasi
Palsasi pada dinding thoraks teraba: tidak teraba/tidak terkaji.
c.       Perkusi
Tidak ada pembesaran.
-          Batas atas              : ICS II.
-          Batas bawah          : ICS V.
-          Batas kiri               : ICS VMid Clavikula.
-          Batas kanan          : ICS IV Mid Sternalis Dextra.
d.      Auskultasi
-          BJ I           : Terdengar “LUB” tunggal (reguler), keras.
-          BJ II          : Terdengar “LUB” tunggal (reguler), keras.
e.       Keluhan lain terkait dengan pemeriksaan jantung : tidak ada kelainan.
Pemeriksaan Abdomen
a.       Inspeksi
-          Bentuk abdomen datar.
-          Masa atau benjolan -, kesimetrisan +, bayangan pembuluh darah vena -.
b.      Auskultasi
Frekuensi peristaltik usus 15x/menit.
c.       Palpasi
-          Hepar : Perabaan lunak.
-          Lien : tidak terdapat nyeri tekan dan tidak ada pembesaran.
-          Appendik : Nyeri tekan -, nyeri lepas -, nyeri menjalar kontralateral -.
d.      Kelainan yang dirasakan pada saat pemeriksaan abdomen : tidak ada kelainan.

Pemeriksaan Genetalia
            Tidak Dikaji.
Pemeriksaan Ekstermitas
a.   Inspeksi
                        Otot antara sisi kanan dan kiri simetris, Deformitas -, fraktur -, terpasang gips -.
c. Palpasi
Oedem tidak ada oedem tungkai
Uji kekuatan otot 5/5 5/5
Pemeriksaan Neurologis
            Respon membuka mata spontan, respon verbal 5, respon motorik 6.Kesimpulan
compor mentris.
            Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak : peningkatan suhu -, nyeri kepala -,
kaku kuduk -, mual muntah -, kejang -, penurunan kesadaran -.
            Memeriksa nervus cranialis :
 Nervus III    : Ocumua latorius reaksi pupil terhadap cahaya +.
 Nervus VIII : Ketajaman pendengaran +.
 Nervus XII  : Gerakan lidah menjulur dan menonjolkan lidah +.
o Pemeriksaan fungsi motorik :Ukuran otot simetris, atropi -.
o Pemeriksaan fungsi sensorik : Kepekaan benda tumpul +.
Terapi yang telah di berikan di IGD:
 Infus RL 500 ml + N5000/ 8jam
 Antrain 1mg
 Gastridin 50mg
 Narfoz 4mg
 Cek Lab ( Darah Rutin, GDS)

5. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Radiology
 Rongent thorax dari RS Sidowangi
 Cek Lab ( Darah Rutin, GDS) on process
Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1 Ds: Mycobacterium Tuberculose
 Pasien mengatakan badan
panas, demam 3 hari Dihirup
 Pasien mengatakan panas
dingin Masuk ke Paru
Hipertermia
Do:
 Kulit teraba Hangat Reaksi Inflamasi

 Suhu 38,2oC
Hipertermi

2 Ds : Mycobacterium Tuberculose
 Pasien mengatakan batuk
ada tapi kadang-kadang Dihirup
 Pasien mengatakan batuk
berdahak kadang sulit Masuk ke Paru
keluar
Do: Reaksi Inflamasi Ketidakefektifan
 Pasien terlihat batuk Bersihan Jalan
sesekali Penumpukan eksudat dalam Napas

 Bunyi paru ronchi + alveoli

 Batuk tidak efektif


Produksi Sekret Berlebih

Ketidakefektifan Bersihan Jalan


Napas
3 Ds : Mycobacterium Tuberculose
 Pasien mengatakan baru
pertama kali sakit TB Dihirup
 Pasien mengatakan belum
mengerti tentang penyakit Kurang informasi Kurang
TB Pengetahuan
Do: Kurang Pengetahuan
 Pasien terlihat sering
bertanya

Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia behubungan dengan peningkatan laju metabolik (infeksi) ditandai dengan kulit
teraba hangat, suhu 38,2oC
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi mukosa berlebih
ditandai dengan batuk tidak efektif
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi tentang penyakit TB
ditandai dengan kurang pengetahuan terhadap penyakit TB
Rencana Keperawatan
Diagosa Rencana Tidakan
No Tujuan Rasional
Keprawatan Keperawatan
Setelah dilakukan 1. Monitor suhu 1. Memantau
tindakan tubuh tiap 4 jam peningkatan
keperawatan selama 2. Perhatikan Pola suhu tubuh
3x24 jam, napas dan tanda pasien
diharapkan menggigil 2. Memantau
hipertermi teratasi, 3. Batasi peningkatan
dengan kriteria hasil: penggunaan linen pola napas dan
 Suhu 36- atau selimut adanya
1 Hipertermia 37,4oC 4. Anjurkan pasien menggigil
 Tidak ada banyak minum 3. Membantu
keluhan (jangan air es) panas tubuh
demam 2000cc/24 jam berkurang
 Kulit: bila tidak ada 4. Mengatasi
Hangat kontraindikasi dehidrasi
Tidak 5. Kolaborasi 5. Membantu
Kemerahan pemberian O2 memberikan
jika diperlukan intake oksigen
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji Monitor 1. Memonitor
Bersihan Jalan tindakan status adanya
Napas keperawatan selama pernapasan perubahan
3x24 jam kebersihan 2. Auskultasi dan status
jalan napas efektif, catat bunyi pernapasan
dengan kriteria hasil: tambahan 2. Mengetahui
 RR: 12- 3. Pertahankan tipe
20x/menit elevasi kepala pernapasan
 Batuk efektif pasien
 Suara paru 30-45o 3. Membantu
vesikuler 4. Ajarkan batuk membuka
 Penggunaan efektif jalan napas
otot bantu tidak 4. Membantu
ada/minimal mengeluarkan
sekret
.3 Kurang Setelah diakukan 1. Kaji 1. Mengetahui
Pengetahuan tindakan pengetahuan tingkat
keperawatan 3x24 pasien tentang pengetahuan
jam diharapkan penyakit TB pasien tentang
kurang pengetahuan 2. Jelaskan TB
teratasi, dengan patofisiologi 2. Membantu
kriteria hasil: penyakit secara pasien dan
 Pasien singkat dan keluarga
mengatakan sederhana memahami
sudah mengerti 3. Gambarkan penyakit TB
tentang tanda dan gejala 3. Membantu
penyakit, serta program pasien dan
kondisi, pengobatan keluarga
prognosis dan yang akan mengenal
program dijalani tanda dan
pengobatan gejala serta
 Pasien dan pengobatan
Keluarga penyakit TB
mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan
dengan benar
 Pasien
melakukan
perubahan gaya
hidup

Catatan Perkembangan
No Dx dan Implementasi Evaluasi
Tanggal
1 Diagnosa 1 Pukul: 12.30 S : S:
13.03.2020  Memonitor suhu tubuh Pasien mengatakan tidak
pasien dan mengigil, tetapi masih
(Respon: Suhu: 38,2) merasa demam.
 Memonitor Pola napas O:
dan tanda menggigil Suhu 38,2oC
(Respon: Pola napas RR: 20x/menit
reguler, tidak ada A:
penggunaan otot bantu Masalah hipertermi belum
napas teratasi
RR: 20x/ menit P:
Tidak ada menggigil) Intevensi dilanjutkan
 Membatasi penggunaan
linen atau selimut
(Pasien tidak
menggunakan selimut)
 Menganjurkan pasien
banyak minum (jangan
air es) 2000cc/24 jam
bila tidak ada
kontraindikasi
(Respon: Pasien
mengatakan akan minum
banyak)

2 Diagnosa II  Mengkaji Monitor status S:


13.03.2020 pernapasan Pasien mengatakan sesak
(Respon: Pola napas tidak ada, batuk masih ada
reguler, tidak ada kadang-kadang, dahak
penggunaan otot bantu kadang sulit keluar.
napas) O:
 Mengauskultasi dan catat Posisi semi fowler
bunyi tambahan Bunyi paru ronchi+
(Respon: bunyi ronhi+) Tidak terpasang O2
 Mempertahankan elevasi Pola napas reguler, tidak
kepala 30-45o ada penggunaan otot bantu
(Respon: Posisi semi napas, pasien terlihat
fowler) mampu mempraktikan
 Mengajarkan batuk batuk efektif.
efektif SpO2: 98%
(Respon: Pasien terlihat A:
mampu mempraktikan Masalah ketidakefektifan
Batuk efektif) bersihan jalan napas

 Mengkolaborasikan belum teratasi

pemberian O2 jika P:

diperlukan Intervensi dilanjutkan

(Respon: Pasien tidak


menggunakan O2, sesak
tidak ada, SpO2: 98%)

3 Diagnosa  Mengkaji pengetahuan S:


III pasien tentang penyakit Pasien mengatakan sudah
13.03.2020 TB lebih mengerti tentang
 (Respon: Pasien penyakit TB, tanda dan
mengatakan belum gejala, serta program
pernah tahu tentang pengobatan penyakit TB
penyakit TB) O:
 Menjelaskan Pasien terlihat lebih
patofisiologi penyakit mengenal penyakit TB
secara singkat dan dengan menyebutkan
sederhana tanda dan gejala yang

 (Respon: Pasien dan muncul


A:
keluarga mengatakan Masalah Kurang
sedikit mengerti tentang Pengetahuan belum
proses penyakit TB) teratasi
 Menggambarkan tanda P:
dan gejala serta program Intervensi dilanjutkan
pengobatan yang akan
dijalani
 (Respon: Pasien
mengatakan tahu tentang
tanda dan gejalan serta
program pengobatan
yang harus dilakukan)

Anda mungkin juga menyukai