Anda di halaman 1dari 39

PEDOMAN KERJA

PENGENDALIAN TUBERKULOSIS (TB) DENGAN STRATEGI DIRECTLY OBSERVED


TREATMENT SHORTCOURSE (DOTS) DI RSUD DATOE BINANGKANG
BOLAANG MONGONDOW

RSUD DATOE BINANGKANG 2023

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Ruang lingkup
D. Sumber Daya Manusia
BAB II TATALAKSANA TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI DOTS
A. Tatalaksana Pasien TB Dewasa
B. Tatalaksana TB Anak
BAB III PEMBENTUKAN JEJARING DAN MEKANISME RUJUKAN
A. Pembentukan Jejaring
B. Mekanisme rujukan dan Pindah
C. Pelacakan Kasus Mangkir di Rumah Sakit
BAB IV LOGISTIK
A. Jenis Logistik
B. Logistic OAT
C. Logistic NON OAT
D. Pengelolaan Obat Anti TB
BAB V PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM
A. Pencatatan dan Pelaporan Program TB
B. Indicator Program TB
BAB VI PENUTUP

Lampiran-lampiran

2
RSUD DATOE BINANGKANG KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Jl. Desa Lolak II, Kec. Lolak, Kab. Bolaang Mongondow- Sulawesi Utara

NOMOR : 800 / B.07 RSUD-DB / 97 / III / 2023

PELAKSANAAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS


DENGAN STRATEGI DOTS

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia.
Beberapa fakta menunjukan hal ini, antara lain:
1. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah pasien TB terbanyak ke-3 didunia setelah India
dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% (tahun 2008) dari total
jumlah pasien TB di dunia.
2. Tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan bahwa penyakit
Tbmerupakan kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
3. Survey prevalensi TB Paru BTA positif menunjukan kecenderungan penurunan selama kurun
waktu 2000- 2006: pada tahun 2000 sebesar 126 per 100.000 penduduk, tahun 2003 sebesar
115 per 100.000 penduduk, tahun 2004 sebesar 110 per 100.000 penduduk dan tahun 2006
sebesar 104 penduduk per 100.000 penduduk.
4. Penemuan kasus BTA positif (case detection rate, CDR) mengalami peningkatan selam
periode 2003- 2006, dan tahun 2007 menunjukan penurunan sehinngan di bawah target
global (70 %). Angka penemuan kasus TB paru tahun 2003 sebesar 42%, tahun 2005 sebesar
54%, tahun 2006 sebesar 76% berarti mencapai target global, namun tahun 2007 kembali
menurun sebesar 69%.
5. Angka penemuan kasus TB paru BTA positif per provinsi pada tahun 2007 tertinggi di DKI
Jakartasebesar 88,14%, diikuti oleh Sulawesi Utara sebesar 81,38% dan Banten sebesar
74,62%. Angka terendah di Kalimantan Tengah sebesar 24,69%.
6. Angka keberhasilan pengobatan (success rate. SR), tetap tinggi dan tidak menunjukan
penurunan, yaitu 87% tahu 2003 dan meningkat terus hingga mencapai 91% pada tahun 2005
dan tetap sebersar91% pada tahu 2007.

3
7. Sejak tahun 1995, Progran Nasional Penanggulangan TB mengadopsi strategi DOTS karena
cost effective dapat mencegah TB MDR dan dapat menurunkan angka insiden dan prevalensi.
DOTS telah diterapkan di puskesmas secara bertahap. Sampai tahun 2000, hampIr seluruh
Puskesmas telah berkomitmen dan mengadopsi Strategi DOTS yang diintegrasikan kedalam
pelayanan primernya.
Penanggulangan TB dengan menggunakan strategi DOTS meliputi lima komponen, yaitu:
1. Komitmen politis para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana
2. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
3. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
pengawas menelan obat (PMO)
4. Kesimnambungan persediaan obat anti tuberculosis (OAT) jangka pendek untuk pasien.
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan untuk pemantauan dan evaluasi
program TB.

Untuk menjamin keberhasilan penanggulangan TB kelima komponen tersebut diatas


harus dilaksanakan secara bersamaan. Pelaksanaan pelayanan pasien TB harus sesuai dengan
standard yang berlaku yaitu International Standards fot Tuberculosis Care (ISTC) yang
dikembangkan oleh organisasi profesi international dan telah diadopsi oleh Program
Penanggulangan Tuberkulosis Nasional dan Ikatan Dokter Indonesia (termasuk perhimpunan
Dokter Spesialis/ PSSp). ISTC sudah disepakati digunakan di Indonesia dalam penanganan
pasien TB. Dalam menerapkan ISTC, strategi yang digunakan adalah strategi DOTS untuk
mencapai keberhasilan penanggulangan TB.
Angka penemuan kasus TB Paru di RSUD Datoe Binangkang dari 11 bulan terakhir tahun
2018 sekitar 10,9 %. Yang belum diketahui pengobatannya tuntas atau tidak.
Berdasarkan penemuan kasus TB Paru di RSUD Datoe Binangkang maka dibentuk lah
TIM DOTS di RSUD Datoe Binangkang pada tanggal 01 September 2019 sebagai Tim yang
mengobservasi pada penderita TB Paru dengan menggunakan lima strategi DOTS. 7

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Panduan pelayanan tuberkulosis dengan strategi DOTS RSUD Datoe Binangkang agar dapat
meningkatkan mutu pelayanan tuberkulosis di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai panduan dalam program penanggulangan TB di rumah sakit dengan strategi
DOTS.
b. Sebagai indikator mutu penerapan standar rumah sakit.
c. Sebagai salah satu alat ukur kinerja rumah sakit dalam penanggulangan TB.
4
C. RUANG LINGKUP
Salah satu unsur penting dalam pe nerapan DOTS di rumah sakit adalah komitmen yang
kuat antara pimpinan rumah sakit, komite medik dan profesi lain yang terkait termasuk
administrasi dan operasionalnya. Untuk tu perlu dipenuhi kebutuhan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana penunjang, antara lain :

a. Dibentuk Tim DOTS RS yang terdiri dari seluruh komponen yang terkait dalam penanganan
pasien tuberkulosis ( dokter, perawat, petugas laboratorium, petugas farmasi, rekam medik
dan PKRS ).

b. Disediakan ruangan untuk kegiatan Tim DOTS yang melakukan pelayanan DOTS.

c. Pendanaan untuk pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan disepakati dalam MoU antara
rumah sakit dan dinas kesehatan setempat.

d. Sumber pendanaan diperoleh dari rumah sakit.

e. Program Nasional Penanggulangan TB memberikan kontribusi dalam hal pelatihan,OAT,


mikroskop dan bahan-bahan laboratorium.

f. Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan pada penerapan DOTS 01,02,03 UPK,
04,05,06,09,10 dan buku registrasi pasien tuberkulosis di rumah sakit.

D. SUMBER DAYA MANUSIA


Pembentukan Tim DOTS di RSUD Datoe Binangkang berasal dari 1 orang dokter spesialis
penyakit dalam, 1 orang dokter umum, 2 orang perawat, 1 orang analis kesehatan, 1 orang
apoteker, dan 1 orang Rekam Medik.

5
BAB II
TATA LAKSANA TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT

A. TATALAKSANA PASIEN TB DEWASA

Tatalaksana TB meliputi penemuan suspek da diagnosis pasien serta pengobatan yang


dikelola dengan menerapkan ISTC dan strategi DOTS. Tujuan utama penanggulangan TB
adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan dengan memutus rantai penularan melalui
penemuan kasus TB sebanyak mungkin dan pengobatan sampai sembuh.

Tatalaksana TB merupakan bagian dari surveilans penyakit. Pengobatan TB tidak sekedar


memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan
pengobatan logistic OAT dan non-OAT (formulir pencatatan pelaporan, bahan- bahan
laboratorium), petugas yang terkait, kegiatan pencatatan pelaporan, evaluasi dan rencana tindak
lanjutnya.

1. PENEMUAN SUSPEK TB

Kegiatan penemuan pasien TB terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan


klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

a. Strategi penemuan

1) Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif

2) Pemeriksaan tehadap kontak TB, terutama pasien TB BTA positif. Kontak yang rentan
menderita Tb apabila terinfeksi yaitu anak- anak usia balita dan dewasa dengan
imunitas rendah (antara lain gizi buruk, DM, gagal ginjal, HIV-AIDS, menggunakan
obat imunosupresi yang lama)

3) Sebaliknya pada pasien TB anak dicari sumber penularannya.

b. Suspek TB

Suspek TB adalah pasien dengan gejala utama batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih (ISTC standard 1), dengan atau tanpa diikuti dengan gejala tambahan yaitu gejala
local pernapasan (nyeri dada, batuk darah, sesak napas) dan gejala sistemik (badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam yang hilang timbul). Gejala tersebut tidak sepsifik/ khas untuk TB
karena dapat pula dijumpai pada penyakit paru lainnyaseperti bronkiektasis, bronchitis
kronik, asma, kanker paru dan lain- lain. Setiap orang yang dating kerumah sakit dengan
6
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai susupek TB Karen prevalensi TB yang tinggi di
Indonesi, temuan kasus yang rendah sehingga pasien TB yang diobati juga rendah,
masih jauh dibawah yang seharusnya. Semua suspek TB harus menjalani pemeriksaan
dahak secara mikroskopik langsung.

2. DIAGNOSIS PASIEN TB

a. Diagnosis TB paru berdasarkan temuan klinis, pemeriksaan mikrobiologi dan pemeriksaan


radiologis sebagai penunjang.

1) Klinis

Data didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, yakni gejala seperti yang
diuraikan pada suspek TB. Temuan pemeriksaan fisis bervariasi tergantung kepada
berat dan luas penyakit.

2) Pemeriksaan mikrobiologis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan


pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilalkukan dengan 2 spesimen dahak, diantaranya harus dari
dahak pagi.

Dahak yang diperiksa dapat sewaktu (dahak yang diambil pada waktu berkunjung) dan
pagi hari (dahak yang diambil segera setelah bangun tidur). Dalam program
penanggulangan TB nasional pemeriksaan dahak dikenal dengan pemeriksaan SP
(sewaktu, pagi).

Pada pasien yang sulit mengeluarkan dahak perlu diberikan pengarahan sebagai
berikut:

a) Diajarkan cara batuk yang efektif dengan inspirasi dalam kemudian dibatukan.

b) Batuk pagi hari setelah bangun tidur.

c) Cukup minum.

d) Beri ekspetoran.

7
3) Pemeriksaan radiologis

Sebagian dokter menganggap foto thoraks adalah sarana diagnosis yang utama, dan
sebaliknya pemeriksaan dahak hanyalah pelengkap; padahal secara etiologis
diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak memiliki kesahihan dan tingkat kepercayaan
tinggi. Tidak dibenarkan menjadi diagnosis TB paru hanya berdasarkan foto thoraks
saja. Tidak ada gambaran foto thorak yang spesifik untuk TB. Foto thoraks pasien TB
paru tidak selalu menunjukan gambaran yang dicurigai lesiTB dan sebaliknya foto
thoraks dengan gambaran yang docurigai lesi TB tidak selalu merupakan TB paru
tetapi dapat terjadi pada penyakit paru lainnya seperti bronchitis kronik, abses paru,
bronkiektasis, kanker paru dan lainnya, sehingga jika hanya mengandalkan foto
thoraks sering terjadi overdiagnosis, underdiagnosis atau misdiagnosis. Pasien
dengan foto thoraks yang dicurigai TB, tetap harus menjalani pemeriksaan dahak
secara mikroskopik (ISTC standar 4).

Pemeriksaan foto thoraks perlu dilakukan pada keadaan sebagai berikut:

a) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak hasilnya positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto
thoraks diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru

b) Pemeriksaan dahak ulang ketiganya tetap negative dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non-OAT

c) Pasien diduga mengalami komplikasi/ kondisi khusus/ sesak napas yang


memerlukan tindakan khusus (pneumothoraks, TB milier, efusi perikard, efusi
pleura, hemoptisis dan lainnya).

b. Diagnosis TB ekstra paru

1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
meningitis TB, nyeri dada pada TB plura (pleuritis), pembesaran kelenjar getah bening
superficial pada limfadenitis TB dan deformita tulang belakang (gibus) pada spondilitis
TB dan lain- lain.

2) Diagnosis pasti (defenitif) sulit di tegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakan
berdasarkan gejala klinis yang jelas (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkina
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung kepada metoda pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat- lat diagnosis, misalnya pemeriksaan mikribiologi,
patologi anatomi, serologi, radiologi dan lain- lain.

8
3) Specimen dari bagian tubuh yang sakit harus diambil untuk pemeriksaan biakan dan
histopatologi pada pasien TB ekstra paru, jika tersedia fasilitas dan sumber dayanya
(ISTC standard 3).

3. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PENYAKIT TB

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosisi memerlukan suatu “defenisi
kasus” yang meliputi 4 hal, yaitu:

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi atau organ tubuh yang sakit

1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru aadalah tuberculosis yang menyerang jaringan


(parenkim) paru.

2) Tuberculosis ekstra paru. Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya selaput otak, plura, perikard, mediastinum, kelenjar getah bening lain, tulang,
persendiaan, kulit, usus, ginjal, saluran kemih, alat reproduksi dan lain- lain.

b. Klasifikasi berdasarkan bakteriologis (hasil pemeriksaan dahak secara makroskopik

1) Tuberkulosis paru BTA positif

a) Sekurang- kurangnya 1 dari 2 spesimen dahak hasilnya BTA positif

b) Satu (1) dari 2 spesimen dahak hasilnya BTA positif dan gambaran foto thoraks
sesuai tuberculosis.

c) Satu (1) dari 2 spesimen dahak hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

d) Satu (1) atau lebih specimen pemeriksaan dahak ulang hasilnya positif (setelah 2
spesimen dahak pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya negative dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antobiotoka spectrum luas bukan fluorokuinolon)

2) Tuberculosis paru BTA negative (ISTC standard 5)

Kasus yang tidak memnuhi defenisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnosis TB paru BTA negative harus meliputi semua butir dibawahini:

a) Hasil pemeriksaan 2 spesimen dahak BTA negative.

b) Klinis (gejala dan pemeriksaan fisis) sesuai TB paru.

c) Foto thoraks menunjukan kecurigaan lesi tuberculosis.

9
d) Tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antiboitika spectrum luas bukan
golongan fluorokuinolon.

e) Keputusan klinis dokter untuk memberikan pengobatan TB.

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

1) TB ekstra paru ringan, misalnya: kelenjar getah bening, pleuritis, eksudativa unilateral,
TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2) TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis TB, TB milier, perikarditis TB, peritonitis Tb,
pleuritis eksudativa bilateral, spondilitis TB, TB usus, TB saluran kemih dan Tb alat
reproduksi.

d. Tipe pasien, berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya

Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan dibagi menjadi beberapa tipe pasien yaitu:

1) Kasus baru

Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sedang
pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)

2) Kasus kambuh (relaps)

Kasus kambuh adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat


pengobatan tuberculosis dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)

3) Kasus putus berobat (default)

Kasus putus berobat adalah pasien yang telah berobat lebih dari 1 bulan dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dating lagi dengan BTA positif.

4) Kasus gagal (failure)

a) Kasus gagal adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan.

b) Pasien TB paru BTA negative, setelah diobati pada alhir tahap awal menjadi BTA
positif.

10
5) Kasus pindahan (transfer in)

Kasus pindahan adalah pasien yang dipindahkan berobat dari UPK lain yang memiliki
register TB untuk melanjutkan pengobatan.

6) Lain- lain

Termasuk semua pasien TB yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk TB kronik yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA setelah
selesai pengobatan ulang (kategori 2)

4. PENGOBATAN DAN DUKUNGAN

a. Tujuan pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


kekambuhan, komplikasi, terjadinya resistensi kuman terhadap OAT dan memutuskan
rantai penularan.

b. Jenis, sifat dan dosis OAT

Pada ISTC standard 8 disebutkan bahwa semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi
HIV) yang belum pernah diobati (atau riwayat OAT < 4 minggu) harus diberi panduan obat
lini pertama sebagai terlihat pada table berikut.

Table 1. Jenis, sifat dan dosis OAT (lini pertama)

Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/Kg BB)


Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifamfisin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pirazinamid (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15
(12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (0-35)

11
c. Panduan OAT dalam Program Nasional

1) OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di


Indonesia saat ini adalah:

a) Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R3

Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan tahap
lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama pengobatan
seluruhnya 6 bulan.

b) Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal pengobatan, putus
berobat/ default). Pada kategori 2, tahap awal pengobatanselama 3 bulan terdiri
dari 2 bulan HRZE ditambah suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE.
Pengobatan tahap awal diberikan tiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5
bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.

c) OAT sisipan:HRZE

Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belumm konversi) pada akhir


pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka diberikan pengobatan
sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.

d) Kategori anak: 2HRZ/4HR

Pengobatan tahap awal selama 2 bulan dengan panduan RHZ (tanpa etambutol)
dan tahap lanjutan selama 4 bulan (RH). Pengobatan diberikan setiap hari baik
tahap awal maupun tahap lanjutan.

2) Kemasan obat

Panduan kategori-1, kategori-3 dan sisipan disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak

a) OAT KDT

Tablet OAT KDTini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet.
Dosinya disesuaikan dengan berat badan pasien. Panuan ini disediakan dalam
satu paket untuk satu pasien masa pengobatan.

12
b) Paket kombipak

Paket kombipak adalah paket obat lepas, yang terdiri dari isoniazid, rifamfisin,

pirazinamid dan etambutol yang dikemas dalam satu blister. Panduan OAT ini
disediakan program untuk pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.

d. OAT yang diresepkan

Dokter dapat meresepkan OAT diluar obat program. Bila menggunakan OAT resep,
panduan dan dosis nya harus sesuai dengan standars Internasional (lihat table 1)

5. PANDUAN OAT DAN PERUNTUKANNYA


Kategori-1

Panduan OAT ini diberikan untuk:

a. TB paru kasus paru BTA positif

b. TB paru kasus baru BTA negative, foto thoraks sesuai foto thoraks sesuai TB

c. TB ekstra paru, kasus baru

Tabel 2. Dosis panduan OAT KDT kategori-1: 2HRZE/4H3R3

Berat Badan Tahap Awal Tahap lanjutan


Tiap hari selam 56 hari 3kali seminggu selama 16
RHZE (150/75/400/275) minggu RH (150/150)
30-37kg 2tablet 4KDT 2tablet 2 KDT
38-54 kg 3tablet 4KDT 3tablet 4KDT
55-70 kg 4tablet 4KDT 4tablet 4KDT
>71kg 5tablet 4KDT 5tablet 4KDT

Tabel 3. Dosis panduan OAT kombipak kategori 1: 2HRZE/4H3R3

Tahap Tahap Dosis perhari/ kali Jumlah


pengoba pengoba Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/ kali
tan tan isoniazi Rifampis Pirazina Etambut menela
d in mid ol n obat
@300m @450m @500mg @250m
gr gr r gr
Awal 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 48
13
OAT sisipan HRZE

Sisipan 1 bulan 1 HRZE diberikan jika setelah tahap awal pengobatan, pemeriksaan dahak
sebelum konversi (BTA masih positif). Paket sisipan sama seperti paket tahap awal yaitu
diberikan setiap hari. OAT sisipan berlaku baik pada kategori 1 maupun kategori 2. Setelah
sisipan dilakukan pemeriksaan ulang dahak 3 kali, jika konversi (BTA negative) maka lanjutan ke
tahap lanjutan (lihat pemantauan kemajuan obat)

Kategori 2

Panduan OAT yang diberikan untuk:

a. Kasus kambuh

b. Kasus gagal pengobatan

c. Kasus pengobatan ulang (pasien putus berobat/ default)

Tabel 4. Dosis OAT KDT Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Berat Badan Tahap awal Tahap lanjutan


Tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RZHE (150/75/400/275)+S RH (150/150)+E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2tab 4 KDT 2tab 4KDT 2tab 2 KDT
+500mg streptomisin inj +2tab Etambutol
38-54 kg 3tab 4 KDT 3tab 4KDT 3tab 2 KDT
+750mg streptomisin inj +3tab Etambutol
550-70 kg 4tab 4 KDT 4tab 4KDT 4tab 2 KDT
+1000mg streptomisin inj +4tab Etambutol
>71kg 5tab 4 KDT 5tab 4KDT 5tab 2 KDT
+1000mg streptomisin inj +5tab Etambutol

14
Tabel 5. Dosis panduan OAT kombipak kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Streptomisin Jumlah


pengob pengob Isoniazid Rifam Pirazin Tablet Tablet inj hari/
atan atan @300 fisin amid @250 @400 kali
mgr @450 @500m mgr mgr men
mgr gr elan
obat
Tahap awal 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75ngr 56
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - 28
harian)
Tahap 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
lanjutan
(dosis
3x
seming
gu 4
bulan)

Table 6. dosis KDT sisipan: (HRZE)

Berat Badan Tahap awal tiap hari selama 28 hari


RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT
38-54 kg 3 tablet 4 KDT
55-70 kg 4 tablet 4 KDT
>71kg 5 tablet 4 KDT

15
Table 7. dosis OAT kombipak sisipan: HRZE

Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah


pengoba pengoba Isoniazi Rifamfisi Pirazina Etambut hari/ kali
tan tan d n mid ol @250 menela
@300m @450m @500mg n obat
gr gr r
Tahap awal 1 bulan 1 1 3 3 30
(dosis
harian)

Catatan:

Penggunaan OAT lini kedua yaitu golongan aminiglikosida (kanamisin) dan golongan
fluorokuinolon sangat tidak dianjurkan sebagai pengobatan pada kasus baru. Potensi obat
tersebut jauh lebih rendah dari pada OAT lini pertama sehingga dapat menimbulkan kegagalan
pengobatan dan meningkatkan terjadinya resiko resistensi pada OAT lini kedua.

6. PENGAWASAN MENELAN OBAT DAN DUKUNGAN PENGOBATAN

Masalah utama dlam tatalaksana TB adalah ketidakpatuhan menelan obat. Untuk mencegah
ketidakpatuhan dan menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

a. Persyaratan PMO

1) Seorang yang dikenal dan disegani, dipercaya dan disetujui, baik oleh dokter maupun
pasien

2) Seorang yang tinggal dekat dengan pasien

3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela

4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama- sama dengan pasien

Untuk PMO adalah anggota keluarga, tetapi lebih baik lagi petugas kesehatan.

b. Tugas seorang PMO

1) Menyaksikan pasien Tb agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan

2) Member dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

16
3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan

4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-


gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksa diri ke unit pelayanan kesehatan.

c. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:

1) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan

2) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

3) Cara penularan TB, gejala- gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.

4) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap imsentif dan lanjutan)

5) Pentingnya dukungan supaya pasien berobat secara teratur

6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan
ke UPK

7. PEMERIKSAAN KONTAK

Apabila dokter/ praktisi kesehatan menemukan pasien TB, maka harus diperiksa juga kontak
serumah terutama anak dibawah 5 tahun dan kelompok rentan lain (misalnya HIV,DM,
pemakaian obat imunosupresif dan narkoba)

Pemeriksaan kontak dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan dahak.

B. TATA LAKSANA TB ANAK

1. Diagnosis Pasien TB Anak

Diagnosis TB anak ditegakan berdasarkan anamnesis yang cermat dan teliti (termasuk
riwayat kontak dengan pasien TB dewasa), pemeriksaan fisis (termasuk analisis terhadap
kurva pertumbuhan) serta hasil pemeriksaan penunjang uji tuberculin, radiologi serta
pemeriksaan sputum BTA bila memungkinkan.

Pada anak, batuk bukan merupakan gejala utama TB. Pengambilan dahak pada anak dan
biasanya sulit, maka diagnosis TB anak dapat menggunakan criteria lain yaitu dengan
menggunakan system pembobotan (scoring system). Apabila diagnosis hanya berdasarkan

17
gejala klinis dan foto thoraks atau laboratorium saja, sering terjadi misdiagnosis,
underdiagnosis atau overdiagnosis.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak
(PNTA) dengan menggunakan system pembobotan (scoring system), yaitu pembobotan
terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan
oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis untuk diagnosis Tb anak.

Tabel 8. System Pembobotan (scoring system) untuk diagnosis TB pada Anak

Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas Laporan BTA (+)
keluarga,
BTA tidak
jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif (>10mm
pada
keadaan
imunosipresi)
Berat badan/ Bawah garis Klinis gizi buruk
keadaan gizi merah (KMS) (BB/U<60%)
atau BB/U
<80%
Demam tanpa >2 minggu jelas
sebab jelas
Batuk >3 minggu
Pembesaran >1cm, jumlah
kelenjar limfe >1, tidak nyeri
koli, aksila,
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/ sendi pembengkak
panggunl, an
lutut, falang
Foto thoraks Normal/ tidak Kesan TB
jelas

18
Catatan:

 Diagnosis dengan system scoring ditegakan oleh dokter

 Gejala batuk dimasukan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti: asma, sinusitis, dan lain- lain

 Jika dijumpai skofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dpat langsung
didiagnosis tuberculosis.

 Berat badan dinilai saat pasien dating, lihat lampiran table berat badan

 Foto thoraks bukan alat diagnosis utama pada TB anak

 Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul <7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan system scoring TB anak

 Anak didiagnosis TB jika jumlah skor >6 (skor minimal 13)

 Pasien usia balita yang mendapatkan skor 5, dirujuk ke RS untuk dievaluasi lebih
lanjut

Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan dibawah ini:

a. Tanda bahaya

 Kejang, kaku kuduk

 Penurunan kesadaran

 Kegawatan lain, misalnya sesak napas

b. Foto thoraks menunjukan gambaran milier, kavitas, efusi fleura

c. Gibus, koksitis

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, maka


dilakukan pembobotan dengan system skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama
dengan 6 (>6), didiagnosis sebagai TB anak dan ditatalaksana dengan OAT (Obat Anti
Tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka
perlu dilakukan pemeriksaan diagnosis lainnya sesuai indikasi, seperti:

 Pemeriksaan mikrobiologi specimen bilasan lambung, cairan pleura, cairan


serebrospinal, cairan asites atau specimen lain.

19
 Pemeriksaan patologi anatomis dengan specimen hasil operasi dan atau biopsy

 Pemeriksaan pencitraan diluar paru sesuai indikasi jika perlu menggunakan CT Scan.

 Pemeriksaan lain- lain misalnya funduskopi

2. Pengobatan Pasien TB Anak

Dari segi pengobatan, pasien TB pada anak dikelompokan menjadi 2 yaitu:

a. TB anak dengan terapi standar

b. TB anak dengan kondisi khusus

1) Diseminata (TB milier, meningitis TB)

2) TB ekstra paru (efusi pleura, spondilitis TB, skrofuloderma, limfadenitis TB, Tb


abdomen dan lain- lain)

Sebagian besar pasien pada anak termasuk dalam kelompok pertama, yang pengobatan nya
melalui alur berikut ini

Alur tatalaksana pasien TB anak

Diagnosis kerja:
TB
(Hasil scoring > 6)
Beri OAT
2 bulan terapi,
evaluasi

Respon klinis membaik respon klinis menetap atau


memburuk

Terapi TB diteruskan Teruskan terapi TB sampai mencari


penyebab (kemungkinan diagnosis lain
atau MDR TB), jika perlu dikonsultasikan
ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

20
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi klinis. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
radiologi tidak perlu dilakukan secara rutin, kecuali pada kasus kusus. Evaluasi klinis pada TB
anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai
perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukan perubahan yang
berarti, pemberian OAT cukup diberikan selama 6 bulan.

Untuk kasus TB diseminata dan Tb ekstra paru diperlukan tatalaksana khusus, yaitu panduan
obat lebih lengkap, penambahan obat lain dan / atau masa pengobatan lebih panjang sesuai
dengan pedoman nasional TB anak dari IDAI. Kasus seperti ini lebih baik dikelola di RS denga
fasilitas dan SDM yang lengkap.

a. Prinsip dasar pengobatan TB anak

Prinsip dasar pengobatan Tb adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dlam waktu
minimal 6 bulan. Terapi TB anak dibagi dalam 2 tahap, intensif dan lanjutan. Pada tahap
intensif selama 2 bulan awal, mulai bulan ketiga dan selanjutnya merupakan tahap
lanjutan. Pada tahap intensif diberikan panduan > 3 OAT sedangkan pada tahap lanjutan
diberikan paduan 2 obat H dan R. pemberian OAT pada anak dilakukan setiap hari, baik
pada tahap intensif maupun tahap lanjutan. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat
badan anak.

b. Dosis obat TB anak

Berbeda dengan pasien dewasa, pada anak dosis obat termasuk OAT memerlukan
perhitungan yang tepat sesuai dengan berat badan. Idealnya, untuk tiap pasien dosis
diberikan secara individu sesuai dengan berat badan (tailor made) dan mungkin
pertimbangan lain (gangguan fungsi hepar dan lain- lain).

Table berikut ini memperlihatkan rentang dosis per kilogram BB untuk OAT yang
digunakan pada pasien anak.

21
Table 9. Dosis obat anti tuberculosis pada anak

Nama obat Dosis harian Dosis maksimal Efek samping


(mg/kg BB/hari) (mg/ hari)
Isoniazid (H) 5-15  300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitiviti
Rifamfisin (R) 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,
hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna
orange kemerahan
Pirazinamid (Z) 15-40 2000 Toksisitasi hati, artralgia,
gastrointestinalhipersensitiv
itas.
Etambutol (E) 15-20 1250 Neuritis optic, ketajaman
penglihatan berkurang ,
buta warna merah- hijau,
penyempitan lapang
pandang, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin (S) 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik

catatan

 bila isoniazid dikombinasikan dengan rifamfisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10


mg/kgBB/hari.

 rifamfisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena biovailabilitas
rifamfisin dapat terganggu.

Rifamfisin diabsorbsi dengan baik melalui system gastrointestinal pada saat perut kosong (1
jam sebelum makan 2 jam setelah makan).

Obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT) tahap intensif dan KDT tahap lanjut. Satu tablet KDT
tahap intensif berisi Isoniazid 50m, Rifamfisin 75mg, dan Pirazinamid 150mg, sedangkan 1
tablet KDT tahap lanjutan berisi Isoniazid 50mg dan Rifamfisin 75mg.

22
Table 10. dosis OAT dalam bentuk KDT

Berat badan (kg) KDT tahap intensif H50, R75, Z150 KDT tahap lanjutan
2bulan setiap hari H50, R75
4bulan, tiap hari
05-09 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Catatan: OAT KDT dapat diberikan ditelan secara utuh, dikunyah (chewable), atau dilarutkan
dalam air (dispersable).

3. Penemuan Kontak dan Pencegahan

a. Pelacakan

Apabila ditemukan satu kasus TB anak maka harus dilakukan pelacakan terhadap sumber
penularan (orang dewasa yang kontak erat) serta anak- anak lain terutama di bawah 5
tahun yang memiliki resiko terinfeksi dari sumber penularan yang sama.

b. Pencegahan (profilaksis)

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan pasien
TB, dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan dengan system scoring. Bila hasil
evaluasi dengan system scoring didapat skor <5, anak tersebut diberi isoniazid (INH)
dengan dosis 5-10 mg/kg BB/ hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG maka imunisasi BCG dilakukan setelah profilaksis selesai.

23
BAB III

PEMBENTUKAN JEJARING DAN MEKANISME RUKUKAN

A. PEMBENTUKAN JEJARING

Rumah sakit memiliki potensi besar dalam penemuan pasien tuberkulosis (case
finding), namun memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan
pengobatan pasien (case holding) jika dibandingkan dengan puskesmas. Karena itu perlu
dikembangkan jejaring rumah sakit baik internal maupun eksternal.

Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik apabila angka default rate
<5% pada tiap rumah sakit.

1. Jejaring Internal Rumah Sakit

Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat di dalam rumah sakit yang meliputi seluruh
unit yang menangani pasien tuberkulosis. Koordinasi kegiatan dilaksanaan oleh Tim
DOTS rumah sakit.Tim DOTS rumah sakit mempunyai tugas perencanaan, pelaksanaan,
monitoring serta evaluasi kegiatan DOTS di rumah sakit. Tim DOTS berada di bawah
kepala rumah sakit

Fungsi masing-masing unit dalam jejring internal RS :

a. Tim DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien TB di rumah sakit
dan pusat informasi tentang TB. Kegiatannya meliputi konseling, penentuan klasifikasi
24
dan tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT, penentan PMO, follow up hasil
pengobatan dan pencatatan.

b. Poli umum, UGD dan poli spesialis berfungsi menjaring tersangka pasien TB,
menegakkan diagnosis dan mengirim pasien ke Tim DOTS RS.

c. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam melakukan penjaringan
tersangka serta perawatan dan pengobatan.

d. Laboratorium berfungsi sebagai sarana diagnostik.

e. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik.

f. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggungjawab terhadap ketersediaan OAT.

g. Rekam medis berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam pencatatan dan
pelaporan.

Alur penatalaksanaan pasien tuberkulosis di RSUD Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang


Mongondow

Rawat
Jalan

Rawat Inap

a. Suspek TB atau pasien TB dapat datang ke poli umum/ UGD atau langsung ke poli
spesialis (Penyakit Dalam, Paru, Anak, Syaraf, Kulit, Bedah, Obsgyn, THT, Mata, Bedah
Saraf, Urologi)

b. Suspek TB dikirim untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (Laboratorium


Mikrobiologi,PK, PA dan Radiologi)

25
c. Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersngkutan. Diagnosis dan dan
klasifikasi dilakukan oleh dokter poliklinik masing atau Tim DOTS.

d. Setelah diagnosis TB ditegakkan pasien dikirim ke Tim DOTS untuk registrasi (bila pasien
meneruskan pengobatan di rumah sakit), penentuan PMO, penyuluhan dan pengambilan
obat, pengisian kartu pengobatan TB (TB-01). Bila pasien tidak menggunakan obat paket,
pencatatan dan pelaporan dilakukan dipoliklinik masing-masing dan kemudian dilaporkan
ke Tim DOTS.

e. Bila ada pasien TB yang dirawat di rawat inap, petugas rawat inap menghubungi Tim
DOTS untuk registrasi pasien (bila pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit). Paket
OAT dapat diambil di Tim DOTS

f. Pasien TB yang dirawat inap, saat akan keluar dari RS harus melalui Tim DOTS untuk
konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya.

g. Rujuk (pindah) dari/ ke UPK lain, berkoordinasi dengan Tim DOTS (lihat pada gambar alur
rujukan).

2. Jejaring Eksternal

Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara dinas kesehatan, rumah
sakit, puskesmas dan UPK lainnya dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.

Tujuan jejaring eksternal :

a. Semua pasien TB mendapatkan akses pelayanan DOTS yang berkualitas, mulai dari
diagnosis, follow up sampai akhir pengobatan.

b. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien sehingga mengurangi


jumlah pasien yang putus berobat.

B. MEKANISME RUJUKAN DAN PINDAH

Prinsip : memastikan pasien TB yang dirujuk/pindah akan menyelesaikan pengobatannya


dengan benar ditempat lain.

Mekanisme rujukan dan pindah pasien ke UPK lain :

1. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di rumah sakit, maka harus dibuatkan kartu
pengobatan TB (TB-01) di rumah sakit.

2. Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit surat pengantar atau formulir (TB-09) dengan
menyertakan TB-01 dan OAT (bila telah dimulai dibuat pengobatan).
26
3. Formulir TB-09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkan kepada UPK
yang dituju.

4. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS) ke koordinator HDL tentang
pasien yang dirujuk.

5. UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali TB-09
(lembar bagian bawah) ke UPK asal.

6. Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas TB UPK yag dituju melacak sesuai
alamat pasien.

Alur Rujukan Pasien TB antar UPK dalam Satu Unit Registrasi (1Kab/Kota)

Wasor TBC
Kab./ Kota

Informasi Konfirmasi

Pasien, OAT, TB.01

Surat Rujukan (TB. 09)

Rumah Sakit Puskesmas

C. PELACAKAN KASUS MANGKIR DI RUMAH SAKIT

Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk periksa
ulang/ mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan. Bila keadaan ini masih berlanjut
hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka Tim DOTS RS segera
melakukan tindakan di bawah ini :

a. Menghubungi pasien langsung/ PMO

b. Menginformasikan identitas dan alamat lengkap pasien mangkir ke wasor Kab/Kota atau
langsung ke puskesmas agar segera dilakukan pelacakan.

c. Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas puskesmas segera diinformasikan kepada
RS. Bila proses ini menemui hambatan, harus diberithukan ke koordinator jejaring DOTS RS.

27
BAB IV

LOGISTIK

Pengelolaan logistik penanggulangan TB merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi


perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi.

A. JENIS LOGISTIK PROGRAM PENANGGULANGAN TB

Logistik penanggulangan TB terdiri dari 2 bagian besar yaitu logistik Obat Anti TB (OAT)dan
logistik lainnya.

B. LOGISTIK OAT

Paket OAT anak dan dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu :

1. OAT dalam bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fidr. Bratanata Jambied Dose
Combination(FDC) yang dikemas dalam blister, dan tiap blister berisi 28 tablet.

2. OAT dalam bentuk Kombipak yang dikemas dalam blister untuk satu dosis,kombipak ini
disediakan khusus untuk pengatasi efek samping KDT.Khusus untuk dewasa terdiri dari
kategori 1, kategori 2 dan sisipan.

C. LOGISTIK NON OAT

Alat Laboratorium terdiri dari :

1. Mikroskop, slide, pot sputum, kaca sediaan, rak pewarna dan pengering, lampu spiritus, ose,
botol plastik bercorong pipet, kertas pembersih lensa mikroskop,kertas saring, dan lain lain.

2. Bahan diagnostik terdiri dari :Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak imersi, lysol,
tuberkulin PPD RT 23 dan lain lain.

3. Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan sertabahan KIE.

D. PENGELOLAAN OBAT ANTI TB

1. Perencanaan Kebutuhan Obat

Perencanaan kebutuhan OAT dilaksanakan dengan pendekatan perencanaan


daribawah (bottom up planning), dan dilakukan terpadu dengan perencanaan obat
lainnya.Perencanaan kebutuhan OAT memperhatikan :

28
a. Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya,

b. Perkiraan jumlah penemuan pasien yang direncanakan,

c. Buffer-stock (tiap kategori OAT),

d. Sisa stock OAT yang ada,

e. Perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk mengetahui estimasi kebutuhan
dalam kurun waktu perencanaan).

2. Tingkat Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)

UPK menghitung kebutuhan tahunan, triwulan dan bulanan sebagai dasar permintaan
ke Kabupaten/Kota.

3. Tingkat Kabupaten/Kota

Perencanaan kebutuhan OAT di kabupaten/kota dilakukan oleh TimPerencanaan Obat


Terpadu daerah kabupaten/kota yang dibentuk dengan keputusan Kadinkes atas nama
Bupati/Walikota yang anggotanya minimal terdiri dari unsur Program, Farmasi, Bagian
Perencanaan DinasKesehatan dan Instalasi Farmasi Kab/Kota (IFK). Disamping rencana
kebutuhan OAT KDT, perlu juga direncanakan OAT dalam bentuk paket kombipak atau lepas
untuk antisipasi efek samping KDT sebanyak 2–5 % dari perkiraan pasien yang akan diobati.

4. Tingkat Propinsi

Propinsi merekapitulasi seluruh usulan kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kot dan


menghitung kebutuhan buffer stok untuk tingkat propinsi, perencanaan ini diteruskan ke pusat.
Perencanaan yang disampaikan propinsi ke pusat, sudah memperhitungkan kebutuhan
kabupaten/kota yang dapat dipenuhi melalui buffer stok yang tersisa di propinsi.

5. Tingkat Pusat

Pusat menyusun perencanaan kebutuhan OAT berdasarkan usulan dan rencana :

a. Kebutuhan kabupaten/kota

b. Buffer stok propinsi

c. Buffer stok ditingkat pusat.

6. Pengadaan OAT

Kabupaten/ Kota maupun Propinsi yang akan mengadakan OAT perlu


berkoordinasi dengan pusat (Dirjen PPM dan PL Depkes RI) sesuai dengan peraturan
29
yang berlaku. Pengadaan OAT menjadi tanggung jawab pusat mengingat OAT merupakan
Obat yang sangat-sangat esensial (SSE).

7. Penyimpanan dan pendistribusian OAT

OAT yang telah diadakan, dikirim langsung oleh pusat sesuai dengan rencana
kebutuhan masing-masing daerah, penerimaan OAT dilakukan oleh Panitia Penerima
Obat tingkat kabupaten/ kota maupun tingkat propinsi. OAT disimpan di IFK maupun
Gudang Obat Propinsi sesuai persyaratan penyimpanan obat. Penyimpanan obat harus
disusun berdasarkan FEFO (First E RSUD D B Out), artinya, obat yang kadaluarsanya
lebih Awal harus diletakkan didepan agar dapat didistribusikan lebih awal. Pendistribusian
buffer stock OAT yang tersisa di propinsi dilakukan untuk menjamin berjalannya system
distribusi yang baik. Distribusi OAT dari IFKke UPK dilakukan sesuai permintaan yang
telah disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengiriman OAT disertai dengan
dokumen yang memuat jenis, jumlah, kemasan, nomor batch dan bulan serta tahun
kadaluarsa.

8. Monitoring dan Evaluasi

Pemantauan OAT dilakukan dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan


Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang berfungsi ganda, untuk menggambarkan
dinamika logistik dan merupakan alat pencatatan /pelaporan.

Dinas Kesehatan kabupaten/ kota bersama IFK mencatat persediaan OAT yang
ada dan melaporkannya ke propinsi setiap triwulan dengan menggunakan formulir TB
Pengelola program bersama Farmakmin Propinsi, melaporkan stock yang ada di Propinsi
termasuk yang ada digudang IFK ke pusat setiap triwulan. Pembinaan teknis dilaksanakan
oleh Tim Pembina Obat Propinsi. Secara fungsional pelaksana program Tuberkulosis
propinsi dan Kabupaten /Kota juga melakukan pembinaan pada saat supervisi.

9. Pengawasan Mutu

Pengawasan dan pengujian mutu OAT mulai dengan pemeriksaan sertifikat


analisis pada saat pengadaan. Setelah OAT sampai di Propinsi, Kabupaten/Kota dan
UPK, pengawasan dan pengujian mutu OAT dilakukan secara rutin oleh Badan/Balai
POM dan Ditjen Binnfar.

10. Pemantauan Mutu OAT

Mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan pengamatan fisik obat yang meliputi:

a. Penandaan/label termasuk persyaratan penyimpanan

30
b. Leaflet dalam bahasa Indonesia

c. Keutuhan kemasan dan wadah

d. Nomor batch dan tanggal kadaluarsa baik di kemasan terkecil seperti vial,box dan
master box

e. Mencantumkan nomor registrasi pada kemasan

f. Pengambilan sampel di gudang pemasok dan gudang milik Dinkes /Gudang Farmasi.

Pengambilan sampel dimaksudkan untuk pemeriksaan fisik dan pengujian


laboratoriumnPengujian laboratorium dilaksanakan oleh Balai POM dan meliputi aspek aspek
sebagai berikut:

a. Identitas obat

b. Pemberian

c. Keseragaman bobot/ keseragaman kandungan

d. Waktu hancur atau disolusi

e. Kemurnian/ kadar cemaran

f. Kadar zat aktif

g. Uji potensi

h. Uji sterilitas

Laporan hasil pemeriksaan dan pengujian disampaikan kepada :

a. Tim Pemantauan Laporan hasil pengujian oleh BPOM atau PPOM

b. Direktur Jenderal PP dan PL, cq Direktur P2ML

c. Direktur Jenderal Binfar dan Alkes, cq Direktorat Bina Obat Publikdan Perbekalan Kesehatan

d. Kepala Badan POM cq Direktur Inspeksi dan Sertifikasi ProdukTerapeutik.

e. Khusus untuk OAT yang tidak memenuhi syarat, harus segeradilaporkan kepada Direktur
Inspeksi dan Sertifikasi ProdukTerapeutik untuk kemudian ditindak lanjuti.

f. Dan pihak lain yang terkait.

31
Tindak lanjut dapat berupa :

a. Bila OAT tersebut rusak bukan karena penyimpanan dan distribusi,maka akan dilakukan bacth
re-call (ditarik dari peredaran)

b. Dilakukan tindakan sesuai kontrak

c. Dimusnahkan sesuai aturan yang berlaku.

11. PENGELOLAAN LOGISTIK NON OAT

Secara umum siklusnya sama dengan manajemen OAT.

12. Kebutuhan logistik Non OAT

Bahan laboratorium dan formulir pencatatan dan pelaporan:

a. Perhitungan berdasarkan pada perkiraan pasien BTA positif yang akan diobati dalam 1 tahun.

b. Logistik penunjang lainnya (seperti: buku Pedoman TB, ModulPelatihan, Materi KIE) dihitung
berdasarkan kebutuhan.a

32
BAB V

PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM

A. PENCATATAN DAN PELAPORAN PROGRAM NASIONAL PENANGGULANGAN


TUBERKULOSIS

Salah satu komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan
maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan
untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan survailans harus valid (akurat,
lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis. Data program
Tuberkulosis dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan dengan satu sistem yang baku.

Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di rumah sakit:

1. Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06).

2. Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak(TB.05).

3. Kartu pengobatan pasien TB (TB.01).

4. Kartu identitas pasien TB (TB.02).

5. Register TB UPK (TB.03 UPK)

6. Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09).

7. Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).

8. Register Laboratorium TB (TB.04).

B. INDIKATOR PROGRAM TB

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakan beberapa indikator.


Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu:

1. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan

2. Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).

Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasionaltersebut di
atas, yaitu:
33
1. Angka Penjaringan Suspek

2. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksadahaknya

3. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru

4. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien

5. Angka Notifikasi Kasus (CNR)

6. Angka Konversi

7. Angka Kesembuhan

8. Angka Kesalahan Laboratorium

Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan
(marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti:

1. Sahih (valid)

2. Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific)

3. Dapat dipercaya (realiable)

4. Dapat diukur (measureable)

5. Dapat dicapai (achievable)

Analisa dapat dilakukan dengan :

1. Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnyaperbedaan.

2. Melihat kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu.

Cara Menghitung Dan Analisa Indikator

Angka Penjaringan Suspek

Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu
wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien
dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu
(triwulan/tahunan)

Jumlah Suspek yang diperiksa


X 100.000
Jumlah Penduduk
34
Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek (TB.06). UPK
yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumahsakit, BP4 atau dokter praktek
swasta, indikator ini tidak dapat dihitung.

Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek adalah prosentase pasien BTA positif
yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan
mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria
suspek.

Rumus :
Jumlahpasien TB BTA positif yg ditemukan
X 100 %
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa

Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinandisebabkan

• Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhikriteria suspek

• Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu ).Bila angka ini terlalu besar ( > 15 %
) kemungkinan disebabkan :

• Penjaringan terlalu ketat atau

• Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).

Tercatat/diobati

Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien
Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien Tuberkulosis
yang menular diantara seluruh pasienTuberkulosis paru yang diobati.

Rumus :

Jumlah pasien TB BTA positif (baru + kambuh)


X 100 %
Jumlah seluruh pasien TB (semua tipe)

Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu berarti
mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritasuntuk menemukan pasien yang menular
(pasien BTA Positif).

Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB

Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat.

35
Rumus :

Jumlah pasien TB Anak (<15 thn) yg ditemukan


X 100 %
Jumlah seluruh pasien TB yg tercatat

Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatandalam


Jumlah seluruh pasien TB (semua tipe)
mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka initerlalu besar dari 15%,
kemungkinan terjadi overdiagnosis.

Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR) DR. BRATANATA JAMBI 100%

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA Positif adalah prosentase jumlah pasien baru BTA
positif yang ditemukan dandiobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan
adadalam wilayah tersebut.Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien
baruBTA positif pada wilayah tersebut.

Rumus :

Jumlah pasien baru TB BTA Positif yang dilaporkan dalam TB.07


X 100 %
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA Positif

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka
insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk.Target Case Detection Rate
Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%.
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa
Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)

Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dantercatat
diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu.Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan
menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut.

Rumus :

Jumlah pasien TB (semua tipe) yg dilaporkan dlm TB.07


X 100.000
Jumlah Penduduk
Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkatatau menurunnya
penemuan pasien pada wilayah tersebut.

36
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa
Angka Konversi (Conversion Rate)

Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami
perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masapengobatan intensif. Indikator ini berguna
untuk mengetahui secara cepathasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan
langsungmenelan obat dilakukan dengan benar.

Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien baru TB paru BTA positif :

Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg konversi


X 100 %
Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg diobati

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengancara mereview
seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobatdalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian
dihitung berap diantaranya yanghasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2
bulan).Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari
laporan TB.11.Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa
Angka Kesembuhan (Cure Rate)

Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasienbaru TB paru


BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan,diantara pasien baru TB paru BTA
positif yang tercatat.

Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatanulang dengan
tujuan:

• Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadapobat terjadi di komunitas,


hal ini harus dipastikan dengan surveilanskekebalan obat.

• Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakanobat baris kedua


(secondline drugs).

• Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulangterjadi pada pasien
dengan HIV.

Cara menghitung angka kesembuhan untuk pasien baru BTA positif.

Jumlah pasien baru TB BTA positif yg sembuh


X 100
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati
%

37
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengancara mereview
seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobatdalam 9 - 12 bulan sebelumnya,
kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh setelah selesai pengobatan.

Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung darilaporan TB.08.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui
hasil pengobatan. Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatanlainnya
tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasilpengobatan lengkap, meninggal, gagal,
default, dan pindah.

• Angka default tidak boleh lebih dari 10%, karena akan menghasilkan proporsi kasus retreatment
yang tinggi dimasa yang akan datang yangdisebabkan karena ketidak-efektifan dari pengendalian
Tuberkulosis.

• Menurunnya angka default karena peningkatan kualitaS ibu penanggulangan TB akan menurunkan
proporsi kasus pengobatanulang antara 10-20 % dalam beberapa tahun DR.

Sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari4% untuk
daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak bolehlebih besar dari 10% untuk
daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.

Angka Keberhasilan Pengobatan

Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasienbaru TB paru


BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yangsembuh maupun pengobatan lengkap)
diantara pasien baru TB paru BTApositif yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan
penjumlahan dari angkakesembuhan dan angka pengobatan\lengkap.

Cara perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan pengobatan kategori.

Jumlah pasien baru TB BTA positif (sembuh + pengobatan lengkap)


X 100 %
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati

Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa

38
BAB VI

PENUTUP

Demikian pedoman kerja ini disusun sebagai acuan pelaksanaan penanggulangan TB dengan

strategi DOTS di Fasilitas Kesehatan RSUD Datoe Binangkang

Direktur RSUD Datoe Binangkang


Kab Bolaang Mongondow

39

Anda mungkin juga menyukai