Disusun Oleh:
Mutiara Alderisa
1102012185
Pembimbing:
2016
0
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan
sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB di Indonesia
dan negara-negara berkembang lainnya cukup tinggi. WHO menyatakan bahwa TB saat ini
telah menjadi ancaman global. Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000
dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun).
Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000
kematian per tahun. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus
berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB
di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif.2
Data Program Pemberantasan Tuberkulosis (P2 TB) di Indonesia menunjukkan
peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Upaya penanggulangan maupun pencegahan yang
diperlukan menyelesaikan masalah yang ada yaitu menurunkan angka kesakitan dan
kematian.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
TB sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat didunia walaupun upaya pengendalian dengan startegi DOTS telah
2
diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995. Pada tahun 1992 World Health
Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency.
Dalam laporan WHO tahun 2013 :
Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta
orang diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari
pasien tersebut berada di wilayah Afrika.
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita
TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia.
Separuh dari orang dengan HIV positif yang meninggal dunia karena TB tahun
2012 adalah wanita.
Kematian anak (dengan status HIV negatif) yang menderita TB mencapai
74.000 kematian/tahun, atau sekitar 8% dari total kematian yang disebabkan
oleh TB.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun).3
2.3 Etiologi
Kuman Penyebab TB
3
Dapat bersifat dormant (”tidur” / tidak berkembang).4
4
Tabel 1. Perjalanan Alamiah TB
Dikutip (4)
5
Gambar 1. Faktor Risiko Kejadian TB
Dikutip (4)
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO
dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5
komponen kunci, yaitu:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin
mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.3
6
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas
diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai
penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya
pencegahan penularan TB.3
Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai
TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus
dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita
TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien
TB paru.3
7
2) Pasien yang pernah diobati TB:
Adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih
(≥dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir, yaitu:
• Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena
reinfeksi).
• Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi
ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus
berobat/default).
• Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.3
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional). 3
8
Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui : adalah pasien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat didiagnosis TB ditetapkan.
Catatan :
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien, pasien
harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV terakhir. 3
Dikutip (1)
9
2.9 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya. 1
Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik
(atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
batuk ≥ 3 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
2. Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis
ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.1
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis
tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga
pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa,
10
terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran
kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”. 1
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). 1
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan
lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan.
11
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). 1
Pemeriksaan Penunjang
12
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi. 1
d. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT
tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen
spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis. Uji dinyatakan
positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari
empat garis antigen pada membran. Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa
dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis. 1
3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik.
M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2
yang akan dideteksi growth index-nya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi
salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis. 1
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan.
Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai
keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu
respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi
tingkat penyembuhan penderita. Kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/
13
daya tahan tubuh penderita, yaitu dalam keadaan supresi atau tidak. LED dan
limfosit kurang spesifik. 1
7. Uji tuberkulin
Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji
tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, terutama pada orang
dewasa. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada
malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif
jika diulang 1 bulan kemudian. 1
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud :
Tahap awal (2-3 bulan)
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pegaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit,
daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
Tahap lanjutan (4 atau 7 bulan)
Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh
sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
15
Tabel 3. Kisaran Dosis Obat Lini Pertama
Dikutip (3)
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau
4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti
mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.3
16
Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
Pasien TB paru terdiagnosis klinis
Pasien TB ekstra paru.3
17
Tabel 7. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2
Dikutip (3)
Catatan:
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
• Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan.
• Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien
baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
• OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan
pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.3
1) Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali golongan Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin
karena dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent ototoxic) dan dapat
menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting
artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan
terhindar dari kemungkinan tertular TB.
Pemberian Piridoksin 50 mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang
mendapatkan pengobatan TB, sedangkan pemberian vitamin K 10mg/hari juga
dianjurkan apabila Rifampisin digunakan pada trimester 3 kehamilan menjelang
partus.3
18
2) Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Pemberian
OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB
kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus
diberikan ASI. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut
sesuai dengan berat badannya.3
19
5) Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal
Paduan OAT yang dianjurkan adalah pada pasien TB dengan gagal ginjal
atau gangguan fungsi ginjal yang berat: 2 HRZE/4 HR.
H dan R diekskresi melalui empedu sehingga tidak perlu dilakukan
perubahan dosis. Dosis Z dan E harus disesuaikan karena diekskresi melalui ginjal.
Dosis pemberian 3 x /minggu bagi Z : 25 mg/kg BB dan E : 15 mg/kg BB. Pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal ginjal, perlu diberikan tambahan
Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah terjadinya neuropati perifer. Hindari penggunaan
Streptomisin dan apabila harus diberikan, dosis yang digunakan: 15 mg/kgBB, 2 atau
3 x /minggu dengan maksimum dosis 1 gr untuk setiap kali pemberian dan kadar
dalam darah harus selalu dipantau.
Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB khususnya
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Secara umum, risiko untuk mengalami
efek samping obat pada pengobatan pasien TB dengan gagal kronis lebih besar
dibanding pada pasien TB dengan fungsi ginjal yang masih normal. Kerjasama
dengan dokter yang ahli dalam penatalaksanaan pasien dengan gangguan fungsi ginjal
sangat diperlukan.
7) TB Milier
a. Rawat inap
b. Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
c. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi dan
evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
d. Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
i. Tanda / gejala meningitis
ii. Sesak napas
iii. Tanda / gejala toksik
20
iv. Demam tinggi
8) Efusi Pleura TB
a) Paduan obat: 2RHZE/4RH.
b) Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan
dapat diberikan kortikosteroid
c) Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM.
d) Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan
21
9) Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan
jiwa pasien seperti:
a) Meningitis TB dengan gangguan kesadaran dan dampak neurologis
b) TB milier dengan atau tanpa meningitis
c) Efusi pleura dengan gangguan pernafasan berat atau efusi pericardial
d) Laringitis dengan obstruksi saluran nafas bagian atas, TB saluran kencing (untuk
mencegah penyempitan ureter ), pembesaran kelenjar getah bening dengan
penekanan pada bronkus atau pembuluh darah.
e) Hipersensitivitas berat terhadap OAT.
f) IRIS ( Immune Response Inflammatory Syndrome )
Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan ringannya
keluhan serta respon klinis.
Predinisolon (per oral):
• Anak: 2 mg / kg BB, sekali sehari pada pagi hari
• Dewasa: 30 – 60 mg, sekali sehari pada pagi hari
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis harus
diturunkan secara bertahap (tappering off).
22
uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif,
hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif
merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan. Setelah
pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah
masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai
pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami
konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya
dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga
seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali
pada akhir pengobatan.3
23
Efek samping OAT dan penatalaksanaannya
24
Pengobatan Suportif / Simptomatik
b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan
indikasi rawat
Terapi Pembedahan
lndikasi operasi :
1. Indikasi mutlak
a. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif
b. Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
25
c. Sisa kaviti yang menetap.
Definisi :
Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH
dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis
dibagi menjadi :
• Resistensi primer ialah apabila penderita sebelumnya tidak pernah mendapat
pengobatan TB
• Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah penderitanya sudah
pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
• Resistensi sekunder ialah apabila penderita telah punya riwayat pengobatan
sebelumnya.1
Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada
penderita TB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70% –90% dalam waktu
hanya 4 sampai 16 minggu. “WHO Report on Tuberculosis Epidemic 1995”
menyatakan bahwa resitensi ganda kini menyebar di berbagai belahan dunia. Lebih
dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang resisten
terhadap beberapa obat anti tuberkulosis khususnya rifampisin dan INH, serta
kemungkinan pula ditambah obat antituberkulosis yang lainnya. TB paru kronik
sering disebabkan oleh MDR. 1
26
• Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan
mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian
seterusnya
• Fenomena “addition syndrome”, yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu
paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena
kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan”
(addition) satu macam obat hanya akan menambah panjang nya daftar obat
yang resisten
• Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik, sehingga mengganggu bioavailabiliti obat
• Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah
kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan
• Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan
kebosanan
• Pengetahuan penderita kurang tentang penyakit TB
• Belum menggunakan strategi DOTS
• Kasus MDR-TB rujuk ke ahli paru. 1
27
Tabel 11. Obat yang digunakan untuk pengobatan TBMDR
Dikutip (3)
1) Persyaratan PMO
a) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
28
c) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
29
DAFTAR PUSTAKA
30