Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab utama masalah
kesehatan di dunia. TB merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia
dan penyebab kematian utama dari agen infeksi (peringkat di atas HIV / AIDS). TB disebabkan
oleh bakteri bacillus Mycobacterium tuberculosis, yaitu menyebar ketika orang yang sakit TB
mengeluarkan bakteri ke udara; misalnya dengan batuk. Ini biasanya mempengaruhi paru-paru
(TB paru) tetapi juga dapat mempengaruhi tempat lain (TB extra paru). Sekitar seperempat dari
dunia populasi terinfeksi dengan M. tuberculosis dan berisiko berkembang menjadi penyakit TB
(WHO, 2019)

2. Epidemiologi

Tuberculosis (TB) merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh
dunia pada tahun 2018. TB juga merupakan pembunuh utama orang dengan HIV dan
penyebab utama kematian terkait dengan resistensi antimikroba. Penyakit ini bisa
menyerang siapa saja di mana saja, tetapi kebanyakan orang yang mengembangkan TB
(sekitar 90%) adalah orang dewasa rasio pria: wanita adalah 2: 1, dan tingkat kasus di tingkat
nasional bervariasi dari kurang dari 50 hingga lebih dari 5000 per 1 juta populasi per tahun.
Hampir 90% kasus setiap tahun di 30 negara dengan beban TB tinggi. Secara global,
diperkirakan 1,7 miliar orang terinfeksi M. tuberculosis dengan demikian berisiko
berkembang menjadi penyakit (WHO, 2019)
Pada tahun 2018 diperkirakan terdapat sekitar 10 juta kasus TB baru diseluruh dunia.
Diantara jumlah tersebut, 5,7 juta adalah seorang laki-laki dan untuk perempuan didapatkan
3,2 juta kasus. Sedangkan untuk anak-anak didapatkan 1,1 juta kasus. Pasien yang mengidap
HIV menyumbang 9% dari total kasus yang ada. 8 negara yang menyumbang 66% dari total
kasus baru tersebut adalah india, china, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh
dan Afrika Selatan. Pada tahun 2018, sekitar 1,5 juta orang meninggal akibat penyakit TB.
251.000 orang diantaranya mengidap HIV (WHO, 2019).
Pada tahun 2018, sekitar 7 juta TB kasus baru diberitahukan ke otoritas nasional dan
dilaporan ke WHO. Hal ini menggambarkan adanya kesenjangan 3 juta antara insiden yang
dilaporkan. 10 negara menyumbang sekitar 80% kesenjangan itu dan setengah diantaranya
merupakan Negara india, Nigeria, Indonesia, dan Filipina. Di tahun yang sama, diddapatkan
484.000 kasus TB yang resisten obat rifampisin (TB-RR) yang merupakan obat lini pertama
yang paling efektif, dan 78% diantaranya merupakan TB Multidrug resisten (TB-MDR),
sekitar 6,2% diantara kasus TB MDR merupakan kasus extensive drug resisten TB (TB-
XDR) (WHO, 2019).
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global.
Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian akibat
tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta
orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China
merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%,
dan 10% dari seluruh penderita di dunia (WHO, 2015). Menurut WHO, pada tahun 2018
total kejadian Tuberculosis di Indonesia sekitar 845.000 kasus. 21.000 penderita diantaranya
merupakan pengidap penyakit HIV dan sekitar 24.000 kasus diantaranya merupakan TB RR
atau MDR (WHO, 2019)
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan
tahun 2013 adalah 0,4%, tidak berbeda dengan 2007. Enam provinsi dengan TB paru
tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%), Gorontalo (0,5%),
Banten (0,4%), dan Papua Barat (0,4%). Di Provinsi Aceh telah terjadi penurunan prevalensi
dari 0,7% pada tahun 2007 menjadi 0,3% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013)

3. Patogenesis
4. Klasifikasi dan Tipe pasien TB
A. Definisi Pasien TB:
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat
yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert). Termasuk dalam
kelompok pasien ini adalah:
1) Pasien TB paru BTA positif
2) Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
3) Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
4) Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
5) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.

Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:


Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
1) Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
2) Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
3) TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi
bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus
diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.
B. Klasifikasi pasien TB:
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut :
1) Lokasi anatomi dari penyakit
a. Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada
(hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB
paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru
dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB
ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien
TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien
TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
2) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari 28
dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan
OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
- Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
- Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
- Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
a. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
b. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan
d. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu
dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotip (konvensional).
4) Klasifikasi TB berdasarkan status HIV
1. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV): adalah pasien TB
dengan
- Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART, ATAU
- Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TB.
2. Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan
- Hasil tes HIV negatif sebelumnya ATAU
- Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB..
Catatan: apabila pada tes selanjutnya menjadi postif, pasien harus disesuiakan
kembali klasifikasinya dengan pasien TB dengan HIV positif.
3. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB tanpa ada
bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.
Catatan: apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil HIV pasien,
pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV terakhir.
5. Manifestasi Klinis
Gejala TB biasanya timbul secara bertahap dan waktunya bervariasi mulai minggu
sampai berbulan-bulan. meskipun begitu, onset akut dapat terjadi pada anak-anak atau
seseorang yang mempunyai imun rendah. Keluhan trias yang khas pada TB adalah demam,
keringat malam, dan berat badan turun. Keluhan demam biasanya terjadi pada 75% pasien,
keringat malam 45% pasien, dan berat badan turun sekitar 55% pasien. Sementara itu, batuk
kronis dilaporkan terjadi pada 95% pasien (Davies et al., 2014)
Menurut Kemenkes (2014), penemuan kasus TB pada awalnya harus menjaring pasien
yang mempunyai keluhan batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih yang dapat disertai
berdahak, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, keringat malam tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih 1 bulan.

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Berdasarkan Depkes (2006), Keluhan yang terbanyak adalah:
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi bakteri tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk/batuk darah
Gejala ini paling banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif), kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain.
6. Diagnosis
A. Diagnosis TB Paru
- Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dahulu lewat
pemeriksaan bakteriologis yang meliputi pemeriksaan mikroskopis langsung,
biakan, dan tes cepat.
- Jika pemeriksaan bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakkan diagnosis TB
dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan
penunjang (setidaknya foto thorax) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang
terlatih TB
- Pada sarana terbatas penegakkan diagnosis secara klinis dilakukan setelah
pemberian terapi antibiotika spektrum luas (non OAT dan kuinolon) yang tidak
memberikan perbaikan klinis.
- Tidak membenarkan mendiagnosis TB hanya berdasar foto thorax saja. Foto
thorax tidak selalu memberikan gambaran spesifik pada TB paru, sehingga dapat
menyebabkan overdiagnosis maupun underdiagnosis.
- Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya menggunakan tes tuberkulin
B. Diagnosis TB ekstraparu
- Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada meningitis TB, nyeri dada pada TB Pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
getah limfe superficialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang
(gibbus) pada spondylitis TB dan lain-lain.
- Diagnosis pasti pada TB ekstraparu ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis, dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari organ
tubuh yang terkena.
- Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan keluhan dan gejala
yang sesuai, untuk menemukan kemungkinan adanya TB paru.
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.(14)
a. Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala lokal
(respiratorik) dan gejala sistemik.
2) Gejala lokal (respiratorik)
- Batuk ≥ 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
3) Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat
badan menurun.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya sulit
menemumkan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks
lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diagragma, dan mediastinum.
c. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan bakteri tuberculosis mempunyai arti
yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Cara pengambilan dahak 3 kali,
yaitu sewaktu kunjungan, pagi (keesokan harinya), dan sewaktu mengantarkan dahak
pagi. Hasil pemeriksaannya dibagi menjadi 2 golongan, yaitu BTA positif dan BTA
negatif. BTA positif apabila hasil pemeriksaan didapatkan hasil 3 kali positif atau 2
kali positif, 1 kali negatif. Apabila didapatkan 1 kali positif, 2 kali negatif lalu saat
dilakukan pemeriksaan ulang BTA 3 kali didapatkan 1 kali positif, 2 kali negatif juga
disebut BTA positif. Dikatakan BTA negatif apabila 3 kali negatif.
d. Pemeriksaaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura

e. Pemeriksaan penunjang lain


1) Analisis cairan pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat
sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
2) Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi dari
bahan yang diperoleh melalui biopsi pleura, jaringan paru, atau aspirasi kelenjar
getah bening.
3) Pemerikasaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan kedua
dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi LED yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositpun kurang spesifik.
4) Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, uji tuberculin sebagai alat
bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula, atau apbila kepositivan dari uji
yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat
memberikan hasil negatif.
Keterangan:
1) Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya dicatat sebagai data
dasar kondisi pasien dalam rekam medis. Untuk faskes yang memiliki
tes cepat, pemeriksaan mikroskopis langsung tetap dilakukan untuk
terduga TB tanpa kecurigaan/bukti HIV maupun resistensi OAT.
2) Hasil pemeriksaan BTA negative pada semua contoh uji dahak (SPS)
tidak menyingkirkan diagnosis TB. Apabila akses memungkinkan
dapat dilakukan pemeriksaan tes cepat dan biakan. Untuk pemeriksaan
tes cepat dapat dilakukan hanya dengan mengirimkan contoh uji.
3) Sebaiknya pembacaan hasil foto thorax oleh seorang ahli radiologi.
4) Pemberian AB non OAT yang tidak memberikan efek pengobatan TB
termasuk golongan kuinolon.
5) Untuk memastikan diagnosis TB
6) Dilakukan TIPK (Test HIV atas inisiatif pemberi pelayanan kesehatan
dan konseling)
7) Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif , dilakukan observasi
dan assessment lanjutan oleh dokter untuk factor-faktor yang bisa
mengarah ke TB.

7. Pengobatan Pasien TB
A. Tujuan Pengobatan TB adalah:
- Menyembuhkan pasien dan memperbaikiproduktivitas serta kualitas hidup
- Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya
- Mencegah terjadinya kekambuhan TB
- Menurunkan penularan TB
- Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat
B. Prinsip Pengobatan TB:
Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi
prinsip:
- Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4
macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
- Diberikan dalam dosis yang tepat
- Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai selesai pengobatan
- Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
C. Tahapan Pengobatan TB:
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud:
- Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman
yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit,
daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
- Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya
kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah te adlnya
kekambuhan.
D. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC)
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia adalah:
a) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
- Pasien TB paru terdiagnosis klinis
- Pasien TB ekstra paru

Tabel 1. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1


Berat badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
selama 56 hari RHZE seminggu selama 16 minggu
(150/75/400/275) RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2. Dosis panduan OAT Kombipak Kategori 1


Tahap Lama Dosis per hari / kali Jumlah
pengobatan pengobatan Tab. Kaplet Tab. Tab. hari/kali
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol menelan
@300 mg @450 mg @500 mg @250 mg obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Tabel 3. Sifat dan Efek samping OAT lini pertama


Jenis obat Sifat Efek samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer,psikosis
toksik, gangguan fungsi hati,
kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan
fungsi hati, trombositopeni,
demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, gout
artritis
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan,
gangguan keseimbangan dan
pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia,
agranulositosis,
trombositopeni
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta
warna, neuritis perifer

b) Kategori-2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
- Pasien kambuh
- Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
Tabel 4. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Berat badan Tahap intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S Tahap lanjutan 3 kali
seminggu selama RH
(150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tablet 4KDT + 500 mg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT + 2 tab.
Streptomisin inj. Etambutol
38-54 kg 3 tablet 4KDT + 750 mg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT + 3 tab.
Streptomisin inj. Etambutol
55-70 kg 4 tablet 4KDT + 1000 mg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT + 4 tab.
Streptomisin inj. Etambutol
> 71 kg 5 tablet 4KDT + 1000 mg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT + 5 tab.
Streptomisin inj. Etambutol
Tabel 5. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3
Tahap Lama Tab. Kaplet Tab. Etambutol Inj. Jumlah
pengobatan Pengobatan Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Tab. Tab. Streptomisin hari/kali
@300 @450 mg @500 mg Etambutol Etambutol menelan
mg @250 mg @400 mg obat
Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
Awal (dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)
Tahap 5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu)

Catatan:
 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
 Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan
apabila terjadi perubahan berat badan. ( ² )
 Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang
jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
 OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan
pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.

E. Pengobatan TB pada keadaan khusus


a. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali golongan Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin
karena dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent ototoxic) dan dapat
menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting
artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan
terhindar dari kemungkinan tertular TB. Pemberian Piridoksin 50 mg/hari dianjurkan
pada ibu hamil yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan pemberian vitamin K
10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin digunakan pada trimester 3 kehamilan
menjelang partus. ( ¹² )
b. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang
ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan
kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus diberikan ASI. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
c. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,
susuk KB) sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang
pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal.
d. Pasien TB dengan kelainan hati ( ²⁶ )
1) Pasien TB dengan Hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik,
ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Sebaiknya dirujuk
ke fasyankes rujukan untuk penatalaksanaan spesialistik.
2) Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan pengobatan OAT yang
biasa digunakan apabila tidak ada kondisi kronis :
 Pembawa virus hepatitis
 Riwayat penyakit hepatitis akut
 Saat ini masih sebagai pecandu alcohol Reaksi hepatotoksis terhadap
OAT umumnya terjadi pada pasien dengan kondisi tersebut diatas
sehingga harus diwaspadai.
3) Hepatitis Kronis
Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis, pemeriksaan
fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan. Apabila hasil
pemeriksaan fungsi hati >3 x normal sebelum memulai pengobatan, paduan
OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:
 2 obat yang hepatotoksik
- 2 HRSE / 6 HR
- 9 HRE
 1 obat yang hepatotoksik
- 2 HES / 10 HE
 Tanpa obat yang hepatotoksik
- 18-24 SE ditambah salah satu golongan fluorokuinolon
(ciprofloxasin tidak direkomendasikan karena potensimya sangat
lemah).
e. Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal
Paduan OAT yang dianjurkan adalah pada pasien TB dengan gagal ginjal atau
gangguan fungsi ginjal yang berat: 2 HRZE/4 HR. H dan R diekskresi melalui
empedu sehingga tidak perlu dilakukan perubahan dosis. Dosis Z dan E harus
disesuaikan karena diekskresi melalui ginjal. Dosis pemberian 3 x /minggu bagi Z :
25 mg/kg BB dan E : 15 mg/kg BB. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau
gagal ginjal, perlu diberikan tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah
terjadinya neuropati perifer. Hindari penggunaan Streptomisin dan apabila harus
diberikan, dosis yang digunakan: 15 mg/kgBB, 2 atau 3 x /minggu dengan
maksimum dosis 1 gr untuk setiap kali pemberian dan kadar dalam darah harus
selalu dipantau. ( ²⁶ ) Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena
TB khususnya pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Secara umum, risiko untuk
mengalami efek samping obat pada pengobatan pasien TB dengan gagal kronis lebih
besar dibanding pada pasien TB dengan fungsi ginjal yang masih normal. Kerjasama
dengan dokter yang ahli dalam penatalaksanaan pasien dengan gangguan fungsi
ginjal sangat diperlukan. Sebagai acuan, tingkat kegagalan fungsi ginjal pada
penyakit ginjal kronis dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Anda mungkin juga menyukai