BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru sudah sejak lama ada di muka bumi ini. Peninggalan
tertua penyakit ini antara lain seperti tampak pada tulang-tulang vertebra manusia di Eropa
dan juga mummi-mummi di Arab yang diperkirakan berasal dari sekitar tahun 3700 SM.
Catatan yang paling tua dari penyakit ini di Indonesia adalah seperti yang didapatkan pada
salah satu relief di Candi Borobudur, yang nampaknya menggambarkan suatu kasus
Tuberkulosis Paru. Artinya pada masa itu (tahun 750 SM) orang sudah mengenal penyakit ini
yang terjadi di antara mereka.1
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun
ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar
110 per 100.000 penduduk.1
WHO telah merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment Short Course
(DOTS) sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia
menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif.
Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan
efektivitasnya.3
Kegagalan pengobatan dan kurang kedisiplinan bagi penderita TB Paru sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah peran PMO.
untuk mendampingi penderita agar dicapai hasil pengobatan yang optimal (DepKes, 2000).
Kolaborasi petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi ketika
penderita minum obat, juga faktor yang perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat
keberhasilannya.3
Page 1
TB Putus Berobat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.1,2,3,5
Putus berobat (default) menurut Depkes RI (2006) adalah pasien yang telah berobat
dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.1
Secara definisi TB paru putus berobat adalah penderita TB paru yang sedang
menjalani pengobatan telah menghentikan pengobatan OAT selama fase intensif atau fase
lanjutan sesuai jadwal yang ditentukan dan belum dinyatakan sembuh oleh dokter yang
mengobatinya.2
Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu pengobatan OAT dapat
dilanjutkan sesuai jadwal.2,4
Penderita menghentikan pengobatannya 2 minggu :2
a) Berobat 4 bulan, BTA negatif dan klinis, radiologis negatif OAT STOP
b) Berobat 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
c) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang sama.
d) Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan tetapi klinis dan
radiologis positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.
e) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2 4 minggu pengobatan
dilanjutkan kembali sesuai jadwal.
2. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
ILMU PENYAKIT DALAM
Page 2
TB Putus Berobat
A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru).3,5
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dapat dibagi dalam :
a) TB Paru BTA Positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu)
penyakitnya, yaitu berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced atau
milier ) dan/atau keadaan umum penderita buruk.3,5
Page 3
TB Putus Berobat
Misalnya : Meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang
belakang, TB usus, TB saluran Kencing dan alat kelamin.
3. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang,
tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya
angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di Negara maju. Ada
tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi
pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat.2,3
Walaupun Pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi saat ini TB masih tetap
menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia.
Sebagai besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegara-negra yang
sedang berkembang. Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah China dan India.2,3
4. ETIOLOGI
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4 mikrometer dan tebal 0,3-0,6 mikrometer. Mycobacterium
tuberkulosis ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
sehingga disebut Basil Than Asam (BTA). Dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam keadaan
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif
lagi.3,5
Page 4
TB Putus Berobat
Diperkirakan Tuberkulosis Milier yang terjadi pada orang dewasa merupakan
komplikasi infeksi primer atau TB primer dan TB kronis atau TB post primer.4
5. PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer terjadi setelah seseorang menginhalasi mikobacaterium tuberculosis.
Banyaknya basil tahan asam dan daya tahan tubuh sangat menentukan perjalanan penyakit
selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi
kuman, sebagian kecil kuman menjadi dorman. Pada penderita dengan daya tahan tubuh yang
buruk, respon imun tidak dapat menghentikan multiplikasi kuman sehingga akan menjadi
sakit pada beberapa bulan kemudian.1,3,5
Tuberkulosis Post primer
Terjadi setelah peride laten (beberapa bulan/tahun) setelah infeksi primer. Dapat terjadi
karena reaktifasi dan reinfeksi. Reaktifasi terjadi akibat kuman dorman yang berada pada
jaringan selama beberapa bulan/tahun setelah infeksi primer, mengalami multiplikasi.
Karakteristik TB post primer adalah adanya kerusakan paru yang luas dengan kavitas,
hapusan dahak BTA positif, pada lobus atas, umumnya tidak terdapat limfadenopati
intratoraks.1,3,5
ILMU PENYAKIT DALAM
Page 5
TB Putus Berobat
6. CARA PENULARAN
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentukdroplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat tertular bila droplet itu terhirup ke dalam
saluran pernapasan.1,3,5
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita itu dianggap tidak menular. 1,3,5
Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut.1,3
7. GEJALA KLINIS
1) Gejala umum
Page 6
TB Putus Berobat
Batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.3,4,5
2) Gejala lain, yang sering dijumpai :3,4,5
a)
b)
c)
d)
8. DIAGNOSA
Diagnosis TB paru dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari
tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif.3
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto
Rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS ulangan.3
Page 7
TB Putus Berobat
Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif,
rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan Penderita
TB.3
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat
berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi. Pada pemeriksaan bakteriologis
yang menggunakan sputum, cara pengambilannya terdiri dari 3 kali: sewaktu (pada saat
kunjungan), pagi (keesokan harinya), dan sewaktu (pada saat mengantarkan dahak pagi).2,5
Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis, WHO merekomendasikan
pembacaan dengan skala IUATLD (International Union Againts Tuberculosis and Lung
Disease) :2
ditemukan
Ditemukan 10 99 BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut + (+1)
Ditemukan 1 10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut ++ (+2)
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +++ (+3)4,10,11,12
B. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberikan gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologis yang dicurigai sebagai lesi
TB aktif : adanya bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah; kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh
bayangan opak berawan atau nodular; bayangan bercak milier; efusi pleura unilateral
(umumnya) atau bilateral (jarang). Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB inaktif berupa
: fibrosis, kalsifikasi, Schwarte atau penebalan pleura. Luluh paru apabila terjadi kerusakan
ILMU PENYAKIT DALAM
Page 8
TB Putus Berobat
jaringan paru yang berat, sulit untuk menilai lesi hanya berdasarkan gambaran radiologis
sehingga perlu pemeriksaan bakteriologis untuk memastikan akifitas penyakit.2,5
C. Pemeriksaan Khusus
Ada beberapa tehnik baru yang dapat mendeteksi kuman TB, seperti : BACTEC :
dengan metode radiometrik, dimana CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak
Mycobacterium tuberculosis dideteksi growth indexnya. Polymerase chain reaction (PCR) :
dengan cara mendeteksi DNA dari Mycobacterium tuberculosis. pemeriksaan serologis :
ELISA, ICT, Mycodot, dan PAP.2
B. Jenis Kelamin
Penyakit TB cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan.
banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki 36 (81,8%) daripada jenis kelamin perempuan 8
(18,2%), sedangkan hasil studi vree dkk (2007) menemukan bahwa karekteristik default
Page 9
TB Putus Berobat
penderita tuberkulosis banyak terjadi pada jenis kelamin laki- laki 6 (27%) dibanding jenis
kelamin perempuan 3 (15%)1,2
C. Jenis Pekerjaan
Salah satu model pendekatan mempengaruhi tindakan berobat adalah status sosial.
Pendekatan ini bertumpu pada asusmsi bahwa seseorang yang mempunyai latar belakang
tertentu misalnya bekerja atau tidak bekerja memiliki pandangan tersendiri terhadap
pengobatan (Purwanto, 2005). Penelitian di India menemukan bahwa default banyak terjadi
pada penderita yang bekerja dibandingkan yang tidak bekerja.1,2
D. Pendididkan
bahwa pendidikan mempengaruhi ketuntasan atau kesuksesan pengobatan penderita. Semakin
tinggi tingkat pendidikan penderita, maka akan semakin baik penerimaan informasi tentang
pengobatan dan penyakitnya sehingga akan semakin tuntas proses pengobatan dan
penyembuhannya.1,2
E. Pengawas Minum Obat (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk Putus pengobatan diperlukan seorang PMO.1,2
Persyaratan PMO
1) Seorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita
2) Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita
3) Bersedia membantu penderita dengan sukarela
4) Bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita
Tugas seorang PMO
1) Mengawasi penderita agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
2) Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.
3) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu- waktu yang telah
ditentukan.
4) Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejala
yang tersangka TB untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.1,2
ILMU PENYAKIT DALAM
Page 10
TB Putus Berobat
F. Efek Samping Obat
Walaupun sebagian besar anti Tuberkulosis dapat diterima dalam terapi, semuanya
mempunyai efek toksis potensial. Kesalahan yang banyak dilakukan oleh dokter ialah
kegagalan mengenali efek toksik secara cepat. 1,2
Pemakaian obat anti tuberkulosis (OAT) dapat menimbulkan berbagai macam efek
samping. Salah satu efek samping yang cukup serius adalah efek hepatotoksik.
G. Status Gizi (Berat Badan)
Hubungan antara gizi yang kurang atau berat badan yang rendah dalam
ketidaktuntasan pengobatan yang dianjurkan, seperti kemiskinan yang mempengaruhi
status
kesehatan,
menyebabkan
ketidakmampuan
pasien
pengobatan.1,2
H. Tipe Pasien
Menurut Suherman (2002) bahwa pasien pindahan berpeluang sebesar 4,2% dan
pasien baru sebesar 95,8% untuk terjadi kegagalan pengobatan. Dari studi lang dilakukan
santha (2000) di India, pada pasien baru yang mengalami putus berobat (default) sebesar
17% sedangkan pada pasien yang lama terjadi putus berobat sebesar 29%.
Hal ini
menunjukkan pasien yang lama mempunyai kemungkinan yang besar untuk terjadi putus
berobat dibandingkan pasien yang baru.1,2
I. Pelayanan Kesehatan
Hubungan yang saling mendukung antara pelayanan kesehatan dan penderita, serta
keyakinan penderita terhadap pelayanan kesehatan yang signifikan merupakan faktor-faktor
yang penting bagi penderita untuk menyelesaikan pengobatannya. Pelayanan kesehatan
mempunyai hubungan yang bermakna dengan keberhasilan pengobatan pada penderita TB.
Pelayanan kesehatan mengandung dua dimensi, yakni (1) Menekankan aspek pemenuhan
spesifikasi produk kesehatan atau standar teknis pelayanan kesehatan.
(2) Memperhatikan
presfektif pengguna pelayanan pelayanan yaitu sejauhmana pelayanan yang diberikan mampu
memenuhi harapan dan kepuasan pasien.1,2
ILMU PENYAKIT DALAM
Page 11
TB Putus Berobat
Page 12
TB Putus Berobat
12. PENATALAKSANAAN
STANDAR UNTUK PRNGOBATAN BERDASARKAN ISTC
Pengobatan
untuk
penderita
tuberkulosis
tidak
hanya
menjadi
masalah
individu kesehatan, tapi juga merupakan masalah publik kesehatan. Jadi, semua penyedia
pelayanan, publik dan swasta, yang melakukan terapi / pengobatan pada pasien TB, harus
memiliki pengetahuan untuk meresepkan standar pengobatan dan sarana untuk menilai
kepatuhan dan ketidakpatuhan pasien untuk memastikan pengobatannya selesai.
Adapun standar untuk pengobatan TB adalah sebagai berikut :1
Standar 7
Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung jawab
kesehatan masyarakat yang penting untuk mencegah penularan infeksi lebih lanjut dan
terjadinya resistensi obat. Untuk memenuhi tanggung jawab ini praktisi tidak hanya
memberikan paduan obat yang tepat, tetapi juga memanfaatkan pelayanan kesehatan
masyarakat lokal dan sarana lainnya, jika memungkinkan, untuk menilai kepatuhan pasien
dan untuk mengatasi ketidakpatuhan bila terjadi.Pengobatan penderita TB bukan hanya
maslah penyakit individu, jadi semua penyedia pelayanan, publik dan swasta, yang
melakukan terapi / pengobatan pada pasien TB, harus memiliki pengetahuan untuk
meresepkan standar pengobatan dan sarana untuk menilai kepatuhan dan ketidakpatuhan
pasien untuk memastikan pengobatannya selesai.1
Standar 8
Semua pasien (termasuk mereka dengan infeksi HIV) yang belum pernah diobati
harus diberi paduan obat yang disepakati secara internasional menggunakan obat
bioavailabilitas telah diketahui. Fase inisial harus terdiri dari 2 bulan isoniazid (INH),
rifampisin (RIF), pirazinamid (PZA), dan etambutol (EMB). Fase lanjutan harus terdiri dari
isoniazid dan rifampisin diberikan selama 4 bulan. Dosis obat antituberkulosis yang
digunakan harus sesuai dengan rekomendasi internasional. Kombinasi dosis tetap (FDC)
yang terdiri dari kombinasi 2 obat (isoniazid dan rifampisin), 3 obat (isoniazid, rifampisin,
dan pirazinamid) dan 4 obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol) obat sangat
direkomendasikan.1
ILMU PENYAKIT DALAM
Page 13
TB Putus Berobat
Standar 9
Untuk
membina
dan
menilai
kepatuhan
(adherence)
kepada
pengobatan,
suatu pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan kebutuhan
pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan penyelenggara kesehatan,seharusnya
dikembangkan untuk semua pasien. Pengawasan dan dukungan harusnya berbasis individu
dan harus memanfaatkan bermacam macam intervensi yang direkomendasikan dan layanan
pendukung yang tersedia, termasuk konseling dan penyuluhan pasien. Element utama dalam
strategi yang berpihak kepada pasien adalah penggunaan cara cara menilai dan
mengutamakan kepatuhan terhadap panduan obat dan menangani ketidakpatuhan, bila
terjadi. Cara cara ini seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien dan dapat diterima oleh
kedua belah pihak, yaitu pasien dan penyelenggara pelayanan. Cara cara ini dapat
mencakup pengawasan langsung menelan obat (directly obsreved therapy-DOT) serta
identifikasi dan pelatihan bagi pengawas dan penelan obat (untuk TB dan,jika
memungkinkan, untuk HIV) yang dapat diterima dan dipercaya oleh pasien dan system
kesehatan. Insetif dan dukungan, termasuk dukungan keuangan untuk kepatuhan.
Pendekatan yang dijelaskan dalam standar ini dirancang untuk mendorong dan memfasilitasi
kemitraan positif antara penyedia dan pasien, bekerja sama untuk meningkatkan kepatuhan.
Kepatuhan
terhadap
pengobatan
adalah
faktor
penting
dalam
menentukan
keberhasilan pengobatan.1
Standar 10
Respon terhadap terapi pada pasien TB paru harus dimonitor dengan pemeriksaan
dahak mikroskopik berkala (dua spesimen) waktu fase inisial berakhir (2 bulan). Jika apus
dahak positif pada akhir fase inisial, apus dahak harus diperiksa lagi setelah 3 bulan dan, jika
positif, biakan dan uji resistensi terhadap isoniazid dan rifampisin harus dilakukan. Pada
pasien Tb ekstra paru dan pada anak, penilaian respons pengobatan terbaik adalah secara
klinis.1
Pemantauan pasien dan pengawasan pengobatan adalah dua fungsi yang terpisah.
Pemantauan pasien digunakan untuk mengevaluasi respon terapi terhadap penyakit serta
untuk mengetahui apakah ada efek samping obat yang mengganggu. Dan untuk menilai
respon pengobatan terhadap TB paru, metode yang paling cepat adalah dengan pemeriksaan
dahak mikroskopik, di mana kualitas laboratorium telah terjamin.1
ILMU PENYAKIT DALAM
Page 14
TB Putus Berobat
Standar 11
Penilaian
kemungkinan
resistensi
obat,
berdasarkan
riwayat
pengobatan
terdahulu, pajanan dengan sumber yang mungkin resisten obat, dan prevalensi resisten obat,
dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada semua pasien
yang sebelumnya pernah diobati. Pasien yang apus dahaknya tetap positif setelah pengobatan
3 bulan selesai dan pasien gagal pengobatan, putus obat, atau kasus kambuh setelah
pengobatan harus selalu dinilai terhadap resistensi obat. Untuk pasien dengan kemungkinan
resisensi obat, biakan dn uji sensitivitas/resistensi obat setidaknya terhadap isoniazid dan
rifampisin seharusnya dilaksankan segera untuk meminimalkan penularan. Cara cara
pengontrolan infeksi yang memadai seharusnya dilakukan.1
Standar 12
Pasien yang menderita atau kemungkinan menderita TB yang disebabkan kuman
resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang
mengandung obat anti TB lini kedua. Paduan obat yang dpilih dapat distandarisasi tau sesuai
pola sensitiviti obat berdasarkan dugaan atau yang telah terbukti. Paling tidk harus digunakan
4 obat yang masih efektif, termasuk obat suntik, harus diberikan paling tidak 18 bulan setelah
konversi biakan. Cara cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan
kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Konsultasi
dengan
penyelenggara
pelayanan
Page 15
TB Putus Berobat
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.Putus berobat (default) menurut Depkes RI (2006) adalah
pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4 mikrometer dan tebal 0,3-0,6 mikrometer. Mycobacterium
tuberkulosis ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
sehingga disebut Basil Than Asam (BTA).
Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan kepada orang lain
dan mencegah
terjadinya resistensi terhadap Obat Anti TB (OAT). Untuk itu diperlukan OAT yang efektif
dengan pengobatan jangka pendek. Pada TB putus obat diberikan pengobatan TB kategori II.
ILMU PENYAKIT DALAM
Page 16
TB Putus Berobat
DAFTAR PUSTAKA
1. Amran Alfriani.TB Putus Obat. Available from : http://www.tbputusobat.pdf.com
2. USU.Tuberkulosis putus berobat. Available from :
http://www.tuberkulosisputusberobat.pdf.com
3. Maruli Arif.TB Putus Obat. Available from : http://www.tbputusobat.scribd.com
4. Rahajoe N Nastiti.2008.Pedoman Nasional Tuberkulosis.Jakarta:UKK Respirologi.
Hal : 56-63
5. Amin Zulkifli.Tb Paru dalam .Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Sudoyo W
Page 17