Anda di halaman 1dari 5

TUBERKULOSIS (TBC)

Penggolongan penyakit TBC

1. Penggolongan penyakit TBC dari tingkat keparahan penyakit


1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan
atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan
pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB
ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
2. Penggolongan penyakit TBC berdasarkan Riwayat pengobatan
1) Kasus Baru, merupakan pasien yang belum pernah diobati OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) atau atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps), merupakan pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO), merupakan pasien TB yang telah berobat
dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure), merupakan pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In), merupakan pasien yang dipindahkan dari UPK (Unit
Pelayanan Kesehatan) yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain, merupakan semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih
BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Penularan TBC

Menurut Dikjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2014) cara penularan
penyakit Tuberkulosis adalah
a. Sumber penularan adalah pasien TBC BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TBC dengan hasil pemeriksaan BTA
negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadioleh karena
jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/ccdahak sehingga sulit
dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
b. Pasien TBC dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkanpenyakit
TBC. Tingkat penularan pasien TBC BTA positif adalah 65%, pasien TBC BTA negatif
dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TBC dengan hasilkultur negatif dan
foto toraks positif adalah 17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renikdahak
yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentukpercikan
dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar3000 percikan
dahak.

Kuman TBC menyebar melalui udara saat si penderita batuk, bersin, berbicara, atau
bernyanyi. Yang hebat, kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Perlu diingat
bahwa TBC tidak menular melalui berjabat tangan dengan penderita TBC, berbagi
makanan/minuman, menyentuh seprai atau dudukan toilet, berbagi sikat gigi, bahkan berciuman
(Anindyajati, 2017). Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
yang kurang memenuhi persyaratan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan
dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TBC. Penularan penyakit ini sebagian besar
melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB
paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA) (Sudoyo
dkk, 2010).

Pencegahan TBC

Menurut Priyoto (2014) adapun cara untuk membantu pencegahan TB paru agar infeksi bakteri
tidak menular kepada orang – orang disekitar baik itu teman atau keluarga di rumah adalah:

1) Sebaiknya penderita tidak tidur sekamar dengan orang lain atau keluarga sendiri sebagai usaha
pencegahan TB paru agar tidak menular.

2) Selalu menggunakan masker untuk menutup mulut baik di dalam maupun di luar rumah, dan
membuang masker yang sudah tidak dipakai lagi pada tempat yang tepat dan aman dari
kemungkinan terjadinya penularan M.Tuberkulosis ke lingkungan sekitar.

3) Selalu menutup mulut ketika batuk atau bersin menggunakan sapu tangan.

4) Jangan meludah di sembarangan tempat.


5) Hindari udara dingin dan selalu mengusahakan ventilasi yang cukup agar pancaran sinar
matahari dan udara segar dapat masuk ke ruangan tempat tidur.

6) Usahakan selalu menjemur kasur, bantal, dan pakaian sesering mungkin dan terkena cahaya
matahari.

7) Semua barang atau alat (handuk, piring, gelas, dll) yang digunakan penderita TB paru harus
terpisah dan tidak boleh digunakan oleh orang lain termasuk keluarganya sendiri.

8) Mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak kadar karbohidrat dan protein tinggi.

Pengobatan TBC

Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis (2011), pengobatan TB diberikan


dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

1) Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung selama 2 – 3 bulan untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.

2) Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama (4-7 bulan). Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Untuk program Nasional Pemberantasan TBC Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai
dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan pengobatan. Untuk itu
penderita dibagi dalam 4 kategori sebagai berikut :

a. Kategori I : Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti
Meningitis, TBC Paru milier, Perikarditis, peritonitis, pleuritis atau bilateral, spondiolitis dengan
gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya luas, TBC Paru
usus, TBC Paru saluran kemih.

b. Kategori II : Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif.

c. Kategori III : Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TBC
Paru diluar paru selain yang disebut dalam kategori 1

d. Kategori IV : Tuberkulosis Kronik.

1) Panduan Obat Kategori I Dimulai dengan fase 2, obat diberikan tiap hari selama 2 bulan bila
selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak
masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 2-4 minggu lagi (dalam program P2TBC
Paru Depkes memberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan
dengan fase lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya
adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TBC Paru Milier, Spondiolitis dengan
kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6-7 bulan hingga total pengobatan
8-9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.

2) Panduan Obat Kategori II Fase intensif dalam bentuk 2 HRZE.Bila setelah fase intensif dahak
menjadi negatif maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif
maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan)
bila setelah 4 bulan dahak masih tetap positif maka pengobatan dihentikan 2-3 hari, lalu periksa
biakan dan uji resistensi kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita
mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitif terhadap semua obat
dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori I
dengan pengawasan ketat.Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R maka fase lanjutan
harus diawasi dengan ketat.

3) Panduan Obat Kategori III TBC Paru BTA (-) dilakukan pengobatan dengan cara 2 HRZ =
tiap hari selama 2 bulan TBC Luar Paru dilakukan pengobatan

4) 4 H3R3 = tiga kali seminggu selama 4 bulan.

5) Panduan Obat Kategori IV

Di Negara maju atau pengobatan secara individu, penderita dapat diberiakan obat sesuai uji
resisten atau obat lapis kedua seperti quinolon,ethioamide, sikloserin, amikasin, kanamisin dan
sebagainya. (Permatasari, 2008)
Referensi :

Werdhani, Retno Asti. 2009. “PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLAFISIKASI

TUBERKULOSIS”. Jakarta. FKUI.

https://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/286113-tingkat-pengetahuan-keteraturan-berobat-
aa5a2e8e.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/240/2/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf

https://repository.unair.ac.id/94379/5/5.%20BAB%202%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf

Anda mungkin juga menyukai