1
DAFTAR ISI
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Ruang lingkup
D. Sumber Daya Manusia
BAB II TATALAKSANA TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI DOTS
A. Tatalaksana Pasien TB Dewasa
B. Tatalaksana TB Anak
BAB III PEMBENTUKAN JEJARING DAN MEKANISME RUJUKAN
A. Pembentukan Jejaring
B. Mekanisme rujukan dan Pindah
C. Pelacakan Kasus Mangkir di Rumah Sakit
BAB IV LOGISTIK
A. Jenis Logistik
B. Logistic OAT
C. Logistic NON OAT
D. Pengelolaan Obat Anti TB
BAB V PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM
A. Pencatatan dan Pelaporan Program TB
B. Indicator Program TB
BAB VI PENUTUP
Lampiran-lampiran
2
RSUD DATOE BINANGKANG KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW
Jl. Desa Lolak II, Kec. Lolak, Kab. Bolaang Mongondow- Sulawesi Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia.
Beberapa fakta menunjukan hal ini, antara lain:
1. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah pasien TB terbanyak ke-3 didunia setelah India
dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% (tahun 2008) dari total
jumlah pasien TB di dunia.
2. Tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan bahwa penyakit
Tbmerupakan kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
3. Survey prevalensi TB Paru BTA positif menunjukan kecenderungan penurunan selama kurun
waktu 2000- 2006: pada tahun 2000 sebesar 126 per 100.000 penduduk, tahun 2003 sebesar
115 per 100.000 penduduk, tahun 2004 sebesar 110 per 100.000 penduduk dan tahun 2006
sebesar 104 penduduk per 100.000 penduduk.
4. Penemuan kasus BTA positif (case detection rate, CDR) mengalami peningkatan selam
periode 2003- 2006, dan tahun 2007 menunjukan penurunan sehinngan di bawah target
global (70 %). Angka penemuan kasus TB paru tahun 2003 sebesar 42%, tahun 2005 sebesar
54%, tahun 2006 sebesar 76% berarti mencapai target global, namun tahun 2007 kembali
menurun sebesar 69%.
5. Angka penemuan kasus TB paru BTA positif per provinsi pada tahun 2007 tertinggi di DKI
Jakartasebesar 88,14%, diikuti oleh Sulawesi Utara sebesar 81,38% dan Banten sebesar
74,62%. Angka terendah di Kalimantan Tengah sebesar 24,69%.
6. Angka keberhasilan pengobatan (success rate. SR), tetap tinggi dan tidak menunjukan
penurunan, yaitu 87% tahu 2003 dan meningkat terus hingga mencapai 91% pada tahun 2005
dan tetap sebersar91% pada tahu 2007.
3
7. Sejak tahun 1995, Progran Nasional Penanggulangan TB mengadopsi strategi DOTS karena
cost effective dapat mencegah TB MDR dan dapat menurunkan angka insiden dan prevalensi.
DOTS telah diterapkan di puskesmas secara bertahap. Sampai tahun 2000, hampIr seluruh
Puskesmas telah berkomitmen dan mengadopsi Strategi DOTS yang diintegrasikan kedalam
pelayanan primernya.
Penanggulangan TB dengan menggunakan strategi DOTS meliputi lima komponen, yaitu:
1. Komitmen politis para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana
2. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
3. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
pengawas menelan obat (PMO)
4. Kesimnambungan persediaan obat anti tuberculosis (OAT) jangka pendek untuk pasien.
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan untuk pemantauan dan evaluasi
program TB.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Panduan pelayanan tuberkulosis dengan strategi DOTS RSUD Datoe Binangkang agar dapat
meningkatkan mutu pelayanan tuberkulosis di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai panduan dalam program penanggulangan TB di rumah sakit dengan strategi
DOTS.
b. Sebagai indikator mutu penerapan standar rumah sakit.
c. Sebagai salah satu alat ukur kinerja rumah sakit dalam penanggulangan TB.
4
C. RUANG LINGKUP
Salah satu unsur penting dalam pe nerapan DOTS di rumah sakit adalah komitmen yang
kuat antara pimpinan rumah sakit, komite medik dan profesi lain yang terkait termasuk
administrasi dan operasionalnya. Untuk tu perlu dipenuhi kebutuhan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana penunjang, antara lain :
a. Dibentuk Tim DOTS RS yang terdiri dari seluruh komponen yang terkait dalam penanganan
pasien tuberkulosis ( dokter, perawat, petugas laboratorium, petugas farmasi, rekam medik
dan PKRS ).
b. Disediakan ruangan untuk kegiatan Tim DOTS yang melakukan pelayanan DOTS.
c. Pendanaan untuk pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan disepakati dalam MoU antara
rumah sakit dan dinas kesehatan setempat.
f. Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan pada penerapan DOTS 01,02,03 UPK,
04,05,06,09,10 dan buku registrasi pasien tuberkulosis di rumah sakit.
5
BAB II
TATA LAKSANA TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT
1. PENEMUAN SUSPEK TB
a. Strategi penemuan
2) Pemeriksaan tehadap kontak TB, terutama pasien TB BTA positif. Kontak yang rentan
menderita Tb apabila terinfeksi yaitu anak- anak usia balita dan dewasa dengan
imunitas rendah (antara lain gizi buruk, DM, gagal ginjal, HIV-AIDS, menggunakan
obat imunosupresi yang lama)
b. Suspek TB
Suspek TB adalah pasien dengan gejala utama batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih (ISTC standard 1), dengan atau tanpa diikuti dengan gejala tambahan yaitu gejala
local pernapasan (nyeri dada, batuk darah, sesak napas) dan gejala sistemik (badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam yang hilang timbul). Gejala tersebut tidak sepsifik/ khas untuk TB
karena dapat pula dijumpai pada penyakit paru lainnyaseperti bronkiektasis, bronchitis
kronik, asma, kanker paru dan lain- lain. Setiap orang yang dating kerumah sakit dengan
6
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai susupek TB Karen prevalensi TB yang tinggi di
Indonesi, temuan kasus yang rendah sehingga pasien TB yang diobati juga rendah,
masih jauh dibawah yang seharusnya. Semua suspek TB harus menjalani pemeriksaan
dahak secara mikroskopik langsung.
2. DIAGNOSIS PASIEN TB
1) Klinis
Data didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, yakni gejala seperti yang
diuraikan pada suspek TB. Temuan pemeriksaan fisis bervariasi tergantung kepada
berat dan luas penyakit.
2) Pemeriksaan mikrobiologis
Dahak yang diperiksa dapat sewaktu (dahak yang diambil pada waktu berkunjung) dan
pagi hari (dahak yang diambil segera setelah bangun tidur). Dalam program
penanggulangan TB nasional pemeriksaan dahak dikenal dengan pemeriksaan SP
(sewaktu, pagi).
Pada pasien yang sulit mengeluarkan dahak perlu diberikan pengarahan sebagai
berikut:
a) Diajarkan cara batuk yang efektif dengan inspirasi dalam kemudian dibatukan.
c) Cukup minum.
d) Beri ekspetoran.
7
3) Pemeriksaan radiologis
Sebagian dokter menganggap foto thoraks adalah sarana diagnosis yang utama, dan
sebaliknya pemeriksaan dahak hanyalah pelengkap; padahal secara etiologis
diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak memiliki kesahihan dan tingkat kepercayaan
tinggi. Tidak dibenarkan menjadi diagnosis TB paru hanya berdasarkan foto thoraks
saja. Tidak ada gambaran foto thorak yang spesifik untuk TB. Foto thoraks pasien TB
paru tidak selalu menunjukan gambaran yang dicurigai lesiTB dan sebaliknya foto
thoraks dengan gambaran yang docurigai lesi TB tidak selalu merupakan TB paru
tetapi dapat terjadi pada penyakit paru lainnya seperti bronchitis kronik, abses paru,
bronkiektasis, kanker paru dan lainnya, sehingga jika hanya mengandalkan foto
thoraks sering terjadi overdiagnosis, underdiagnosis atau misdiagnosis. Pasien
dengan foto thoraks yang dicurigai TB, tetap harus menjalani pemeriksaan dahak
secara mikroskopik (ISTC standar 4).
a) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak hasilnya positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto
thoraks diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
b) Pemeriksaan dahak ulang ketiganya tetap negative dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non-OAT
1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
meningitis TB, nyeri dada pada TB plura (pleuritis), pembesaran kelenjar getah bening
superficial pada limfadenitis TB dan deformita tulang belakang (gibus) pada spondilitis
TB dan lain- lain.
2) Diagnosis pasti (defenitif) sulit di tegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakan
berdasarkan gejala klinis yang jelas (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkina
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung kepada metoda pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat- lat diagnosis, misalnya pemeriksaan mikribiologi,
patologi anatomi, serologi, radiologi dan lain- lain.
8
3) Specimen dari bagian tubuh yang sakit harus diambil untuk pemeriksaan biakan dan
histopatologi pada pasien TB ekstra paru, jika tersedia fasilitas dan sumber dayanya
(ISTC standard 3).
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosisi memerlukan suatu “defenisi
kasus” yang meliputi 4 hal, yaitu:
2) Tuberculosis ekstra paru. Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya selaput otak, plura, perikard, mediastinum, kelenjar getah bening lain, tulang,
persendiaan, kulit, usus, ginjal, saluran kemih, alat reproduksi dan lain- lain.
b) Satu (1) dari 2 spesimen dahak hasilnya BTA positif dan gambaran foto thoraks
sesuai tuberculosis.
c) Satu (1) dari 2 spesimen dahak hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) Satu (1) atau lebih specimen pemeriksaan dahak ulang hasilnya positif (setelah 2
spesimen dahak pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya negative dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antobiotoka spectrum luas bukan fluorokuinolon)
Kriteria diagnosis TB paru BTA negative harus meliputi semua butir dibawahini:
9
d) Tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antiboitika spectrum luas bukan
golongan fluorokuinolon.
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: kelenjar getah bening, pleuritis, eksudativa unilateral,
TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis TB, TB milier, perikarditis TB, peritonitis Tb,
pleuritis eksudativa bilateral, spondilitis TB, TB usus, TB saluran kemih dan Tb alat
reproduksi.
Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan dibagi menjadi beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sedang
pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)
Kasus putus berobat adalah pasien yang telah berobat lebih dari 1 bulan dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dating lagi dengan BTA positif.
a) Kasus gagal adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan.
b) Pasien TB paru BTA negative, setelah diobati pada alhir tahap awal menjadi BTA
positif.
10
5) Kasus pindahan (transfer in)
Kasus pindahan adalah pasien yang dipindahkan berobat dari UPK lain yang memiliki
register TB untuk melanjutkan pengobatan.
6) Lain- lain
Termasuk semua pasien TB yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk TB kronik yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA setelah
selesai pengobatan ulang (kategori 2)
a. Tujuan pengobatan
Pada ISTC standard 8 disebutkan bahwa semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi
HIV) yang belum pernah diobati (atau riwayat OAT < 4 minggu) harus diberi panduan obat
lini pertama sebagai terlihat pada table berikut.
11
c. Panduan OAT dalam Program Nasional
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan tahap
lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama pengobatan
seluruhnya 6 bulan.
b) Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal pengobatan, putus
berobat/ default). Pada kategori 2, tahap awal pengobatanselama 3 bulan terdiri
dari 2 bulan HRZE ditambah suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE.
Pengobatan tahap awal diberikan tiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5
bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.
c) OAT sisipan:HRZE
Pengobatan tahap awal selama 2 bulan dengan panduan RHZ (tanpa etambutol)
dan tahap lanjutan selama 4 bulan (RH). Pengobatan diberikan setiap hari baik
tahap awal maupun tahap lanjutan.
2) Kemasan obat
Panduan kategori-1, kategori-3 dan sisipan disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak
a) OAT KDT
Tablet OAT KDTini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet.
Dosinya disesuaikan dengan berat badan pasien. Panuan ini disediakan dalam
satu paket untuk satu pasien masa pengobatan.
12
b) Paket kombipak
Paket kombipak adalah paket obat lepas, yang terdiri dari isoniazid, rifamfisin,
pirazinamid dan etambutol yang dikemas dalam satu blister. Panduan OAT ini
disediakan program untuk pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.
Dokter dapat meresepkan OAT diluar obat program. Bila menggunakan OAT resep,
panduan dan dosis nya harus sesuai dengan standars Internasional (lihat table 1)
b. TB paru kasus baru BTA negative, foto thoraks sesuai foto thoraks sesuai TB
Sisipan 1 bulan 1 HRZE diberikan jika setelah tahap awal pengobatan, pemeriksaan dahak
sebelum konversi (BTA masih positif). Paket sisipan sama seperti paket tahap awal yaitu
diberikan setiap hari. OAT sisipan berlaku baik pada kategori 1 maupun kategori 2. Setelah
sisipan dilakukan pemeriksaan ulang dahak 3 kali, jika konversi (BTA negative) maka lanjutan ke
tahap lanjutan (lihat pemantauan kemajuan obat)
Kategori 2
a. Kasus kambuh
14
Tabel 5. Dosis panduan OAT kombipak kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
15
Table 7. dosis OAT kombipak sisipan: HRZE
Catatan:
Penggunaan OAT lini kedua yaitu golongan aminiglikosida (kanamisin) dan golongan
fluorokuinolon sangat tidak dianjurkan sebagai pengobatan pada kasus baru. Potensi obat
tersebut jauh lebih rendah dari pada OAT lini pertama sehingga dapat menimbulkan kegagalan
pengobatan dan meningkatkan terjadinya resiko resistensi pada OAT lini kedua.
Masalah utama dlam tatalaksana TB adalah ketidakpatuhan menelan obat. Untuk mencegah
ketidakpatuhan dan menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
a. Persyaratan PMO
1) Seorang yang dikenal dan disegani, dipercaya dan disetujui, baik oleh dokter maupun
pasien
4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama- sama dengan pasien
Untuk PMO adalah anggota keluarga, tetapi lebih baik lagi petugas kesehatan.
1) Menyaksikan pasien Tb agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan
16
3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan
c. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
3) Cara penularan TB, gejala- gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan
ke UPK
7. PEMERIKSAAN KONTAK
Apabila dokter/ praktisi kesehatan menemukan pasien TB, maka harus diperiksa juga kontak
serumah terutama anak dibawah 5 tahun dan kelompok rentan lain (misalnya HIV,DM,
pemakaian obat imunosupresif dan narkoba)
Pemeriksaan kontak dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan dahak.
Diagnosis TB anak ditegakan berdasarkan anamnesis yang cermat dan teliti (termasuk
riwayat kontak dengan pasien TB dewasa), pemeriksaan fisis (termasuk analisis terhadap
kurva pertumbuhan) serta hasil pemeriksaan penunjang uji tuberculin, radiologi serta
pemeriksaan sputum BTA bila memungkinkan.
Pada anak, batuk bukan merupakan gejala utama TB. Pengambilan dahak pada anak dan
biasanya sulit, maka diagnosis TB anak dapat menggunakan criteria lain yaitu dengan
menggunakan system pembobotan (scoring system). Apabila diagnosis hanya berdasarkan
17
gejala klinis dan foto thoraks atau laboratorium saja, sering terjadi misdiagnosis,
underdiagnosis atau overdiagnosis.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak
(PNTA) dengan menggunakan system pembobotan (scoring system), yaitu pembobotan
terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan
oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis untuk diagnosis Tb anak.
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas Laporan BTA (+)
keluarga,
BTA tidak
jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif (>10mm
pada
keadaan
imunosipresi)
Berat badan/ Bawah garis Klinis gizi buruk
keadaan gizi merah (KMS) (BB/U<60%)
atau BB/U
<80%
Demam tanpa >2 minggu jelas
sebab jelas
Batuk >3 minggu
Pembesaran >1cm, jumlah
kelenjar limfe >1, tidak nyeri
koli, aksila,
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/ sendi pembengkak
panggunl, an
lutut, falang
Foto thoraks Normal/ tidak Kesan TB
jelas
18
Catatan:
Gejala batuk dimasukan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti: asma, sinusitis, dan lain- lain
Jika dijumpai skofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dpat langsung
didiagnosis tuberculosis.
Berat badan dinilai saat pasien dating, lihat lampiran table berat badan
Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul <7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan system scoring TB anak
Pasien usia balita yang mendapatkan skor 5, dirujuk ke RS untuk dievaluasi lebih
lanjut
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan dibawah ini:
a. Tanda bahaya
Penurunan kesadaran
c. Gibus, koksitis
19
Pemeriksaan patologi anatomis dengan specimen hasil operasi dan atau biopsy
Pemeriksaan pencitraan diluar paru sesuai indikasi jika perlu menggunakan CT Scan.
Sebagian besar pasien pada anak termasuk dalam kelompok pertama, yang pengobatan nya
melalui alur berikut ini
Diagnosis kerja:
TB
(Hasil scoring > 6)
Beri OAT
2 bulan terapi,
evaluasi
20
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi klinis. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
radiologi tidak perlu dilakukan secara rutin, kecuali pada kasus kusus. Evaluasi klinis pada TB
anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai
perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukan perubahan yang
berarti, pemberian OAT cukup diberikan selama 6 bulan.
Untuk kasus TB diseminata dan Tb ekstra paru diperlukan tatalaksana khusus, yaitu panduan
obat lebih lengkap, penambahan obat lain dan / atau masa pengobatan lebih panjang sesuai
dengan pedoman nasional TB anak dari IDAI. Kasus seperti ini lebih baik dikelola di RS denga
fasilitas dan SDM yang lengkap.
Prinsip dasar pengobatan Tb adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dlam waktu
minimal 6 bulan. Terapi TB anak dibagi dalam 2 tahap, intensif dan lanjutan. Pada tahap
intensif selama 2 bulan awal, mulai bulan ketiga dan selanjutnya merupakan tahap
lanjutan. Pada tahap intensif diberikan panduan > 3 OAT sedangkan pada tahap lanjutan
diberikan paduan 2 obat H dan R. pemberian OAT pada anak dilakukan setiap hari, baik
pada tahap intensif maupun tahap lanjutan. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat
badan anak.
Berbeda dengan pasien dewasa, pada anak dosis obat termasuk OAT memerlukan
perhitungan yang tepat sesuai dengan berat badan. Idealnya, untuk tiap pasien dosis
diberikan secara individu sesuai dengan berat badan (tailor made) dan mungkin
pertimbangan lain (gangguan fungsi hepar dan lain- lain).
Table berikut ini memperlihatkan rentang dosis per kilogram BB untuk OAT yang
digunakan pada pasien anak.
21
Table 9. Dosis obat anti tuberculosis pada anak
catatan
rifamfisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena biovailabilitas
rifamfisin dapat terganggu.
Rifamfisin diabsorbsi dengan baik melalui system gastrointestinal pada saat perut kosong (1
jam sebelum makan 2 jam setelah makan).
Obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT) tahap intensif dan KDT tahap lanjut. Satu tablet KDT
tahap intensif berisi Isoniazid 50m, Rifamfisin 75mg, dan Pirazinamid 150mg, sedangkan 1
tablet KDT tahap lanjutan berisi Isoniazid 50mg dan Rifamfisin 75mg.
22
Table 10. dosis OAT dalam bentuk KDT
Berat badan (kg) KDT tahap intensif H50, R75, Z150 KDT tahap lanjutan
2bulan setiap hari H50, R75
4bulan, tiap hari
05-09 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Catatan: OAT KDT dapat diberikan ditelan secara utuh, dikunyah (chewable), atau dilarutkan
dalam air (dispersable).
a. Pelacakan
Apabila ditemukan satu kasus TB anak maka harus dilakukan pelacakan terhadap sumber
penularan (orang dewasa yang kontak erat) serta anak- anak lain terutama di bawah 5
tahun yang memiliki resiko terinfeksi dari sumber penularan yang sama.
b. Pencegahan (profilaksis)
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan pasien
TB, dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan dengan system scoring. Bila hasil
evaluasi dengan system scoring didapat skor <5, anak tersebut diberi isoniazid (INH)
dengan dosis 5-10 mg/kg BB/ hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG maka imunisasi BCG dilakukan setelah profilaksis selesai.
23
BAB III
A. PEMBENTUKAN JEJARING
Rumah sakit memiliki potensi besar dalam penemuan pasien tuberkulosis (case
finding), namun memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan
pengobatan pasien (case holding) jika dibandingkan dengan puskesmas. Karena itu perlu
dikembangkan jejaring rumah sakit baik internal maupun eksternal.
Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik apabila angka default rate
<5% pada tiap rumah sakit.
Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat di dalam rumah sakit yang meliputi seluruh
unit yang menangani pasien tuberkulosis. Koordinasi kegiatan dilaksanaan oleh Tim
DOTS rumah sakit.Tim DOTS rumah sakit mempunyai tugas perencanaan, pelaksanaan,
monitoring serta evaluasi kegiatan DOTS di rumah sakit. Tim DOTS berada di bawah
kepala rumah sakit
a. Tim DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien TB di rumah sakit
dan pusat informasi tentang TB. Kegiatannya meliputi konseling, penentuan klasifikasi
24
dan tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT, penentan PMO, follow up hasil
pengobatan dan pencatatan.
b. Poli umum, UGD dan poli spesialis berfungsi menjaring tersangka pasien TB,
menegakkan diagnosis dan mengirim pasien ke Tim DOTS RS.
c. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam melakukan penjaringan
tersangka serta perawatan dan pengobatan.
g. Rekam medis berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam pencatatan dan
pelaporan.
Rawat
Jalan
Rawat Inap
a. Suspek TB atau pasien TB dapat datang ke poli umum/ UGD atau langsung ke poli
spesialis (Penyakit Dalam, Paru, Anak, Syaraf, Kulit, Bedah, Obsgyn, THT, Mata, Bedah
Saraf, Urologi)
25
c. Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersngkutan. Diagnosis dan dan
klasifikasi dilakukan oleh dokter poliklinik masing atau Tim DOTS.
d. Setelah diagnosis TB ditegakkan pasien dikirim ke Tim DOTS untuk registrasi (bila pasien
meneruskan pengobatan di rumah sakit), penentuan PMO, penyuluhan dan pengambilan
obat, pengisian kartu pengobatan TB (TB-01). Bila pasien tidak menggunakan obat paket,
pencatatan dan pelaporan dilakukan dipoliklinik masing-masing dan kemudian dilaporkan
ke Tim DOTS.
e. Bila ada pasien TB yang dirawat di rawat inap, petugas rawat inap menghubungi Tim
DOTS untuk registrasi pasien (bila pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit). Paket
OAT dapat diambil di Tim DOTS
f. Pasien TB yang dirawat inap, saat akan keluar dari RS harus melalui Tim DOTS untuk
konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya.
g. Rujuk (pindah) dari/ ke UPK lain, berkoordinasi dengan Tim DOTS (lihat pada gambar alur
rujukan).
2. Jejaring Eksternal
Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara dinas kesehatan, rumah
sakit, puskesmas dan UPK lainnya dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.
a. Semua pasien TB mendapatkan akses pelayanan DOTS yang berkualitas, mulai dari
diagnosis, follow up sampai akhir pengobatan.
1. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di rumah sakit, maka harus dibuatkan kartu
pengobatan TB (TB-01) di rumah sakit.
2. Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit surat pengantar atau formulir (TB-09) dengan
menyertakan TB-01 dan OAT (bila telah dimulai dibuat pengobatan).
26
3. Formulir TB-09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkan kepada UPK
yang dituju.
4. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS) ke koordinator HDL tentang
pasien yang dirujuk.
5. UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali TB-09
(lembar bagian bawah) ke UPK asal.
6. Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas TB UPK yag dituju melacak sesuai
alamat pasien.
Alur Rujukan Pasien TB antar UPK dalam Satu Unit Registrasi (1Kab/Kota)
Wasor TBC
Kab./ Kota
Informasi Konfirmasi
Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk periksa
ulang/ mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan. Bila keadaan ini masih berlanjut
hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka Tim DOTS RS segera
melakukan tindakan di bawah ini :
b. Menginformasikan identitas dan alamat lengkap pasien mangkir ke wasor Kab/Kota atau
langsung ke puskesmas agar segera dilakukan pelacakan.
c. Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas puskesmas segera diinformasikan kepada
RS. Bila proses ini menemui hambatan, harus diberithukan ke koordinator jejaring DOTS RS.
27
BAB IV
LOGISTIK
Logistik penanggulangan TB terdiri dari 2 bagian besar yaitu logistik Obat Anti TB (OAT)dan
logistik lainnya.
B. LOGISTIK OAT
Paket OAT anak dan dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu :
1. OAT dalam bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fidr. Bratanata Jambied Dose
Combination(FDC) yang dikemas dalam blister, dan tiap blister berisi 28 tablet.
2. OAT dalam bentuk Kombipak yang dikemas dalam blister untuk satu dosis,kombipak ini
disediakan khusus untuk pengatasi efek samping KDT.Khusus untuk dewasa terdiri dari
kategori 1, kategori 2 dan sisipan.
1. Mikroskop, slide, pot sputum, kaca sediaan, rak pewarna dan pengering, lampu spiritus, ose,
botol plastik bercorong pipet, kertas pembersih lensa mikroskop,kertas saring, dan lain lain.
2. Bahan diagnostik terdiri dari :Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak imersi, lysol,
tuberkulin PPD RT 23 dan lain lain.
3. Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan sertabahan KIE.
28
a. Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya,
e. Perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk mengetahui estimasi kebutuhan
dalam kurun waktu perencanaan).
UPK menghitung kebutuhan tahunan, triwulan dan bulanan sebagai dasar permintaan
ke Kabupaten/Kota.
3. Tingkat Kabupaten/Kota
4. Tingkat Propinsi
5. Tingkat Pusat
a. Kebutuhan kabupaten/kota
6. Pengadaan OAT
OAT yang telah diadakan, dikirim langsung oleh pusat sesuai dengan rencana
kebutuhan masing-masing daerah, penerimaan OAT dilakukan oleh Panitia Penerima
Obat tingkat kabupaten/ kota maupun tingkat propinsi. OAT disimpan di IFK maupun
Gudang Obat Propinsi sesuai persyaratan penyimpanan obat. Penyimpanan obat harus
disusun berdasarkan FEFO (First E RSUD D B Out), artinya, obat yang kadaluarsanya
lebih Awal harus diletakkan didepan agar dapat didistribusikan lebih awal. Pendistribusian
buffer stock OAT yang tersisa di propinsi dilakukan untuk menjamin berjalannya system
distribusi yang baik. Distribusi OAT dari IFKke UPK dilakukan sesuai permintaan yang
telah disetujui oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengiriman OAT disertai dengan
dokumen yang memuat jenis, jumlah, kemasan, nomor batch dan bulan serta tahun
kadaluarsa.
Dinas Kesehatan kabupaten/ kota bersama IFK mencatat persediaan OAT yang
ada dan melaporkannya ke propinsi setiap triwulan dengan menggunakan formulir TB
Pengelola program bersama Farmakmin Propinsi, melaporkan stock yang ada di Propinsi
termasuk yang ada digudang IFK ke pusat setiap triwulan. Pembinaan teknis dilaksanakan
oleh Tim Pembina Obat Propinsi. Secara fungsional pelaksana program Tuberkulosis
propinsi dan Kabupaten /Kota juga melakukan pembinaan pada saat supervisi.
9. Pengawasan Mutu
Mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan pengamatan fisik obat yang meliputi:
30
b. Leaflet dalam bahasa Indonesia
d. Nomor batch dan tanggal kadaluarsa baik di kemasan terkecil seperti vial,box dan
master box
f. Pengambilan sampel di gudang pemasok dan gudang milik Dinkes /Gudang Farmasi.
a. Identitas obat
b. Pemberian
g. Uji potensi
h. Uji sterilitas
c. Direktur Jenderal Binfar dan Alkes, cq Direktorat Bina Obat Publikdan Perbekalan Kesehatan
e. Khusus untuk OAT yang tidak memenuhi syarat, harus segeradilaporkan kepada Direktur
Inspeksi dan Sertifikasi ProdukTerapeutik untuk kemudian ditindak lanjuti.
31
Tindak lanjut dapat berupa :
a. Bila OAT tersebut rusak bukan karena penyimpanan dan distribusi,maka akan dilakukan bacth
re-call (ditarik dari peredaran)
a. Perhitungan berdasarkan pada perkiraan pasien BTA positif yang akan diobati dalam 1 tahun.
b. Logistik penunjang lainnya (seperti: buku Pedoman TB, ModulPelatihan, Materi KIE) dihitung
berdasarkan kebutuhan.a
32
BAB V
Salah satu komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan
maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan
untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan survailans harus valid (akurat,
lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis. Data program
Tuberkulosis dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan dengan satu sistem yang baku.
B. INDIKATOR PROGRAM TB
1. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasionaltersebut di
atas, yaitu:
33
1. Angka Penjaringan Suspek
6. Angka Konversi
7. Angka Kesembuhan
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan
(marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti:
1. Sahih (valid)
1. Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnyaperbedaan.
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu
wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien
dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu
(triwulan/tahunan)
Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek adalah prosentase pasien BTA positif
yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan
mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria
suspek.
Rumus :
Jumlahpasien TB BTA positif yg ditemukan
X 100 %
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa
Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinandisebabkan
• Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhikriteria suspek
• Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu ).Bila angka ini terlalu besar ( > 15 %
) kemungkinan disebabkan :
Tercatat/diobati
Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien
Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien Tuberkulosis
yang menular diantara seluruh pasienTuberkulosis paru yang diobati.
Rumus :
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu berarti
mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritasuntuk menemukan pasien yang menular
(pasien BTA Positif).
Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat.
35
Rumus :
Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR) DR. BRATANATA JAMBI 100%
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA Positif adalah prosentase jumlah pasien baru BTA
positif yang ditemukan dandiobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan
adadalam wilayah tersebut.Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien
baruBTA positif pada wilayah tersebut.
Rumus :
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka
insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk.Target Case Detection Rate
Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%.
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa
Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)
Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dantercatat
diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu.Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan
menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut.
Rumus :
36
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa
Angka Konversi (Conversion Rate)
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami
perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masapengobatan intensif. Indikator ini berguna
untuk mengetahui secara cepathasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan
langsungmenelan obat dilakukan dengan benar.
Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien baru TB paru BTA positif :
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengancara mereview
seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobatdalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian
dihitung berap diantaranya yanghasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2
bulan).Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari
laporan TB.11.Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa
Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatanulang dengan
tujuan:
• Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulangterjadi pada pasien
dengan HIV.
37
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengancara mereview
seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobatdalam 9 - 12 bulan sebelumnya,
kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh setelah selesai pengobatan.
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung darilaporan TB.08.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui
hasil pengobatan. Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatanlainnya
tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasilpengobatan lengkap, meninggal, gagal,
default, dan pindah.
• Angka default tidak boleh lebih dari 10%, karena akan menghasilkan proporsi kasus retreatment
yang tinggi dimasa yang akan datang yangdisebabkan karena ketidak-efektifan dari pengendalian
Tuberkulosis.
• Menurunnya angka default karena peningkatan kualitaS ibu penanggulangan TB akan menurunkan
proporsi kasus pengobatanulang antara 10-20 % dalam beberapa tahun DR.
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari4% untuk
daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak bolehlebih besar dari 10% untuk
daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
Cara perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan pengobatan kategori.
38
BAB VI
PENUTUP
Demikian pedoman kerja ini disusun sebagai acuan pelaksanaan penanggulangan TB dengan
39