Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

TUBERKULOSIS PARU

Oleh :
ERNA SUKARMI
NIM. 2008434533

Pembimbing :
dr. Indra Yovi, Sp. P (K)

KEPANITERAAN KLINIK
PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (M.TB) melalui

droplet (udara) dari satu individu ke individu lain, sebagian besar bakteri

menginfeksi paru-paru namun dapat juga menginfeksi organ lain.1

Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2019 Berdasarkan data

World Health Organization WHO), jumlah kasus baru tuberkulosis (TB) pada

2018 mencapai 7 juta kasus yang meningkat dari sebelumnya hanya 6,4 kasus.

Adapun jumlah temuan TBC terbesar adalah di India sebanyak 2,7 juta kasus,

diikuti China sebanyak 900 ribu kasus dan Indonesia sebanyak 800 ribu kasus.2

Indonesia berhasil mencapai target Millenium Development Goals (MDGs)

dengan penemuan kasus TB di atas 70% dan angka kesembuhannya mencapai

85.1% pada tahun 2017.3 Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia di Provinsi Riau tahun 2017 angka penemuan kasus TB paru sebesar

32% dengan tingkat keberhasilan pengobatan sebesar 84%.4

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman

terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) serta memutuskan rantai penularan. 3

Peraturan menteri kesehatan juga menerangkan target TB Nasional yaitu eliminasi

TB tahun 2035 dan bebas TB tahun 2050. Sehingga kasus mengenai tuberkulosis

masih harus diperhatikan lebih lanjut.5,6

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri berbentuk basil tahan asam dan

bersifat aerob.1

2.2. Epidemiologi

Indonesia diperkirakan memiliki 1 juta kasus TB baru pertahun ( 391 per

100.000 penduduk) dengan kematian per tahun (29 per 100.000 penduduk. Angka

kasus TB paru kasus baru dan angka kematian TB sangat tinggi. Sejak WHO

mendeklarasikan TB paru sebagai ancaman dunia pada tahun 1993 kemajuan yang

besar telah dibuat dengan menurunnya angka temuan TB menjadi 41%.2 Dimana

Riau angka keberhasilan pengobatan TB pada tahun 2017 sebesar 84%.7

2.3. Etiologi Tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit

melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. dengan panjang 1-4 mikron dan

lebar sekitar 0,3-0,6 mikron. Mycobacterium tuberculosis berproliferasi dengan

baik pada suhu 22-230C dengan pH optimal 6,4-7,0. Mycobacterium tuberculosis

berkembang biak dengan cara membelah diri. Proses pembelahan dari satu

menjadi dua membutuhkan waktu yang lebih lama daripada bakteri lainnya yaitu

sekitar 14-20 jam. Komponen utama Mycobacterium tuberculosis adalah lemak

yang menyusun 30% dinding sel bakteri dan komponen protein utamanya adalah

2
tuberkuloprotein (tuberkulin). Penyusun utama dinding sel Mycobacterium

tuberculosis adalah asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat, dan

Mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Struktur dinding sel

bakteri yang sangat kompleks menyebabkan M.TB tahan terhadap asam.8,9

2.4 Cara penularan dan faktor risiko tuberkulosis

Penularan M.TB biasanya berasal dari orang dengan BTA positif apabila

orang tersebut batuk dan atau bersin dan menghasilkan percikan dahak (droplet

nuclei) kemudian terhirup oleh orang lain. Daya penularan M.TB dipengaruhi

oleh banyaknya kuman yang berasal dari paru-paru penderita, daya tahan tubuh

manusia yang terhirup dan lamanya pemaparan. Mycobacterium tuberculosis

dapat bertahan cukup lama dalam ruangan yang tertutup dan lembab.8,10

Faktor risiko TB antara lain: imunitas tubuh yang rendah, infeksi

HIV/AIDS, kurang gizi, tidak ada atau kurangnya ventilasi ruangan, padatnya

penduduk tempat tinggal serta perilaku dan gaya hidup.8,10

2.5 Klasifikasi tuberkulosis

2.5.1 Klasifikasi TB berdasarkan definisi kasus

Peraturan Mentri Kesehatan tahun 2016 terdapat perubahan definisi kasus

TB, sesuai dengan revisi panduan TB menurut WHO tahun 2014 terdapat

perubahan definisi kasus TB definitif di revisi menjadi kasus TB terkonfirmasi

bakteriologis atau TB paru bakteriologis.6,11

1. TB bakteriologis

3
TB bakteriologis adalah pasien TB yang terbukti positif pada spesime

pemeriksaan mikroskopik BTA sputum, kultur sputum, maupun tes cepat

molekuler (TCM) GeneXpert. Termasuk dalam kelompok ini adalah pasien TB

paru dengan hasil pemeriksaan BTA sputum positif, kultur bakteri MTB positif,

geneXpert positif, pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik

dengan BTA, biakan maupun geneXpert dari contoh uji jaringan yang terkena,

serta TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.11

2. TB paru klinis

TB paru klinis adalah pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan BTA negatif

namun hasil pemeriksaan foto toraks mengarah ke TB, pasien TB paru BTA

negatif namun tidak ada perbaikan klinis setelah di berikan antibiotik non OAT,

dan mempunyai faktor risiko TB, pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara

klinis tanpa konfirmasi hasil laboratorium. Pasien TB yang terdiagnosis secara

klinis dan kemudian terkonfimasi secara bakteriologis positif, maka pasien ini

diklasifikasikan ulang sebagai pasien TB paru bakteriologis.6,11

2.5.2 Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis

Berdasarkan lokasi anatomis, TB dibagi menjadi TB paru dan TB ekstra

paru.

1. TB paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)

paru dan tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.12

2. TB ekstra paru

4
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

selain paru misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perkardium), kelenjar

limfe, tulang, persendian, kulit, usus ginjal, dan lainnya.12

2.5.3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari

Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :

1. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama

saja.

2. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama

selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.

3. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan.

4. Extensive Pre XDR : adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap

salah satu OAT golongan fluorokuinolon atau minimal salah satu dari OAT

lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).

5. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga

resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah

satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan

Amikasin).

6. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa

resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip

(tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

2.5.4 Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan

5
Berdasarkan riwayat pengobatan, TB diklasifikasikan menjadi:6,11

1. TB kasus baru

TB kasus baru yaitu pasien TB paru bakteriologis ataupun klinis yang belum

pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah medapatkan

OAT kurang dari 1 bulan/<28 dosis.

2. TB paru kasus kambuh

TB paru kasus kambuh yaitu pasien TB yang pernah sakit TB dan

dinyatakan sembuh oleh dokter atau pernah mendapatkan OAT lengkap selama 6

bulan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau

klinis.

3. TB paru yang diobati kembali setelah gagal

Pasien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir (pemeriksaan sputum BTA kembali positif pada akhir pengobatan atau

klinis tidak membaik atau mengalami perburukan).

4. TB yang diobati kembali setelah putus berobat (loss to follow up)

Pasien yang pernah diobati dan dinyatakan loss to follow up (klasifikasi ini

sebelumnya dikenal dengan istilah default)

5. TB lain-lain

pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya

tidak diketahui.

6
2.5.5. Klasifikasi berdasarkan Status HIV

Berdasarkan status HIV TB dibedakan menjadi: 6,11

1. TB dengan HIV positif (ko-infeksi TB/HIV)

Pasien TB dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang

mendapatkan antiretroviral atau hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.

2. TB dengan HIV negatif

Pasien TB dengan hasil tes HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV

negatif pada saat diagnosis TB, dengan catatan apabila pada pemeriksaan

selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi positif , maka pasien menjadi TB HIV

positif.

3. TB dengan status HIV tidak diketahui

Pasien TB tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB

ditetapkan, jika terdapat hasil tes HIV pada pemeriksaan selanjutnya maka harus

disesuaikan dengan hasil tes HIV yang terbaru.

2.6 Patofisiologi tuberkulosis

Secara klinis, TB dapat terjadi secara primer dan post primer. Infeksi primer

terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama kalinya. Setelah terjadi

infeksi melalui saluran nafas menuju ke alveoli dan kemudian kuman TB melalui

saluran kelenjar getah bening menuju ke kelenjar limfe regional (hilus) dan terjadi

peradangan (limfangitis dan limfadenitis). Gabungan dari kejadian diatas

dinamakan komplek primer. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan

komplek primer adalah 4-6 minggu. Komplek primer ini dapat sembuh dengan

7
tidak meninggalkan cacat sama sekali atau pun sembuh dengan meninggalkan

sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik dan sarang perkapuran di

hilus).1

Tuberkulosis post primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

infeksi primer. Tuberkulosis post-primer biasanya pada usia 15-40 tahun.

Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak

disegmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini pada

awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Sarang pneumonik ini akan

dapat diresopsi kembali dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat

ataupun sarang tadi pada mulanya meluas, tetapi segera terjadi proses

penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan

membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam

bentuk perkapuran. Sarang pneumonik ini dapat juga menjadi aktif kembali,

membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan

keluar.1

2.7 Diagnosis tuberkulosis

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

2.7.1 Gejala klinis tuberkulosis

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 yaitu gejala lokal (sesuai organ

yang terlibat) dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah  paru, maka

gejala lokal ialah gejala respiratorik:2,9,13

8
1. Gejala repiratorik bervariasi tergantung dari luas lesi. Bisa asimptomatik

hingga simptomatik.

a. Batuk produktif ≥ 2minggu disertai gejala tambahan.

b. Batuk berkembang dari batuk biasa menjadi purulen hingga batuk darah

(gross haemopthysis).

c. Sesak napas.

d. Nyeri dada.

2. Gejala sistemik

a. Demam

b. Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat

badan menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak

nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala

meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan

kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2.7.2 Pemeriksaan fisik tuberkulosis

Pemeriksaan fisik yang dilakukan tergantung dari organ yang terlibat.

Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas kerusakan struktur

paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama

daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) serta daerah apeks lobus inferior

(S6).  Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,

9
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,

diafragma dan mediastinum.1

2.7.3 Pemeriksaan penunjang tuberkulosis

1. Pemeriksaan sputum

Untuk mendiagnosis apakah seseorang terinfeksi M.TB bisa dilakukan

dengan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan

diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan

pemeriksaan dahak. Semua pasien baik dewasa, remaja, maupun anak-anak yang

dapat diambil spesimen dahaknya dan diduga menderita tuberkulosis paru harus

menjalani pemeriksaan mikroskopik pada laboratorium yang teruji kualitasnya

minimal 2 kali dan sebaiknya 3 kali. Jika memungkinkan paling tidak terdapat 1

spesimen yang berasal dari pagi hari. Dilakukan dengan cara mengumpulkan 3

spesimen dahak yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan yaitu

Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). 1

a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan saat pertama kali suspek TB datang.

Pada saat pulang suspek TB membawa pot dahak untuk mengumpulkan

dahak pagi pada hari kedua

b. P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari segera setelah

bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan kepada petugas

kesehatan

c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan oleh petugas kesehatan pada hari kedua

saat menyerahkan dahak pagi.

Cara menegakkan diagnosis TB Paru dari hasil pemeriksaan dahak:1

10
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu

Sewaktu - Pagi - Sewaktu(SPS).

2. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB. Pada program TB nasional penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.

Pemeriksaan lain seperti foto rontgen toraks, biakan dan uji kepekaan

dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan

indikasinya.

3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

rontgen toraks saja. Foto rontgen toraks tidak selalu memberikan

gambaran yang khas pada TB paru sehingga sering terjadi overdiagnosis.

2. GeneXpert MTB/RIF

Xpert MTB/RIF adalah uji diagnostik cartridge-based, otomatis yang dapat

mengidentifikasi M. Tuberculosis dan resistensi terhadap Ripamfisin. Xpert

MTB/RIF berbasis cepheidgenexpert platform, cukup sensisitf, mudah digunakan

dengan metode nucleiacid amplification test (NAAT) metode ini mempurifikasi,

membuat konsentrat dan amplifikasi( dengan real time PCR) dan mengidentifikasi

sekuens asam nukleat pada genom TB. Lama pengelolaan uji sampai selesai

memakan waktu 1-2 jam. Metode ini akan bermanfaat untuk menyaring kasus

suspek TB MDR secara cepat dengan bahan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan ini

memiliki sensitivitas dan spesifisitas 99%.1

3. Pemeriksaan Radiologi

11
Pemeriksaan standar adalah rontgen thoraks posterior - anterior. Gambaran

radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru

dan segmen superior lobus bawah.

b. Kavitas terutama lebih dari satu dikelilingi oleh bayangan opak berawan

atau nodular.

c. Bayangan bercak milier.

d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif: fibrotik, kalsifikasi,

schwarte atau penebalan pleura. Luas lesi yang tampak pada foto rontgen toraks

untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada

kasus BTA negatif) : 1

a. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan

luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas

chondrostemal junction dari sela iga kedua depan dan prosesus spinosus dari

vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 serta tidak dijumpai

kavitas)

b. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

4. Uji tuberkulin

12
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di

Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi uji tuberkulin sebagai alat

bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan

mempunyai makna bila didapatkan konversi bula atau apabila kepositifan dari uji

yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat

memberikan hasil negatif. Alur diagnosis TB paru seperti yang dijelaskan pada

gambar 2.1 berikut:13

Gambar 2.1 Alur diagnosis TB paru1

2.8 Penatalaksanaan tuberkulosis

13
Penatalaksanaan bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Prinsip penatalaksanaan tuberkulosis

dilakukan dengan prinsip-prinsip berikut :1,13,14

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, untuk

mencegah resistensi dan dalam dosis yang tepat.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

A. Tahap awal (intensif)

 Pada tahap awal (intensif) pasien mendapatkan obat setiap hari

dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat .

 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu.

 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

B. Tahap lanjutan

 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit

namun dalam jangka waktu yang lama.

 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

14
Berikut jenis dan dosis OAT seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1. 1,13,14

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia. 1

A. Paduan OAT yang digunakan oleh program nasional penanggulangan

tuberkulosis di Indonesia adalah :

1. Kategori 1 : 2(HRZE) 4(HR)3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

 Pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis

 Pasien TB paru terdiagnosis klinis

 Pasien TB ekstra paru

Tabel 2.2 Dosis panduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Berat badan Tahap intensif Tahap lanjutan

Tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu dalam 16 minggu

RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)


30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.3 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Tahap Lama Dosis per hari Jumlah

hari
Tab Tab Tab Tab

Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambuto

@300 mg @450 mg @500 mg l

@250 mg
Intensif 2 bln 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bln 2 1 - - 48

15
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3.

a. Pasien kambuh.

b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1

sebelumnya.

c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up)

Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2

Tabel 2.5 Dosis paduan OAT kombipak Kategori 2

16
BAB III

ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien

Nama : Tn. M

Umur : 44 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Supir

Status : Kawin

Masuk RS : 11 Januari 2021

Keluhan utama

17
Sesak nafas yang memberat sejak 4 hari SMRS.

Riwayat penyakit sekarang

• 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak napas dirasakan

pada saat beraktivitas, sesak tidak berbunyi mengi, sesak tidak dipengaruhi

cuaca, debu atau makanan, riwayat sesak sebelumnya (-). 4 hari SMRS

pasien mengeluhkan sesak napas yang semakin memberat.

• Sesak napas disertai batuk sejak 1 bulan yang lalu, batuk disertai dahak

berwarna putih dan tidak disertai darah. Riwayat batuk lama sebelumnya

(-).

• Pasien juga mengeluhkan nyeri dada, nyeri mulai dirasakan bersamaan

dengan timbulnya sesak, nyeri dada dirasakan pada kedua dada dan nyeri

memberat saat pasien batuk dan tidak ada penjalaran nyeri.

• Sebelum masuk Rumah Sakit, pasien juga mengeluhkan demam yang naik

turun, keringat malam (+), nafsu makan menurun dan penurunan berat

badan 4 kg dalam 1 bulan. Mual (+), muntah (-), lemas (+). BAB dan BAK

tidak ada keluhan. Tidak ada riwayat trauma.

• Sebelumnya pasien berobat ke RS Mandau Duri dan diberikan 4 jenis obat

TBC dan sudah diminum sebanyak 4 kali.

Riwayat Penyakit dahulu

 Pada tahun 2018, pasien memiliki riwayat meminum OAT 6 bulan, tuntas

dari Puskesmas Kandis.

 Riwayat Asma (-).

 Riwayat Hipertensi (-).

18
 Riwayat Diabetes melitus (-).

 Riwayat keganasan (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat TBC (-).

 Riwayat Asma (-).

 Riwayat Hipertensi (-).

 Riwayat Diabetes melitus (-).

 Riwayat keganasan (-).

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan

 Pasien seorang supir travel antar kota.

 Riwayat merokok (+) selama 30 tahun, IB= 30X24= 720 (Berat).

 Riwayat minum alkohol (+) selama 4 tahun.

 Riwayat NAPZA (-).

PEMERIKSAAN FISIS

Pemeriksaan umum

Kesadaran : Komposmentis kooperatif.

Keadaan umum : Tampak sakit sedang.

Tekanan darah : 110/60 mmHg.

Nadi : 85x/menit.

Nafas : 27 x/menit.

Suhu : 36,5°C.

SpO2 : 98% terpasan O2 3 lpm NK.

19
Berat badan : 39 kg.

Tinggi badan : 155 cm.

BMI : 16,25 (underweight).

Pemeriksaan kepala dan leher

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

Hidung : Keluar cairan (-).

Mulut : Tidak kering, sianosis (-).

Leher : Pembesaran KGB (-).

Thoraks Paru

Inspeksi :

Statis : Simetris kiri dan kanan.

Dinamis : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, sela iga melebar

(-) penggunaan otot napas tambahan(-) retraksi (-).

Palpasi : Vokal fremitus sama sama kiri dan kanan.

Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru.

Auskultasi : suara pernapasan : vesikuler (+/+).

Suara tambahan : Ronki (+/+) diseluruh lapang paru kanan dan

kiri, wheezing (-/-).

Thoraks Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midklavikularis sinistra SIK V.

Perkusi : Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra.

Batas kiri jantung : satu jari lateral linea midklavikula sinistra.

Auskultasi : S1& S2 reguler, gallop (-), murmur (-).

20
Abdomen

Inspeksi : Perut datar, venektasi (-), distensi (-).

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen.

Ekstremitas

Atas : Ekstremitas teraba hangat, pitting udem (-), clubbing finger (-), CRT < 2

detik.

Bawah : Ekstremitas teraba hangat, pitting udem (-), clubbing finger (-), CRT < 2

detik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah (12 Januari 2021 di RSUD AA Pekanbaru)

Hb : 12,6 gr/dl

Hematokrit : 38.3% (L)

Leukosit : 4.880 /uL

Trombosit : 221.000/uL

Albumin : 3,5 g/dl

AST : 11 U/L

ALT : 5 U/L (L)

GDS : 105 mg/dl

Ureum : 11 mg/dl (L)

Kreatinin : 0,70 mg/dl

Na : 134 mmol/L

K : 3,2 mmol/L

21
Imunologi (09 Januari 2021)

 Anti SARS-COV2 IgG Non Reaktif

 Anti SARS-COV2 IgM Non Reaktif

Foto thoraks (03 Oktober 2020)

Interpretasi rontgen :

 Identitas sesuai  Tulang Scapula, clavicula,

 Marker R costae, vertebrae intak dan

 Foto diambil secara tidak ada tanda-tanda fraktur.

PA/Lateral  Jaringan lunak <2 cm

 Kekerasan foto cukup  Sudut kostofrenikus kanan

 Trakea tertarik ke kanan lancip & kiri tidak dapat

dinilai.

22
 Diafragma kanan mendatar destroyed lobe, diantaranya

dan kiri tidak dapat dinilai atelektasis, fibrotik, ektasis.

karena terdapat gambaran Disertai dengan adanya

fibrotik. infiltrat di Apex paru. Pada

 Cor: CTR <50%, hemithoraks sinistra terdapat

 Pulmo: Pada hemithoraks gambaran infiltrat di Apex

dextra terdapat gambaran paru dan fibrotik.

Sputum (14 Januari 2021 di RSUD AA Pekanbaru)

GenEXpert:

 MTB Detected Very Low

 Rifampicin Resistence Not Detected

HIV Kualitatif (09 Januari 2021 di RSUD AA Pekanbaru)

 Non Reaktif

RESUME

Tn. M, 44 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak napas yang

memberat 4 hari SMRS. Sesak dirasakan saat beraktivitas dan tidak dipengaruhi

oleh cuaca, debu atau makanan. Sesak disertai batuk yang sudah sirasakan sejak 1

bulan yang lalu, batuk disertai dahak berwarna putih. Riwayat batuk berdarah (-),

nyeri dada (+), Riwayat demam (+), keringat pada malam hari (+). Pasien juga

23
merasakan penurunan nafsu makan, penurunan berat badan 4 kg dalam 1 bulan

terakhir. Pasien merasakan mual (+) muntah (-). Dari pemeriksaan fisik,

didapatkan frekuensi napas 27x/menit, BMI 16,25 (Underweight). Pada

pemeriksaan fisik paru ditemukan ronki pada kedua lapangan paru. Pada

pemeriksaan Rontgen Thorax, hemithoraks dextra terdapat gambaran destroyed

lobe, diantaranya atelektasis, fibrotik, ektasis, disertai dengan adanya infiltrat di

Apex paru. Pada hemithoraks sinistra terdapat gambaran infiltrat di Apex paru dan

fibrotik. Pada pemeriksaan GeneXpert, Mycobacterium Tuberculosis terdeteksi.

Diagnosis

 TB Paru Bakteriologis Kasus Kambuh Status HIV (-).

 Bronkiektasis Terinfeksi.

Daftar Masalah

 Luluh lobus paru kanan superior.

 Hipokalemi.

 Sindrom dispepsia.

Penatalaksanaan

Non farmakologi :

a. O2 3 lpm NK

b. Tirah baring

c. Monitoring tanda vital

Edukasi :

 Tidak membuang dahak sembarangan

24
Farmakologi:

 Drip resfar 1x2 gr dalam Nacl 0,9% 100 cc habis dalam 4 jam.

 Inj Omeprazole 2 x 40mg

 Nebulizer 1:1 combivent (Ipratoprium bromide 0,52 mg + Salbutamol

sulphate 3,01 mg) + pulmicort (Budesonide 0,5 mg/2 ml) /6 jam

• Salbutamol 3x2 mg

• Eritromisin 2x250 mg

• Tab curcuma 2x1 gr

• KSR 3X600 mg

• OAT 4 FDC 1x3 tab

Rencana:

• Pasien dipulangkan.

• Rawat Jalan.

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis Tuberculosis paru (TB Paru), ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, didapatkan

adanya keluhan berupa sesak napas yang dirasakan saat beraktivitas, sesak napas

25
disertai dengan batuk berdahak berwarna putih tanpa disertai darah. Berdasarkan

teori, batuk pada TB terjadi karena adanya respon pertahanan dari tubuh untuk

mengeluarkan benda asing. Dikarenakan kuman TB terus menerus berkembang

dalam paru dan disertai dengan adanya perlawanan dari sistem pertahanan tubuh

menyebabkan semakin bertambahnya mukus yang diproduksi pada saluran napas.

Mukus yang semakin banyak menyebabkan terjadinya penyempitan pada saluran

napas sehingga pasien cenderung sesak napas. Selain itu, jika perkembangan

kuman TB semakin meningkat nantinya dapat menimbulkan efusi pleura yang

akan membuat sesak terasa semakin hebat. Batuk berdarah dapat terjadi pada

pasien TB, hal ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah dinding kavitas

tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma dan dapat menimbulkan hemoptisis

masif.15 Pasien juga mengeluhkan nyeri dada (+), Riwayat demam (+), keringat

pada malam hari (+). Pasien juga merasakan penurunan nafsu makan, penurunan

berat badan 4 kg dalam 1 bulan terakhir. Pasien merasakan mual (+) muntah (-).

Berdasarkan teori, pasien TB paru memiliki gejala berupa gejala repiratorik dan

gejala sistemik. Gejala respiratorik berupa: Batuk produktif ≥ 2minggu disertai

gejala tambahan seperti: Batuk berkembang dari batuk biasa menjadi purulen

hingga batuk darah (gross haemopthysis), Sesak napas, Nyeri dada dan gejala

sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan

menurun.2,9,13

Berdasarkan pengakuan pasien, sebelumnya pasien memiliki riwayat

pengobatan OAT selama 6 bulan dan dikatakan sembuh. Berdasarkan klasifikasi

riwayat pengobatan, kasus ini termasuk kedalam TB paru kasus kambuh, yaitu

pasien TB yang pernah sakit TB dan dinyatakan sembuh oleh dokter atau pernah

26
mendapatkan OAT lengkap selama 6 bulan saat ini didiagnosis TB berdasarkan

hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.6,11

Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan ronki pada kedua lapang paru.

Teori mengatakan bahwa, pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas

kerusakan struktur paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus

superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) serta daerah

apeks lobus inferior (S6). Hal ini memungkinkan adanya kerusakan yang luas

pada paru pasien.1

Pada pemeriksaan penunjang foto thoraks didapatkan adanya gambaran

infiltrat mengawan di apex paru dextra dan sinistra, tampak gambaran fibrotik di

hemithoraks dextra dan sinistra, tampak gambaran destroyed lobe, diantaranya

atelektasis, fibrotik, ektasis hemithoraks dextra. Pada pemeriksaan penunjang

berupa pemeriksaan GeneXpert, didapatkan hasil positif (terdeteksinya kuman

mycobacterium tuberculosis), berdasarkan teori termasuk kedalam TB paru

bakteriologis, karena pasien TB yang terbukti positif pada spesimen pemeriksaan

mikroskopik BTA sputum, kultur sputum, maupun tes cepat molekuler (TCM)

GeneXpert termasuk kedalam TB paru bakteriologis.11

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan

penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia. 2011.

2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2019. World Health

Organization. Geneva; 2019.

3. Kementrian Kesehatan R.I. Rencana Aksi Nasional: Public Private Mix

Pengendalian Tuberkulosis Indonesia: 2011-2014. Kementrian Kesehatan RI.

Jakarta. 2011.

4. Kementrian Kesehatan R.I. Data dan informasi profil kesehatan Indonesia

2014. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2017.

5. Kementrian Kesehatan R.I. Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan

Tatalaksana Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.2013.

6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes RI no 67 tahun 2016.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016.

7. Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI. Tuberkulosis temukan

obati sampai sembuh. Infodatin. 2016.

8. Price, SA dan Wilson LM. Patofisiologi konsep Klinis proses-proses

penyakit. Jakarta: EGC. 2006: 852-862.

9. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick, Adelberg’s. Medical

Microbiology 24th Edition. McGraw-Hill Companies. 2013.

10. Kementrian Kesehatan R.I. Alur diagnosis TB: 2017. Kementrian Kesehatan

RI. Jakarta. 2017.

28
11. World Health Organization. Definitions and reporting framework for

tuberculosis-2013 revision Updated December 2014. Geneva, Switzerland:

World Health Organization; 2013; 2; 3-4

12. Microbiology. 23rd ed. United States: McGraw-Hill Companies. 2004.

13. Kementrian Kesehatan R.I. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis :

2014. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2014.

14. International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public

Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006

15. Atikawati D, Marhana I. Sequelae Tuberkulosis dengan Hemoptisis

Rekurens. Jurnal Respirasi.Surabaya;2015:1(3);88-93.

29

Anda mungkin juga menyukai