PELAYANAN TB DOTS
e-mail : rsudpakuhaji@gmail.com
i
LEMBAR PENGESAHAN
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmatnya Program Kerja Pelayanan TB DOTS di Rumah Sakit Umum Daerah
Pakuhaji dapat diselesaikan.
Program ini dapat dijadikan sebagai petunjuk bagi tenaga kesehatan Rumah
Sakit Umum Daerah Pakuhaji dalam memberikan pelayanan kepada pasien
dengan TB secara komprehensif.
Dengan adanya program ini maka setiap petugas mempunyai kejelasan arah
dalam melaksanakan tugas yang terkait dalam melakukan pelayanan TB dengan
strategi DOTS
Kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
terbentuknya program kerja TB DOTS ini.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.
Penularan penyakit TB melalui droplet (udara) sehingga penularan TB
dari satu pasien ke pasien lain sangatlah mudah, terlebih didukung dengan
status imunitas yang rendah.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
India dan Cina. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia produktif. Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. Menyikapi hal
tersebut, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (Global
Emergency).
Dengan bertambahnya kasus TB, WHO mengembangkan strategi
penanggulanganan TB yang dikenal dengan Strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short-Course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan
yang secara ekonomis paling efektif. Penerapan strategi DOTS, disamping
secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insiden
TB di masyarakat.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci :
1. Komitmen politis.
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan
tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung
pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara
keseluruhan.
3
Dalam hal penanggulangan TB, Rumah Sakit Umum Daerah Pakuhaji
juga berperan aktif mengikuti Strategi DOTS ini.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan TB
2. Tujuan Khusus
a. Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB.
b. Memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR TB di
RSUD Pakuhaji
c. Melindungi petugas kesehatan dan masyarakat dari penularan
penyakit menular.
4
BAB II
PROGRAM KERJA PELAYANAN TB DOTS
2. Kegiatan Rutin
a. Rapat Tim TB setiap 3 bulan.
b. Membuat POJOK DOTS sebagai tempat edukasi pasien TB,
pencatatan dan pelaporan pasien TB.
4. Penyuluhan
a. Penyuluhan ke masyarakat terkait TB berkoordinasi dengan
Marketing.
b. Membuat brosur tentang TB – koordinasi dengan Tim PPI RS dan
Marketing.
5
B. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Pelayanan Pasien TB
a. Tatalaksana pasien TB
Penjaringan suspek
Dilakukan pada pasien rawat jalan maupun rawat inap yang
berada dalam lingkungan Rumah Sakit Indriati dan memenuhi
standar diagnosis yang ditetapkan oleh standar internasional
penanganan TB. Yang termasuk suspek TB antara lain :
1) Semua orang yang datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk
berdahak 2 (dua) minggu atau lebih dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis.
2) Semua kontak dengan pasien TB Paru BTA positif yang
menunjukkan gejala yang sama harus dianggap sebagai
seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan dahak.
3) Semua keluarga pada penderita TB Anak yang menunjukkan
gejala yang sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB
dan dilakukan pemeriksaan dahak.
Diagnosis
1) Diagnosis TB Paru Dewasa
Diagnosis TB Paru dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB melalui pemeriksaan dahak mikroskopis. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran
yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Selain untuk diagnosis, pemeriksaan dahak digunakan juga untuk
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan.
Pemeriksaan dahak untuk diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 (tiga) spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS).
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pagi pada hari kedua
6
P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari
kedua, segera setelah bangun tidur pagi. Pot dibawa dan
diserahkan sendiri kepada petugas laboratorium.
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2) Diagnosis TB Anak
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan
sistem skor. Pasien dengan skor lebih atau sama dengan 6
(enam) harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi
secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat, maka perlu dilakukan
pemeriksaan diagnostik lain sesuai indikasi untuk memperkuat
diagnosis TB seperti bilas lambung, patologi anatomi, pungsi
lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT
scan, dan lain-lain.
7
Sistem Skoring TB Anak
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak jelas laporan BTA positif
keluarga,
BTA negatif
atau tidak
tahu, BTA
tdk jelas
Uji Tuberculin negatif positif
(≥10mm atau
≥5mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat bawah garis klinis gizi
badan/keadaan merah(KMS buruk BB/U
gizi ) atau < 60%
BB/U <
80%
Demam tanpa ≥ 2 minggu
sebab jelas
Batuk* ≥ 3 minggu
Pembesaran ≥ 1cm,
kelenjar limfe koli, jumlah >1,
aksila, inguinal tidak nyeri
Pembengkakan ada
tulang/sendi pembengka
panggul, kan
lutut,falang
Foto toraks normal/ kesan TB
tidak jelas
Jumlah
*batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronis
lainnya seperti asma, sinusitis dan lain-lain
8
Interpretasi:
≥ 6 (enam) : dapat ditatalaksana sebagai pasien TB
<6 (enam) : tetapi klinis sangat mencurigakan TB maka perlu dilakukan
pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi
9
TB ekstra-paru dibagi berdasar pada tingkat keparahan
penyakit, yaitu
- TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe,
pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
- TB ekstra paru berat misalnya meningitis, milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif bilateral, TB
tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
4) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasar riwayat pengobatan sebelumnya dibagi
menjadi beberapa tipe pasien yaitu :
Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu).
Kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Pengobatan setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 (dua)
bulan atau lebih dengan BTA positif.
Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
Lain-lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas.
Dalan kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.
10
b. Tata Laksana Pengobatan TB
Prosedur dan Tata Cara Pengobatan TB
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Tidak diperkenankan menggunakan OAT
tunggal (monoterapi). Penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment)
oleh pengawas menelan obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap awal
(intemsif) dan tahap lanjutan.
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia adalah :
Kategori 1 : 2HRZE atau 4 (HR)3
Kategori 2 : 2HRZES atau (HRZES) atau 5(HR)3E3
OAT sisipan : HRZE
OAT Anak : 2HRZ atau 4HR
Sebelum memulai pengobatan TB, pasien dan PMO harus
mendapatkan edukasi mengenai hal-hal di bawah ini:
Cek domisili pasien. Jika domisili pasien TB di luar wilayah
Sukoharjo, rujuk ke UPK terdekat, kecuali ada pertimbangan khusus
(bekerja di wilayah Sukoharjo atau karyawan Rumah Sakit Indriati
atau perjanjian kerja sama perusahaan hanya dengan RS Indriati).
Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa alasan merujuk adalah
untuk memperkecil kemungkinan DO.
Apa itu penyakit TB, bagaimana cara penularannya, pencegahan
penularan, dan bagaimana gejala TB.
Rencana pengobatan : berapa lama, cara pengobatan (oral saja atau
oral + injeksi), frekuensi kontrol, biaya-biaya yang mungkin akan
dikeluarkan selama pengobatan. Jika pasien dan atau keluarga
merasa berat dengan biaya-biaya yang akan dikeluarkan selama
masa pengobatan, rujuk ke puskesmas untuk pengobatannya.
Pengaturan nutrisi.
Efek samping obat yang mungkin timbul.
11
Pengobatan tidak boleh terputus walau pasien sudah tidak ada
keluhan atau merasa sehat, perlu dijelaskan pula risiko jika putus
berobat.
12
Pasien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada Akhir
Pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up
sebelumnya negatif.
Pengobatan Lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau
gagal.
Meninggal
Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena
sebab apapun.
Pindah
Pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03
yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
Default (Putus berobat)
Pasien yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
13
7) Pasien TB kategori 1 (satu) atau kategori 2 (dua) yang sudah
berobat > 1 (satu) bulan kemudian lalai atau default datang
kembali untuk menjalani pengobatan.
8) Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien
TB MDR yang sudah terkonfirmasi.
9) Pasien TB – HIV.
Pasien yang memenuhi salah satu kriteria di atas harus dirujuk
ke rumah sakit rujukan TB MDR (RSDM) dengan menggunakan form
rujukan TB MDR.
Kolaborasi TB-HIV
Epidemi HIV sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kasus TB,
dan begitu pula sebaliknya pengendalian TB tidak akan berhasil baik
tanpa keberhasilan pengendalian HIV. Diperkirakan dalam 3-5 tahun
mendatang, 20-25% kasus TB pada beberapa negara di Asia Selatan
dan Tenggara berhubungan langsung dengan HIV.
2. Kegiatan Rutin
a. Rapat Tim TB setiap 3 bulan.
b. Membuat POJOK DOTS sebagai tempat edukasi pasien TB, pencatatan
dan pelaporan pasien TB.
4. Penyuluhan
a. Penyuluhan ke masyarakat terkait TB berkoordinasi dengan Marketing.
b. Membuat brosur/banner tentang TB – koordinasi dengan Tim PPI RS
dan Marketing.
14
Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB.
b. Penyusunan Pedoman, Kebijakan dan SPO TB.
B. SASARAN
1. Pasien TB di Rumah Sakit (rawat jalan / rawat inap)
2. Petugas RS
3. Masyarakat di luar lingkungan RS
C. JADWAL KEGIATAN
D. ANGGARAN KEGIATAN TB
A. Pelatihan internal terkait pelaksanaan TB : Rp.3.000.000,-
B. Pelatihan eksternal DOTS TB : Rp.5.000.000,-
C. Brosur dan Banner Etika batuk,dll : Rp.2.000.000,-
D. Melengkapi kebutuhan POJOK DOTS : Rp.1.000.000,-
15
dan di laporkan ke Direktur Utama setiap triwulan.
2. Apabila dalam hasil monitoring masih terdapat kegiatan yang tidak dapat
terlaksana, maka akan di rapatkan dengan Tim TB untuk mendapatkan
solusi dan tindaklanjutnya.
16
BAB III
PENUTUP
Demikianlah program kerja ini kami susun dengan harapan akan menjadi
acuan dalam melaksanakan pelayanan TB DOTS, sehingga perkembangan
kegiatan ini akan lebih jelas dan terarah dalam pencapaian tujuan.
17