Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Besar dan luasnya permasalahan akibat Tuberkulosis (TB) mengharuskan kepada
semua pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan
penanggulangan TB. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya dari
aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan
demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan
kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang terhadap TB berarti pula
perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan, dan kelemahan akibat TB.
Di Indonesia TB merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah Infeksi Saluran Pernapasan Atas. Indonesia menduduki
urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TB di dunia. Jumlah
penderita TB paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap
menit muncul satu penderita baru TB paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TB paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang
meninggal akibat TB di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TB serta dampak
luas yang dihasilkan maka penting bagi kita sebagai tenaga kesehatan untuk
menguasai persoalan TB paru dan dapat melakukan penanganan yang tepat dan cepat
sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.

BAB II
TUBERKULOSIS PARU
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.1
2.2 Epidemiologi
TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat didunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment, shortcourse chemotherapy) telah diterapkan di banyak Negara
sejak tahun 1995.2
Dalam laporan WHO tahun 2013:2
-

Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta
orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV (Human
Immunodeficiency Virus) positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di

wilayah Afrika.
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita
TBMDR (Tuberculosis Multi Drugs Resistance) dan 170.000 orang

diantaranya meninggal dunia.


Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada pria
tetapi angka kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi.
Diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah
kematian karena TB mencapai 410.000 kasus termasuk diantaranya adalah
160.000 orang wanita dengan HIV positif. Separuh dari orang dengan HIV

positif yang meninggal karena TB pada tahun 2012 adalah wanita.


Pada tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus TB anak diantara seluruh kasus
TB secara global mencapai 6% (530.000 pasien TB anak per tahun).
Sedangkan kematian anak (dengan status HIV negatif) yang menderita TB
mencapai 74.000 kematian per tahun, atau sekitar 8% dari total kematian yang

disebabkan TB.
Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi untuk
penyakit yang sebenarnya bias dicegah dan disembuhkan, tetap fakta juga
menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB. Peningkatan angka
insidensi TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukkan

tren penurunan (turun 2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga
sudah berhasil diturunkan 45% bila dibandingkan tahun 1990.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15 50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan
rata rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 30 %. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma
bahkan dikucilkan oleh masyarakat.2
2.3 Patogenesis dan Penularan TB
1. Kuman Penyebab TB
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari
kelompok Mycobacterium yaitu Mycobactrium tuberculosis. Terdapat beberapa
spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.
leprae dsb, yang dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).2
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain adalah
sebagai berikut:2
-

Berbentuk batang dengan panjang 1 10 mikron, lebar 0,2 0,6 mikron.


Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen
Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,

Ogawa.
Kuman nampak berbentuk batang warna merah dalam pemeriksaan dibawah

mikroskop.
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka

waktu lama pada duhu antara 4C dampai minus 70C.


Kuman sangat peka terhadap panas sinar matahari dan sinar ultraviolet
Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati

dalam waktu beberapa menit.


Dalam dahak pada suhu antara 30 37C akan mati dalam waktu lebih kurang

1 minggu.
Kuman dapat bersifat dormant (tidur / tidak berkembang).

2. Cara penularan TB
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan

BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi
oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji 5000 kuman/cc dahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.2
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil
kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17%.2
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik
renik dahak yang infeksius tersebut.2
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.2
2.4 Klasifikasi dan Tipe Pasien TB
1. Definisi Pasien TB:
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik
cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).Termasuk dalam
kelompok pasien ini adalah:2
a.

Pasien TB paru BTA positif

b.

Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif

c.

Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif


d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.

e.

TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.


Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat
tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.2
Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB.Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:2

a.

Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
4

histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.


c.

TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.


Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian
terkonfirmasi bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai
pengobatan) harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.2
2. Klasifikasi pasien TB:2
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut :

a.

Lokasi anatomi dari penyakit

b.

Riwayat pengobatan sebelumnya

c.

Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

d.

Status HIV
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.Limfadenitis TB
dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstra paru.Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.2
Tuberkulosis ekstra paru:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan
berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis.Pasien TB ekstra paru
yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB
ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.2
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:2
1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
(< 28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih ( 28 dosis).Pasien ini selanjutnya

diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:


-

Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau


pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau

karena reinfeksi).
Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir. (BTA positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan).

Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat
/default/drop out yaitu pasien telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum masa pengobatan
selesai).

Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari

Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:2


Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama

saja
Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama

selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan


Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin

(R) secara bersamaan


Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan

Amikasin)
Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip

(tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).


d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV2

1) pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV ) adalah pasien


TB dengan :
Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedaang mendapatkan ART ATAU
Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
2) Pasien TB dengan HIV negatif : adalah pasienTB dengan :
Hasil tes HIV negatif sebelumnya, ATAU
Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosa TB
Catatan :
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat di peroleh hasil tes HIV
menjadi positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasi sebagai pasien
TB dengan HIV positif.
3) pasien TB dengan status HIV tidak diketahui : adalah pasien TB tanpa ada
tanda bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB di tetapkan.
Catatan :
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat di peroleh hasil tes HIV
pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes
HIV terakhir.
2.5 Diagnosis
A. GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya.1
Gejala klinis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau
gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.1
1. Gejala respiratorik

batuk 3 minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada

saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.1
Gejala TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.1
2. Gejala sistemik1

Demam
gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau
sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.1
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.1
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.1
C. Pemeriksaan Bakteriologi
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
8

bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),


urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).1
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut- turut dengan cara:2

S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung


pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah
pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.

S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat


menyerahkan dahak pagi.
Bahandikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang

6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium.3
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5
ml sebelum dikirim ke laboratorium.3
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah
tertulis identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan. Bila
lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.3
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya

Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari
kertas saring sebanyak 1 ml

Kertas saring dilipat kembali dan digantung denganmelubangi pada satu ujung
yang tidak mengandung bahan dahak

Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman,
misal di dalam dus

Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong

plastik kecil

Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan


sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi

Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal pengambilan


dahak

Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat


laboratorium.

3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain


Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara:1
Mikroskopik
biakan
Pemeriksaan mikroskopik:1
Mikroskopik biasa

: pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens

: pewarnaan auramin-rhodamin

Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan


skala International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD).1

Skala IUATLD:
Tidak ditemukan kuman BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
Ditemukan 1 9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan.
Ditemukan 10 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan 1 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman:


Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara:1
1) Biakan:
a. Egg base media: Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh
b. Agar base media: Middle brook
c. Mycobacteria growth indicator tube test (MGITT)
d. BACTEC
2) Uji molekular:
a. PCR-Based Methods of IS6110 Genotyping
b. Spoligotyping
c. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
d. MIRU / VNTR Analysis
e. PGRS RFLP
f. Genomic Deletion Analysis
10

Identifikasi M.tuberculosis dan uji kepekaan:1


a. Hain test (uji kepekaan untuk R dan H)
b. Molecular beacon testing (uji kepekaan untuk R)
c. Gene X-pert (uji kepekaan untuk R)
3) Uji lainnya:
a. Uji tuberkulin, IGRAs, T-SPOT TB
b. Uji serologi ELISA, ICT, Mycodot dan IgG/IgM TB
Saat ini uji serologi tidak bermakna untuk diagnosis
D. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto lateral, top-lordotic, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :1
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru

dan segmen superior lobus bawah


Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :1

Fibrotik
Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung):1

Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,


biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologik luluh paru
terdiri dari atelektasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran

radiologi tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas proses
penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif):3

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga
kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra

11

torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kavitas

Lesi luasBila proses lebih luas dari lesi minimal. Pemeriksaan Penunjang Salah satu
masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam
perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis secara lebih cepat.
Diagnosis Tuberkulosis pada orang dewasa:2
1. Diagnosis TB paru:

Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB paru pada


orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan

mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat.


Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan
klinis dan penunjang (setidak tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai

dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB.


Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara klnis dilakukan setelah
pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) yang

tidak memberikan perbaikan klinis.


Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada
TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun

underdiagnosis.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji tuberkulin.

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung:2

Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara


mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS

(Sewaktu Pagi - Sewaktu):


Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan
contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif.

2. Diagnosis TB Ekstra Paru

12

Gejala dan keluhan pada rgan yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang

(gibbus) pada spondilitis TB dan lain lainnya.


Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan
klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari

organ tubuh yang terkena.


Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan keluhan dan
gejala yang sesuai, untuk menemukan kemungkianan adanya TB paru.

Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa dapat dilihat pada
gambar 1.2

13

Keterangan:2

14

Catatan:2

2.6 Pengobatan Tuberkulosis


Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah:1

Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas


Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya
Mencegah kekambuhan
Mengurangi tranmisi
Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya

Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase:1


1. Fase intensif
2. Fase lanjutan
Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.
1) Obat Antituberkulosis (OAT)
Obat lini pertama adalah:1
Isoniazid (INH)
Rifampisin (R)

15

Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Streptomisin (S)

Obat lini kedua adalah:1

Kanamisin
Kapreomisin
Amikasin
Kuinolon
Sikloserin
Etionamid/protionamid
Para-amino Salisilat (PAS)

Obat lini kedua hanya digunakan pada kasus resisten obat, terutama TB
multi drug resistant (MDR).
Kemasan:1

Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah masing-masing INH,

rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.


Obat kombinasi dosis tetap/KDT (Fixed Dose Combination/FDC) yang
terdiri dari 2-4 obat dalam 1 tablet.

Dosis OAT dapat dilihat pada tabel dibawah ini1


Tabel 1

* Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.1

16

Tabel 2

2) Paduan obat antituberkulosis


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah:2
Kategori 1
: 2(RHZE)/4(HR)3
Kategori 2
: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3
Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.2
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.


Pasien TB paru terdiagnosis klinis
Pasien TB ekstra paru

b. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):

Pasien kambuh

Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya

Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Dosis paduan OAT KDT kategori 2 dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:2

17

Tabel 3

Catatan:2

Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan


aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan.

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya


kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien
baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.

OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan
pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
Tuberkulosis paru dan ekstraparu diobati dengan regimen pengobatan
yang sama dan lama pengobatan yang berbeda yaitu:1

Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena berisiko kecacatan

dan mortalitas. Etambutol sebaiknya diganti dengan streptomisin


TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai respon

pengobatan
Kortikostreroid diberikan pada meningitis TB dan perikarditis TB
Limfadenitis TB, lama pengobatan minimal 9 bulan.

3) Efek samping OAT


Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (lihat tabel 4). Bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian
OAT dapat dilanjutkan. Pendekatan berdasarkan gejala untuk penatalaksanaan
efek samping OAT.1
18

Tabel 4

minor

19

2.7 Evaluasi Pengobatan


Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping
obat, serta evaluasi keteraturan berobat.1
Evaluasi klinis:1

Pasien di evaluasi secara periodik


Evaluasi terhadap respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat

serta ada tidaknya komplikasi penyakit


Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.

Evaluasi bakteriologi (0-2-6 /8 bulan).1

Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak


Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
o Sebelum pengobatan dimulai
o Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
o Pada akhir pengobatan
Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

Evaluasi radiologi (0-2-6 /8 bulan).1


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan

kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)


Pada akhir pengobatan

Evaluasi pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal
dalam 2 tahun pertama setelah sembuh. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis
BTA dan foto torak (sesuai indikasi/bila terdapat gejala). Berikut definisi kasus
hasil pengobatan TB (tabel 5).1
tabel 5. Definisi kasus hasil pengobatan a)
Hasil
Sembuh

Definisi
Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum
pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur
negatif pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali
pemeriksaan sputum sebelumnya negatif
20

Pengobatan

Pada foto toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2

bulan) tetap sama/perbaikan


Bila terdapat fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan

negatif
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak

lengkap

meiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir

Gagal

pengobatan b)
Pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan

kelima atau lebih dalam pengobatan.


Pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya selama

pengobatan
Pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu 2 bulan

berturut-turut atau lebih


Pasien yang pindah ke unit (pencatatan dan pelaporan)

berbeda dan hasil akhir pengobatan belum diketahui


Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan lengkap.

pengobatan
Meninggal
Lalai berobat
Pindah
Pengobatan
sukses/berhasi
l
a)

Definisi untuk TB paru BTA positif dan negatif, dan TB ekstraparu

b)

Pemeriksaan sputum belum dilakukan atau hasilnya belum ada

sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta 2011.

21

BAB III
DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program
penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga
telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan
hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik. 1
DOTS mengandung lima komponen, yaitu:1
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan
istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baku/standar
Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang direkomendasi oleh
WHO:1
1. Peningkatan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan penemuan kasus
dan penyembuhan melalui pendekatan yang efektif terhadap seluruh pasien
terutama pasien yang tidak mampu.
2. Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan aktivitas
gabungan TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan lain yang relevan.
3. Kontribusi pada system kesehatan, dengan kloaborasi bersama program
kesehatan yang lain dan pelayanan umum
4. Melibatkan seluruh praktisi kesehatan, masyarakat, swasta dan nonpemerintah
dengan pendekatan berdasarkan Public-Private Mix (PPM) untuk mematuhi
International Standards of TB Care (ISTC).
5. Mengikutsertakan pasien dan masyarakat

yang

berpengaruh

untuk

berkontribusi pada pemeliharaan kesehatan yang efektif.


6. Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan obat baru,
alat diagnostik dan vaksin. Penelitian juga dibutuhkan untuk meningkatkan
keberhasilan program.

A. Tujuan :1

Mencapai angka kesembuhan yang tinggi

Mencegah putus berobat


22

Mengatasi efek samping obat

Mencegah resistensi

B. Pengawasan1
Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek
setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)3
Pengawasan dilakukan oleh :
Pasien berobat jalan1

Petugas kesehatan

Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)

Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah

Pasien dirawat1
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas
RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.1
C. Langkah Penatalaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, berikan
penjelasan kepada pasien bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut
hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT.1
D. Persyaratan PMO1

PMO bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai sembuh

selama pengobatan OAT.


PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat berasal dari kader
dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien.

E. Tugas PMO1

Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik


Memberikan pengawasan kepada penderita dalam hal minum obat
Mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal
Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat teratur hingga selesai
Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau

menelan obat
Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
Melakukan kunjungan rumah
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala

23

TB
F. Penyuluhan1

Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (penderita maupun keluarga) dapat dilakukan
di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll.
KelompokPenyuluhan
Kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok penderita, kelompok keluarga
penderita, masyarakat pengunjung RS dll.

G. Pencatatan dan Pelaporan1


Pencatatan yang dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan meliputi beberapa
item/formulir yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kartu pengobatan TB (01)


Kartu identitas penderita TB (TB02)
Register laboratorium TB (TB04)
Formulir Permintaan Laboratorium (05)
Daftar Suspek yang diperiksa dahak (06)
Formulir pindah penderita TB (TB09)
Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan (TB10)

24

BAB IV
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex. TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat didunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment, shortcourse chemotherapy) telah diterapkan di banyak
Negara sejak tahun 1995.
Tuberkulosis terdiri dari tuberkulosis paru dan ekstraparu. Kasus TB
diklasifikasikan berdasarkan letak anatomi penyakit, hasil pemeriksaan dahak atau
bakteriologi termasuk resistensi, riwayat pengobatan sebelumnya dan status HIV
pasien.
Untuk mendiagnosis TB paru orang dewasa, dapat ditegakkan berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB paru pada
orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung,
biakan dan tes cepat.
Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan
penunjang (setidak tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan
oleh dokter yang telah terlatih TB.
Setelah pasien terdiagnosa menderita TB, maka diobati sesuai klasifikasi
pengobatan pasien TB. Dengan penanganan yang tepat dan cepat serta kepatuhan
pasien dalam berobat maka prognosis akan lebih baik.

25

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono,
Soedarsono,

dkk.

Tuberkulosis:

Pedoman

diagnosis

dan

penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru


Indonesia; 2011. h2 30.
2. Uyainah A, Yuwono A, Nawas A, Wuryaningtyas B, Sonata B,
Setyaningsih B, dkk. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2014. h1 20.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis
dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2006.

26

Anda mungkin juga menyukai