DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Oleh:
DINA FAIZAH
ALBERT ALVITO
RISQON NAFIAH
GADISTYA NOVITRI
A. Diagnosis TB Paru
Diagnosis tuberculosis (TB) merupakan suatu keterampilan klinis yang harus selalu
dilatih dan dikembangkan seiring pengalaman. Hingga saat ini, belum ada satu tes
diagnostik yang dapat dilakukan dengan cepat, mudah, murah, dan akurat untuk
mendiagnosis tuberkulosis aktif. Modalitas yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
tuberkulosis aktif antara lain gejala klinis, bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
1. Gejala klinis
Gejala klinis tuberkulosis terbagi menjadi dua, yakni gejala lokal dan sistemik.
Gejala lokal berarti gejala yang ditunjukkan oleh organ yang terlibat. Dalam
kasus TB paru, gejala lokal disebut juga gejala respiratorik.
Gejala respiratorik utama mencakup batuk kronis selama lebih dari dua minggu,
disertai dahak, sesak nafas, nyeri dada, dan kadang disertai batuk darah. Gejala
sistemik yaitu demam, keringat dingin pada malam hari, nafsu makan berkurang,
berat badan menurun drastis, dan malaise. Gejala-gejala ini bervariasi tergantung
beratnya penyakit dan luas lesi pada paru. Sebagian besar penderita TB paru akan
menunjukkan gejala-gejala di atas, tetapi adanya gejala ini tidak bersifat spesifik
karena berbagai penyakit lain juga dapat memberikan manifestasi yang sama.
Meski demikian, seorang dokter harus mencurigai adanya TB paru jika
ditemukan pasien dengan gejala seperti di atas.
Tidak semua pasien akan menunjukkan gejala-gejala TB, terutama pada pasien
dengan immunocompromised seperti HIV, DM, orang tua, dan anak-anak. Pada
pasien-pasien seperti ini pemeriksaan harus dilakukan dengan lebih teliti dan
detail.
2. Pemeriksaan Fisik
Penemuan pada pemeriksaan fisik tergantung dari organ yang terlibat dalam
proses infeksi. Pada TB paru, pemeriksaan fisik paru harus dilakukan dengan
teliti. Kelainan yang didapat tergantung dari luas lesi dan abnormalitas struktur
paru. Pada fase awal penyakit, hampir tidak ditemukan kelainan. Jika penyakit
telah mencapai fase yang lebih lanjut, dapat ditemukan kelainan terutama dengan
daerah predileksi di lobus superior (segmen posterior dan apeks) serta apeks
lobus inferior. Kelainan yang dapat ditemukan antara lain suara nafas bronchial,
suara nafas yang melemah, ronki basah, serta tanda-tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum.
Jika terjadi infeksi tuberkulosis pada pleura, dapat ditemukan efusi pleura. Pada
inspeksi ditemukan pergerakan asimetris dengan sisi yang efusi tertinggal. Pada
perkusi terdengar daerah yang pekak, pada auskultasi suara nafas terdengar
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang mengalami efusi.
Selain itu, harus juga diperiksa adanya pembesaran kelenjar getah bening di
daerah sekitar paru, tersering di daerah leher, kadang-kadang juga di ketiak.
3. Mikrobiologi
a. Apusan BTA sputum
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan
jika pasien dicurigai memiliki TB paru dari gejala klinis. Pada pasien dengan
batuk berdahak, sputum diambil pada pagi hari. Pada pasien yang tidak
mampu mengeluarkan dahak, produksi sputum dapat diinduksi dengan obat.
Spesimen sebaiknya segar dan bukan liur atau ludah. Sebaiknya diambil tiga
specimen sputum, namun beberapa studi menunjukkan bahwa pemeriksaan
specimen ketiga hanya sedikit meningkatkan deteksi kasus sehingga WHO
merekomendasikan setidaknya dua sampel sputum.
Pemeriksaan mikroskopik untuk pewarnaan BTA bersifat murah, cepat, dan
cukup mudah dilakukan. Sensitivitas pewarnaan BTA adalah 65% - 80%
dengan
lebih
dari
satu
specimen
sputum.
Dibutuhkan
6000-1000
mencapai lebih dari 80% dan spesifisitas mencapai 98%. Namun dapat juga
terjadi positif palsu jika ada kontaminasi di laboratorium atau pada proses
pengambilan specimen.
c. Metode molekuler
Metode molekuler menggunakan PCR untuk mendiagnosis TB. Metode ini
sangat sensitif dan spesifik dan dapat mendeteksi adanya bakteri meski hanya
terdapat 1-10 organisme dalam suatu specimen. Selain itu PCR dapat
dilakukan dalam waktu beberapa jam saja. Akan tetapi, PCR mendeteksi baik
organisme hidup maupun mati. Oleh karena itu teknologi ini lebih berguna
untuk diagnosis awal, bukan untuk follow-up hasil terapi. Selain itu, PCR
juga dapat mendeteksi organisme yang memiliki resistensi terhadap obat anti
tuberkulosis (OAT) sehingga dapat digunakan untuk mendiagnosis MDR-TB.
4. Pemeriksaan Radiologi
Dalam menentukan diagnosis TB, pemeriksaan radiologi bisa menjadi salah satu
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan standar radiologi adalah foto toraks PA, sedangkan
pemeriksaan lainnya adalah foto lateral, top-lordotik, ataupun oblik. Gambaran radiologi
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah sebagai berikut:
-
Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
Sedangkan gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif, adalah sebagai
berikut:
-
Berdasarkan gambaran radiologi, luas lesi yang tampak pada foto toraks bisa dinilai
sebagai berikut:
-
Lesi minimal, jika gambaran tidak lebih luas dari sela iga 2 depan
Lesi luas, jika gambaran lebih luas dari lesi minimal
5. Pemeriksaan Khusus
- Pemeriksaan BACTEC
6. Pemeriksaan Lain
- Analisis cairan pleura
Pada pasien efusi pleura, pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta perlu
dilakukan. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis
adalah uji Rivalta positif, kesan cairan eksudat, serta adanya limfosit dominan
-
B. Klasifikasi TB 2
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Kasus
kambuh
(Relaps):
pasien
tuberkulosis
yang
sebelumnya
pernah
buruk
Sistem scoring untuk TB anak. Dikatakan (+) apabila skor >7 dan dikatakan (-) apabila
skor <7
Si
DAFTAR PUSTAKA