Anda di halaman 1dari 37

1

RESPONSI PULMONOLOGY

PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DENGAN PNEUMONIA

Oleh :

Aditya Satriya Nugraha

0810710001

Devi Taurina

0810710106

Nastiti Ayu Perdani

0810710085

Adeline Santoso

0810713001

Rivo Yudinata Brian

0810710099

Pembimbing :
dr. Teguh Rahayu Sartono, SpP (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD SAIFUL ANWAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah


kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health
Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global
Emergency . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta
kasus baru tuberkulosis pada tahun 2009, lima negara dengan insidens kasus
terbanyak yaitu India, (1.6-2.4 juta). China (1.1-1.5 juta), Afrika Selatan (1.2-1.8
juta) (PDPI,2006)
Di Indonesia, TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan
sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5; menyerang
sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah.
Walau upaya memberantas TB telah dilakukan, tetapi angka insiden maupun
prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun. Dengan bertambahnya
penduduk, bertambah pula jumlah penderita TB paru, dan kini Indonesia adalah
negara peringkat ketiga terbanyak di dunia dalam jumlah penderita tuberkulosis
paru. Denagn meningkatnya infeksi HIV/AIDS di Indonesia, penderita TB akan
meningkat pula. Karena diperkirakan seperempat penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis, pada tahun 1993 WHO merencanakan tuberkulosis sebagai
kedaruratan global. (Djojodibroto, 2009)
Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit
tuberkulosis,

sedangkan

20%

selebihnya

merupakan

tuberkulosis

ekstrapulmonar. (Djojodibroto, 2009)


Pneumonia merupakan

penyakit

yang paling

sering menimbulkan kesakitan dankematian serta kerugian produktivitas kerja.


1
Pneumonia merupakan masalah kesehatan didunia, tidak hanya di
negara berkembang tetapi juga di negara maju.
1,2
Data dari SEAMIC

Health Statistic
2001

menunjukkan

bahwa

influenza

dan

pneumonia

merupakan

penyebabkematian nomor 6 di Indonesia.


3
Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri, yang jenisnya berbeda
pada masing-masing tempat. Oleh karena itu perlu diketahui dengan baik pola
kuman di suatu tempat.
1,4,5
Pengobatan

pneumonia

ditujukan

kepada

pemberantasan

mikroorganisme penyebabnya yaitu dengan antibiotik.


6
Streptococcus pneumonia
merupakan penyebabyang paling sering dan umumnya berespon dengan
baik terhadap pemberian penisilin, jika penyebabnya adalah virus, masih
dimungkinkan adanya keterlibatan infeksi sekunder oleh bakteri
3,7,8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Epidemiologi
Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009, adalah :
Insidens kasus

: 9.4 juta (8.9 9.9 juta)

Prevalens kasus

: 14 juta (12-16 juta)

Kasus meninggal (HIV negatif)

: 1.3 juta (1.2 1.5 juta)

Kasus meninggal (HIV positif)

: 0.38 juta (0.32-0.45 juta)

Jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia Tenggara (35%), Afrika


(30%) dan regio Pasifik Barat (20%). Sebanyak 11-13% kasus TB adalah
HIV positif, dan 80% kasus TB-HIV berasal dari regio Afrika. Pada tahun
2009, diperkirakan kasus TB multidrug-resistant (MDR) sebanyak
250.000 kasus (230.000-270.000 kasus), tetapi hanya 12% atau 30.000
kasus yang sudah terkonfirmasi. Dari hasil data WHO tahun 2009, lima

negara dengan insidens kasus terbanyak yaitu India (1.6-2.4 juta). China
(1.1-1.5 juta), Afrika Selatan (0.4-0.59 juta),

(0.37-0.55 juta) dan

Indonesia (0.35-0.52 juta). India menyumbangkan kira-kira seperlima dari


seluruh jumlah kasus di dunia (21%).
HIV dan TB merupakan kombinasi penyakit mematikan. HIV akan
melemahkan sistem imun. Apabila seseorang dengan HIV positif
kemudian terinfeksi kuman TB, maka akan berisiko untuk sakit TB lebih
besar dibanding dengan HIV negatif. Tuberkulosis merupakan penyebab
kematian utama pada penderita HIV. Di Afrika, HIV merupakan satusatunya faktor utama yang menyebabkan peningkatan inseiden TB sejak
tahun 1990.
Diharapkan proporsi kasus TB yang terdeteksi dan pengobatan dengan
DOTS meningkat. Di Indonesia, pada tahun 2010 target indikator case
detection rate (CDR) sebesar 73% dengan capaian 73.02% dan target
angka keberhasilan pengobatan atau success rate (SR) 88% sedangkan
pencapaian adalah 89.3%. Untuk tahun 2014, target CDR dan SR adalah
masing-masing sebesar 90% dan 88%. Target stop TB partnership pada
tahun

2015

yaitu

mengurangi

rerata

prevalens

dan

kematian

dibandingkan pada tahun 1990. Pada tahun 2050 targetnya adalah


mengurangi insiden global kasus TB aktif menjadi kurang dari 1 kasus per
satu juta populasi per tahun.
2.2

Definisi
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex yang diidentifikasi dari spesimen


klinik (jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok, dll) dan kultur. Pada negara
dengan keterbatasan kapasitas laboratorium dalam mengidentifikasi M.
Tuberculosis maka kasus TB paru dapat ditegakkan apabila ditemukan
satu atau lebih dahak BTA positif. Atau seorang pasien yang setelah
dilakuakn pemeriksaan penunjang untuk TB sehingga didiagnosis TB oleh
dokter maupun petugas kesehatan dan diobati dengan panduan dan lama
pengobatan yang lengkap.
2.3

Klasifikasi
Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan :
1. Letak anatomi penyakit

Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.


Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya
yang terletak dalam paru.
TB ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru
seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau
hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan
selaput otak.
2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi
Tuberkulosis paru BTA positif, apabila :
-

Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan


dahak

menunjukkan

hasil

positif

pada

laboratorium

yang

memenuhi syarat quality external assurance (EQA). Sebaiknya


satu kali pemeriksaan dahak tersebut berasal dari dahak pagi hari.
Saat ini Indonesia sudah memiliki beberapa laboratorium yang
memenuhi syarat EQA.
-

Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium


dengan syarat EQA, maka TB paru BTA positif adalah :

Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau

Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil


pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang
ditetapkan oleh klinisi, atau

Satu hasil pemeriksaan dahak BTA postif ditambah hasil kultur


M. Tuberculosis positif.

Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila :

Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif.


~ Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada
laboratorium yang memenuhi syarat EQA.
~ Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan
dahak BTA negatif untuk memastikan diagnosis terutama pada
daerah dengan prevalens HIV >1% atau pasien TB dengan
kehamilan 5%.
ATAU

Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah


yang belum memiliki fasilitas kultur M. tuberculosis

Memenuhi kriteria sebagai berikut :

~ Hasil foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan


disertai salah satu di bawah ini:
~ Hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium
sesuai HIV, atau
~ Jika HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui atau
prevalens HIV rendah), tidak menunjukkan perbaikan setelah
pemeberian antibiotik spektrum luas (kecuali antibiotik yang
mempunyai

efek

anti

TB

seperti

fluorokuinolon

dan

aminoglikosida).
-

Kasus bekas TB :

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)


dan gambaran radiologi paru menjunjukkan lesi TB yang tidak
aktif , atau foto serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran
yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih
mendukung.

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah


mendapat pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto toraks
ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.

3. Riwayat pengobatan sebelumnya


Riwayat pengobatan sangat penting diketahui untuk melihat risiko
resistensi obat atau MDR. Pada kelompok ini perlu dilakukan
pemeriksaan kultur dan uji kepekaan OAT.
Pasien Baru : pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB sebelumnya atau sudah mendapatkan OAT kurang dari satu
bulan. Pasien dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan
lokasi anatomi penyakit dimanapun.
Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya : pasien yang sudah
pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal selama
satu bulan, dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi
anatomi penyakit di manapun.
4. Status HIV pasien
Status HIV pasien merupakan hal yang penting untuk keputusan
pengobatan. Akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan TB HIV.

2.3

Patofisiologi Tuberkulosis
2.3.1 Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya, Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus

yang

tersumbat

ini

ke

lobus

yang

atelektasis

dan

menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang


dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan

cukup

gawat

seperti

tuberkulosis

milier,

meningitis

tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat


menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,

ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan


penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
-

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan


terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau

Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis


primer.

(PDPI, 2006)
2.3.2 Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior
maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni
kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan

penyebukan

jaringan

fibrosis.

Selanjutnya

akan

terjadi

pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang


tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju
dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
-

meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang


pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan
di atas.

memadat

dan

membungkus

diri

(enkapsulasi),

dan

disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi


mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.

bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

2.4

Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
-

batuk > 2 minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
-

Demam.

Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu


Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat
dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan
terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala
sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat
cairan.
2.5

Diagnosis

A. Bahan Pemeriksasan
Pemeriksaan

bakteriologi

untuk

menemukan

kuman

tuberkulosis

mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

Bahan

10

untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH)
B. Cara Pengumpulan dan Pengiriman Bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
-

Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Pagi ( keesokan harinya )

Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.


Bahan

pemeriksaan/spesimen

yang

berbentuk

cairan

dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm


atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat
dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji
resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah
tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat
pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui
jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
-

Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat


bagian tengahnya

Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah


dari kertas saring sebanyak + 1 ml

Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak

Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang


aman, misal di dalam dus

Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil

11

Kantong

plastik

kemudian

ditutup

rapat

(kedap

udara)

dengan

melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi


-

Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan


dahak

Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat


laboratorium.

C. Cara Pemeriksaan Dahak dan Bahan Lain


Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara:
- Mikroskopik
- Biakan
C.1 Pemeriksaan Mikroskopik:
Mikroskopik biasa

: pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens

: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

screening).
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
-

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian

bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif

bila 3 kali negatif BTA negatif

Interpretasi

pemeriksaan

mikroskopis

dibaca

dengan

skala

IUATLD

(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis


and Lung Disease) :
-

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

C.2 Pemeriksaan Biakan Kuman

12

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah


dengan cara :
-

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

Agar base media : Middle brook


Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan

dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other


than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa
cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid,
uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide

serta melihat

pigmen yang timbul


C.3 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:
foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
-

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas


paru dan segmen superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura


Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan

dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :


-

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak
di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus
spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta
tidak dijumpai kaviti

Lesi luas, Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Pada foto paru pasien nonimmunocompromised selalu dapat ditemukan


abnormalitas, tetapi pada 10-15% pasien penderita HIV dapat saja tidak

13

ditemukan tanda-tanda abnormal. Kelainan pada foto paru penderita tuberkulosis


primer berbeda dengan tuberkulosis pasca primer.
Gambaran foto paru pada penderita TB paru aktif yang menderita HIV sering
bersifat atipikal, biasanya seperti gambaran infeksi primer, yaitu terdapat
limfadenopati hilar dan mediastinal dengan atau tanpa infiltrat parenkimal.
Dilaporkan bahwa pada tuberkulosis paru, 80% penderita seropositif HIV
menunjukkan foto paru sesuai dengan tuberkulosis primer, sedangkan untuk
penderita seronegatif HIV ditemukan pada 30%. Laporan juga menunjukkan
kavitas ditemukan pada 67% penderita TB tanpa AIDS, sedangkan pada
penderita TB disertai AIDS tidak ditemukan adanya kavitas. Adenopati ditemukan
pada 59% penderita AIDS, dan hanya pada 3% penderita nonaktif yang
didiagnosis sebagai AFB sputum positif pada preparat apusan maupun kultur.
Efusi pleura ditemukan pada 7-12% penderitaTB paru yang positif HIV, tetapi
perbedaannya tidak signifikan dibandingkan dengan yang non-HIV.
C.4 Pemeriksaan Khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
-

Pemeriksaan BACTEC

Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:


o

Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

ICT

Mycodot

Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji serologi yang baru / IgG TB

C.5 Pemeriksaan Penunjang lain


1. Analisis Cairan Pleura
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi.
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
o

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening


(KGB)

14

Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram,


Cope dan Veen Silverman)

Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan


bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru
terbuka).

Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu

sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke


laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua
difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
4. Uji tuberculin
(PDPI, 2006)
2.6 Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
-

INH

Rifampisin

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)


-

Kanamisin

Amikasin

Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat. Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

15

Kapreomisin

Sikloserino

PAS (dulu tersedia)

Derivat rifampisin dan INH

Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan
-

Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH,


rifampisin, pirazinamid dan etambutol.

Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC), kombinasi


dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang


dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih
termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.Pada kasus yang mendapat
obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus
dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu
menanganinya.

2.7 Evaluasi
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping
obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
a. Evaluasi klinik
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya
setiap 1 bulan. Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit. Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat
badan, pemeriksaan fisis.
b. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
Tujuan evaluasi bakteriologik adalah untuk mendeteksi ada tidaknya konversi
dahak. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik :
-

Sebelum pengobatan dimulai

Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

Pada akhir pengobatan

16

Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
c. Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
-

Sebelum pengobatan

Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan


kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

Pada akhir pengobatan

d. Evaluasi efek samping secara klinik


Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap. Fungsi hati;

SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum,

kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta
atau efek samping pengobatan. Asam urat diperiksa bila menggunakan
pirazinamid. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
(bila ada keluhan). Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji
keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan). Pada anak dan dewasa muda
umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.

Yang paling penting

adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi
klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman
e. Evalusi keteraturan berobat
Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
diminum / tidaknya obat tersebut.

Dalam hal ini maka sangat penting

penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat.


Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan
lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah
resistensi.
2.8 Kriteria Sembuh
Pasien TB dinyatakan sembuh jika:
-

BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat

Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan

Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

17

2.9 Evaluasi Pasien yang Telah Sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak
dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila
ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan
setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh). (Murray & Nadel's
Textbook of Respiratory Medicine, 4th ed, 2005).
2.10 PNEUMONIA
2.10.1 KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia

nosokomial

(hospital-acqiured

pneumonia

nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian
ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang
yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia

jamur

sering

merupakan

infeksi

sekunder.

Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah


(immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang
pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu
lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh
obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau
proses keganasan

18

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat


pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun
virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan
dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1

3.2

Identitas Pasien
Nama

: Ny. E M

Jenis kelamin

: Wanita

Umur

: 54 tahun

Tanggal lahir

: 8 Agustus 1958

Alamat

: Jl. Kol. Sugiono IV/21 RT4/RW1 Sukun Malang

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Suku

: Jawa

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Islam

Status kawin

: Janda

No RM

: 11100365

Anamnesis
Keluhan utama : Sesak nafas

19

Pasien datang ke IGD RSSA dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari
SMRS. Sesak tidak berhubungan dengan aktivitas. Sesak dirasakan setelah
pasien terbangun dari tidur. Pasien tidak mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Tidak ada keluhan kaki bengkak sebelumnya. Pasien tidur
menggunakan 1 bantal.
Pasien mengeluhkan batuk berdahak bewarna kuning sejak 2 bulan yang
lalu. Tidak ada keluhan batuk berdarah, dan nyeri dada. Keringat malam (+)
tanpa aktivitas. Pasien mengeluhkan penurunan nafsu makan 1 bulan ini.
Pasien juga mengalami penurunan berat badan 13 kg dalam 6 bulan terakhir.
Pasien juga mengeluhkan demam sumer-sumer sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat
kontak pasien : adik pasien menderita TB (+).
Pasien terdiagnosis TB sejak tahun 2011 di Puskesmas Sukun, diperiksa
dahak hasil positif, foto dada (+), dan diberi obat TB selama 6 bulan. Dilakukan
pengobatan, diperiksa dahak dan CXR ulang, hasil negatif kemudian dinyatakan
sembuh.
Pasien berobat 3 hari yang lalu di Poli Paru RST. Soepraoen diperiksa dahak
dan darah dikatakan TB kambuh dan dirujuk ke RSSA.
Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi maupun diabetes mellitus.
Pasien merupakan Ibu Rumah Tangga, mempunyai 3 orang anak yang sudah
dewasa.
3.3

Pemeriksaan Fisik
Kesan umum

: Tampak sakit sedang

GCS

: 456

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 130x/menit

Laju pernafasan

: 28x/menit

Temperatur axilla

: 38,0o C

Kepala/Leher

: anemic -/-, icteric -/JVP R+ 0 cm H2O

Thorax

: C/ ictus invisible and palpable at ICS V, 2 cm


lateral MCL S.
LHM = ICS V MCL S, RHM = SL D
S1S2 single regular
Murmur (-) , gallop (-)

20

P/ statis D=S, dinamis D=S


s s

bv bv

Rh + +

Wh - -

s s

bv bv

++

ss

v v

- -

--

Abdomen

: Flat, soefl, BU (+) N, liver span 8cm, troube space


dullness, shifting dullness (-)

Ekstremitas

3.4

: Edema - /-

Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Hb

: 6.70 g/dL

Leukosit

: 2.83 x 103/L

Trombosit

:19.04 x 103/L

Hematokrit

: 21.80 %

Eritrosit

: 436 x 106/ mm3

Hitung Jenis
Eosinofil

: 0.3 %

Basofil

: 0.2%

Neutrofil

: 84.6%

Limfosit

: 7.4%

Monosit

: 7.5%

Faal Hati
AST/SGOT

: 48

ALT/SGPT

: 13

Metabolisme Karbohidrat
Gula Darah Sewaktu 202

21

Faal Ginjal
Ureum

: 34.50 mg/dl

Creatiin

: 1.06 mg/dl

Blood Gas Analysis


PH

: 7.25

pCO2

: 33.9 mmHg

pO2

: 104.4 mmHg

HCO3

: 19.3

BE

: -6,3

Saturasi O2

: 92.2 %

Elektrolit
Na

: 137 mmol/L

: 3.69 mmol/L

Cl

: 103 mmol/L

Urinalisis

22

Warna

: Kuning

PH

: 6.0

Berat Jenis

: 1.025

Glukosa

: Negatif

Protein

: +1

Keton

: Negatif

Bilrubin

: Negatif

Urobilinogen : Negatif

3.5

Nitrit

: Positif

Leukosit

: 3+

Darah

: 1+

Pemeriksaan Penunjang

CXR 12 Maret 2013

AP
simetric

position,

23

Soft tissue : thin


Bone : dextra dan sinistra normal, ICS normal
Trakea : tertarik ke kiri
Hillus : tertutup infiltrat
Cor : letak : terdorong ke kiri, CTR<50%, shape normal
Hemidiafragma : dextra, tertutup infiltrat

sinistra, tenting, scalloping

Sinus costophrenicus dextra dan sinistra tajam


Pulmo : destra: fibroinfiltrat
: sinistra : fibroinfiltrat
air brochogram (+), multiple cavities 0.4-1cm
Kesimpulan : Pneumonia
TB paru far advanced lesion
PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD
Anamnesa
Keluhan utama : Sesak nafas
Pasien datang ke IGD

Pemeriksaan Fisik
Kesan umum
sakit sedang

RSSA dengan keluhan sesak

GCS

nafas sesak nafas sejak 1 hari

456

SMRS.

Tekanan darah

Sesak

tidak

berhubungan dengan aktivitas.

mmHg

Sesak

Nadi

dirasakan

setelah

: Tampak

110/80

: 130x/menit

Laju pernafasan : 28x/menit

Pasien

Temperatur axilla

keluhan

mengalami

yang

sebelumnya.
keluhan

sama

Tidak
kaki

sebelumnya.

ada

bengkak

Pasien

tidur

menggunakan 1 bantal.
Pasien
batuk

berdahak

: 38.0C

Kepala/Leher:

bewarna

: 6.70 g/dL

Leukosit

: 2.83 x 103/L

Trombosit

: 19.04 x 103/L

Hematokrit : 21.80%
Eritrosit

: 436 x 106/ mm3

Hitung Jenis
Eosinofil

: 0.3 %

Basofil

: 0.2%

Neutrofil

: 84.6%

lateral MCL S.

Limfosit

: 7.4%

LHM = ICS V MCL S, RHM =

Monosit

: 7.5%

anemic -/-, icteric -/JVP R+ 0 cm H2O


Thorax

: C/ ictus invisible

and palpable at ICS V, 2 cm

mengeluhkan

Hb
:

pasien terbangun dari tidur.


tidak

Hasil Laboratorium
Hematologi

kuning sejak 2 bulan yang lalu.

SL D

Tidak

batuk

S1S2 single regular

nyeri

dada.

Murmur (-) , gallop (-)

AST/SGOT : 48

(+)

tanpa

P/ statis D>S, dinamis D<S

ALT/SGPT : 13

ada

keluhan

berdarah,

dan

Keringat

malam

ativitas. Pasien mengeluhkan

Faal Hati

24

penurunan nafsu makan 1


bulan

ini.

Pasien

Albumin

:4

juga

s s

mengalami penurunan berat

s s

badan 13 kg dalam 6 bulan

s S

terakhir.

juga

bv bv

Faal Ginjal

mengeluhkan demam sumer-

bv bv

Ureum

: 34.50 mg/dl

sumer sejak 1 bulan yang lalu.

v v

Creatiin

: 1.06 mg/dl

Pasien

Metabolisme Karbohidrat
Gula Darah Sewaktu 202

Riwayat kontak pasien : adik


pasien menderita TB (+).

Wh - - -

Pasien

TB

Rh + +

di

++

Puskesmas Sukun, diperiksa

++

sejak

terdiagnosis

tahun

2011

Blood Gas Analysis

dahak hasil positif, foto dada


(+), dan diberi obat TB selama

Abdomen

(+) N, liver span 8cm, troube

bulan.

Dilakukan

: Flat, soefl, BU

pengobatan, diperiksa dahak

space

dan CXR ulang, hasil negatif

dullness (-)

kemudian dinyatakan sembuh.

Ekstremitas

Pasien

berobat

hari

yang lalu di Poli Paru RST.


Soepraoen
dan

diperiksa

darah

dahak

dikatakan

TB

kambuh dan dirujuk ke RSSA.


Pasien tidak mempunyai
riwayat

hipertensi

maupun

mellitus.

Pasien

diabetes
merupakan

Ibu

Rumah

Tangga, mempunyai 3 orang


anak yang sudah dewasa.

- /-

dullness,

shifting

PH

: 7.25

pCO2

: 33.9 mmHg

pO2

: 104.4 mmHg

HCO3

: 19.3

BE

: -6,3

Saturasi O2 : 92,2 %
:

Edema

Elektrolit
Na : 137 mmol/L
K

: 3.69 mmol/L

Cl : 103 mmol/L
Urinalisis

25

Warna: Kuning
PH : 6.0
Berat Jenis : 1.015
Glukosa

: Negatif

Protein

: +1

Keton

: Negatif

Bilrubin

: Negatif

Urobilinogen: Negatif

Cue & Clue

Problem

Ny.E/ 54 tahun

1. Pneumo

Initial Dx.

List
- Sesak sejak 1
hari SMRS
- Sesak

: Positif

Leukosit

: 3+

Darah

: 1+

Planning Tx.

Planni

- O2 2-4 lpm NC

ng Mo.
GCS

- IVFD NaCl 0.9% 20 tpm

VS

Dx.
1.1 Pneumoni
a CAP
1.2 Pneumoni

Inj

Ceftriaxon

2x1g Subye
ktif

berhubungan

- Inj Ciprofloxacin 2x400mg

BGA

dengan

iv

Thorax

aktivitas

- PO GG 3x1

X-ray

tidur

menggunaka
n satu bantal
- GCS 456
- VS : T: 110/80
-

N: 110x/m

RR:28x/m
P/ statis D=S,
dinamis D=S

a HAP

(skintest)

- Pasien

tidak

nia

Planning

Nitrit

B6/B12 3x1
SF 3x200mg
- Diet TKTP 2100 kkal/hari

26

bv bv
bv bv
bv bv
Wh - - - Rh + +
++
-CXR:

TB

far

advanced

lesion
pneumonia

paru
dan

27

Ny.E/ 54 tahun

2. TB paru 2.1 TB

- Batuk sejak 2

far

bulan yang lalu

advance

-Batuk berdarah

d lesion

Kategori 2

2.2 TB MDR

Sputum - O2 2-4 lpm nc

BTA SPS
-

- IVFD NaCl 0.9% 20tpm

Kultur - OAT Katagori II

VS
Body
weight

sputum

2RHZES/1RHZE/5RHE

Subye

(-).

dengan

Diet TKTP 2100 kkal/hari

ktif

- Nyeri dada (-)

media LJ

-Berkeringat
pada

X-ray

malam

hari (+)
-Demam sumersumer (+)
- Nafsu makan
berkurang

dan

penurunan berat
badan 13 kg
(+)
-

Riwayat

TB

paru (+)
- Riwayat OAT
(+)
- Riwayat kontak
dengan
TB (+)

Thorax

pasien

28

- VS : T: 110/80
-

N: 110x/m
RR:28x/m
Tax:38.0C

CXR : TB paru
far

advanced

lesion

dan

pneumonia

3.6

Follow Up Harian

Tanggal
Subjektif
12 Maret 1. Sesak

Objektif
KU:pasien

2013

tampak

napas (+)
2. Batuk

sakit

Asessment
1. Lung TB BTA (+)

Planning
PDx : Sputum gram,

2. Lung TB active suspect kultur


MDR

sputum

BTA

sps,

berdahak

sedang

(+)

GCS : 456

PTx :

TD:110/80

- O2 2-4 lpm NC

N : 110x

- IVFD NaCl 0.9% 20

RR : 28x/

tpm

unan

Tax:37.0

- Inj Ceftriaxon3x1g iv

nafsu

makan

K/L : a/i -/-

2x400mg

(+)

JVP

- PO GG 3x1

3. Dema
m (+)
4. Penur

3. Pneumonia CAP PS74

sensitivitas,

sputum BTA media LJ,

Inj.

Ciprofloxacin

R+0cmH2

B6/B12 3x1

SF 3x200mg

PKGB (-)

OAT Katagori II

Tho:C/

2RHZES/1RHZE/5RH

Ictus

invisible,

ictus

kkal/hari

palpable
at

ICSV

Diet

TKTP

2100

29

MCL S
S1S2
tunggal,
murmur(-)
P:I:Statis
D=S
Dinamis
D=S
Pal:SF n n
nn
nn
Per: s s
s s
s s
Rh + +
++
- Wh - --Ext : akral
hangat
ed - -13 Maret 1. Sesak KU:pasien

1. Lung TB BTA (+)

2013

2. Lung TB active suspect

napas (+)

tampak

2. Batuk sakit
(+)

sedang

MDR
3. Pneumonia CAP PS74

PDx : DL, SE, GDS


- PTx :
- O2 2-4 lpm NC

3. Pusing GCS : 456

- IVFD NaCl 0.9% 20

(+)

tpm

TD:115/50

4. Nafsu N : 102x

- Inj Ceftriaxon3x1g iv

makan

RR : 28x/

-InjCiprofloxacin

menurun

Tax:37.0

2x400mg

(+)

- PO GG 3x1

30

K/L : a/i -/-

B6/B12 3x1

JVP

SF 3x200mg

R+0cmH2

OAT Katagori II

2RHZES/1RHZE/5RH

PKGB (-)

Tho:C/

Diet

Ictus

kkal/hari

invisible,
ictus
palpable
at

ICSV

MCL S
S1S2
tunggal,
murmur(-)
P:I:Statis
D=S
Dinamis
D=S
Pal:SF n n
nn
nn
Per: s s
s s
s s
Rh + +
++
- Wh - --Ext : akral
hangat
ed - -

TKTP

2100

31

-14 Maret 1. Batuk KU:pasien

1. Lung TB BTA (+)

2013

2. Lung

(+)

tampak

2. Pusing sakit
(+)

TB

suspect MDR

sedang
GCS : 456

3. Pneumonia
PS84

PDx :
active -Tunggu

hasil

BTA

SPS
CAP - Thorax X-Ray
- PTx :

TD:120/70

- O2 2-4 lpm NC

N : 100x

- IVFD NaCl 0.9% 20

RR : 25x/

tpm

Tax:36.5

- Inj Ceftriaxon3x1g iv

-InjCiprofloxacin

K/L : a/i -/-

2x400mg

JVP

- PO GG 3x1

R+0cmH2

B6/B12 3x1

SF 3x200mg

PKGB (-)

OAT Katagori II

Tho:C/

2RHZES/1RHZE/5RH

Ictus

invisible,

ictus

kkal/hari

palpable
at

ICSV

MCL S
S1S2
tunggal,
murmur(-)
P:I:Statis
D=S
Dinamis
D=S
Pal:SF n n
nn
nn
Per: s s
s s

Diet

TKTP

2100

32

s s
Rh + +
++
- Wh - --Ext : akral
hangat
ed - -15 Maret

GCS : 456

1. Lung TB BTA (+)

PDx : tunggu hasil

2013

TD

2. Lung

PTx :

120/70

TB

active

suspect MDR

N : 92x

3. Pneumonia

RR : 23x/

- O2 2-4 lpm NC
CAP - IVFD NaCl 0.9% 20

PS84

tpm

Ext : akral

- Inj Ceftriaxon3x1g iv

hangat,

-InjCiprofloxacin

ed - -

2x400mg

- -

- PO GG 3x1
B6/B12 3x1
SF 3x200mg
OAT Katagori II
2RHZES/1RHZE/5RH
E
-Diet

TKTP

2100

16 Maret

GCS : 456

1. Lung TB BTA (+)

kkal/hari
PDx : tunggu hasil

2013

TD

2. Lung

PTx :

110/70
N : 91x
RR : 21x/

TB

active

suspect MDR
3. Pneumonia
PS84

- O2 2-4 lpm NC
CAP - IVFD NaCl 0.9% 20
tpm

Ext : akral

- Inj Ceftriaxon3x1g iv

hangat,

-InjCiprofloxacin

33

ed - - -

2x400mg
- PO GG 3x1
B6/B12 3x1
SF 3x200mg
OAT Katagori II
2RHZES/1RHZE/5RH
E
-Diet
kkal/hari

TKTP

2100

34

BAB IV
PEMBAHASAN
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah


kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health
Organization

(WHO)

telah

mencanangkan

tuberkulosis

sebagai

Global

Emergency. Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,


pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Penegakan diagnosis TB beserta penanggulangannya
menjadi tantangan bagi tenaga medis saat ini.
Pada pasien yang dilaporkan, dari anamnesa didapatkan bahwa pasien
mengeluhkan sesak sejak satu hari SMRS. Sesak dirasakan setelah pasien
terbangun dari tidur. Pasien tidak mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Tidak ada keluhan kaki bengkak sebelumnya. Pada pasien ini

ada beberapa

kemungkinan penyebab timbulnya sesak yaitu dari masalah cardiogenic atau non
cardiogenic. Masalah non cardiogenic lebih dominan karena dalam anamnesa
pasien tidak mengeluhkan tanda khas pasien gagal jantung, CAD (coronary
arterial disease), dan sebagainya. Salah satu kemungkinan penyeban timbulnya
sesak ini adalah non cardiogenic yaitu pneumonia. Menurut teori disebutkan
bahwa
Pada pemeriksaan

fisik pasien didapatkan pada saat auskultasi

terdengar rhonki diseluruh lapangan tengah atas dan tengah area paru dan tidak
ditemukan wheezing. Selain itu pada paru kanan vesikuler paru menurun. Tanda
klinis ini mendukung pada salah satu gangguan paru yaitu pneumonia. Hal ini
ditunjang ole hasil CXR yang menunjukkan gambaran pneumonia.
Berdasarkan klasifikasi dan epideologisnya, pada pasien ini termasuk
pneumonia komuniti.

35

Pada anamnesa selanjutnya, pasien mengeluhkan batuk berdahak


bewarna kuning sejak 2 bulan yang lalu.. Tidak ada keluhan batuk berdarah, dan
nyeri dada. Keringat malam (+) tanpa melakukan aktivitas. Pasien mengeluhkan
penurunan nafsu makan 1 bulan ini. Pasien juga mengalami penurunan berat
badan 13 kg dalam 6 bulan terakhir. Pasien juga mengeluhkan demam sumersumer sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat kontak pasien : adik pasien menderita TB
(+).
Pasien terdiagnosis TB sejak tahun 2011 di Puskesmas Sukun, diperiksa
dahak hasil positif, foto dada (+), dan diberi obat TB selama 6 bulan. Dilakukan
pengobatan, diperiksa dahak dan CXR ulang, hasil negatif kemudian dinyatakan
sembuh.
Pasien berobat 3 hari yang lalu di Poli Paru RST. Soepraoen diperiksa dahak
dan darah dikatakan TB kambuh dan dirujuk ke RSSA.
Tanda klinis Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Gejala respiratorik meliputi batuk > 2
minggu, batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada. Pada pasien ini ditemukan 2
gejala yaitu batuk >2 minggu dan sesak nafas. Gejala sistemik meliputi demam,
malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun. Gejala sistemik
yang muncul pada pasien ini meliputi penurunan nafsu makan sejak 1 tahun ini
dan penurunan berat badan 4 kg selama 1 bulan terakhir. Penegakan TB juga
ditunjang oleh hasil pemeriksaan CXR yang menunjukkan adanya cavitas dan
fibroinfiltrat.
Pasien ini memiliki riwayat TB dan telah dinyatakan sembuh, tetapi pasien
ini kembali terinfeksi TB. Berdasarkan pembagian kategori obat pasien ini
termasuk pada pasien relaps/kambuh. Regimen obat yang diberikan adalah
RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE.
(PDPI, 2006).

Pasien ini termasuk dalam kategori suspect TB MDR.

Berdasarkan teori, seseorang dikatakan suspect TB MDR jika pasien itu gagal
kategori 1, BTA (+) setelah sisipan kategori 1, gagal kategori 2, BTA (+) setelah
sisipanl kategori 2, terapi non DOTS, drop out, tinggal dekat dengan pasien TB
MDR yang telah dikonfirmasi, TB HIV, dan kasus relaps. Pasien ini termasuk
pada kasus relaps, jadi ada kemungkinan pasien ini tergolong pada TB MDR.
Namun, untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut perlu dilakukan tes resistensi
obat rifampicin dan isoniazid. (PDPI, 2011).

36

Pengawas Minum Obat (PMO) dalam kasus cukup diperlukan untuk


membantu mengwasi ketaatan minum obat pada kasus TB. KIE tentang
keteraturan meminum obat dan efek samping yang terjadi juga perlu dilakukan
agar tidak terjadi kasus putus obat pada pasien ini.
Dengan

pneumonia

PS

74

didapatkan

dari

perempuan+pernapasan

>30+nadi>125x/menit.

BAB V
KESIMPULAN
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex. Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan


berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologi,
radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Berdasarkan gejala klini, pasien
TB dapat didiagnosa melalui dua gejala yaitu, gejala respiratorik dan gejala
sistemik. Gejala respiratorik meliputi batuk > 2

minggu, batuk darah, sesak

nafas, dan nyeri dada. Pada pasien ini ditemukan 2 gejala yaitu batuk >2 minggu
dan sesak nafas. Gejala sistemik meliputi demam, malaise, keringat malam,
anoreksia dan berat badan menurun.
Pada CXR dapat ditemukan
AP position, simetric
Soft tissue : thin
Bone : dextra dan sinistra normal, ICS normal
Trakea : tertarik ke kiri
Hillus : tertutup infiltrat
Cor : letak : terdorong ke kiri, CTR<50%, shape normal
Hemidiafragma : dextra, tertutup infiltrat

sinistra, tenting, scalloping

Sinus costophrenicus dextra dan sinistra tajam


Pulmo : destra: fibroinfiltrat
: sinistra : fibroinfiltrat
air brochogram (+), multiple cavities 0.4-1cm
Kesimpulan : Pneumonia
TB paru far advanced lesion

37

Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai pasien TB paru far advanced
lesion, dan merupakan kasus TB paru katagori II, karena merupakan kasus TB
paru kambuh. Serta diikuti dengan pneumonia PS 74.

DAFTAR PUSTAKA
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi Medicine. Jakarta:EGC
Global Report TB, WHO. 2009. Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian,
Indonesia, 1990 dan 2009
Mason. 2005. Murray & Nadel's Textbook of Respiratory Medicine, 4th ed., An
Imprint of Elsevier
PDPI. 2006. Tuberkulosis:Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.
PDPI. 2011. Tuberkulosis:Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.
PDPI. 2003. Pneumonia:Pedoman Diagnosis & Penatalaksanan Di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai