Anda di halaman 1dari 10

[Type text]

PROGRAM KERJA TB DOTS


RSJ MUTIARA SUKMA
2019

I. PENDAHULUAN
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya.
Penularan penyakit TB melalui droplet (udara) sehingga penularan TB dari satu pasien ke
pasien lain sangatlah mudah, terlebih didukung dengan status imunitas yang rendah.
Dengan bertambahnya kasus TB, WHO mengembangkan strategi penanggulanganan TB yang
dikenal dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) dan telah terbukti sebagai
strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif. Penerapan strategi DOTS, disamping
secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR TB.

II. LATAR BELAKANG


Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina.
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium Tuberculosis.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia produktif. Situasi TB didunia semakin memburuk,
jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. Menyikapi hal tersebut,
WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (Global Emergency).
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien
TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian
menurunkan insiden TB di masyarakat.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
1. Komitmen politis.
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang
tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

III. TUJUAN
Tujuan Umum
1. Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB.

[Type text]
[Type text]

2. Memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR TB di Rumah Sakit Mutiara
Sukma.
3. Melindungi petugas kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular.

Tujuan Khusus

IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


IV.1 Pelayanan Pasien TB
A. Tatalaksana Pasien TB.
 Penjaringan Suspek
 Diagnosis
 Klasifikasi Penyakit dan Tipe pasien
B. Tatalaksana Pengobatan TB.
C. Tatalaksana Pengawasan Minum Obat.
D. Tata Laksana Pemantauan dan Hasil pengobatan TB.
E. Tata Laksana Penjaringan Suspek TB MDR Dan Kolaborasi TB-HIV.

IV.2. Kegiatan Rutin


1. Rapat Tim TB setiap 3 bulan.
2. Membuat POJOK DOTS sebagai tempat edukasi pasien TB, pencatatan dan pelaporan pasien
TB.

IV.3. Pengembangan SDM (Pendidikan dan Pelatihan Staff)


a. Pelatihan pencegahan penularan TB in-house training untuk semua petugas RS.
b. Pelatihan Penanggulangan TB untuk Tim TB.

IV.4. Penyuluhan
a. Penyuluhan ke pasien dan keluarga terkait TB.
b. Membuat brosur tentang TB – koordinasi dengan Tim PKRS.

IV.5. Penyusunan Program Kerja tahun 2019


1. Perhitungan dan pengumpulan data evaluasi kegiatan TB triwulan.
2. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran TB tahun 2019.
3. Pelaporan hasil Program Kerja 2019 ke Pimpinan RS.

IV.5. Peningkatan Mutu Pelayanan TB


a. Analisa Indikator Mutu.
b. Penyusunan Pedoman dan PPK (Panduan Praktik Klinik TB).

V. PELAKSANAAN KEGIATAN
V.I. Pelayanan Pasien TB
A. Tatalaksana pasien TB
1.Penjaringan suspek

[Type text]
[Type text]

Dilakukan pada pasien rawat jalan maupun rawat inap yang berada dalam lingkungan Rumah Sakit
Mutiara Sukma dan memenuhi standar diagnosis yang ditetapkan oleh standar internasional
penanganan TB.

Yang termasuk suspek TB antara lain :


a. Semua orang yang datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk berdahak 2 (dua) minggu atau
lebih dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis.
b. Semua kontak dengan pasien TB Paru BTA positif yang menunjukkan gejala yang sama harus
dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan dahak.
c. Semua keluarga pada penderita TB Anak yang menunjukkan gejala yang sama harus dianggap
sebagai seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan dahak.

2. Diagnosis
A. Diagnosis TB Paru Dewasa
Diagnosis TB Paru dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Selain untuk diagnosis, pemeriksaan dahak
digunakan juga untuk menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 (tiga) spesimen
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS).
 S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua
 P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur
pagi. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas laboratorium.
 S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.

B. Diagnosis TB Anak
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan skor lebih atau sama dengan 6
(enam) harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat, maka perlu dilakukan
pemeriksaan diagnostik lain sesuai indikasi untuk memperkuat diagnosis TB seperti bilas
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT
scan, dan lain-lain.
Sistem Skoring TB Anak

Parameter 0 1 2 3 Jumlah

[Type text]
[Type text]

Kontak TB Tidak jelas laporan BTA positif


keluarga,
BTA negatif
atau tidak
tahu, BTA
tdk jelas

Uji Tuberculin negatif positif (≥10mm


atau ≥5mm pada
keadaan
imunosupresi)

Berat bawah garis klinis gizi


badan/keadaan merah(KMS) atau buruk BB/U
gizi < 60%
BB/U < 80%

Demam tanpa ≥ 2 minggu


sebab jelas

Batuk* ≥ 3 minggu

Pembesaran ≥ 1cm,
kelenjar limfe
koli, aksila, jumlah >1, tidak
inguinal nyeri

Pembengkakan ada
tulang/sendi pembengkakan
panggul,
lutut,falang

Foto toraks normal/ kesan TB

tidak jelas

Jumlah

*batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronis lainnya seperti
asma, sinusitis dan lain-lain

Interpretasi:

≥ 6 (enam) : dapat ditatalaksana sebagai pasien TB

<6 (enam) : tetapi klinis sangat mencurigakan TB maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik
lainnya sesuai indikasi

C. Diagnosis TB Ekstra Paru


Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena misalnya kaku kuduk pada meningitis TB,
nyeri dada pada TB Pleura, pembesaran kelenjar limfe superfisial pada lymphadenitis TB, dan
lain-lain. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.

[Type text]
[Type text]

Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan
alat-alat diagnostik, misal uji mikrobiologi, patologi anatomi, dan lain-lain.
Seorang pasien TB ekstra paru sangat mungkin juga menderita TB Paru. Oleh karena
itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak. Jika hasil pemeriksaan dahak negatif, dapat dilakukan
foto toraks.

3.Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien


a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
1. Tuberkulosis Paru
2. Tuberkulosis Ekstra Paru

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis (pada TB Paru)


1. Tuberkulosis BTA Positf
2. Tuberkulosis BTA negatif
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1. TB paru BTA negatif foto thoraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misal proses ‘far advanced’), dan
atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasar pada tingkat keparahan penyakit, yaitu
 TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra paru berat misalnya meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudatif bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasar riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien
yaitu :
1. Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberculosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
3. Pengobatan setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 (dua) bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4. Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6. Lain-lain

[Type text]
[Type text]

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalan kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.

B. Tata Laksana Pengobatan TB


a. Prosedur dan Tata Cara Pengobatan TB
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Tidak diperkenankan menggunakan
OAT tunggal (monoterapi). Penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT=
Directly Observed Treatment) oleh pengawas menelan obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap awal (intemsif) dan tahap
lanjutan.

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia
adalah :
1. Kategori 1 : 2HRZE atau 4 (HR)3
2. Kategori 2 : 2HRZES atau (HRZES) atau 5(HR)3E3
3. OAT sisipan : HRZE
4. OAT Anak : 2HRZ atau 4HR

Sebelum memulai pengobatan TB, pasien dan PMO harus mendapatkan edukasi mengenai hal-hal di
bawah ini:
 Cek domisili pasien. Jika domisili pasien TB di luar wilayah Sukoharjo, rujuk ke UPK
terdekat, kecuali ada pertimbangan khusus (bekerja di wilayah Sukoharjo atau karyawan
Rumah Sakit Mutiara Sukma atau perjanjian kerja sama perusahaan hanya dengan RS Mutiara
Sukma). Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa alasan merujuk adalah untuk
memperkecil kemungkinan DO.
 Apa itu penyakit TB, bagaimana cara penularannya, pencegahan penularan, dan bagaimana
gejala TB.
 Rencana pengobatan : berapa lama, cara pengobatan (oral saja atau oral +injeksi), frekuensi
kontrol, biaya-biaya yang mungkin akan dikeluarkan selama pengobatan. Jika pasien dan atau
keluarga merasa berat dengan biaya-biaya yang akan dikeluarkan selama masa pengobatan,
rujuk ke puskesmas untuk pengobatannya.
 Pengaturan nutrisi.
 Efek samping obat yang mungkin timbul.
 Pengobatan tidak boleh terputus walau pasien sudah tidak ada keluhan atau merasa sehat, perlu
dijelaskan pula risiko jika putus berobat.

C. Tata Laksana Pengawasan Menelan Obat


Persyaratan PMO (Pengawas Minum Obat)
 Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

[Type text]
[Type text]

 Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.


 Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
 Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
a. Siapa yang bisa menjadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader, guru, anggota PKK, tokoh masyarakat
atau keluarga.
b. Tugas PMO
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
 Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala
mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri.

D. Tata Laksana Pemantauan dan Hasil pengobatan TB


a. Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB Paru dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan
ulang dahak mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan memeriksa spesimen
dahak sebanyak dua kali (Sewaktu dan Pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
(dua) spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

b. Hasil Pengobatan TB (BTA Positif)


1. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak
hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up
sebelumnya negatif.
2. Pengobatan Lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi
persyaratan sembuh atau gagal.
3. Meninggal
Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
4. Pindah
Pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
5. Default (Putus berobat)
Pasien yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
6. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.

E. Tata Laksana Penjaringan Suspek TB MDR Dan Kolaborasi TB-HIV


a. Penjaringan Suspek TB MDR
Kegiatan penemuan pasien TB MDR diawali dengan penemuan suspek TB MDR.
Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dan memenuhi salah satu
kriteria di bawah ini :

[Type text]
[Type text]

1. Kasus kronik atau gagal pengobatan kategori 2(dua).


2. Paien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ketiga
pengobatan kategori 2 (dua).
3. Pasien TB yang pernah diobati > 1(satu) bulan di sarana non DOTS termasuk dengan
OAT TB MDR misalnya fluorokuinolon dan kanamisin.
4. Pasien gagal pengobatan kategori 1(satu).
5. Pasien kategori 1(satu) dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah pemberian
sisipan.
6. Kasus TB kambuh (kategori 1 atau kategori 2).
7. Pasien TB kategori 1(satu) atau kategori 2 (dua) yang sudah berobat > 1(satu) bulan
kemudian lalai atau default datang kembali untuk menjalani pengobatan.
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB MDR yang sudah
terkonfirmasi.
9. Pasien TB – HIV.
Pasien yang memenuhi salah satu kriteria di atas harus dirujuk ke rumah sakit rujukan
TB MDR (RSDM) dengan menggunakan form rujukan TB MDR.
b. Kolaborasi TB-HIV
Epidemi HIV sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kasus TB, dan begitu pula
sebaliknya pengendalian TB tidak akan berhasil baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV.
Diperkirakan dalam 3-5 tahun mendatang, 20-25% kasus TB pada beberapa negara di Asia
Selatan dan Tenggara berhubungan langsung dengan HIV.

IV.2. Kegiatan Rutin


1. Rapat Tim TB setiap 3 bulan.
2. Membuat POJOK DOTS sebagai tempat edukasi pasien TB, pencatatan dan pelaporan
pasien TB.

IV.3. Pengembangan SDM (Pendidikan dan Pelatihan Staff)


1. Pelatihan pencegahan penularan TB in-house training untuk semua petugas RS.
2. Pelatihan Penanggulangan TB untuk Tim TB sesuai jadwal DKK.

IV.4. Penyuluhan
1. Penyuluhan ke pasien dan keluarga terkait TB.
2. Membuat brosur/banner tentang TB – koordinasi dengan PKRS.

IV.5. Penyusunan Program Kerja tahun 2019


1. Perhitungan dan pengumpulan data evaluasi kegiatan TB triwulan.
2. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran TB tahun 2019.
3. Pelaporan hasil Program Kerja 2019 ke Pimpinan RS.

IV.6. Peningkatan Mutu Pelayanan TB


1. Analisa Indikator Mutu
- Proporsi pasien TB paru BTA Positif diantara suspek yang diperiksa dahaknya.
- Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB Paru.

[Type text]
[Type text]

- Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB.


2. Penyusunan Pedoman, Kebijakan dan Panduan Praktik Klinis TB.

F.SASARAN
 Pasien TB di Rumah Sakit (rawat jalan / rawat inap)
 Petugas RS
 Masyarakat

G. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN


Terlampir

H. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


1. Melakukan monitoring dan evaluasi hasil kegiatan TB terangkum dalam laporan Evaluasi
triwulan yang di buat oleh tim TB, diketahui oleh Ketua Tim dan di laporkan ke Direktur
setiap triwulan.
2. Apabila dalam hasil monitoring masih terdapat kegiatan yang tidak dapat terlaksana, maka
akan di rapatkan dengan Tim TB untuk mendapatkan solusi dan tindaklanjutnya.

b.PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN


1. Pencatatan dilakukan setiap selesai kegiatan dan dibuat rekapitulasi setiap akhir bulan
(ditandatangani oleh Kepala Bagian unit yang bersangkutan).
2. Pelaporan kegiatan TB kepada ketua TIM TB dan Direktur RS setiap 3 bulan.

c. PEMBIAYAAN DAN ANGGARAN KEGIATAN TB


 Pelatihan internal terkait pelaksanaan TB : Rp.3.000.000,-
 Pelatihan eksternal DOTS TB : Rp.5.000.000,-
 Brosur dan Banner Etika batuk,dll : Rp.2.000.000,-
 Melengkapi kebutuhan POJOK DOTS : Rp.1.000.000,-

[Type text]
[Type text]

Lampiran
JADWAL KEGIATAN

No Jenis Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Pelayanan pasien TB Paru √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2. Rapat rutin Tim TB DOTS √ √ √ √

3. Pojok DOTS √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

4. Pelatihan internal (inhouse √


training) terkait pelayanan TB
Paru

5. Pelatihan eksternal dengan DKK √


Sukoharjo terkait pelayanan TB
Paru

6. Penyuluhan ke masyarakat terkait √


TB Paru

[Type text]

Anda mungkin juga menyukai