TINJAUAN PUSTAKA
15
- Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun labpratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis
- TB anak yang didiagnosis dengan sistem skoring.
16
Kondisi imonosupresif
Koinfeksi HIV adalah faktor risiko imunosupresif yang sangat meningkatkan
perkembangan TB paru. HIV meningkatkan reaktivasi infeksi laten dan mempercepat
progresivitas infeksi primer TB. Sebaliknya, adanya TB paru pada penderita HIV
meningkatkan progresifitas terjadinya kerusakan paru dan meningkatkan angka
mortalitas. 4
Malnutrisi
Beberapa studi menyatakan bahwa kekurangan nutrisi mikro ataupun makro
meningkatkan terjadinya TB paru karena ketidakseimbangan respon imun. Selain itu,
TB sendiri menimbukan gejala anorexia sehingga akan memperparah terjadinya
malnutrisi. 4
Usia muda
Anak-anak menjadi faktor risiko tinggi terjadinya TB paru. Sebagian besar anak
dibawah 2 tahun yang menderita TB paru, ditularkan oleh orang yang tinggal dalam
satu rumah. Sedangkan, anak diatass 2 tahun biasanya tertular dari masyarakat.
Apabila terjadi TB pada bayi, hal ini akan meningkatkan angka mortalitas. 4
Petugas kesehatan
Petugas kesehatan memiliki risiko paparan penderita TB paru yang sangat tinggi.
Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa 55% petugass kesehatan menderita TB
paru fase laten. 4
Sosial ekonomi dan Tingkah laku
Dalam suatu penelitian menyatakan bahwa ada perbandingan yang bermakna pada
pasien TB yang merokok dan yang tidak menorok. Merokok menjadi salah satu faktor
risiko karena terjadinya gangguan mucosal clearance, penurunan daya fagositik
makrofag pada alveolar, dan ketidakseimbangan respon imun. Alkohol juga dapat
mengganggu respon imun sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya TB paru. 4
17
Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada jaringan parenkim (jaringan) paru. TB
Milier dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada parenkim paru. Pasien yang
menderita TB paru sekaligus TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai TB paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya
pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
klinis dan diupayakan berdasarkan penemuan Mycobakterium tuberculosis. Apabila
TB ekstra paru terjadi pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra
paru pada organ yang menunjukkan gambaran TB yang terberat.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (< 28 dosis ).
b. Pasien yang pernah diobati TB
Pasien TB yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ 28
dosis), yaitu:
Pasien kambuh
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini
didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik
karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi)
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up)
Adalah penderita yang pernah diobati dan dinyatakan lost-to follow up
Pasien yang diobati kembali setelah gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
Lain-lain
Adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan sebelumnya
tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
18
Pengelompokan pasien berdasarkan uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT, yaitu:
a. Mono resistan (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OA lini pertama saja
b. Poli resistan (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
kombinasi Isoniazid (H) dan Rifampisisn (R) secara bersamaan
c. Multidrug resistan (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisisn (R)
secara bersamaan dengan atau tanpa lini OAT pertama yang lain
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga resisten terhadap
salah satu OAT golongan flurokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua
jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin)
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat)
atau metode fenotip (konvensional)
4. Status HIV
a. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) merupakan pasien TB
dengan hasil test HIV positif sebelumnya (sedang mendapatkan ART) atau positif saat
didiagnosis TB.
b. Pasien TB dengan HIV negatif merupakan pasien TB dengan hasil tes negatif
sebelumnya atau hasil test negatif pada saat didiagnosis TB.
c. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui merupakan pasien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan. Apabila pada pemeriksaan
selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien, harus disesuaikan kembali
klarifikasinya berdasarkan hasil tes HIV terakhir.
19
1 Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
3 Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis,
yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti
yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran
ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan : sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau meninggal.
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.1
b. Tuberkulosis Post-Primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-
primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang
bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem
kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer
dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior
maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil.
Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :1
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
20
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga
sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan
kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas
Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity,
atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.Kemungkinan
berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti
bintang (stellate shaped).
21
3.7 Diagnosis Tuberkulosis Paru
Diagnosis Tuberkulosis paru dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis perlu dilakukan secara teliti dengan menanyakan riwayat
penyakit sekarang, riwayat paparan tuberkulosis, dan pengobatan yang pernah dijalani.
Dalam pemeriksaan fisik tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis
tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura.
Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis adalah: 1,2,3,5
1. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3
hari berturut-turut yaitu sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan), dahak pagi
(keesokan harinya), sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi). lnterpretasi hasil
pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila 2 kali positif, 1 kali negatif
berarti Mikroskopik positif. Apabila 1 kali positif, 2 kali negatif lakukan pemeriksaan
ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif disebut mikroskopik positif.
Dan apabila 3 kali negatif disebut mikroskopik negatif.1,2
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain
atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :1
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
22
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif apabila ditemukan fibrotik pada
segmen apikal dan atau posterior lobus atas, kalsifikasi atau fibrotik, kompleks ranke,
Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura.1
Luluh Paru (Destroyed Lung ) adalah :1
Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari
atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi
atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA dahak negatif):1
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga
kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti
Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
4. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial
lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura,
biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi
aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru.
Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru
atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan.1
5. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini
sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
23
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderita ,
yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju
endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.1
6. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tuberculosis
terhadap OAT. Untuk memperluas akses terhadap penemuan pasien TB dengan resistensi
OAT, Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan
(laboratorium dan RS) di seluruh provinsi.2
24
25
3.8 Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan dengan
lama pengobatan 6-8 bulan. Pengobatan intensif dimaksudkan untuk secara efektif
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua passien baru harus diberikan selama 2
bulan. Pada umumnya, dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama dua minggu. Pengobatan fase
lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuhan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.2,3
Berdasarkan rekomendasi WHO dan ISTC, panduan OAT yang digunakan oleh
Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:2
1. Kategori 1
Panduan OAT kategori 1 dengan melaksanakan 2(HRZE)/4(HR)3. Panduan ini
diberikan pada pasien baru sebagai berikut: pasien TB paru terkonfirmasi
bakteriologis; pasien TB paru terdiagnosis klinis; pasien TB ekstra paru.
Tabel 1. OAT Kategori 1 (KDT)
2. Kategori 2
Panduan OAT kategori 2 yaitu 2(HRZE)S/HRZE/5(HR)3E3). Panduan OAT ini
diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan
26
ulang) yaitu: pasien kambuh; passien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT
kategori 1 sebelumnya; pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up).
Tabel 3. OAT Kategori 2 (KDT)
27
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih
baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan
TB. Laju endap darah tidak digunakan dalam pemantauan pengobatan karena kurang spesifik
untuk TB. Pemeriksaan dahak secara mikroskopik dilakukan dengan dua contoh uji dahak
(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua contoh uji dahak
tersebut negatif. Apabila salah satu dari uji dahak tersebut positif, maka pemeriksaan ulang
dahak tersebut dikatakan positif. Setelah mendapatkan pengobatan intensif TB, semua pasien
harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak
mengalami konversi), tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan dahak ulang, baik itu hasilnya
negatif ataupun positif. Pemeriksaan ulang dahak dilakukan kembali pada bulan ke 5. Apabila
hasilnya negatif pengobatan dapat dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan
dilakukan pemeriksaan dahak ulang pada akhir pengobatan. Apabila pada bulan ke 5 hasil
pemeriksaan dahak ulang positif pengobatan dinyatakan gagal atau pasien dinyatakan terduga
TB Multi Drugs Resistant (MDR). Lakukan pemeriksaan uji sensitivitas obat atau rujuk ke
RS Pusat Rujukan TB MDR. Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan panduan OAT
kategori 1), apabila belum bisa dilakukan uji sensitivitas obat atau dirujuk ke Pusat Rujukan
TB MDR berikan pengobatan panduan OAT ketegori 2. Sedangkan, pada pasien TB
pengobatan ulang harus diusahakan semaksimal mungkin untuk melakukan pemeriksaan uji
sensitivitas obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR.1,2,6
Hasil pengobatan TB dapat diklasifikasikan menjadi:1
a. Sembuh
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis negatif pada akhir pengobatan
atau salah satu pemeriksaan sebelumnya.
b. Pengobatan lengkap
Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah
satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif, namun tanpa ada bukti
hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
c. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahak tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja apabila selama
pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan addanya resistensi OAT.
28
d. Putus berobat (loss to follow- up)
Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya terputus
selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
e. Tidak dievaluasi
Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam kriteria
ini adalah “pasien pindah/transfer out” ke kabupaten/ kota lain yang hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.
f. Meninggal
Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam
pengobatan.
Salah satu tujuan pengobatan TB adalah menyembuhkan pasien TB baru tanpa
memicu timbulnya resistensi obat. Untuk tercapainya hal tersebut, sangat penting dipastikan
bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran dengan cara pengawasan
langsung dari Pengawas Minum Obat (PMO). Pilihan tempat pemberian obat sebaiknya
disepakati dengan passien agar dapat memberikan kenyamanan. Pasien bisa memilih fasilitas
kesehatan terdekat dengan kediaman pasien, atau PMO datang berkunjung ke rumah pasien.
Walapun telah mendapatkan pengobatan TB, akan tetapi masih memungkinkan untuk
mengalami komplikasi TB yaitu fibrosis, bronkiektasis, Crhonic Obstructive Pulmonary
Disease, dan bahkan dapat menjadi faktor risiko terjadinya kanker paru.
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
a Tuberkulosis paru adalah infeksi yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan dari TB
paru adalah paparan droplet langsung dari penderita TB.
b Tuberkulosis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi penyakit, riwayat
pengobatan sebelumnya, hasil pemeriksaan uji kepekaan obat, dan status HIV
c Diagnosis Tuberkulosis paru dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis harus digali gejala, riwayat paparan dengan
penderita TB, dan riwayat pengobatan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan
addalah pemeriksaan bakteriologis, radiologi, histopatologi jaringan, uji kepekaan obat,
dan pemeriksaan darah.
d Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan
dengan lama pengobatan 6-8bulan. OAT dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori 1
(2HRZE/4HR3) dan kategori 2 (2HRZES/HRZE/5HR3E3).
30
DAFTAR PUSTAKA
31