1. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab utama masalah
kesehatan di dunia. TB merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia
dan penyebab kematian utama dari agen infeksi (peringkat di atas HIV / AIDS). TB disebabkan
oleh bakteri bacillus Mycobacterium tuberculosis, yaitu menyebar ketika orang yang sakit TB
mengeluarkan bakteri ke udara; misalnya dengan batuk. Ini biasanya mempengaruhi paru-paru
(TB paru) tetapi juga dapat mempengaruhi tempat lain (TB extra paru). Sekitar seperempat dari
dunia populasi terinfeksi dengan M. tuberculosis dan berisiko berkembang menjadi penyakit TB
(WHO, 2019)
2. Epidemiologi
Tuberculosis (TB) merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh
dunia pada tahun 2018. TB juga merupakan pembunuh utama orang dengan HIV dan
penyebab utama kematian terkait dengan resistensi antimikroba. Penyakit ini bisa
menyerang siapa saja di mana saja, tetapi kebanyakan orang yang mengembangkan TB
(sekitar 90%) adalah orang dewasa rasio pria: wanita adalah 2: 1, dan tingkat kasus di tingkat
nasional bervariasi dari kurang dari 50 hingga lebih dari 5000 per 1 juta populasi per tahun.
Hampir 90% kasus setiap tahun di 30 negara dengan beban TB tinggi. Secara global,
diperkirakan 1,7 miliar orang terinfeksi M. tuberculosis dengan demikian berisiko
berkembang menjadi penyakit (WHO, 2019)
Pada tahun 2018 diperkirakan terdapat sekitar 10 juta kasus TB baru diseluruh dunia.
Diantara jumlah tersebut, 5,7 juta adalah seorang laki-laki dan untuk perempuan didapatkan
3,2 juta kasus. Sedangkan untuk anak-anak didapatkan 1,1 juta kasus. Pasien yang mengidap
HIV menyumbang 9% dari total kasus yang ada. 8 negara yang menyumbang 66% dari total
kasus baru tersebut adalah india, china, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh
dan Afrika Selatan. Pada tahun 2018, sekitar 1,5 juta orang meninggal akibat penyakit TB.
251.000 orang diantaranya mengidap HIV (WHO, 2019).
Pada tahun 2018, sekitar 7 juta TB kasus baru diberitahukan ke otoritas nasional dan
dilaporan ke WHO. Hal ini menggambarkan adanya kesenjangan 3 juta antara insiden yang
dilaporkan. 10 negara menyumbang sekitar 80% kesenjangan itu dan setengah diantaranya
merupakan Negara india, Nigeria, Indonesia, dan Filipina. Di tahun yang sama, diddapatkan
484.000 kasus TB yang resisten obat rifampisin (TB-RR) yang merupakan obat lini pertama
yang paling efektif, dan 78% diantaranya merupakan TB Multidrug resisten (TB-MDR),
sekitar 6,2% diantara kasus TB MDR merupakan kasus extensive drug resisten TB (TB-
XDR) (WHO, 2019).
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global.
Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian akibat
tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta
orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China
merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%,
dan 10% dari seluruh penderita di dunia (WHO, 2015). Menurut WHO, pada tahun 2018
total kejadian Tuberculosis di Indonesia sekitar 845.000 kasus. 21.000 penderita diantaranya
merupakan pengidap penyakit HIV dan sekitar 24.000 kasus diantaranya merupakan TB RR
atau MDR (WHO, 2019)
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan
tahun 2013 adalah 0,4%, tidak berbeda dengan 2007. Enam provinsi dengan TB paru
tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%), Gorontalo (0,5%),
Banten (0,4%), dan Papua Barat (0,4%). Di Provinsi Aceh telah terjadi penurunan prevalensi
dari 0,7% pada tahun 2007 menjadi 0,3% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013)
3. Patogenesis
4. Klasifikasi dan Tipe pasien TB
A. Definisi Pasien TB:
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat
yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert). Termasuk dalam
kelompok pasien ini adalah:
1) Pasien TB paru BTA positif
2) Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
3) Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
4) Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
5) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Berdasarkan Depkes (2006), Keluhan yang terbanyak adalah:
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi bakteri tuberkulosis yang masuk.
b. Batuk/batuk darah
Gejala ini paling banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif), kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain.
6. Diagnosis
A. Diagnosis TB Paru
- Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dahulu lewat
pemeriksaan bakteriologis yang meliputi pemeriksaan mikroskopis langsung,
biakan, dan tes cepat.
- Jika pemeriksaan bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakkan diagnosis TB
dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan
penunjang (setidaknya foto thorax) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang
terlatih TB
- Pada sarana terbatas penegakkan diagnosis secara klinis dilakukan setelah
pemberian terapi antibiotika spektrum luas (non OAT dan kuinolon) yang tidak
memberikan perbaikan klinis.
- Tidak membenarkan mendiagnosis TB hanya berdasar foto thorax saja. Foto
thorax tidak selalu memberikan gambaran spesifik pada TB paru, sehingga dapat
menyebabkan overdiagnosis maupun underdiagnosis.
- Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya menggunakan tes tuberkulin
B. Diagnosis TB ekstraparu
- Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada meningitis TB, nyeri dada pada TB Pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
getah limfe superficialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang
(gibbus) pada spondylitis TB dan lain-lain.
- Diagnosis pasti pada TB ekstraparu ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis, dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari organ
tubuh yang terkena.
- Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan keluhan dan gejala
yang sesuai, untuk menemukan kemungkinan adanya TB paru.
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.(14)
a. Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala lokal
(respiratorik) dan gejala sistemik.
2) Gejala lokal (respiratorik)
- Batuk ≥ 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
3) Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat
badan menurun.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya sulit
menemumkan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks
lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diagragma, dan mediastinum.
c. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan bakteri tuberculosis mempunyai arti
yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Cara pengambilan dahak 3 kali,
yaitu sewaktu kunjungan, pagi (keesokan harinya), dan sewaktu mengantarkan dahak
pagi. Hasil pemeriksaannya dibagi menjadi 2 golongan, yaitu BTA positif dan BTA
negatif. BTA positif apabila hasil pemeriksaan didapatkan hasil 3 kali positif atau 2
kali positif, 1 kali negatif. Apabila didapatkan 1 kali positif, 2 kali negatif lalu saat
dilakukan pemeriksaan ulang BTA 3 kali didapatkan 1 kali positif, 2 kali negatif juga
disebut BTA positif. Dikatakan BTA negatif apabila 3 kali negatif.
d. Pemeriksaaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
7. Pengobatan Pasien TB
A. Tujuan Pengobatan TB adalah:
- Menyembuhkan pasien dan memperbaikiproduktivitas serta kualitas hidup
- Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya
- Mencegah terjadinya kekambuhan TB
- Menurunkan penularan TB
- Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat
B. Prinsip Pengobatan TB:
Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi
prinsip:
- Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4
macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
- Diberikan dalam dosis yang tepat
- Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai selesai pengobatan
- Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
C. Tahapan Pengobatan TB:
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud:
- Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman
yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit,
daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
- Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting
untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya
kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah te adlnya
kekambuhan.
D. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC)
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia adalah:
a) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
- Pasien TB paru terdiagnosis klinis
- Pasien TB ekstra paru
Catatan:
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan
apabila terjadi perubahan berat badan. ( ² )
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang
jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan
pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.