Anda di halaman 1dari 6

Tuberkulosis 1.

Epidemiologi Estimasi dari WHO menunjukkan bahwa kasus tuberkulosis (TB) baru di tahun 2008 paling banyak terjadi di Asia Tenggara yaitu 35% dari seluruh kasus TB dunia.1 Diperkirakan 1,7 juta orang meninggal karena TB di tahun 2009 atau sama dengan 4.700 kematian per hari, dengan daerah terbanyak adalah di Afrika.1-2 Di Indonesia sendiri diperkirakan terdapat 62,000 kematian akibat TB pada tahun yang sama.2 Indonesia masih menempati urutan ke-3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.3 Prevalensi TB umumnya meningkat seiring dengan usia, dengan peningkatan risiko sebesar 2-4 kali pada kelompok usia di atas 65 tahun dibandingkan dengan di bawah 65 tahun.4 Kebanyakan kasus TB pada lanjut usia (lansia) merupakan reaktivasi dari infeksi sebelumnya.4 2. Etiologi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.1, 3 3. Klasifikasi 3.1.Tuberkulosis Paru TB Paru adalah TB yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura. 3.1.1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB Paru dibagi atas: a. TB paru BTA (+) adalah: Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran TB aktif Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif b. TB paru BTA (-) adalah: Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan TB aktif Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. Tuberculosis positif 3.1.2. Berdasarkan tipe pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien, yaitu: a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif/perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan: Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan, dll) TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus TB c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan. e. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik. f. Kasus bekas TB Hasil pemeriksaan BTA negatif ( biakan juga negatif bila ada) dan gambatan radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi. 3.2. TB Ekstraparu TB ekstraparu adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, seperti meninges, ginjal, kelenjar getah bening, tulang, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dengan TB ekstraparu aktif.

TB paru (+) TB paru TB TB ekstraparu


Kasus baru

TB paru (-)

Kasus kambuh Tipe penderita TB paru

Kasus drop out Kasus gagal pengobatan Kasus kronik

4. Diagnosis 4.1. Gejala klinis Pasien suspek TB dapat dicurigai dengan melihat gejala gejala respiratorik seperti batuk 2 minggu, batuk darah, sesak napas, atau nyeri dada.3, 5 Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang berat tergantung dari luas lesi. Selain itu, dapat pula terdapat gejala sistemik, seperti: demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan penurunan berat badan.3, 5

4.2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang ditemukan tergantung dari organ yang terlibat. Para TB paru, kelainan yang dijumpai tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit, kelainan umumnya sulit ditemukan. Bila ditemukan kelainan biasanya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.3

4.3. Pemeriksaan bakteriologi

Penemuan bakteri TB memiliki arti penting dalam menegakkan diagnosis TB. Bahan untuk pemeriksaan ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, urin, feses, dan jaringan biopsi. Pengambilan dahak dilakukan 3 kali, yang lebih dikenal dengan singkatan SPS, yaitu sewaktu, pagi, dan sewaktu, atau setiap pagi 3 hari berturut turut. Digunakan pewarnaan Ziehl-Nielsen untuk pemeriksaan mikroskopis biasa.3, 5 Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan adalah: 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif berarti BTA positif 1 kali positif, 2 kali negatif perlu dilakukan pemeriksaan BTA ulang, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif berarti BTA positif bila 3 kali negatif berarti BTA negatif

4.4. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah foto toraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah, terdapat kavitas yang biasanya lebih dari satu dan dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular, bayangan bercak milier, serta efusi pleura unilateral.3, 5 Sedangkan gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif, yaitu: fibrotik, kalsifikasi, dan penebalan pleura.3

Hubungan TB paru dengan DM

Tidak jarang ditemukan TB paru merupakan penyakit penyerta pada penderita diabetes mellitus (DM).6-7 Risiko relatif (RR) terkena TB paru meningkat sampai 5 kali lipat pada penderita DM dibanding populasi normal.7 Dalam suatu studi autopsi sebelum tahun 1900, 50% dari kasus DM memiliki TB paru.6 Insidens DM di antara penderita TB paru lebih tinggi dibanding dengan populasi normal, sebaliknya, proporsi pasien TB paru yang juga memiliki DM lebih tinggi dari yang diperkirakan.6 Jika seorang pasien DM tidak kunjung sembuh terhadap penatalaksaan yang tepat, mungkin perlu dilakukan skrining TB, sebagaimana lelah, sering berkeringat, dan penurunan berat badan merupakan gejala umum TB dan DM. Penurunan nafsu makan pada penderita DM juga dapat merupakan suatu indikasi orang tersebut menderita TB.6 Beberapa alasan yang dikemukan para peneliti mengenai hubungan erat antara TB dan DM, antara lain: keadaan hiperglikemi yang membantu pertumbuhan, viabilitas, dan pergerakan dari kuman TB.6-8 Gangguan nutrisi, elektrolit, dan asidosis jaringan lokal membuat tubuh rentan dengan infeksi.6-7 Selain itu, kerusakan sistem imun tubuh seperti: gangguan fagositosis dan vaskular, pada pasien DM mengakibatkan mudahnya penyebaran infeksi.6-8

Gambaran radiologi Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam presentasi gambaran TB pada pasien DM dengan kelompok kontrol.7 Hal ini berbeda dengan penelitian Qazi, dkk. yang menemukan kavitasi TB pada pasien DM lebih tinggi, di mana lobus bawah merupakan tempat tersering.9 Hasil ini juga didukung oleh Perez-Guzman, dkk., yang menelaah gambaran radiologi dari 192 pasien DM dengan TB.8

Penatalaksanaan Pada prinsipnya, jika pasien DM memiliki kadar gula yang terkontrol, respon terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) sama seperti pasien TB tanpa DM.3 Masalah terkait terapi yang mungkin muncul, antara lain: gangguan absorbsi obat pada sistem GI, keadaan hiperglikemik yang mengganggu kadar gula di jaringan, gangguan fungsi makrofag alveolar dan sel CD4. Berdasarkan pengalaman klinis, beberapa ahli menganjurkan agar pengobatan TB pada pasien DM diperpanjang sampai 9 atau bahkan 12 bulan.3, 6 Banyak OAT dimetabolisme di hati. Rifampisin menginduksi enzim enzim hepatik yang mengaktivasi metabolisme sulfonilurea oleh hati sehingga pemakaian sulfonilurea perlu ditingkatkan dosisnya pada pasien DM yang menerima OAT.3, 6 Penggunaan etambutol perlu dihindari karena efek samping etambutol pada mata, di mana pasien DM sering mengalami komplikasi pada mata.3 Beberapa OAT memiliki efek metabolik dan endokrin yang dapat mempengaruhi keadaan diabetik, seperti: isoniazid dan rifampicin keduanya mengakibatkan metabolisme vitamin D yang abnormal dan hipokalsemia. Terapi para-aminosalicylic acid berhubungan dengan hipoglikemi, goiter, dan hipotiroidism.6

1. Tuberculosis. World Health Organization; 2011; Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/. 2. Global Tuberculosis Control. WHO Report: World Health Organization2010. 3. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006. 4. Chutka DS. Geriatrics. In: Habermann TM, Ghosh AK, editors. Mayo Clinic Internal Medicine: Concise Textbook2008. p. 335-6. 5. Tuberculosis. 5th ed. Varaine F, Henkes M, Grouzard V, editors2010. 6. Ljubic S, Balachandran A, Pavlic-Renar I, Barada A, Metelko Z. Pulmonary infections in diabetes mellitus. Diabetologia Croatica. 2004;33(4). 7. Bashar M, Alcabes P, Rom WN, Condos R. Increased incidence of multidrug-resistant tuberculosis in diabetic patients on the bellevue chest service, 1987 to 1997. Chest. 2010;120:15149. 8. Perez-Guzman C, Torres-Cruz A, Villareal-Velarde H, Salazar-Lezama M, Vargas M. Atypical radiological images of pulmonary tuberculosis in 192 diabetic patients: a comparative study. Int J Tuber Lung Dis. 2001;5(5):455-61. 9. Qazi MA, Sharif N, Warraich MM, Imran A, Haque IU, Attique MUH, et al. Radiological pattern of pulmonary tuberculosis in diabetes mellitus. Annals. 2009;15:71-4.

Anda mungkin juga menyukai