KEJANG DEMAM
Presentan:
Pendamping:
Pembimbing:
KAB. MADIUN
2017
Objektif Presentasi :
Deskripsi : Pasien anak laki-laki usia 10 bulan dikeluhkan kejang. Kejang sebanyak 1 kali selama
kurang lebih 3 menit. Badan pasien kaku saat kejang. Sebelum kejang pasien sadar, saat
kejang pasien tidak sadar dengan mata melirik keatas, setelah kejang pasien menangis.
Pasien juga dikeluhkan demam sejak 2 hari sebelumnya. Pasien juga mengalami batuk
pilek.
Tujuan : Mengidentifikasi tanda dan gejala, diagnosis dan tata laksana dari kejang demam
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
4. Riwayat keluarga :
Terdapat anggota keluarga lain yang menderita sakit yang sama dengan pasien. Ibu pasien juga
perna mengalami kejang saat demam pada saat masih kecil
5. Riwayat Lingkungan/Sosial :
Di lingkungan rumah pasien tidak ada tetangga yang mengalami keluhan yang sama.
6. Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun makanan.
Hasil Pembelajaran:
Subjektif:
- Pasien anak laki-laki usia 10 bulan dikeluhkan kejang. Kejang sebanyak 1 kali selama
kurang lebih 3 menit. Badan pasien kaku saat kejang. Sebelum kejang pasien sadar,
saat kejang pasien tidak sadar dengan mata melirik keatas, setelah kejang pasien
menangis. Pasien juga dikeluhkan demam sejak 2 hari sebelumnya. Pasien juga
mengalami batuk pilek. Pasien muntah sebnyak 2 kali sejak 1 hari sebelum dibawa ke
rumah sakit. Buang air kecil dan besar dalam batas normal.
- Pasien belum mendapatkan pengobatanuntuk keluhan ni sebelumnya.
- Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
- Terdapat anggota keluarga lain yang menderita sakit yang sama dengan pasien. Ibu
pasien juga perna mengalami kejang saat demam pada saat masih kecil
- Di lingkungan rumah pasien tidak ada tetangga yang mengalami keluhan yang sama
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun makanan.
- Pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap sampai campak (usia 9 bulan)
- Pasien lahir SCTP dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (Premature Rupture of the
Membrane)
- Pasien tumbuh dan kembang sesuai dengan anak seusianya, saat ini pasien sudah
bisa duduk sendiri dan mulai belajar berdiri.
Objektif
Keadaan Umum Tampak Lemah
Kesadaran Compos Mentis
Status gizi Cukup
Nadi 104 kali/menit, reguler kuat
Nafas 20 x/menit
Suhu 39,4C
Berat badan 7,6 kg
Kepala Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Edema (-
)
Paru Inspeksi : Simetris ki=ka
Palpasi : fremitus ki=ka
Perkusi: sonor ki=ka
Auskultasi: ves/ves, rh (-), wh (-)
Jantung Inspeksi: Iktus tidak terlihat
Palpasi: Iktus teraba ICS V MCL S
Auskultasi: Irama regular, murni, bising (-)
Abdomen Inspeksi: Perut tampak datar
Palpasi: Supel, hepar dan lien tidak teraba,
nyeri tekan epigastrium (-), turgor kembali
cepat
Perkusi: Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Ekstremitas Akral hangat, perfusi baik,
Follow up:
11 Februari 2017
S: Demam , mual (-), muntah (-), pusing (-), makan minum (+)
O: GCS: 456, Nadi: x/menit, nafas: 24x/menit, Tax: 36,8C, Ekstremitas : Akral hangat, perfusi
baik
Terapi:
- IVFD D5 NS 15 tpm
- Inj. Cefotaxime 3x250 mg
- Inj. Santagesik 3x150 mg
- Inj. Diazepam 3mg jika perlu
- PO: Paracetamol drop 4x0,8 cc
12 Februari 2017
S: Demam , mual (-), muntah (-), pusing (-), makan minum (+)
O: GCS: 456, Nadi: x/menit, nafas: 24x/menit, Tax: 36,8C, Ekstremitas : Akral hangat, perfusi
baik
Terapi:
- IVFD D5 NS 15 tpm
- Inj. Cefotaxime 3x250 mg
- Inj. Santagesik 3x150 mg
- Inj. Diazepam 3mg jika perlu
- PO: Paracetamol drop 4x0,8 cc
Konsultasi
Pendidikan
Dijelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi penyakitnya, penyebab dan
penatalaksanaan serta prognosisnya.
Rujukan
PEMBAHASAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 hun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial (Ismael, dkk,
2016).
Kejang demam umumnya terjadi pada anak berumur 6 bulan - 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari
1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan
atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam
(Pusponegoro, dkk, 2006).
Pada kasus ini pasien berusia 10 bulan dan tidak memiliki pencetus kejang lain
selain demam, sehingga pasien dapat dikatakan mengalami kejang demam.
Pasien pada kasus diatas mngalami kejang selama 3 menit, kejang bersifat
umum, dan tidak berulang dalam 24 jam, sehingga kejang demam yang terjadi pada
pasien dapat diklasifikasikan ke dalam kejang demam sederhana.
Berkisar 2%-5% anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam.
Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun.
Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai
dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Di
Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2-5%. Di Asia prevalensi
kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di
Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3%-9,9%. Bahkan di Guam insiden kejang
demam mencapai 14% (Fuadi, 2010).
- Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam dan kala II lebih dari 1 jam.
Pada primigravida biasanya kala I sekitar 13 jam dan Kala II : 1,5 jam. Sedangkan pada
multigravida, kala I: 7 jam dan kala II: 1-5 jam. Persalinan yang sukar dan lama
meningkatkan risiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin. Manifestasi klinis
dari cedera mekanik dan hipoksi dapat berupa kejang (Fuadi, 2010).
- Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial dapat merupakan akibat trauma atau asfiksia dan jarang
diakibatkan oleh gangguan perdarahan primer atau anomali kongenital. Perdarahan
intrakranial pada neonatus dapat bermanifestasi sebagai perdarahan subdural,
subarakhnoid, intraventrikuler/periventrikuler atau intraserebral (Fuadi, 2010).
Perdarahan subdural biasanya berhubungan dengan persalinan yang sulit terutama terdapat
kelainan letak dan disproporsi sefalopelvik. Perdarahan dapat terjadi karena laserasi
dari vena-vena, biasanya disertai kontusio serebral yang akan memberikan gejala kejang.
Perdarahan subarakhnoid terutama terjadi pada bayi prematur yang biasanya bersama-
sama dengan perdarahan intraventrikuler. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan struktur
serebral dengan kejang sebagai salah satu manifestasi klinisnya (Fuadi, 2010).
- Gangguan Metabolik
Serangan kejang dapat terjadi dengan adanya gangguan pada konsentrasi serum
glokusa, kalsium, magnesium, potassium dan sodium. Beberapa kasus hiperglikemia
yang disertai status hiperosmolar non ketotik merupakan faktor risiko penting penyebab
epilepsi di Asia, sering kali menyebabkan kejang (Fuadi, 2010).
4.7. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 2:1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih
cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Namun hasil beberapa penelitian di luar
negri tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap pengaruh jenis kelamin
terhadap terjadinya kejang demam (Fuadi, 2010).
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dari pasien, dapat diketahui
bahwa yang menjadi faktor resiko terjadinya kejang demam pada pasien adalah faktor demam
yang tinggi. Pada pemeriksaan didapatkan suhu tubuh pasien mencapai 39,4 C. Selain itu,
faktor resiko lain pada pasien adalah dari faktor keturunan. Dari hetero-anamnesa dari nenek
pasien diketahui bahwa ibu pasien juga pernah mengalami kejang demam pada saat masih
anak-anak.
5. Diagnosis Kejang Demam:
Diagnosis Kejang demam dibuat berdasarkan:
5.1. Anamnesis
Dari anamnesis ditanyakan:
a. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP.
b. Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
c. Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam
keluarga (kakak-adik, orangtua).
d. Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lain (Saharso, 2008),
(Pusponegoro, 2006)
- Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan
pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal (Saharso,
2008), (Pusponegoro, 2006.
Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan
secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan
keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
a. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
b. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis.
c. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan
tanda dan gejala meningitis (Ismael, dkk, 2016).
- Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal (Saharso, 2008), (Pusponegoro, 2006).
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di
otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut (Ismael, dkk, 2016).
5.4. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema (Saharso, 2008), (Pusponegoro, 2006)
Pada kasus diatas, dari anamnesa didapatkan pasien mengalami kejang selama 3
menit, badan pasien kaku saat kejang. Sebelum kejang pasien sadar, saat kejang pasien tidak
sadar dengan mata melirik keatas, setelah kejang pasien menangis. Sebelum kejang pasien
mengalami demam sejak sehari sebelumnya. Selain itu dari anamnesa jga diketahui bahwa
ibu pasien juga pernah mengalami kejang demam pada saat masih anak-anak.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh pasien 39,4 C, yang mana suhu tersebut
cukup tinggi untuk mencetuskan kejang. Sedangkan dari pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah lengkap diketahui kadar leukosit pasien mengalami peningkatan, yaitu
18.400/uL. Hal tersebut menandakan pasien mengalami infeksi yang menjadi sumber demam.
Infeksi yang terjadi pada pasien berupa infeksi saluran pernafasan atas, yang mana pasien
mengalami batuk pilek sejak 3 hari sebelum MRS. Pada pasien tidak diilakukan pemeriksaaan
penunjang lain seperti pungsi lumbal atau pencitraan arena tidak didapatkan indikasi yang
mengharuskan dilakukan pemeriksaan tersebut.
6. Tata Laksana Kejang Demam (Deliana, 2002), (Saharso, 2008), (Ismael, dkk, 2016):
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:
Mencegah kejang demam berulang
Mencegah status epilepsi
Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
Pada saat telah berada di UGD RS Dolopo pasien telah berhenti kejang, sehingga
tidak memerlukan obat penghenti kejang. Selanjutknya pasien dirawat di bangsal untuk
observasi dan mengobati penyakin yang mendasari demam. Pasien tetap disiapkan Diazepan
supp untuk sewaktu-waktu pasien mengalmi kejang ulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Deliana, Melda., 2002, Tata Laksana Kejang Demam pada Anak, Sari Pediatri
2002; Vol 4(2): 59 6.
2. Fuadi, Fuadi, 2010, Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam Pada Anak. Master
Thesis, Diponegoro University.
3. Pusponegoro H.D., Widodo D.P.,Ismael S., 2006, Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam, Badan Penerbit IDAI, Jakarta.
4. Ismael S., Pusponegoro H.D., Widodo D.P., 2016, Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam, Badan Penerbit IDAI, Jakarta.
5. Saharso, Darto, 2008. Kejang Demam, Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi
SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo,
Surabaya.
Sumber: Ismael S., Pusponegoro H.D., Widodo D.P., 2006, Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam, Badan Penerbit IDAI, Jakarta