PENDAHULUAN
Besar dan luasnya permasalahan akibat Tuberkulosis (TB) mengharuskan kepada
semua pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan
penanggulangan TB. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya dari
aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan
demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan
kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang terhadap TB berarti pula
perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan, dan kelemahan akibat TB.
Di Indonesia TB merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah Infeksi Saluran Pernapasan Atas. Indonesia menduduki
urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TB di dunia. Jumlah
penderita TB paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap
menit muncul satu penderita baru TB paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TB paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang
meninggal akibat TB di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TB serta dampak
luas yang dihasilkan maka penting bagi kita sebagai tenaga kesehatan untuk
menguasai persoalan TB paru dan dapat melakukan penanganan yang tepat dan cepat
sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.
BAB II
TUBERKULOSIS PARU
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.1
2.2 Epidemiologi
TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat didunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment, shortcourse chemotherapy) telah diterapkan di banyak Negara
sejak tahun 1995.2
Dalam laporan WHO tahun 2013:2
-
Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta
orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV (Human
Immunodeficiency Virus) positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di
wilayah Afrika.
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita
TBMDR (Tuberculosis Multi Drugs Resistance) dan 170.000 orang
disebabkan TB.
Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi untuk
penyakit yang sebenarnya bias dicegah dan disembuhkan, tetap fakta juga
menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB. Peningkatan angka
insidensi TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan
tren penurunan (turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga
sudah berhasil diturunkan 45% bila dibandingkan tahun 1990.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15 50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan
rata rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 30 %. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma
bahkan dikucilkan oleh masyarakat.2
2.3 Patogenesis dan Penularan TB
1. Kuman Penyebab TB
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari
kelompok Mycobacterium yaitu Mycobactrium tuberculosis. Terdapat beberapa
spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.
leprae dsb, yang dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).2
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain adalah
sebagai berikut:2
-
Ogawa.
Kuman nampak berbentuk batang warna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop.
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
1 minggu.
Kuman dapat bersifat dormant (tidur / tidak berkembang).
2. Cara penularan TB
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan
BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi
oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji 5000 kuman/cc dahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.2
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil
kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17%.2
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik
renik dahak yang infeksius tersebut.2
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.2
2.4 Klasifikasi dan Tipe Pasien TB
1. Definisi Pasien TB:
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik
cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).Termasuk dalam
kelompok pasien ini adalah:2
a.
b.
c.
e.
a.
Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
4
a.
b.
c.
d.
Status HIV
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.Limfadenitis TB
dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstra paru.Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.2
Tuberkulosis ekstra paru:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan
berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis.Pasien TB ekstra paru
yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB
ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.2
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:2
1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
(< 28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih ( 28 dosis).Pasien ini selanjutnya
karena reinfeksi).
Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir. (BTA positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan).
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat
/default/drop out yaitu pasien telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum masa pengobatan
selesai).
Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
saja
Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
Amikasin)
Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip
batuk 3 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.1
Gejala TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.1
2. Gejala sistemik1
Demam
gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau
sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.1
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.1
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.1
C. Pemeriksaan Bakteriologi
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
8
P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium.3
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5
ml sebelum dikirim ke laboratorium.3
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah
tertulis identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan. Bila
lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.3
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari
kertas saring sebanyak 1 ml
Kertas saring dilipat kembali dan digantung denganmelubangi pada satu ujung
yang tidak mengandung bahan dahak
Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman,
misal di dalam dus
Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
: pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens
: pewarnaan auramin-rhodamin
Skala IUATLD:
Tidak ditemukan kuman BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
Ditemukan 1 9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
Ditemukan 10 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan 1 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Fibrotik
Kalsifikasi
radiologi tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas proses
penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif):3
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga
kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
11
Lesi luasBila proses lebih luas dari lesi minimal. Pemeriksaan Penunjang Salah satu
masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam
perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis secara lebih cepat.
Diagnosis Tuberkulosis pada orang dewasa:2
1. Diagnosis TB paru:
underdiagnosis.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji tuberkulin.
12
Gejala dan keluhan pada rgan yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang
Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa dapat dilihat pada
gambar 1.2
13
Keterangan:2
14
Catatan:2
15
Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Streptomisin (S)
Kanamisin
Kapreomisin
Amikasin
Kuinolon
Sikloserin
Etionamid/protionamid
Para-amino Salisilat (PAS)
Obat lini kedua hanya digunakan pada kasus resisten obat, terutama TB
multi drug resistant (MDR).
Kemasan:1
* Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.1
16
Tabel 2
Pasien kambuh
Dosis paduan OAT KDT kategori 2 dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:2
17
Tabel 3
Catatan:2
Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan.
OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan
pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
Tuberkulosis paru dan ekstraparu diobati dengan regimen pengobatan
yang sama dan lama pengobatan yang berbeda yaitu:1
pengobatan
Kortikostreroid diberikan pada meningitis TB dan perikarditis TB
Limfadenitis TB, lama pengobatan minimal 9 bulan.
Tabel 4
minor
19
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
Definisi
Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum
pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur
negatif pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali
pemeriksaan sputum sebelumnya negatif
20
Pengobatan
negatif
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak
lengkap
Gagal
pengobatan b)
Pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan
pengobatan
Pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu 2 bulan
pengobatan
Meninggal
Lalai berobat
Pindah
Pengobatan
sukses/berhasi
l
a)
b)
sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta 2011.
21
BAB III
DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program
penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga
telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan
hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik. 1
DOTS mengandung lima komponen, yaitu:1
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan
istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baku/standar
Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang direkomendasi oleh
WHO:1
1. Peningkatan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan penemuan kasus
dan penyembuhan melalui pendekatan yang efektif terhadap seluruh pasien
terutama pasien yang tidak mampu.
2. Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan aktivitas
gabungan TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan lain yang relevan.
3. Kontribusi pada system kesehatan, dengan kloaborasi bersama program
kesehatan yang lain dan pelayanan umum
4. Melibatkan seluruh praktisi kesehatan, masyarakat, swasta dan nonpemerintah
dengan pendekatan berdasarkan Public-Private Mix (PPM) untuk mematuhi
International Standards of TB Care (ISTC).
5. Mengikutsertakan pasien dan masyarakat
yang
berpengaruh
untuk
A. Tujuan :1
Mencegah resistensi
B. Pengawasan1
Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek
setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)3
Pengawasan dilakukan oleh :
Pasien berobat jalan1
Petugas kesehatan
Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Pasien dirawat1
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas
RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.1
C. Langkah Penatalaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, berikan
penjelasan kepada pasien bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut
hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT.1
D. Persyaratan PMO1
E. Tugas PMO1
menelan obat
Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
Melakukan kunjungan rumah
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala
23
TB
F. Penyuluhan1
Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (penderita maupun keluarga) dapat dilakukan
di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll.
KelompokPenyuluhan
Kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok penderita, kelompok keluarga
penderita, masyarakat pengunjung RS dll.
24
BAB IV
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex. TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat didunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment, shortcourse chemotherapy) telah diterapkan di banyak
Negara sejak tahun 1995.
Tuberkulosis terdiri dari tuberkulosis paru dan ekstraparu. Kasus TB
diklasifikasikan berdasarkan letak anatomi penyakit, hasil pemeriksaan dahak atau
bakteriologi termasuk resistensi, riwayat pengobatan sebelumnya dan status HIV
pasien.
Untuk mendiagnosis TB paru orang dewasa, dapat ditegakkan berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB paru pada
orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung,
biakan dan tes cepat.
Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan
penunjang (setidak tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan
oleh dokter yang telah terlatih TB.
Setelah pasien terdiagnosa menderita TB, maka diobati sesuai klasifikasi
pengobatan pasien TB. Dengan penanganan yang tepat dan cepat serta kepatuhan
pasien dalam berobat maka prognosis akan lebih baik.
25
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono,
Soedarsono,
dkk.
Tuberkulosis:
Pedoman
diagnosis
dan
26