Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN

MANAJERIAL PELAYANAN TB STRATEGI DOTS

RUMAH SAKIT UMUM KECAMATAN MAMPANG PRAPATAN


TAHUN 2015
PANDUAN MANAJERIAL PELAYANAN TB DOTS
RSUK MAMPANG PRAPATAN

I. DEFINISI

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang


disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang
ditularkan melalui udara. Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini
pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama basil Koch. Bahkan,
penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan


komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus.

Gejala Penyakit TB digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum


dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TB adalah
disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama
pada kasus-kasus baru.

1. Gejala umum (Sistemik)


- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
- Penurunan nafsu makan
- Berat badan turun drastis
- Perasaan tidak enak (malaise), letih, lemah, lesu.

2. Gejala khusus (Khas)


- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar,akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah
yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai selaput otak dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada penderita usia
anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala maka TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-
50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa
memberikan hasil uji tuberkulin positif.

Pada anak usia 3 bulan - 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk penegakan diagnosa TB antara


lain :
1) Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya
2) Pemeriksaan fisik secara langsung
3) Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak)
4) Pemeriksaan patologi anatomi (PA)
5) Rontgen dada (thorax photo)
6) Uji tuberkulin.

DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi


pengobatan pasien TB dengan menggunakan paduan obat jangka pendek
yang diawasi langsung oleh seorang pengawas dan dikenal sebagai PMO
(pengawas menelan obat) Pengobatan TBC dengan strategi DOTS ini
merupakan satu-satunya pengobatan TBC yang saat ini direkomendasikan oleh
organisasi kesehatan sedunia (WHO) karena terbukti paling efektif.

DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC


agar menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan
sembuh.Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa
sampai 95 %.
Pelaksanaan DOTS di rumah sakit mempunyai daya ungkit dalam
penemuan kasus (case detection rate, CDR), angka keberhasilan pengobatan
(cure rate), dan angka keberhasilan rujukan (succes referal rate).

Adapun strategi DOTS terdiri dari:


1. Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh
menanggulangi TBC.
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang terstandar bagi semua kasus TB,
dengan penatalaksanaan kasus secara tepat, termasuk
pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan obat anti tuberkulosis (OAT) yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara
keseluruhan.

II. RUANG LINGKUP

Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi dan


diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi
terkait termasuk rumah sakit pemerintah dan swasta, dengan mengikut
sertakan secara aktif semua pihak dalam kemitraan yang bersinergi untuk
penanggulangan TB di seluruh Indonesia dan di RSUK Mampang khususnya.

III. TATA LAKSANA

Protokol pencegahan, pengobatan dan penanganan pasien TB, meliputi :


1. Pencegahan TB.
 Diagnosa TB
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu Sewaktu – pagi – sewaktu ( SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi Overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk
suspek TB paru.

 Diagnosis TB ekstra paru.


Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfesuperfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.Diagnosis pasti
sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan
ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain

 Alur Diagnosis TB Paru Dewasa


 Sistem Scoring ( Pembobotan ) Gejala dan penunjang Diagnosis
TB Anak

 Diagnosa TB Sesuai ISTC (International Standards for Tuberculosis


Care)
ISTC merupakan standar yang melengkapi pedoman program
penanggulangan TB Nasional yang direkomendasikan oleh WHO. ISTC
telah didukung oleh berbagai organisasi kesehatan baik internasional
maupun nasional, antara lain KNCV, ATS, IUATLD,US CDC dan di
Indonesia telah didukung oleh IDI, PDPI, PAPDI, IDAI, POGI,PAMKI.
Tujuannya memberikan penjelasan standar penanganan TB yang dapat
diterima luas di setiap tingkat pelayanan oleh semua praktisi, baik instansi
pemerintah maupun swasta dalam menangani pasien yang diduga atau
menderita TB, memberikan pelayanan bermutu tinggi kepada pasien TB
meliputi semua usia, BTA positif atau pun negatif, ekstra paru, MDR
(Multiple Drugs Resistance), HIV denganTB.

 6 standar diagnosis menurut ISTC


Standar 1
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih,yang
tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis (TB).

Standar 2
Semua pasien (dewasa, remaja dan anak yang dapat mengeluarkan
dahak) yang diduga menderita TB paru harus menjalani pemeriksaan
dahak mikroskopis minimal2 dan sebaiknya 3kali.Minimal satu specimen
harus berasal dari dahak pagi hari. Pemeriksaannya mudah, dapat
dilakukan di hampir semua pusat pelayanankesehatan. Data terakhir
menunjukkan :·Pemeriksaan Sputum 1 : positif 83-87%· Pemeriksaan
Sputum 2 : positif bertambah 10-12%· Pemeriksaan Sputum 3 : positif
bertambah 3-5%.

Standar 3
Pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang diduga menderita
TB ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya
diambiluntuk pemeriksaan mikroskopis dan jika tersedia fasilitas dan
sumber daya, dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi. Hal
ini dikarenakan sedikitnya Mycobacterium Tb yang ditemukan pada
ekstraparu. Pada pleuritis TB BTA positif hanya 5-10%, pada meningitis
TB lebih rendah lagi. Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks
untuk mengetahui ada tidaknyaTB paru dan TB millier.

Standar4
Semua orang dengan gambaran foto toraks diduga tuberculosis
seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.Hasil
penelitian dari 2229 pasien yang dilakukan pemeriksaan foto toraks,
227pasien dianggap TB, 36 % ternyata BTA negatif, sisa nya (2002
pasien) yangdianggap tidak TB, ternyata pada 31 pasien kultur BTA nya
positif.

Standar 5
Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus didasarkan
pada kriteria berikut :
 Minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk
minimal 1 kali dahak pagi hari)
 Gambaran foto toraks sesuai tuberkulosis·
 Tidak ada respon terhadap antibiotika spektrum luas
(Catatan : fluorokuinolon harus dihindari karena aktif
terhadapM.Tuberculosis complex sehingga dapat menyebabkan
perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis).Untuk pasien ini,
jika tersedia fasilitas, biakan dahak seharusnya dilakukan.
 Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV evaluasi diagnostik harus
disegerakan.

Standar 6
Diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni, paru, pleura dan kelenjar getah
bening hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala namun
sediaanapus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan
radiografi toraks sesuai tuberkulosis dan terdapat riwayat kontak atau uji
kulit tuberkulin positif. Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasilitas, harus
dilakukan pemeriksan biakan dari bahan yang berasal dari batuk,
bilas lambung atau induksi dahak.

Dengan berdasarkan 6 standar diagnosis di atas, diharapkan setiap


dokter baik dari instansi pemerintah maupun swasta dapat mendiagnosis
penderita TB dengan tepat sehingga menurunkan angka kesakitan dan
kematian karena TB ,resiko penularan TB, mengurangi dampak sosial dan
ekonomi akibat TB sehinggaTB tidak menjadi masalah lagi bagi
masyarakat Indonesia
2. Pengobatan TB.
 Prinsip Pengobatan TB
a. Menyembuhkan penderita
b. Mencegah kematian
c. Mencegah kekambuhan
d. Menurunkan tingkat penularan

 Pengobatan TBC pada orang dewasa


Kategori 1 : 2RHZE/4RH
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
a. Penderita baru TB paru dgn BTA positif.
b. Penderita TB ekstra paru berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
a. Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

 Pengobatan TBC pada anak


Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau
9 bulan, yaitu:

a. 2HR/7H2R2
INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan
(ditambahkan Etambutol biladiduga ada resistensi terhadap INH).

b. 2HRZ/4H2R2
INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2
bulan pertama,kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali
seminggu selama 4 bulan (ditambahkanEtambutol bila diduga
ada resistensi terhadap INH).Pengobatan TBC pada anak-anak jika
INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimalperhari INH
10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.Dosis anak INH dan rifampisin
yang diberikan untuk kasus:
 TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hariRifampisin : 10 mg/kgbb/hari
 TB berat (milier dan meningitis TBC)
NH : 10 mg/kgbb/hariRifampisin : 15 mg/kgbb/hariDosis
prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

 OAT ( Obat Anti Tuberculosa )


Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut
Fix Dose Combination (FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat
kompipak, yaitu rejimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet
yang ada sudah berisi 2,3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan.

WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa


keunggulan dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk
kombipak apalagi dalam bentuk lepas.

Keuntungan penggunaan OAT FDC:


a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu
kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat
badan penderita.
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih
mudah pemberiannya dan meningkatkan penerimaan penderita
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka
penderita tidak bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah
pengelolaannya dan lebih murah pembiayaannya.

Beberapa hal yang mungkin terjadi dan perlu diantisipasi dalam


pelaksanaan pemakaian OAT-FDC : Salah persepsi, petugas akan
menganggap dengan OAT-FDC, kepatuhan penderita dalam menelan
obat akan terjadi secara otomatis, karenanya pengawasan minum obat
tidak diperlukan lagi. Tanpa jaminan mutu obat, maka bio-availability obat,
khususnya Rifampisin akan berkurang. Jika kesalahan peresepan benar
terjadi dalam OAT-FDC, maka akan terjadi kelebihan dosis pada semua
jenis OAT dengan Risiko toksisitas atau kekurangan dosis yang
memudahkan berkembangnya resistensi obat. Bila terjadi efek samping
sulit menentukan OAT mana yang merupakan penyebabnya. Karena
paduan OAT-FDC untuk kategori-1 dan kategori-3 yang ada pada saat ini
tidak berbeda maka dapat menurunkan nilai pentingnya pemeriksaan
dahak mikroskopis bagi petugas. Pemakaian OAT-FDC tidak berarti
mengganti atau meniadakan tatalaksana standar dan pengawasan
menelan obat.

 Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Anda mungkin juga menyukai